Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175106 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muda Markus
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Widyastuti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S22897
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Arifuddin
"Kontrak Production Sharing adalah merupakan suatu kontrak kerjasama Pertamina dengan para investor dalam dan luar negeri dalam bidang minyak dan gas bumi dengan sasaran optimasi pendapatan negara. Ketentuan perpajakan dalam Kontrak Production Sharing selain tunduk pada Undang-undang Pajak Domestik, seperti : Undang-undang Pajak Penghasilan, Undang-undang Pajak atas Bunga, Deviden dan Royalti, beserta peraturan pelengkap lainnya, seperti: Peraturan Pemerintah, SK Menteri Keuangan dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak). Kontrak kerjasama tersebut kenyataanya perlu dicermati mengingat ada ketentuan dari Persetujuan Penghindaran Pajak Barganda (Tax Treaty) negara mitra tertentu maupun ketentuan pada Undang-undang Pajak Penghasilan yang dapat mempengaruhi penerimaan negara dari kontrak kerjasama Pertamina dengan investor tersebut.
Dalam kehidupan bernegara Indonesia pada dasarnya mengakui primat hukum antar negara, karenanya dalam hal kontraktor KPS dari negara mitra perjanjian tertentu menuntut penurunan tarif atas "branch profit taxation" berdasarkan Tax Treaty diterapkan dalam kontrak kerjasama tersebut, secara hukum hal itu dapat dibenarkan. Demikian pula dengan kontraktor dalam negeri, ada ketentuan pada Undang-undang Pajak Penghasilan yang menegaskan, bahwa penghasilan yang bersumber dari dividen yang diterima/diperoleh badan usaha yang kepemilikannya atas saham dan didirikan serta berkedudukan di Indonesia, dividen tersebut bukan merupakan obyek pajak (penghasilan). Akibat ketentuan tersebut penerimaan negara pada akhirnya cenderung akan menurun.
Agar bagian yang merupakan hak Pemerintah tidak berkurang, sebaiknya dalam Tax Treaty dengan negara mitra, baik yang akan datang maupun pada negara mitra tertentu (renegosiasi) secara tegas mencantumkan ketentuan, bahwa ketentuan yang ada dalam Tax Treaty tidak mempengaruhi ketentuan dalam Kontrak Bagi Hasil, atau dalam setiap kontrak dengan Kontraktor memasukkan klausul, bahwa jumlah bagian yang menjadi hak Pemerintah tidak dapat dipengaruhi ketentuan berdasarkan Tax Treaty ataupun ketentuan lain.
Metode penelitian yang dilakukan dalam penyusunan tesis ini adalah penelitian deskriptif, yaitu berupa expost survey dengan memecahkan permasalahan yang ada pada aplikasi perpajakan pada KPS bidang minyak dan gas bumi dengan teori perpajakan yang ada. Sumber datanya diperoleh dari Laporan BPPKA-Partamina, dari beberapa KPS tertentu yang ada di Jakarta serta teknik pengumpulan datanya melalui teknik kepustakaan, wawancara dan observasi langsung pada KPS minyak dan gas bumi tertentu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadetta Andalutsi Hemawati
"Perkembangan sistem perpajakan Indonesia senantiasa berusaha mewujudkan keadilan dan netralitas perpajakan. Sejalan dengan usaha tersebut, pemerintah menentukan batas waktu pemberian fasilitas penundaan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang selama ini dinikmati oleh para wajib pajak. Upaya tersebut tentunya harus memperhatikan konsistensi yuridis serta dampak permasalahan yang timbul dari penerapan kebijakan tersebut.
Penerapan kebijakan mengakhiri fasilitas penundaan pembayaran PPN terhadap Kontrak Production Sharing dan Kontrak Operasi Bersama oleh pihak Fiskus dengan pertimbangan meningkatkan penerimaan pajak, pada kenyataannya menimbulkan persengketaan.
Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya sengketa pajak antara Fiskus dengan Kontraktor Kontrak Production Sharing dan Kontrak Operasi Bersama sehubungan dengan berakhirnya fasilitas penundaan pembayaran PPN, usaha-usaha penyelesaian yang telah dilakukan, serta pengaruh persengketaan tersebut terhadap minat para kontraktor untuk melakukan investasi baru di Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara dan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat inkonsistensi yuridis pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai fasilitas penundaan pembayaran PPN bagi Kontrak Production Sharing dan Kontrak Operasi Bersama, sehingga menimbulkan persengketaan dalam penerapannya.
Inkonsistensi kebijakan perpajakan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dimana mengakibatkan wajib pajak merasa diperlakukan tidak adil. Sebagai upaya menyelesaikan persengketaan pajak yang terjadi, para kontraktor mengajukan keberatan dan banding. Usaha Direktorat Jenderal Pajak meningkatkan penerimaan negara dengan menerbitkan SKPKB PPN ditunda yang pada akhirnya menimbulkan sengketa pajak pada industri minyak, gas bumi dan panas bumi, tampaknya secara ekonomi makro perlu dikaji Iebih mendalam.
Dalam menerbitkan SKPKB kepada wajib pajak, disarankan kepada pihak Fiskus hendaknya senantiasa memperhatikan pemenuhan aspek yuridisnya. Penerbitan SKPKB yang hanya bertumpu pada kepentingan penerimaan pajak semata, pada akhirnya hanya menimbulkan sengketa pajak dengan pihak wajib pajak, dimana sepatutnya dihindari."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T2409
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budy Pranowo Adi Nugroho
"Dalam Kontrak Production Sharing, hasil bagi seluruh kegiatan operasi penambangan minyak yang berupa minyak mentah, akan dibagi antara Pemerintah dengan Kontraktor dengan proporsi yang sudah ditentukan dalam kontrak. Bagian kontraktor (contractor's share) tersebut sudah termasuk pembayaran pajak. Bagian kontraktor akan selalu sama walaupun tarif pajaknya berubah.
Dalam aktivitasnya di Indonesia, sangat memungkinkan diperolehnya tambahan kemampuan ekonomis dari kegiatan dan modal atau asset yang dimiliki atau dikuasai oleh kontraktor, baik yang mempunyai kaitan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan operasi penambangan minyak dan gas bumi dalam Kontrak Production Sharing. Tambahan kemampuan ekonomis tersebut menurut Undang-Undang Perpajakan adalah penghasilan yang harus dikenai pajak.
Di dalam Kontrak Production Sharing dengan bentuk Joint Operating Body (PSC-JOB), Pertamina mempunyai partisipasi kepemilikan (Pertamina Participating Interest) pada operasi Kontraktor dengan perbandingan sebesar 50 : 50. Dengan adanya partisipasi kepemilikan tersebut, Pertamina ikut menanggung biaya-biaya yang diperlukan dalam operasi di suatu Wilayah Kerja Pertambangan yang dikerjakan bersama antara Kontraktor dan Pertamina. Karena Pertamina belum bisa melaksanakan kewajiban pendanaan untuk keperluan operasi tersebut, maka Kontraktor akan menalangi terlebih dahulu seluruh biaya operasi yang menjadi tanggung jawab Pertamina. Apabila atas Wilayah Kerja Pertambangan yang dioperasikan bersama tersebut sudah berproduksi, maka Pertamina akan mengembalikan biaya operasi yang menjadi tanggung jawabnya dalam bentuk minyak mentah (crude oil) ditambah dengan sejumlah tambahan minyak mentah. Sejumlah tambahan minyak mentah yang diberikan kepada kontaktor sebagai kompensasi atas menalangi dana operasi yang menjadi tanggung jawab Pertatnina inilah yang dalam Kontrak Production Sharing disebut uplift.
Dalam pelaksanaan di lapangan masih terjadi perbedaan pendapat antara Pemerintah (Direktorat Jenderal Pajak) dengan Kontraktor mengenai perlakuan perpajakan atas uplift. Kontraktor tidak bersedia dikenakan pajak atas uplift dengan alasan bahwa uplift tersebut tidak ada hubungannya dengan operasi perminyakan (petroleum operation) dan bukan merupakan insentif bagi Kontraktor. Alasan lain yang dikemukakan oleh Kontraktor atas ketidaksetujuannya dikenakan pajak atas uplift adalah berdasarkan kontrak. hasil minyak yang diperoleh Kontraktor adalah sudah termasuk pajak (include tax). Di pihak Direktorat Jenderal Pajak sendiri masih terjadi perdebatan mengenai perlakuan pajak penghasilan yang tepat atas uplift. Hal inilah yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang penghasilan dan tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Pemilihan tipe ini didasarkan atas pertimbangan bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meneliti apakan uplift memenuhi konsep penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan, dan apabila memenuhi konsep penghasilan bagaimanakah perlakuan perpajakan yang tepat atas uplift tersebut serta menganalisis permasalahan yang akan dihadapi dalam implementasi perlakuan perpajakan di lapangan. Sedangkan Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan dan studi lapangan dengan melakukan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa uplift memenuhi konsep penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan. Sedangkan perlakuan perpajakan yang tepat atas uplift adalah dikenakan pajak berdasarkan basis netto dengan tarif pajak sesuai dengan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan karena timbulnya uplift terdapat hubungan efektif kegiatan usaha kontraktor sebagai bentuk usaha tetap di Indonesia, maka uplift merupakan bagian dari business income dan suatu bentuk usaha tetap. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penghasilan atas uplift merupakan potensi pajak dari sektor minyak dan gas bumi yang belum tergali karena berdasarkan mekanisme pembagian hasil berdasarkan kontrak, uplift belum dimasukkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak. Kendala dalam dalam mengenakan pajak atas uplift karena adanya peraturan khusus (lex specialis) berupa Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur ketentuan formal dan material yang masih berlaku sarnpai sekarang.
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian ini adalah seyogyanya ada harmonisasi antara ketentuan perpajakan dengan ketentuan teknis dalam kontrak dan peraturan pelaksanaan yang mengatur ketentuan formal dan material perpajakan dalam pelaksanaan kontrak, dan menerbitkan penegasan mengenai pelakuan perpajakan atas uplift serta mengganti Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur ketentuan formal pemenuhan kewajiban pajak Kontraktor Production Sharing.

According to the law of Natural Oil and Gas in a Production sharing contract in Indonesia, the total production of all oil-mining operations, which is crude oil, is to be shared between the Government and the contractor with agreed proportion as outlined in the contract The contractor's share includes tax and it will remain the same even though the tax tariff would change.
In Indonesia, it is possible to get an economical added value from the activity conducted and from the capital or the assets owned or dominated by the contractor, which are either directly or not-directly involved in the natural oil and gas mining operation in the Production Sharing contract. According to the Tax Law and Regulations, the economical added value is considered as a taxable income.
According to the Production Sharing Contract - Joint Operating Body (P SC-JOB), Pertamina holds the participating interest of the contractor's operation with 50:50 proportion/comparison. Therefore, Pertamina is also responsible for the operational costs that may occur in the oil field, where they conduct the activity together. Should Pertamina is not able to take the financial responsibility during the operation; the contractor may give them an advance on the operational costs. Once the mine produces oil, Pertamina will then be responsible to pay all advances back to the contractor in a form of crude oil production plus some additional crude oil. This additional crude oil is compensation from Pertamina given to the contractor for giving them advances. In the Production Sharing Contract term, this compensation is called Uplift.
In the implementation in the field, there is a dispute over the tax for uplift between the Government (in this case is the Directorate General of Tax) and the contractor. Contractor refuses to pay tax on uplift because according to them, uplift has nothing to do with the petroleum operation and it is not an incentive either. In addition, according to the contract, the oil production received by the contractor is including tax. While in the Directorate General of Tax itself, there are also pros and cons about what most suitable income tax that should be charged to uplift. This is the main topic of this research.
The type of research used here is descriptive analysis. The consideration of using this type is to find out whether Uplift complies with the income concept according to the Income Tax Regulation. If so, then what would be the most suitable tax assessment for uplift, also, the analysis of the problem that may occur during implementation. The data of this research was collected from book references and through interview in the field.
Research showed that uplift complies with the income concept according to the Income Tax Regulation (Law). The most suitable tax assessment on uplift is a net basis tax with tariff as outlined in the Article 17 of Income Tax Regulation. Since the uplift occurred as a result of an effective activity conducted by the contractor as a fixed business in Indonesia, therefore, uplift is considered as part of the business income of a fixed business.
Research also showed that the income of uplift is potency for tax from natural oil and gas, which have not been explored yet, because, according to the sharing contract mechanism, uplift is not yet included in the taxable income roll. The problem is because there is a special rule (lex specialist) that still valid, that is Finance Ministerial Decree about formal regulation and material.
Based on the research, it is suggested that there should be a harmony between the tax and technical regulations in the contract and the implementation regulations that should outline the formal policy as well as the tax. Also, to issue a regulation about tax on uplift and to replace the existing Finance Ministerial Decree about the tax responsibility of a contractor in the Production Sharing contract.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14059
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Luhur Pambudi
"ABSTRACT
Pajak Penghasilan di sektor hulu minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sangat potensial, namun kerap kali dalam pelaksanaan pengenaannya timbul masalah, terutama terkait pemeriksaan besaran pajak penghasilan yang dibebankan kepada Wajib Pajak yang dalam hal ini adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Maka dari itu skripsi ini akan melakukan analisis terhadap peraturan terkait pengenaan Pajak Penghasilan dalam rangka kontrak bagi hasil di sektor hulu minyak dan gas bumi serta mencoba memberikan solusi yang tepat melalui metode penelitian yuridis normatif dengan melakukan studi kepustakaan serta melakukan elaborasi terhadap teori hukum antar wewenang dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Melalui elaborasi tersebut diharapkan permasalahan mengenai tumpang tindih kewenangan yang menyebabkan ketidakpastian hukum dalam proses pengenaan pajak penghasilan di sektor hulu minyak dan gas bumi dapat diperbaiki, dengan diperbaikinya masalah tersebut diharapkan gairah investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi dapat didorong lebih maksimal sehingga ketahanan energi nasional terutama yang bersumber dari sumber daya alam minyak dan gas bumi dapat terwujud.

ABSTRACT
Income tax at the upstream oil and gas sector is one of the potential sources of the state income, nonetheless, this imposition is frequently problematic mainly about the examination for the tax amount which charged to the taxpayer or as known as the Contractor of the Cooperative Contract. Therefore, this thesis will analyze towards the regulations about the imposition of tax income on the production sharing contract at the upstream oil and gas sector in Indonesia and provide a proper solution through the normative judicial research by conducting literature studies and elaborate the theory of inter-authority law yet principles of good governance. Using that elaborate, hopefully the overlapping authority which causing legal uncertainty in imposing income tax can be improved, so that it can increase the investment in upstream oil and gas sector and national energy endurance can be realized."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hari Sugiharto
"Atas penghasilan yang diterima karyawan asing dan nasional di Kontraktor Production Sharing (WP- KPS) terdapat beberapa perlakuan yang berbeda oleh KPS mengenai pengetrapan pajak penghasilannya, antara lain : 1. Untuk menghitung taxable income, semua penghasilan karyawan asing maupun nasional di gross up terlebih dahulu. Adapun hasil gross up tersebut kemudian dibukukan sebagai tunjangan pajak (tax allowance). 2. Semua penghasilan karyawan asing di gross up untuk menentukan besarnya tax allowance dan karyawan nasional hanya atas benefit in kind tertentu saja yang di gross up sedang gaji dan benefit in kind yang lain dipotong pajak penghasilan sebagaimana semestinya. 3. Semua penghasilan karyawan asing di gross up untuk menentukan tax allowance dan karyawan nasional baik gaji maupun benefit in kind dipotong pajak penghasilan sebagaimana semestinya. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :Bagaimana Merpersamakan Perlakuan Pajak Penghasilan Karyawan Kontraktor Production Sharing Bidang Minyak dan gas Bumi dikaitkan dengan Cost Recovery dan Berdasarkan azas keadilan ?
Tujuan penelitian ini adalah Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai penetapan cost recovery pada karyawan KPS Penambangan Minyak dan Gas Bumi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan Untuk menjelaskan perlakuan Pajak Penghasilan karyawan baik asing maupun nasional kontraktor production sharing dalam kaitannya dengan azas keadilan. Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam terhadap beberapa pihak yang terkait dengan masalah perpajakan karyawan kontraktor production sharing dan studi kepustakaan.
Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif. Pendekatan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 azas pemungutan pajak yang harus diperhatikan, yang disebut sebagai four maxims atau four canons, yaitu : Equality, Certainty, Convenience dan Efficiency dan adanya 5 (lima) syarat keadilan horizontal, yaitu:Definisi Penghasilan,Globality, Net Income, Personal Exemption, Equal treatment for the equal dan 2 (dua) syarat keadilan vertikal, yaitu:Unequal treatment for the unequals, progression yang harus dipegang teguh dalam azas keadilan. Sedangkan cost recovery merupakan biaya pemulihan atas pengeluaran yang telah dilakukan oleh kontraktor sehubungan dengan penambangan migas.
Dalam Production Sharing Contract seksi VI paragraf 1.2, semua biaya operasi (operating cost) yang telah dikeluarkan oleh kontraktor akan memperoleh pemulihan (recovery of operating cost) dari Pertamina. Ini merupakan peluang untuk membesarkan operating cost, dan berapapun besarnya sepanjang beralasan akan memperoleh recovery.Dalam berbagai hal pajak dikorbankan untuk mendorong perkembangan pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi, diantaranya untuk tidak merugikan karyawan kontraktor production sharing, maka pajak yang timbul itu ditanggung oleh perusahaan dengan cara di-gross up ke dalam biaya perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dan data yang didapatkan,diketahui adanya perbedaan perlakuan pengenaan pajak penghasilan antara karyawan expatriate dengan karyawan national dalam kontraktor production sharing. Untuk karyawan expatriate mendapatkan tunjangan pajak sebesar pajak terhutang dengan mekanisme gross up atas seluruh penghasilan yang diterima, sedangkan karyawan national ada yang mendapatkan tunjangan pajak namun tidak sebesar pajak terhutang, jauh lebih kecil, juga melalui mekanisme gross up terhadap benefit in kind tertentu yang diperoleh dan sebagian kecil karyawan national ada yang sama sekali tidak mendapat tunjangan pajak penghasilan.
Dari analisis diketahui adanya perbedaan pemberian tunjangan pajak bagi karyawan national dan karyawan ekspatriat, menimbulkan ketidakadilan namun hal tersebut tidak melanggar undang-undang perpajakan dan migas serta merupakan salah satu cara dalam perencanaan pajak.. Meskipun pada akhirnya negara dalam hal posisi penerimaan negara dari pajak mengalami kehilangan penerimaan dan pada akhirnya bertentangan dengan konsep pajak penghasilan yang dianut oleh Indonesia.
Kesimpulan dari hasil penelitian adalah : Perbedaaan penerapan pemberian tunjangan pajak yang dikaitkan dengan cost recovery membuat ketidakadilan bagi karyawan production sharing, baik dalam satu perusahaan kontraktor production sharing maupun antar perusahaan kontraktor production sharing. Rekomendasi dalam penelitian ini adalah ; Pihak-pihak terkait diantaranya Departemen Pertambangan dan Energi, BP Migas, BPKP dan Direktorat Jenderal Pajak melakukan review atas kebijakan mengenai batasan-batasan dalam perlakuan cost recovery melalui mekanisme renegotation clause yang terdapat di Production Sharing Contact dengan pihak Kontraktor Migas, juga dipandang perlu adanya aturan khusus tentang keseragaman pengetrapan pajak penghasilan karyawan kontraktor production sharing dalam Undangundang Pajak Penghasilan dalam hal pemberian tunjangan pajak penghasilan kepada seluruh karyawan baik dalam suatu perusahaan maupun antar perusahaan sehingga dapat memenuhi rasa keadilan bagi semua karyawan kontraktor production sharing."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19457
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Putri Wohon
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24611
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>