Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138094 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widya Sepalanita
"ABSTRAK
Bakteriuria banyak terjadi pada pasien yang dirawat menggunakan kateter urine
indwelling. Perawatan kateter urine indwelling merupakan upaya pencegahan terjadinya
bakteriuria. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh perawatan kateter urine
indwelling model American Association of Critical Care Nurses (AACN) terhadap
kejadian bakteriuria. Metode penelitian adalah quasi experiment posttest only design
comparison. Pengambilan sampel menggunakan metode non probability sampling jenis
consecutive sampling. Hasil uji bivariat bahwa perawatan kateter urine indwelling model
AACN signifikan menurunkan bakteriuria dibandingkan kelompok kontrol (OR 6,75,
p=0,038). Direkomendasikan kepada institusi pelayanan keperawatan bahwa perawatan
kateter urine indwelling model AACN perlu dijadikan acuan dalam pengembangan standar
prosedur operasional.

ABSTRACT
Bacteriuria is common in patients treated with indwelling urinary catheters. Indwelling
urinary catheter care prevents bacteriuria incidence. The study aims to determine the
effect of indwelling urinary catheter care with American Association of Critical Care
Nurses (AACN) model on the incidence of bacteriuria. The research method was a quasiexperiment
posttest only design comparison. Sampling shared used non-probability
sampling type of consecutive sampling. The results showed that the indwelling urinary
catheter care with AACN model significantly reduce bacteriuria compared to the control
group (OR 6.75, p=0.038). Recommendation for nursing care institutions is indwelling
urinary catheters care AACN model should be used as a reference in the development of
standard operating procedures."
2012
T30982
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aynita Halim
"[ABSTRAK
Latar belakang: Berdasarkan data riskesdas 2013, prevalensi batu saluran kemih di Indonesia adalah 0,6 persen. Batu saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor; lingkungan kerja panas dan BJ Urin. Sebagian pekerja dapur RS X Tangerang mengeluh lingkungan kerja yang panas berlebihan sehingga berkeringat dan data medical check up tahun 2014 tidak ada pemeriksaan urin sehingga gambaran status kesehatan pekerja akibat lingkungan panas tidak dapat diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lingkungan kerja panas dengan kristalisasi urin pada pekerja dapur RS X Tangerang.
Metode: Rancangan penelitian yang digunakan adalah kros seksional. Pengumpulan data dilakukan di RS X Tangerang dari bulan Januari sampai Maret 2015, dengan menggunakan kuesioner, wawancara, pemeriksaan tanda vital responden sebelum dan sesudah kerja, pemeriksaan urinalisa sebelum dan sesudah kerja serta pengukuran suhu lingkungan kerja dengan menggunakan alat area heat stress monitor Quest Stemp 36 dan perhitungannya berdasarkan Indeks Suhu Bola Basah. Berdasarkan metode total populasi dan setelah mempertimbangkan faktor eklusi dan inklusi didapatkan sampel sebanyak 105 orang.
Hasil: Prevalensi kristal urin ditemukan sebesar 6,7% pada pemeriksaan urin sebelum kerja dan 10,5% sesudah kerja. Lingkungan kerja panas tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya kristalisasi urin pada pekerja (p=0,316). BJ urin mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya kristalisasi urin (p<0,05), dimana risiko untuk terjadinya kristalisasi urin meningkat 1,8 kali sesudah kerja. Faktor risiko lain seperti umur, jenis kelamin, riwayat penyakit, Indeks Masa Tubuh, kebiasaan makan dan minum, masa kerja, lama kerja, dan jenis pekerjaan tidak terdapat hubungan yang bermakna (p>0,05).
Kesimpulan: Lingkungan kerja panas dan faktor risiko lainnya tidak berhubungan dengan terjadinya kristalisasi urin pada pekerja di bagian dapur RS X Tangerang. BJ Urin responden berhubungan dengan terjadinya kristalisasi urin baik pada pemeriksaan urin sebelum dan sesudah kerja, Ini berarti sebelum kerja responden sudah dehidrasi, mungkin karena kurang minum atau paparan panas sebelumnya. Ditambah lingkungan kerja panas kepekatan urin meningkat, karenanya dianjurkan pekerja mengkonsumsi cairan minimal dua liter perhari.

ABSTRACT
Background: According to 2013 Riskesdas data, the prevalence of urinary tract calculus in Indonesia is 0.6%. Several factors like temperature of working environment and urine specific gravity contribute to the formation of urinary tract calculus. Some of kitchen workers in the hospital X Tangerang complain about their hot working environment which caused them to sweat excessively and medical check-ups data in 2014, there was no urine examination so that an overview of health status of workers due to hot environment can‟t be obtained.This study aims to determine the relationship between hot working environment and urine crystallization on the kitchen workers of hospital X Tangerang
Methods: The research used a cross-sectional design. Data collection was done in Hospital X Tangerang from January to March 2015 using questionnaire, interview, and vital signs examination of the respondents before and after work, urine examination before and after work. Environment temperature was measured using area heat stress monitor Quest Stemp 36 and the calculation was done based on WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index). Using total population methods after considering the inclusion and exclusion factors, we acquired 105 people as samples.
Result: The prevalence of urinary crystals was 6. 7% on urine samples before work and 10.5% after work. The relationship between hot working environment and the formation of crystals in the urine was not significant in the kitchen workers (p>0.316). Urine specific gravity has a significant relationship to the formation of crystals in the urine (p<0.05) in which the risk of the crystals formation increase 1,8 time after work. The other risk factors such as age, sex, hospital sheet, body mass index, eating and drinking habits, tenure, long working, and type of work showed no significant relationship (p>0.05).
Conclusion: Hot working environment and the other risk factors are not related to urine crystallization in the kitchen workers of Hospital X Tangerang. Urine specific gravity is related to the formation of crystals in the urine before and after work. This means, before working respondents already dehydrated, probably due to lack of drinking or heat exposure before. Hot working environment increases urine concentration. It‟s recommended for workers to consume at least two liters of fluid perday., Background: According to 2013 Riskesdas data, the prevalence of urinary tract calculus in Indonesia is 0.6%. Several factors like temperature of working environment and urine specific gravity contribute to the formation of urinary tract calculus. Some of kitchen workers in the hospital X Tangerang complain about their hot working environment which caused them to sweat excessively and medical check-ups data in 2014, there was no urine examination so that an overview of health status of workers due to hot environment can‟t be obtained.This study aims to determine the relationship between hot working environment and urine crystallization on the kitchen workers of hospital X Tangerang
Methods: The research used a cross-sectional design. Data collection was done in Hospital X Tangerang from January to March 2015 using questionnaire, interview, and vital signs examination of the respondents before and after work, urine examination before and after work. Environment temperature was measured using area heat stress monitor Quest Stemp 36 and the calculation was done based on WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index). Using total population methods after considering the inclusion and exclusion factors, we acquired 105 people as samples.
Result: The prevalence of urinary crystals was 6. 7% on urine samples before work and 10.5% after work. The relationship between hot working environment and the formation of crystals in the urine was not significant in the kitchen workers (p>0.316). Urine specific gravity has a significant relationship to the formation of crystals in the urine (p<0.05) in which the risk of the crystals formation increase 1,8 time after work. The other risk factors such as age, sex, hospital sheet, body mass index, eating and drinking habits, tenure, long working, and type of work showed no significant relationship (p>0.05).
Conclusion: Hot working environment and the other risk factors are not related to urine crystallization in the kitchen workers of Hospital X Tangerang. Urine specific gravity is related to the formation of crystals in the urine before and after work. This means, before working respondents already dehydrated, probably due to lack of drinking or heat exposure before. Hot working environment increases urine concentration. It‟s recommended for workers to consume at least two liters of fluid perday.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nur Aisyah
"ABSTRAK
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis seumur hidup yang dapat
menyebabkan komplikasi pada berbagai sistem tubuh. Salah satu komplikasi yang
sering terjadi adalah ulkus kaki diabetik yang dapat dipicu oleh kepatuhan yang
rendah dalam melakukan perawatan kaki diabetik, sehingga memerlukan suatu
strategi untuk meningkatkan kepatuhan tersebut dengan memberikan edukasi
kelompok.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efektivitas program edukasi kelompok
terhadap kepatuhan melakukan perawatan kaki pada pasien DMT2. Desain
penelitian ini adalah quasi experimental pre-post test with control group, masingmasing
kelompok terdiri dari 19 responden dengan teknik pengambilan sampel
menggunakan consecutive sampling. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya
perbedaan kepatuhan dalam melakukan perawatan kaki pada kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan, dimana pada kelompok perlakuan memiliki kepatuhan
yang lebih tinggi daripada kelompok kontrol setelah diberikan edukasi kelompok
(p=0,032). Metode edukasi kelompok ini dapat digunakan sebagai alternatif
metode edukasi untuk pasien DMT2 oleh perawat yang bertugas di ruang rawat
dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.

ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is a longlife chronic disease that can cause complications
in a several of body systems. One of the most common complications is diabetic
foot ulcers which induced by non-adherence of foot care, therefore it requires a
strategy to improve adherence by means group education program.
This study aimed to identify the effectiveness of group education program to
foot care adherence among type 2 diabetic patients. The study design was a
quasy experimental pre-post test with control group, consisted of 19 respondents
for each group, recruited uses consecutive sampling. The result of the Chi Square
analysis showed there was significant difference on foot care adherence in the
control group and the treatment group, whereas in the treatment group indicated
higher adherence compared with the control group after given group education
program (p = 0.032). This group educational method can be used as an
alternative method of education for T2DM patients to improve the quality of
nursing care."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T35878
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada pasien pasca operasi paralisis otot - otot kandung kemih menyebabkan
terjadinya retensi urine. Salah satu tindakan perawatan untuk mengatasinya dengan
melakukan ambulasi dini, namun efektifitas dari ambulasi dini belum bisa dibuktikan.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh ambulasi dini pada pasien
pasca operasi dengan spinal anestesi. Desain penelitian deskriptif korelasi, dengan
prosedur analisis statistik menggunakan uji Chi Square. Pengambilan sampel dengan
sistem purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Jumlah sampel yang bersedia dan berhasil di observasi sebanyak 16 orang,
sampel diambil di Rumah Sakit Fatmawati dan Rumah Sakit Islam Jakarta.
Pengumpulan data dengan menggunakan Iembar observasi yang telah disusun dan
diberi petunjuk pengisiannya. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa dari 16
sampel yang diobservasi, 11 pasien melakukan ambulasi dini pasca operasi dan 5
orang tidak melakukan ambulasi dini atau melakukan ambulasi setelah 24 jam. Dari
11 pasien yang melakukan ambulasi dini, 9 pasien (81.8%) mampu berkemih secara
spontan, dan hanya 2 pasien (18.2%) yang mengalami retensi urine. Sedangkan dari
5 pasien yang melakukan ambulasi setelah 24 jam, 4 pasien (80%) mengalami retensi
wine, dan hanya 1 pasien (20%) yang mampu berkemih spontan. Hasil analisis
statistik menggunakan uji Chi Square didapatkan p value : 0.036, dengan demikian p
value < alpha ( 0.05 ). Sehingga keputusannya Ho ditolak, berarti dapat diambil
kesimpulan ada pengaruh ambulasi dini terhadap retensi urine pada pasien pasca
operasi dengan spinal anestesi."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
TA5321
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
New Jersey: Roche, 1985
616.8047 URI
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Liyah Giovana
"ABSTRAK
Latar Belakang : Penggunaan shisha saat ini telah banyak di Indonesia dikarenakan anggapan bahwa shisha aman dan tidak berbahaya dibanding rokok. Kotinin urin dan CO udara ekspiaasi merupakan indikator pajanan asap rokok. Penlitian ini untuk mengetahui kadar kotinin urin dan CO udara ekspirasi setelah menggunakan shisha..Metode : Penelitian potong lintang pada pengguna shisha setelah menggunakan shisha. Responden dikelompokkan menjadi kelompok pengguna shisha dan bukan perokok berdasarkan status merokok dan status penggunaan shisha. Data yang diperoleh dari kuesioner, sampel urin dan CO udara ekspirasi sebelum dan 30 menit setelah menggunakan shisha yang diukur dengan metode ELISA dan alat smokelyzer.Hasil : Total responden 96 yang terdiri dari 48 pengguna shisha dan 48 bukan perokok. Kadar kotinin urin dan kadar CO udara ekspirasi setelah menggunakan shisha pada pengguna shisha lebih tinggi dibandingkan bukan perokok median 162,7 vs 6,5 ng/ml; p

ABSTRACT
Background and aim Shisha smoking has been prevalent in Indonesia due to the assumption that shisha is safe and harmless compared to cigarettes. Urinary cotinine and exhaled air CO are an indicator of cigarette smoke exposure. The aim of this study were to measure the level of urinary cotinine and exhaled air CO levels after shisha smoking.Methods We performed cross sectional study on shisha smokers after using shisha. Respondents were grouped into groups of shisha smokers and non smokers based on smoking status and shisha use status. Data obtained from questionnaires, urine samples and exhaled air CO before and 30 minute after using shisha, urinary cotinine levels were measured by ELISA and exhaled air CO levels were measured by smokelyzer test.Results Ninety six respondents were enrolled in sthis study, consist of 48 shisha smokers and 48 non smokers. The level of urinary cotinine and exhaled air CO level after shisha smoking in shisha smokers were higher than nonsmokers median 162.7 vs 6.5 ng ml p "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Gayatri
"Pada Lansia, masalah inkontinensia urin merupakan masalah yang sering terjadi. Prevalensi inkontinensia urin di komunitas pada orang yang berumur lebih dari 60 tahun berkisar 15-30 % dan angka kejadian pada wanita dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan pria (Appleby, 1995). Menurut Wetle, et all (1995) kemungkinan Lansia bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Di Indonesia data tentang Lansia dengan masalah inkontinensia urin belum ada, sehingga prevalensi pasti tentang hal tersebut tidak diketahui. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya laporan dari Lansia tentang masalah ini sehingga petugas kesehatan tidak menyadari adanya masalah ini. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa rata-rata sampel mempunyai pandangan bahwa inkontinensia urin merupakan bagian dari proses penuaan tetapi mereka yakin bahwa inkontinensia urin dapat disembuhkan. Dampak yang dirasakan oleh responden antara lain; merasa kurang percaya diri, malu menemui orang lain, sehingga mereka tidak ingin melakukan perjalanan jauh. Apabila mereka harus pergi keluar rumah sering membatasi minum agar tidak merepotkan bila sedang berkemah. Rasa malu dan menganggap masalah ini bukan sebagai sesuatu yang serius serta anggapan bahwa inkontinensia urin merupakan bagian dari proses penuaan menyebabkan mereka tidak pernah menanyakannya pada petugas kesehatan. Pada responden mempunyai tingkat pemahaman tentang inkontinensia urin yang tinggi akan segera mencari pertolongan pada tenaga kesehatan."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Prawira
"Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa kayu secang (Caesalpinia sappan L.) terhadap peningkatan volume urine tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan galur Sprague-Dawley. Sebanyak 25 ekor tikus dibagi dalam 5 kelompok, terdiri atas kelompok kontrol negatif yang diberi akuabides (KKN), kelompok kontrol positif yang diberi larutan furosemide dosis 3,6 mg/kg bb (KKP), dan tiga kelompok eksperimen yang diberi infusa kayu secang dosis 250 mg/kg bb (KE1), 500 mg/kg bb (KE2), dan 1.000 mg/kg bb (KE3).
Penelitian menggunakan metode Lipschitz yang telah dimodifikasi. Tikus dipuasakan selama 18 jam sebelum pemberian bahan uji, kemudian urine ditampung selama 6 jam menggunakan kandang metabolisme individual. Rerata volume total urine yang diperoleh adalah sebagai berikut: KKN (1,17+0,15) ml; KKP (2,67+0,19) ml; KE1 (2,07+0,30) ml; KE2 (2,71+0,34) ml; dan KE3 (2,21+2,21) ml.
Hasil uji analisis variansi (ANAVA) 1 faktor (P < 0,05) menunjukkan terdapat pengaruh pemberian infusa kayu secang terhadap peningkatan volume urine tikus putih. Hasil uji beda nyata terkecil (LSD) (P < 0,05) menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara KE2 dengan KKP. Hal tersebut membuktikan infusa kayu secang dosis 500 mg/kg bb memberikan peningkatan volume urine tertinggi dengan aktivitas diuretik kuat sebesar 122,22%.

A study has been conducted to determine the effect of sappanwood (Caesalpinia sappan L.) infusion with the increment of urine volume in male Sprague-Dawley albino rats (Rattus norvegicus L.). A total of 25 rats were divided into 5 groups, consisting of a negative control group treated with aquabidest (KKN), a positive control group treated with a solution of furosemide at dose of 3,6 mg/kg bw (KKP), and three experimental group treated with sappanwood infusion at dose of 250 mg/kg bw (KE1), 500 mg/kg bw (KE2), and 1.000 mg/kg bw (KE3).
Diuretic activity was evaluated using modified Lipschitz method. The rats were fasted for 18 hours prior to administration of the test substance, then the urine collected for 6 hours using individual metabolic cages. The mean of total urine volumes obtained, are as follows: KKN (1,17+0,15) ml; KKP (2,67+0,19) ml; KE1 (2,07+0,30) ml; KE2 (2,71+0,34) ml; and KE3 (2,21+2,21) ml.
The result of the 1-factor analysis of variance (ANOVA) (P < 0,05) showed that there was an effect of sappanwood infusion along with the increased volume of rats urine. The result of the least significant difference (LSD) test (P < 0,05) showed no significant differences between KE2 to the KKP. Thus, the sappanwood infusion at dose of 500 mg/kg bw provides the highest increase in urine volume with high diuretic activity amounted to 122,22%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61452
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London : Elsevier, 2005
616.028 AAC
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Chulay, Marianne
New York: McGraw-Hill, 2006
616.028 CHU a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>