Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104063 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tervian Febri
"ABSTRAK
Terdapat sekitar 1,4 juta pelaju menuju Jakarta setiap harinya. Peningkatan jumlah
pelaju ini tidak diimbangi dengan peningkatan kuantitas dan kualitas transportasi
massal. Sehingga menyebabkan banyak pelaju yang beralih memilih
menggunakan kendaraan pribadi. Salah satu solusi yang mungkin dapat
diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan perkotaan tersebut yakni konsep
compact city. Skripsi ini akan membahas mengenai kemungkinan penerapan serta
dampak positif dan negatif dari penerapan konsep compact city bagi perkotaan di
Indonesia. Skripsi ini mengambil studi kasus yakni superblok Rasuna Epicentrum
sebagai sebuah alat analisis untuk melihat kemungkinan penerapan konsep
compact city dalam konteks perkotaan di Indonesia. Selain itu, skripsi ini juga
menganalisis penerapan konsep compact city dilihat dari sisi penggunaan tata
guna lahan campuran dan keberagaman dalam konteks perkotaan di Indonesia.

ABSTRACT
There are about 1.4 million commuters each day to Jakarta. Increasing the number
of commuters is not balanced by an enhancement in the quantity and quality of
mass transit. As of causing a lot of commuters who switch to choose to use private
vehicles. One possible solution could be applied to solve urban problems is the
compact city concept. This thesis will discuss the possibility of applying as well
as positive and negative impacts of the implementation of the compact city
concept for cities in Indonesia. This thesis takes a case study which Rasuna
Epicentrum superblock as an analysis tool to look at the possibility of application
of the compact city concept in an urban context in Indonesia. In addition, this
paper also analyzes the implementation of compact city concept in terms of mixed
land use and diversity in an urban context in Indonesia."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42244
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
D.T. Saraswati
"Pertumbuhan penduduk perkotaan merupakan fenomena yang sedang dihadapi di Indonesia dimana saat ini jumlah penduduk perkotaan mencapai 36% dari total jumlah penduduk Indonesia. Selain daripada itu akibat tingginya laju urbanisasi tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan, menyebabkan berkembangnya kawasan permukiman padat penduduk dan kumuh di wilayah perkotaan. Akibatnya terjadi peningkatan kualitas orang-orang yang datang dan menetap di kota menjadikan kota semakin padat. Sebagian besar penduduk kota adalah masyarakat berpenghasilan rendah.
Krisis ekonomi yang terjadi semakin mempercepat penurunan kualitas lingkungan fisik di kawasan permukiman padat penduduk dan kumuh. Kemampuan daya beli masyarakat menjadi menurun termasuk pemeliharaan prasarana dan sarana di kawasan permukiman, pula krisis tersebut meningkatkan jumlah penduduk miskin termasuk di wilayah permukiman kumuh.
Dan dalam rangka mengupayakan percepatan pengentasan kemiskinan, salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah adalah menata kawasan permukiman kumuh di perkotaan dengan meluncurkan program-program penataan kawasan kumuh yakni program perbaikan fisik permukiman, program perbaikan dan peningkatan ekonomi serta program pemberdayaan masyarakat untuk perbaikan dan peningkatan sosial - budaya masyarakat. Kebijakan yang diterapkan dalam pelaksanaan program tersebut melalui konsep pendekatan Tribina dan pengembangannya dengan konsep Catur Bina Teknologi. Namun dalam pelaksanaannya program-program tersebut tidak dapat berjalan dengan lancar, bahkan masyarakat tidak peduli akan pelaksanaan program tersebut. Hal ini dikarenakan masih berlakunya sistim top down programme yang diberlakukan oleh pemerintah walaupun skalanya kecil serta tidak adanya sosialisasi peluncuran program secara transparan, sehingga masyarakat tidak mempunyai kesempatan untuk mengusulkan keinginannya sesuai dengan kepentingan masyarakat, sehingga hal tersebut menimbulkan konflik kepentingan antara pemerintah dan masyarakat.
Untuk mengetahui sampai seberapa jauh konflik kepentingan tersebut, dan untuk memecahkan penelitian, maka ditentukan lokasi studi kasus yaitu Kelurahan Kapuk Kecamatan Cengkareng Kodya Jakarta Barat dengan pertimbangan wilayah tersebut termasuk permukiman yang tingkat kekumuhannya di DKI Jakarta sangat tinggi. Selain itu kondisi ,wilayahnya sangat tidak mendukung, berada 1-2 meter diatas permukaan laut, yang mengakibatkan wilayah tersebut mudah sekali tergenang banjir, sehingga setiap kali program perbaikan kampung dilaksanakan, hanya dapat bertahan sampai dengan 3 tahun. Setelah itu rusak kembali atau kumuh kembali; selain itu juga tidak adanya dukungan partisipasi dari masyarakat setempat.
Bertolak dari kenyataan tersebut diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi konsep dan kebijakan untuk penanganan kawasan permukiman kumuh di perkotaan, sejauh mana tingkat keberhasilannya dan berupaya untuk dapat memecahkan konflik kepentingan yang sering terjadi antara pemerintah dan masyarakat di kelurahan Kapuk.
Analisa dilakukan dengan menggunakan metode Game Theory dengan AHP untuk memecahkan konflik kepentingan yang terjadi dan menentukan alternatif kebijakan yang baik yang dapat diterima oleh masyarakat dan pemerintah yang seimbang sehingga setiap program yang diluncurkan dapat dilaksanakan secara terpadu dan sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Dengan kata lain masyarakat dapat merasa memiliki seluruh hasil pembangunan baik fisik, ekonomi dan sosial - budaya.
Dari hasil analisa dengan AHP dan Game Theory didapatkan hasil akhir payoff antara pemerintah dan masyarakat terjadi keseimbangan strategi yaitu pada strategi peningkatan usaha masyarakat yaitu dengan memberikan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif kepada masyarakat sehingga mendapatkan niiai tambah dan mendukung usaha-usaha masyarakat serta membangun, merehabilitasi dan melengkapi fasilitas usaha seperti prasarana dan sarana tempat usaha, yang merupakan strategi terbaik dalam menghadapi strategi masyarakat yakni menempati bangunan rumah seadanya yang notabene non standard dengan tujuan utama dapat berteduh dari panas dan hujan untuk selanjutnya dapat mengkonsentrasikan diri dalam mencari nafkah, demikian pula sebaliknya. Kedua strategi tersebut (pemerintah dan masyarakat) sama kuatnya.
Dengan berjalannya waktu dan perubahan-perubahan yang akan terjadi maka tugas Pemerintah termasuk pemerintah daerah lebih terkonsentrasi sebagai regulator dan pembuat kebijakan. Untuk itu analisis yang sangat mungkin terjadi adalah masyarakat menentukan terlebih dahulu strategi yang akan dijalankan, kemudian diikuti dengan strategi yang dipilih oleh pemerintah yaitu peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam segala bidang pembangunan baik ekonomi, fisik dan sosial - budaya. Dengan demikian diharapkan tidak akan terjadi lagi konflik kepentingan antara pemerintah dan masyarakat.
Dan kebijakan pemerintah dengan membiarkan warga menempati bangunan seadanya merupakan kebijakan dalam jangka pendek mengingat kondisi perekonomian negara masih dalam kondisi krisis, dimana masyarakat yang berpenghasilan rendah mengutamakan mencari nafkah tanpa mempedulikan kondisi bangunan tempat tinggal maupun lingkungannya.
Selanjutnya untuk mencapai target yang telah ditentukan dapat direkomendasikan kebijakan untuk jangka menengah dan panjang, yang mengacu dari hasil analisa Game Theory yaitu pertama kebijakan peningkatan dan pengembangan kesempatan kerja dan kegiatan usaha baik usaha yang bersifat tradisional maupun pengembangan usaha baru; kedua kebijakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, melalui kelompok-kelompok swadaya masyarakat dan ketiga kebijakan pembangunan rumah susun sewa bagi masyarakat berpenghasilan rendah perlu dilanjutkan dan ditingkatkan.
Sedangkan dari hasil analisa sensitivitas secara keseluruhan menunjukkan bahwa hirarki kurang sensitif terhadap perubahan prioritas, artinya apabila prioritas kriteria yang dilakukan oleh pemerintah di rubah, maka strategi kebijakan yang paling baik dilaksanakan oleh pemerintah adalah peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam setiap kegiatan pelaksanaan pembangunan di segala bidang. Sedangkan hasil analisa sensitivitas dari hasil analisa konflik yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa strategi kebijakan yang paling baik saat ini dalam arti untuk jangka pendek dilaksanakan oleh pemerintah adalah meningkatkan dan mendukung usaha-usaha masyarakat dengan memberikan kesempatan kerja dan kesempatan usaha produktif seluas-luasnya kepada masyarakat serta membangun dan merehabilitasi fasilitas-fasilitas seperti prasarana dan sarana tempat usaha.
Jadi kesimpulan yang dapat ditarik bahwa bagaimanapun bentuk program penanganan kawasan permukiman kumuh di perkotaan dilaksanakan, maka yang paling penting dilakukan oleh pemerintah adalah mengajak serta masyarakat untuk ikut andil mulai dari usulan program, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengoperasiannya dan pemeliharaannya, sehingga program-program tersebut benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu yang tidak kalah pentingnya yakni pemerintah harus duduk bersama-sama dengan masyarakat untuk mensosialisasikan program-program yang akan dilaksanakan secara transparan sehingga masyarakat mengerti benar akan hal-hal yang harus dilaksanakan sesuai dengan kapasitasnya sebagai penerima program."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T7159
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Alfia Choirie
"Laju pertumbuhan pembangunan yang terus meningkat, banyaknya para investor yang ingin menanamkan modalnya, dan adanya pengaruh perguruan tinggi menjadi daya tarik tersendiri untuk Kota Depok. Ketidaksiapan Depok menjadi kota dan perencanaan yang kurang tepat, membuat pembangunan tiap-tiap wilayah tidak merata. Pengaruh adanya perguruan tinggi seperti kampus UI dan Gunadarma membuat pembangunan kawasan Margonda Raya tumbuh dengan pesat. Tetapi sangat disayangkan cepatnya pertumbuhan tersebut tidak diikuti dengan ketersediaan prasarana yang memadai khususnya dalam hal ketersediaan halte dan jembatan penyeberangan orang. Jalan Raya Margonda yang begitu lebar, dan banyaknya bangkitan disana, membuat pejalan kaki kesulitan untuk menyeberang, menunggu dan memberhentikan kendaraan. Tidak sedikit pejalan kaki yang menjadi korban kecelakaan / tertabrak dikarenakan sulitnya untuk menyeberang, serta kendaraan yang melaju dengan cepat. Perencanaan yang telah dibuat oleh Pemda Kota Depok harus segera direalisasikan demi keselamatan pejalan kaki dan kenyamanan bersama.

Development growth rate continues to rise, many investors who want to invest their shares, and the influence of the college, the main attraction for the city of Depok Margonda region. Unpreparedness Depok into the city and the lack of proper planning to make the development of each region does not spread with blanced. Development in the rapidly growing Margonda not matched by availability of shelter and adequate pedestrian bridge. This makes it difficult for pedestrians to cross. Not the least pedestrian accident victims. Plans that have been made by local governments must be realized Depok City for the creation of pedestrian safety and convenience together."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52624
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendry Tamboto
"Kawasan di sepanjang sumbu Kota Tua-Sunda Kelapa pernah menjadi jalur perekonomian utama bagi kota Batavia. Sumbu ekonomi ini melintasi 3 kawasan utama yaitu kawasan komersial Kali Besar, Kawasan Gudang Tua, dan Kawasan Pasar ikan. Masing-masing kawasan memiliki perbedaan karakter yang signifikan antara satu dengan yang lainnya, perbedaan tersebut dibentuk oleh pola hubungan tertentu dari elemen fisik yang spesifik pada masing-masing kawasan.
Sumbu sepanjang satu kilometer yang memiliki beberapa kawasan dengan karakter berbeda-beda tentulah merupakan potensi karena keunikannya. Namun perbedaan karakter antar kawasan yang tidak terjembatani dengan baik dapat menimbulkan permasalahan di sepanjang ruang sumbu tersebut, terutama dalam konteks elemen fisik ruang kota. Karakter membentuk identitas masing-masing kawasan harus menjadi perhatian utama sewaktu merencanakan kembali kawasan disepanjang sumbu ini, tujuannya agar pembangunan di masa yang akan datang dapat tetap mempertahankan karakter dan identitas dari masing-masing kawasan.
Hasil dari analisis pada elemen fisik di kawasan-kawasan sepanjang sumbu Kota tua-Sunda Kelapa memperlihatkan adanya serangkaian susunan pola dari elemen fisik yang khas, dan membentuk karakter spesifik dari masing-masing kawasan tersebut. Dengan mengacu pada kosa kata pola yang telah didapatkan, saya akan menyusun Panduan Rancang Kawasan ( Urban Design Guide lines ) untuk kawasan disepanjang sumbu Kota Tua-Sunda Kelapa. Selanjutnya saya akan mengaplikasikan esensi dari masing-masing kawasan ( esensi diturunkan dari tema rempah-rempah yang telah di abstraksikan ) sebagai panduan dalam menciptakan imageabilty bagi kawasan-kawasan disepanjang sumbu Kota Tua - Sunda Kelapa.

The area along the Old Town - Sunda Kelapa Axis has been the major economic area for the City of Batavia. This strips intersects three main district, the first is the Kali Besar commercial Strips, second is Old Warehouse District, the third one is the Fish Market District. Each District have a distinct character that made a distinction from the others. The distinction was made by a certain pattern from the specific physical element of the urban space in each district.
One kilometer Axis with several distinct character has created an unique urban spaces. But without any organized and well designed at the area in-between each of the districts has caused many problems along this Axis. The character and identity of each districts is the major concern while doing the re-Planning for this area, so that the future development can protect and enhance the character that creates an identity of this axis.
The analysis of the physical elements along this axes shown that there are several relation patterns from the distinct physical element that created the distinct character of this area. Using the Pattern of relationships from the previous analysis, I then arranged an Urban Design Guidelines for each of the districts along this axis. Latter on, I will add a theme adopted from the spices that fit for each districts to develop an imageability for each districts.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T29805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Putri
"ABSTRAK
Teknologi berkembang pesat dalam menunjang aktivitas manusia, salah satunya proses menggambarkan ruang kota dan wayfinding. Pada tahun 1960, Kevin Lynch merilis buku berjudul The Image of the City sebagai solusi dari permasalahan masyarakat dalam proses wayfinding di ruang kota melalui penggambaran ruang kota yang terwujud dari legibilitas dan proses cognitive maps. Teori Lynch masih digunakan di era kemudahan Teknologi, Informasi dan Komunikasi. Dilakukan studi kasus untuk membandingkan dua proses pembentukan gambaran ruang kota, yaitu berdasarkan teori Lynch dan melalui ruang virtual. Di sisi lain, era Teknologi, Informasi dan Komunikasi merubah konsep gambaran ruang kota yang dilakukan pada masa teori Kevin Lynch dirilis

ABSTRACT
Technology is growing fast in uses to help people activities, such as imagining city and in wayfinding process. In 1960, Kevin Lynch released The Image of the City as a solution for society in wayfinding problems, through city image which was built by legibility and cognitive maps process. Lynch 39 s theory is still being used in Information, Communication and Technology Age. Case study was held to compare the process of imagining city by Lynch 39 s theory and the process through virtual reality. On the other hand, Information, Communication and Technology age changed the concept of imagining city space by Lynch 39 s theory. "
2017
S67147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Setyoko
"Pemilihan indikator kota merupakan sesuatu yang belum pemah dilakukan oleh pihak Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Pemilihan indikator kota sangat panting untuk mengetahui efek yang timbul akibat kegiatan yang dikerjakan oleh pihak pemerintah. Oleh karena itu pemilihan terhadap indikator harus dilakukan oleh para ahli perkotaan yang memiliki kemampuan dalam bidang masing-masing.
Dengan menggunakan metode Analitycal Hierarchy Process, pemilihan terhadap indikator dapat dilakukan dengan memberikan bobot melalui perbandingan berpasangan dari masing-masing indikator.
Penelitian dilakukan pada indikator sektor kesehatan sebagai studi kasus dengan cara memilih dan memprioritaskan indikator tersebut oleh ahli perkotaan. Kemudian dilanjutkan dengan merating ahli perkotaan berdasarkan kriteria Curriculum Vitae Standar.
Hasil akhir dari penelitian ini adalah prioritas dan bobot dari indikator sektor kesehatan yang telah dipilih oleh Ahli Perkotaan, dan kriteria. Ahli Perkotaan berdasarkan kriteria Curriculum Vitae Standar. Prioritas dan bobot dari indikator sektor kesehatan diperlukan dan digunakan pihak pemerintah dalam hal perencanaan.

Selecting city indicators is a task that has not been carried out by The Regional government of DKI Jakarta Province. Selecting city indicators is important to see the effect from the activities that regional govemment do in the city. Because of that reason, the selection of city indicators must be donc by the City’s Experts with the expertise in their fields.
By using Analitycal Hierarchy Process, selecting the indicators is carried out with giving weight and doing pairwise comparison between the indicators involve.
This research was conducted in selecting and prioritizing indicators in the health sector as a case and thc selection was done by thc City’s Experts. The research continued by rating the City’s Experts with standard cuniculum vitae as the rating criteria.
Final result of this research is the priority and weight of indicators for the health sector that has been selected by City’s Experts, and the City’s Experts criteria based on the criteria from standard curriculum vitae. Priorities of the indicators can be used bythe govemment to make plan.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S50087
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elkana Catur Hardiansah
"ABSTRAK
Kota yang berbasis sektor pertambangan kerap kali menemui masalah ketika kegiatan
produksi tambang berhenti. Kota Sawahlunto mengalami persoalan penurunan jumlah
penduduk, perlambatan aktivitas perekonomian dan kerusakan lingkungan pasca PT BAUPO
menghentikan kegiatan produksi batubaranya. Untuk mengatasi persoalan tersebut,
Pemerintah Kota Sawahlunto mengeluarkan serangkaian kebijakan yang diharapkan
dapat memulihan kondisi perkotaan seperti sediakala.
Kebijakan regenerasi kota yang diluncurkan oleh Pemerintah Kota Sawahlunto ditujukan
untuk mengembalikan perkembangan kota Sawahlunto melalui transformasi ekonomi,
sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh terhentinya kegiatan produksi pertambangan.
Regenerasi yang terjadi Sawahlunto merupakan proses menarik untuk dipelajari dalam
konteks perkembangan kota yang kembali bangkit dari kemunduran yang dialami sektor
pertambangan.
Penelitian ini akan menggali mekanisme penyusutan kota yang terjadi di akhir abad 20.
Pemahaman mengenai faktor-faktor yang mendorong perkembangan kota diharapkan
dapat memberikan latar belakang yang cukup dalam menemukenali proses penyusutan
kota di Sawahlunto. Pemahaman mengenai proses regenerasi kota yang terjadi di
Sawahlunto akan dilakukan melalui eksplorasi terhadap fenomena penyusutan kota yang
terjadi di Sawahlunto pada akhir abad 20.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan strategi penelitian
studi kasus tunggal. Pengumpulan data primer didapat melalui wawancara mendalam
yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada informan.
Sedangkan pengumpulan data sekunder yaitu dengan studi kepustakaan dengan
menghimpun data dari berbagai literatur seperti buku-buku, artikel, majalah, surat kabar
dan sebagainya yang berhubungan dengan topik penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka penyusutan kota Sawahlunto
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi serta situasi sosial politik di tingkat global dan
nasional. Kesimpulan ini didapatkan melalui data bahwasanya fenomena penyusutan kota
telah beberapa kali terjadi di Sawahlunto. Respon yang diambil dalam menghadapi
persoalan penyusutan kota di masa lalu menjadi perbandingan sekaligus pembelajaran
dalam menilai respon yang diambil saat ini dalam menghadapi penyusutan. Proses
perkembangan kota Sawahlunto merefleksikan bagaimana kota-kota di Indonesia yang
pembentukan awalnya disebabkan oleh kepentingan global dan kemudian secara mandiri
mendefinisikan kembali falsafah kehidupan kotanya.
Pilihan kebijakan dan strategi untuk merespon penyusutan kota amat ditentukan oleh
pihak yang memegang peran sebagai otoritas pembangunan kota. Saat ini Pemerintah
Kota memegang peran lebih besar dalam proses pembangunan kota Sawahlunto.
Pemerintah Kota memberikan ruang yang lebih besar kepada warga untuk terlibat dalam
proses regenerasi kota. Aksesibilitas terhadap ruang kota yang lebih besar mempengaruhi
efektivitas program regenerasi yang diusung oleh Pemerintah Kota Sawahlunto.
Keberadaan Pemerintah Kota sebagai aktor utama proses regenerasi menunjukkan sebuah
pembelajaran yang baik bagi Pemerintah Daerah yang akan menghadapi persoalan serupa dengan Sawahlunto. Perkembangan kota Sawahlunto adalah bentuk nyata
bagaimana transisi pengelolaan kota dari perusahaan tambang kepada pemerintah sipil
berjalan dengan baik. Transisi ini yang kemudian menjadi salah satu faktor keberhasilan
dalam melakukan proses regenerasi kota.
Pemerintah Kota yang memberikan akses yang sama terhadap proses penyusunan
kebijakan ataupun tahapan pelaksanaan regenerasi kota adalah langkah manajemen
pembangunan kota yang patut diimplementasikan di wilayah lain dengan persoalan
serupa.

ABSTRACT
Mining sector-based cities are often encountering problems when the mining activities
closed down. Sawahlunto, a city once well known for its coal mines, has experienced a
decrease in population, economic downturn, environmental damage and other problems
after PT BA-UPO closed down its coal mining operation in the city. To overcome this
problem, Sawahlunto Municipality Administration has issued a series of policies which
are expected to be able to restore the city’s condition.
The city’s regeneration policies aimed at restoring the development of Sawahlunto
through the transformation of economic, social and environment that have been spoiled
due to the closing down of mining activities in the city. The regeneration policies that
takes place in Sawahlunto has been an interesting process to be studied in the context of
urban development whereby a city has managed to revive from economic downturn as the
domino effect of the setback suffered by the mining sector.
This study will explore the city shrinkage mechanism that occurred at the end of the 20th
century. An in-depth comprehension on factors that encourage the development of a city
is expected to provide sufficient background in the process of identifying city shrinkage
in Sawahlunto. The comprehension on regeneration process that occurs in Sawahlunto
will be obtained through the exploration of the city shrinkage phenomenon that took place
in Sawahlunto Municipality at the late 20th century.
This study deploys a qualitative research approach with a single case study as its research
strategy. The primary data collection was carried out through in-depth interviews
conducted by asking questions directly to appropriate infromant. The secondary data
collection was carried out through literature study, collecting data from a variety of
literatures such as books, articles, magazines, newspapers and other media related to this
research topic.
Based on the results of the study, the shrinkage of Sawahlunto Municipality is affected by
global economic condition and socio-political situation at the national level. This
conclusion is made based on the data obtained which suggests that city shrinkage
phenomenons have taken place in Sawahlunto for several times. Responses taken towards
the city shrinkage issues in the past have become the comparison and lesson learned in
assessing the response made in tackling the same issue this time. The development
process of Sawahlunto reflects how the cities in Indonesia, which are originally formed
based on global importance, independently redefine the philosophy of their lives.
The policy and strategy option to respond to the city shrinkage is heavily determined by
any party who holds the role as the urban development authority agency. Currently, the
city administration holds a greater role in the development process of Sawahlunto. The
city administration provides a larger space for the community to be involved in the
regeneration process of the city. The larger accessibility to urban space affects the effectiveness of the regeneration program promoted by Sawahlunto Municipality
Administration.
The existence of city administration as the main actor of the regeneration process in
Sawahlunto has shown a good lesson for any other local governments who will face
similar problem. The development of Sawahlunto is a real tremendous example on the
transition of urban management from mining company to a public government. It is
indeed this transition that become one of the success factors in the regeneration process of
the city.
The Urban Local Government that provides equal access towards the policy making
process or the city regeneration phases is the urban development management measures
that should be implemented in other local governments with similar problems"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Hasoloan
"RINGKASAN
Kabupaten Dati II Bogor mempunyai luas wilayah 3.440,72 Km2 atau 344.072 Ha. Ada seluas ± 101.138 Ha atau 29,39% dari luas wilayah tersebut berada dalam Kawasan Puncak yaitu wilayah penanganan khusus penataan ruang dan penertiban serta pengendalian pembangunannya diatur dalam Keppres Nomor 48 Tahun 1983 dan Keppres Nomor 79 Tahun 1985. Wilayah penanganan khusus dimaksud secara administratif untuk Kabupaten Dati II Bogor terdiri atas 11 kecamatan (sekarang menjadi 13 kecamatan) yaitu:
Kecamatan Ciawi
Kecamatan Cibinong
Kecamatan Cimanggis
Kecamatan Cisarua
Kecamatan Citeureup
Kecamatan Gunung Putri
Kecamatan Gunung Sindur
Kecamatan Sawangan
Kecamatan Kedung Halang (Sukaraja)
Kecamatan Parung
Kecamatan Semplak (Kemang)
Kecamatan Megamendung
Kecamatan Limo
Dua wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Ciawi dan kecamatan Cisarua termasuk Kawasan Pariwisata Puncak, di samping itu Kawasan Puncak memiliki keunikan dan peran, diantaranya yang terpenting adalah :
Konservasi tanah dan air bagi wilayah aliran sungai Ciliwung dan Cisadane.
Konservasi Flora dan Fauna.
Di samping kedua peranan di atas, juga Kawasan Puncak memiliki keindahan alam, udara nyaman dan sejuk, sehingga mendorong terjadinya migrasi dan pertambahan penduduk dan tidak dapat dihindari hukum ekonomi terjadi yaitu tingginya permintaan atau keinginan untuk menguasai atau memiliki tanah oleh berbagai pihak, mengakibatkan harga tanah di Kawasan Puncak menjadi mahal dan dapat digunakan sebagai komoditi ekonomi. Dengan demikian kawasan ini cenderung untuk dieksploitir dengan cara pembangunan rumah, vila dan hotel oleh masyarakat, tanpa memperhatikan kriteria lokasi dan standar teknis pembangunannya, bahkan membuat danau buatan yang diairi dengan cara merombak dan membendung aliran sungai Ciliwung.
Menyadari betapa besarnya kontribusi Kawasan Puncak terhadap fungsi lingkungan, maka pemerintah berupaya untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang berlarut-larut dengan cara pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana detail tata ruang Kawasan Puncak. Hal ini memerlukan usaha penertiban kembali agar pengendalian dan usaha penertiban pemanfaatan Kawasan Puncak khususnya yang berada di Kabupaten Dati II Bogor dapat dicapai, diperlukan adanya suatu sistem administrasi.
Tujuan Penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui hubungan sebab-akibat tetapi tidak timbal balik antara kebijaksanaan pemerintah, struktur organisasi , koordinasi unit kerja terkait sebagai satu kesatuan yang merupakan satu sistem administrasi dan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian "Pengukuran Sesudah Kejadian" (PSK) yaitu penelitian yang tidak ada perlakuan yang dilakukan si peneliti atau ada perlakuan yang terjadi sebelum diadakan pengukuran tetapi perlakuan dimaksud tidak dilaksanakan oleh peneliti sendiri.
Hipotesis Penelitian ini adalah :
Tidak ada hubungan antara kebijaksanaan yang ditetapkan dan pelaksanaannya dalam pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Tidak ada hubungan antara struktur organisasi dan pelaksanaan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Tidak ada hubungan antara koordinasi unit kerja terkait dan pelaksanaan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Kesimpulan hasil analisis adalah
Sesuai dengan hasil penelitian diketahui, bahwa sistem administrasi dalam pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor belum berfungsi secara optimal. Hal ini disebabkan tiga komponen utama dalam sistem administrasi yaitu kebijaksanaan pemerintah mengenai pengelolaan Kawasan Puncak, struktur organisasi sebagai unit kerja pelaksana pengelolaan Kawasan Puncak dan koordinasi unit kerja terkait belum tertata dengan baik.
Berdasarkan pembahasan atas ketiga komponen sistem administrasi dimaksud, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut
1. Kebijaksanaan pemerintah yang menetapkan tujuan penataan ruang Kawasan Puncak, tidak relevan untuk pengelolaan Kawasan Puncak, karena Kawasan Puncak memiliki keunikan (kekhususan) fungsi.
2. Kebijaksanaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Dati II Bogor, di dalam pengelolaan Kawasan Puncak terdapat perbedaan-perbedaan yang meliputi perbedaan penetapan alokasi pemanfaatan ruang dan luas areal dari masing-masing lokasi perbedaan penetapan lokasi peruntukan.
3. Sesuai dengan fungsi Kawasan Puncak yang harus tetap dijaga dan dipertahankan, makes perlu dilakukan tindakan sebagai berikut
mencabut beberapa pasal dalam Keppres Nomor 79 Tahun 1985.
mencabut beberapa pasal dalam Perda Nomor 3 Tahun 1988.
mengatur dan menetapkan kembali pasal-pasal dalam Keppres dan Perda tersebut di atas setelah dilakukan penyesuaian.
Khusus mengenai tujuan, agar ditetapkan dalam suatu redaksi yang lebih proporsional yaitu mencegah pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan rencana peruntukan yang telah ditentukan.
4. Organisasi atau unit kerja yang diberikan wewenang untuk mengendalikan dan menertibkan pembangunan di Kawasan Puncak, balk di tingkat Propinsi Dati I Jawa Barat maupun di tingkat Kabupaten Dati II Bogor tidak mempunyai struktur organisasi, sehingga tidak memperlihatkan dengan jelas pembagian pekerjaan, departementalisasi, rentang kendali, dan pendelegasian wewenang. oleh karena itu, agar Menteri Dalam Negeri meninjau kembali Keputusan Menteri Islam Negeri Komar 22 Tahun 1989 tentang Tatalaksana Penertiban dan Pengendalian Pembangunan Kawasan Puncak, sebagai landasan hukum pembentukan organisasi atau unit kerja.
5. Pembentukan struktur organisasi yang akan menangani Kawasan Puncak dapat berbentuk lini dan staf, dengan sebutan Badan Otorita Kawasan Puncak. ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pandekatan yang lebih terpadu, lintas sektoral dan lebih berpandangan jauh ke depan di dalam pengambilan keputusan.
6. Pengelolaan Kawasan Puncak dengan pola organisasi seperti sekarang, larut dalam tugas-tugas rutinnya, sehingga dalam pengelolaannya umumnya bersifat reaktif yaitu lebih menanggapi masalah setelah masalah itu berkembang, mengakibatkan penanganannya menjadi mahal dan sulit dibanding bila masalah itu dicegah sebelum timbul. Oleh karena itu, unit kerja atau organisasi yang mengelola Kawasan Puncak lebih ideal berdiri sendiri yang setingkat dengan Bappeda Kabupaten dan bertanygung jawab langsung kepada Gubernur KDH Tingkat I Jawa Barat.
7. Koordinasi adalah penyatupaduan gerak dan seluruh potensi organisasi, agar benar-benar mengarah pada sasaran yang sama secara efisien . Penyatu paduan gerak di maksud meliputi aspek keterpaduan kegiatan, keterpaduan waktu dan pelaksanaan serta aspek keterpaduan sasaran atau tujuan. Penyatupaduan gerak yang meliputi ketiga aspek tersebut belum sinkron dilaksanakan oleh TAT Pembinaan dan Pengendalian Pembangunan Kawasan Puncak baik di tingkat Propinsi Dati I Jawa Barat, maupun Kabupaten Dati II Bogor. oleh karena itu, agar penyatupaduan gerak dari seluruh organisasi benar-benar mengarah pada sasaran yang sama, maka pola organisasi yang sekarang harus diganti dengan struktur organisasi lini dan staf, sehingga lebih memudahkan penyusunan jaringan koordinasinya baik secara interen maupun eksteren.
ABSTRACT
The Administration System in the Management of Puncak Area in Bogor RegencyBogor Regency has an area of 3.440, 72 Km2 or 344-.072 Ha. The area is about 101.138 Ha or 29.39% of the area is located in Puncak Area i.e. the special management are for spatial planning and order and development control provided for in Presidential Decree Number: 48/1983 and Presidential Decree Number: 79/1985. It's mentioned that special management area, administratively for Bogor Regency comprises 11 subdistricts (now 13 subdistricts) i.e..
Ciawi Subdistrict
Cibinong Subdistrict
Cimanggis Subdistrict
Cisarua Subdistrict
Citereup Subdistrict
Gunung Putri Subdistrict
Gunung Sindur Subdictrict
Sawangan Subdistrict
Kedung Halang (Sukaraja) Subdistrict
Parung Subdistrict
Semplak (Kemang) Subdistrict
Megamendung Subdistrict
Limo Subdistrict
Two subdistrict i.e. Ciawi and Cisarua Subdistrict belong to Puncak Tourism Area; besides this Puncak Area has uniqueness and role, among others, the most important is:
Soil and water conservation for Ciliwung and Cisadane watersheds.
Flora and Fauna conservation.
Besides the two roles above, Puncak Area also has natural beauty, fresh air, which encourages migration and increased number of population and economic law cannot be prevented from occurring i.e. high demand or wish to control or posses land by various parties, resulting in the price of land in Puncak Area becoming expensive and can be used as an economic commodity. Thus, this area tends to be exploited by developing houses, villas and hotels by the people, without taking into consideration the criteria of location and technical standards of criteria of location and technical standards of development, indeed a manmade lake has been constructed which is watered by damming the water of Ciliwung River.
Realizing the great contribution of Puncak Area to the environmental functions, the government is making the effort to overcome prolonged environmental damage by utilization of the space in accordance with the detailed spatial planning of Puncak Area. This requires reorganization so that control and management of Puncak Area particularly those in Bogor Regency can be achieved through a system of administration.
The objective of the Study is:
To find out the cause-effect relations but not reciprocal between government policy, structure of organization, coordination of related work units as a unit constituting a system of administration and management of Puncak Area in Bogor Regency.
Methods of Study is :
The method of research used is that of "Measuring After the Event" that is a research without any treatment made by the researcher or if any made before measurement it is not done by the researcher himself.
The hypothesis of the Study are:
There is no related between the policy and its implementation in the management of Puncak Area in Bogor Regency.
There is no related between the organizational structure and the management of Puncak Area in Bogor Regency.
There is no related between work unit coordination and the management of Puncak Area in Bogor Regency.
Conclusion of the analysis are:
According to the results of the research, it is found out that the administrative system in the management of Puncak Area has not been functioning optimally. This is caused by three main components in the administration system i.e. Government Policy on Puncak Area management, structure of organization as an executive unit of management of Puncak Area and related work unit coordination has not yet been well ordered.
Government policy which determines the objective of spatial planning of Puncak Area is not relevant to the management of Puncak Area, because it has a specific function.
There are differences in the management of Puncak Area between central government and the regional differences in the allocation of spatial utilization and the areas of respective allocations differences in location of allocation.
According to Puncak Area functions which should continue to be maintained and preserved, the following actions need to be taken:
to revoke several articles in Presidential Decree Number 79 of 1985.
to revoke several articles in Regional Regulation Number 3 of 1988.
rearranging and restating the articles in the Presidential Decrees and Regional Government Regulations mentioned above after adjustments.
a. Regarding the objectives in particular, these should be stated in a more proportional edition i.e.: to prevent the use of land which does not conform with stipulated allocation plan.
The organization or work unit authorized to manage and control the development in Puncak Area at West Java Provincial level and at Bogor Regency level have no structure of organization, so that there is no clear job description, departmental division, span of control and delegation of authority. Therefore, the Minister of Domestic Affairs should review the Decree of the Minister Domestic Affairs Number 22/1989 concerning Procedures of Reorganization and Control of Development in Puncak Area, as the legal basis for the formation reorganize them.
The structure of organization which will be managing Puncak Area may take the form of line and staff, called Puncak Area Authority. This is intended to guarantee more integrated approach, inter-sectoraly and be more forward looking in decision making.
Puncak Area management under the present pattern of organization is more involved in routine tasks, so that in general management it is reactive in nature i.e. responding to problems only after the develop resulting in more expensive and difficult handling than if the problems are prevented before emerge. Therefore, it is more ideal that they work unit or organization managing Puncak Area should be independent at equal level with Regency Bappeda and reports directly to the Governor of West Java.
Coordination is the union of movements of a l l organizational potentials, so that they really go towards common targets efficiently'. The union of movements concerned covers the aspects of activity integration time, integration and the implementation and aspects of integrated targets or objectives. The integration of movements covering all three aspects have not been synchronized implemented by TAT Development and Control of Puncak Area Development at West Java Provincial level as well as at Bogor Regency level. Therefore, so that the integration of movements of the entire organization is really going towards common targets, present pattern of organization should be changed to line and staff structure of organization, so that it will be better, internally as well as externally.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Rahmat Topo Susilo
"Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Kota Terpadu Mandiri (KTM) merupakan kunci keberhasilan pembangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan partisipasi masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa masyarakat telah berpartisipasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan, namun kewenangan tetap ada ditangan pemerintah. Faktor pendorong untuk berpartisipasi adalah masyarakat sudah terbiasa dengan program pemerintah, bermanfaat, kebutuhan masyarakat dan adanya stimulan. Sedangkan penghambat partisipasi meliputi seringnya pergantian pejabat, pembangunan KTM terlalu singkat, kesibukan warga dan bencana alam. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiseno
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T39605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>