Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139808 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rafiuddin
"ABSTRAK
Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Sifat final
putusan Mahkamah Konstitusi ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 10 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yakni langsung
memperoleh kekuatan hukum sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lain yang dapat
ditempuh. Oleh karena itu, terkait dengan putusan pengujian konstitusionalitas undang-undang
berlaku ketentuan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 60 UU MK, yaitu terhadap materi
muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat
dimohonkan pengujian kembali. Namun dalam praktiknya terdapat beberapa ketentuan
undang-undang yang diuji lebih dari sekali oleh Mahkamah Konstitusi. Bahkan, ada yang
diputus berbeda dari putusan sebelumnya. Meski demikian, putusan-putusan Mahkamah
Konstitusi relatif bisa diterima oleh masyarakat. Hal ini menjadi menarik untuk diketahui,
alasan hukum apa yang digunakan Mahkamah Konstitusi dalam melakukan pengujian kembali
undang-undang yang pernah diuji serta metode penalaran hukum apa yang digunakan dalam
putusan-putusannya. Melalui metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan
komparatif, tesis ini menjelaskan dua hal. Pertama, alasan hukum yang digunakan Mahkamah
Konstitusi dalam pengujian undang-undang yang sudah pernah diuji. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perbedaan alasan permohonan menjadi alasan hukum bagi Mahkamah
Konstitusi untuk menguji kembali undang-undang yang pernah diuji. Dalam tesis ini,
perbedaan alasan permohonan diketahui melalui perbandingan antara perkara yang diputus
terdahulu dengan perkara yang diputus kemudian. Kedua, metode penalaran hukum putusan
Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang yang diuji lebih dari sekali. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi menggunakan metode penalaran
hukum yang tidak selalu sama dalam memutus perkara yang satu dengan perkara yang lain.
Tesis ini memberikan perbandingan metode penalaran antara ketentuan yang diuji terdahulu
dengan ketentuan yang diuji kemudian. Selain itu, diperbandingkan pula penggunaan masingmasing
metode penalaran hukum terhadap perkara-perkara yang diuji dan diputus lebih dari
sekali oleh Mahkamah Konstitusi secara keseluruhan.

ABSTRACT
Constitutional Court is conferred with the Authority at the first and final level of which the
decision is final to review law against the 1945 Constitution. The final nature of Constitutional
Court Decision is confirmed in the Elucidation of Article 10 Paragraph (1) Law No. 24 Year
2003 on Constitutional Court (CC Law) which is legally binding after being announced and no
other legal remedies can be pursued. Therefore, in relation to the decision on the
constitutionality review of law article 60 of CC Law applies which says application for
repeated review against material content of sub articles, articles, and/or parts of law which
have been reviewed can not be re-filed. But in practice there are several provisions of law
which are reviewed more than once by the Constitutional Court. Even some are decided
differently from the previous ones. However, Constitutional Court decisions relatively can be
accepted by the public. It becomes interesting to find out what legal reasons used by the
Constitutional Court in conducting re-review of laws which have been previously examined
and what methods of legal reasoning applied in its decisions. Through juridical normative
research method with comparative approach, this thesis explains two things. First, legal
reasons used by the Constitutional Court in revieweing a law that has been previously
examined. The result of this research shows that the diffrence in the reasons of the petition
serves as legal reasons for the Constitutional Court to review again the law that has been
reviewed. In this thesis, the different reasons of the petition are identified by comparing the
cases decided earlier and the ones decided later. Second, methods of legal reasoning of the
Constitutional Court decision in the review of law that has been formerly examined. Result of
this research denotes that Constitutional Court applied methods of legal reasoning which are
not always the same in deciding one case and another. This thesis provides comparison of
methods of reasoning between legal provisions reviewed earlier and the ones reviewed later.
Besides, the application of each method of legal reasoning in cases reviewed and decided
more than once by the Constitutional Court as a whole is also compared."
2012
T30966
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 2008
343.072 PRO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan, Mahkamah Konstitusi RI, 2010
342.06 HUK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Nafi Uz Zaman
"Melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Mahkamah Konstitusi (MK) menafsirkan partisipasi masyarakat dalam sebuah terminologi “meaningful participation” yang mencakup 3 (tiga) syarat yaitu right to be heard, right to be considered dan right to be right explained. Namun makna tersebut masih bersifat umum dan membutuhkan elaborasi lebih lanjut. Misalnya dalam menentukan sejauh mana indikator “bermakna” dapat dinilai dari partisipasi dan apakah jumlah masyarakat menentukan bermaknanya sebuah partisipasi. Melalui pendekatan doktriner dan analisis terhadap Putusan MK perihal pengujian formil sejak tahun 2003-2022, penelitian ini bertujuan untuk melihat pola Putusan MK dan menganalisis ratio decidendi yang digunakan oleh Majelis Hakim. Dari 49 putusan tentang permohonan pengujian formil, diperoleh 23 putusan yang dipertimbangkan dengan dalil permohonan “partisipasi masyarakat.” Hasil penelitian menunjukkan terdapat parameter yang menentukan meaningful participation sebagai elaborasi dari 3 (tiga) syarat sebelumnya yaitu Pertama keterbukaan akses masyarakat dalam mengetahui setiap tahapan beserta riwayat/risalah. Kedua, pertimbangan jangka waktu pembahasan dan subjek terdampak secara proporsional dengan cakupan undang-undang yang dibahas. Ketiga, tracking atas pendapat masyarakat yang diadopsi maupun tidak dalam perumusan norma. Selain itu, kedepan diharapkan adanya terobosan hukum dengan lebih mengedepankan keadilan substantif dalam pengujian formil terutama menguji pemenuhan partisipasi masyarakat. Hal ini bertujuan agar tercapainya hakikat dari meaningful participation itu sendiri.

Through Decision Number 91/PUU-XVIII/2020, the Constitutional Court (MK) interpreted the participation of the public in the terminology of "meaningful participation," which includes three requirements: the right to be heard, the right to be considered, and the right to be right explained. However, this meaning remains general and requires further elaboration. For example, it needs clarification on how the indicator of "meaningful" can be assessed in participation and whether the number of people determines the meaningfulness of participation. Using a doctrinal approach and analyzing MK's decisions on formal testing from 2003 to 2022, this study aims to observe patterns in MK's decisions and analyze the ratio decidendi used by the panel of judges. Out of 49 decisions on formal testing applications, 23 decisions were related to the argument of "public participation." The research findings indicate that there are parameters determining meaningful participation as elaboration of the previous three requirements. Firstly, it involves the openness of public. Secondly, it considers about the numbers. Thirdly, it involves tracking the adoption or non-adoption of public opinions. Moreover, in the future, it is hoped that legal breakthroughs will prioritize substantive justice in formal testing, especially when evaluating the fulfillment of public participation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firmansyah Arifin
Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), 2008
342.02 FIR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fatkhurohman
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004
342.02 FAT m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Siska Yosephin
"Dalam perkembangan ketatanegaraan saat ini, Mahkamah Konstitusi memiliki arti dan peranan penting, konstitusionalitas ketentuan atau kebijakan yang dibuat oleh pembuat undang-undang dapat diuji oleh Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi selalu berupaya untuk menjaga konsistensi putusan antar perkara satu sama lain untuk memberikan jaminan kepastian hukum kepada para pencari keadilan dalam memutus suatu perkara.
Penelitian ini berangkat dari banyaknya pengujian yang dilakukan terhadap Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Permohonan pengujian terhadap Undang-Undang Pemerintahan Daerah ini telah pernah dilakukan sebanyak 41 kali dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan tahun 2013. Materi muatan dari pasal-pasal Undang-Undang Pemda tersebut beragam, akan tetapi terdapat beberapa pengulangan terhadap pengujian materi muatan dari pasal-pasal yang sama. Dua permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai (1) konsistensi pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam perkara pengujian Undang-Undang Pem,erintahan Daerah terkait ketentuan Pemilihan kepala daerah serta dampaknya bagi sistem ketatanegaraan Indoneisia; dan (2) pertimbangan hukum dalam putusan Mahkamah Konstitusi di negara Perancis, Jerman, Korea dan Indonesia bila dilihat dari kaidah hukumnya. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan bahan hukum berupa putusan Mahkamah Konstitusi, peraturan perundang-undangan, serta tulisan-tulisan yang berkaitan dengan hukum tata negara. Adapun jenis penelitian ini adalah yuridis normatif.
Ada beberapa teori yang dapat dijadikan acuan unutk mengetahui konsistensi pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pengujian Undang-Undang Pemerintahan Daerah ini, yaitu teori Yurisprudensi dan Kaidah hukum Yurisprudensi. Dengan melihat pada Yurisprudensi dan Kaidah Hukum yang digunakan oleh para Hakim dalam mengambil keputusan, dapat diketahui bahwa Mahkamah Konstitusi berupaya untuk tetap menjaga konsistensi putusannya, sehingga asas keadilan, kemanfaatan dan kepasatian hukum terwujud dengan sebaik-baiknya.

Constitutional Court plays an important role in the current development of state administration system, constitutionality of provisions and policy made by lawmakers can be reviewed by the Constitutional Court. Constitutional Court invariably strives to maintain the consistency of one decision to another in order to guarantee legal certainty to justice seeker in adjudicating a case.
This research is triggered by the many cases concerning the review of local government law. From 2003 to 2014 local government law has been reviewed 41 times. The substance of articles in the law vary, but there are some repetitions in the review of the same articles of the law. Two questions that will be discussed in this research concern with (1) consistency of the legal consideration of the Constitutional Court in the review of Local Government Law related to the provisions regarding the election of head of local government and its impact to Indonesian administration system; and (2) legal consideration in the decisions of Constitutional Court of France, Germany, Korea and Indonesia seen from its legal norms. To answer the questions this research uses legal materials which are decisions of Constitutional Court, laws and regulations and articles on constitutional law. This research is a juridical normative research.
There are some theories that may be used as the basis to identify the consistency of legal consideration in the Constitutional Court Decisions regarding the review of local government law namely jurisprudence theory and legal norms of jurisprudence. By analysing the jurisprudence and legal norms used by the justices in making decisions, it can be concluded that the Constitutional Court endeavor to maintain the consistency of its decision so that the principle of justice, utility and legal certainty may be realized as well as possible.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziz Fauzi
"Pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) merupakan kewenangan yang diberikan UUD NRI Tahun 1945 kepada Mahkamah Konstitusi. Akibat hukum dari pengujian suatu undang-undang yang tidak sesuai dengan konstitusi ditentukan lebih lanjut dalam Pasal 56 dan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yaitu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Suatu undang-undang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dikarenakan prosedur pembentukan tidak sesuai UUD NRI Tahun 1945 atau materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Mendasari ketentuan Pasal 56 dan Pasal 57 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi tersebut dapat dipahami bahwa inti dari kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang adalah untuk membatalkan norma yang bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Akan tetapi, dalam beberapa putusannya, Mahkamah Konstitusi tidak hanya membatalkan norma, melainkan juga membuat norma yang berakibat pada terjadinya perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui penafsiran. Kendati perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui penafsiran Mahkamah Konstitusi tersebut tidak ditentukan dalam UUD NRI Tahun 1945, namun hal tersebut diperlukan untuk memastikan UUD NRI Tahun 1945 tetap sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan ketatanegaraan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tesis ini akan menjelaskan 2 (dua) pokok bahasan. Pertama, sebab terjadinya perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui penafsiran Mahkamah Konstitusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi melakukan penafsiran konstitusi dalam pengujian undang-undang dengan memberikan makna tekstual (textual meaning) terhadap UUD NRI Tahun 1945 melalui pemaknaan yang berbeda dari makna asli (original meaning) UUD NRI Tahun 1945. Sehingga, secara materiil terjadi perubahan UUD NRI Tahun 1945 yang disebabkan adanya penafsiran Mahkamah Konstitusi yang menganggap kalimat konstitusi tidak jelas atau tidak memberikan jalan keluar. Kedua, akibat hukum perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui penafsiran Mahkamah Konstitusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (i) terjadi perubahan makna tekstual terhadap UUD NRI Tahun 1945 yang berakibat pada terjadinya perubahan implementasi ketentuan UUD NRI Tahun 1945; dan (ii) wewenang MPR untuk mengubah UUD NRI Tahun 1945 tidak menjadi hilang setalah perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui penafsiran Mahkamah Konstitusi. Sebab, wewenang MPR untuk mengubah UUD NRI Tahun 1945 merupakan wewenang atribusi yang bersumber dari UUD NRI Tahun 1945, sehingga tidak akan hilang sepanjang tidak dihapus dari UUD NRI Tahun 1945.

The judicial review of the Constitution of the Republic of Indonesia 1945 (UUD NRI Tahun 1945) is an authority given to the Constitutional Court by the UUD NRI Tahun 1945. The legal consequences of reviewing a law that is inconsistent with the constitution are further specified in Article 56 and Article 57 of Law Number 24 of 2003 concerning the Constitutional Court, namely that they do not have binding legal force. A law is declared to have no binding legal force because its formulation is not in accordance with the UUD NRI Tahun 1945 or the contents of paragraphs, articles and/or parts of the procedural law are contrary to the UUD NRI Tahun 1945. Based on the provisions of Article 56 and Article 57 of the Law It can be understood that the essence of the Constitutional Court's authority in reviewing laws is to abolish norms that are contrary to the UUD NRI Tahun 1945. However, in several of its decisions, the Constitutional Court not only annuls norms, but also makes norms that result in fatal in the occurrence of amendments to the UUD NRI Tahun 1945 through monitoring. Although the amendment to the UUD NRI Tahun 1945 through the stipulation of the Constitutional Court was not specified in the UUD NRI Tahun 1945, this was necessary to ensure that the UUD NRI Tahun 1945 remained in accordance with the needs and developments of the state administration. By using normative juridical research methods, this thesis will explain 2 (two) main topics. First, the reason for the amendment to the UUD NRI Tahun 1945 through the interpretation of the Constitutional Court. The results of the study show that the Constitutional Court interprets the constitution in judicial review by giving a textual meaning to the UUD NRI Tahun 1945 through a different meaning from the original meaning of the UUD NRI Tahun 1945. Thus, materially there was a change in the UUD NRI Tahun 1945 due to the interpretation of the Constitutional Court which considered the sentence of the constitution to be unclear or did not provide a way out. Second, the legal consequences of changing the UUD NRI Tahun 1945 through the interpretation of the Constitutional Court. The results showed that: (i) there was a change in the textual meaning of the UUD NRI Tahun 1945 which resulted in a change in the implementation of the provisions of the UUD NRI Tahun 1945; and (ii) the MPR’s authority to amend the UUD NRI Tahun 1945 was not lost after the amendment to the UUD NRI Tahun 1945 was through the interpretation of the Constitutional Court. This is because the MPR’s authority to amend the UUD NRI Tahun 1945 is an attribution authority originating from the UUD NRI Tahun 1945, so it will not be lost as long as it is not removed from the UUD NRI Tahun 1945"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veri Junaidi
Depok: Themis Books, 2013
342.02 VER m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfuady Bakir
"Sebagai pengadilan konstitusi, Mahkamah Konstitusi memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban sebagaimana ditentukan oleh Pasal 24C Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Diantara kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi, kewenangan memutus pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar dapat dikatakan sebagai kewenangan utama dari sisi teori dan sejarah. Dalam praktiknya, sejak berdirinya hingga sekarang Mahkamah Konstitusi telah memutus banyak perkara pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Akan tetapi tidak terdapat satu putusan yang mengabulkan pengujian undang-undang secara formil. Dalam penelitian ini menganalisis bagaimana penyelesaian pengujian formil undang-undang terutama melihat pertimbangan-pertimbangan Hakim Konstitusi dalam dalam memutus pengujian perkara secara formil. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain analisis deskriptif. Hasil penelitian menemukan bahwa dalam memutus perkara pengujian formil, Mahkamah Konstitusi tidak hanya mempertimbangkan aspek-aspek formil prosedural dari pembentukan undang-undang.

As a constitutional court, the Constitutional Court has four powers and one obligation as stipulated by Article 24C of the 1945 Constitution. Among the powers possessed by the Constitutional Court, the authority to decide judicial review of the Constitution can be said to be the main authority in terms of theory and history. In practice, since its establishment until now the Constitutional Court has decided many cases of judicial review against the Constitution. However, there are no decisions that grant formal judicial review. In this research, it analyzes how the completion of the formal judicial review, especially looking at the considerations of the Constitutional Justices in deciding formal judicial review. This research is a qualitative research with a descriptive analysis design. The research found that in deciding formal review cases, the Constitutional Court did not only consider formal procedural aspects of the formation of laws."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>