Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63156 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Gondang Andika Kuntoro
"Kasus kebakaran sebagai penghasil gas karbon monoksida (CO) yang tinggi masih menjadi salah satu permasalahan yang harus diselesaikan, mengingat seringnya terjadi peristiwa kebakaran. Jika terjadi kebakaran, potensi kematian akibat keracunan gas CO akan semakin meningkat. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha untuk mengurangi kadar CO, salah satunya adalah dengan metode adsorpsi gas CO menggunakan metode volumetrik dengan temperatur konstan (temperetur 25°C) pada tekanan 0 psia -315 psia dengan interval 50 psi. Sehingga dapat dilakukan perhitungan adsorpsi isotermal Gibbs menggunakan Zeolit Alam Lampung teraktivasi yang dimodifikasi oleh TiO2 melalui metode sol-gel. Variasi kandungan TiO2 yang dilakukan adalah 10, 15, 20, 25 dan 30 (wt%). Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelapisan TiO2 terhadap Zeolit Alam Lampung dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi. Dari variasi kandungan TiO2 yang telah dilakukan didapatkan komposisi optimum TiO2 sebesar 20 % dan didapatkan kapasitas adsorpsi paling besar yaitu nmax= 0,54361 mmol/gram dengan kandungan TiO2 3,58 (wt%) dan luas permukaan 96,25 m2/gram.

Case of fire has a high content of gas carbon monoxide production which has to be solved because of the high frequency of this incident. If it happens, the potential death caused by CO poisoning will increase. Therefore, an effort is needed to reduce CO concentration. One of them is CO gas adsorption method using a volumetric method with a constant temperature (25°C) at pressure 0 psia -315 psia at intervals of 50 psi. It can be calculated by Gibbs adsorption isotherm using activated Lampung Natural Zeolites modified by TiO2 via sol-gel methods. Variations of TiO2 content is done with 10, 15, 20, 25 and 30 (wt%). From the result of this research shows that TiO2 coating on Natural Zeolites Lampung can increase adsorption capacity. TiO2 content of the variations that have been carried out the optimum composition of TiO2 obtained by 20% and the greatest adsorption capacity is nmax = 0.54361 mmol / g with a TiO2 content of 3.58 (wt%) and the surface area 96.25 m2/gram."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1634
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Zulfa
"Gas karbonmonoksida merupakan salah satu gas yang berbahaya bagi kesehatan apabila dihirup dalam jumlah tertentu. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu upaya untuk mengurangi konsentrasi gas tersebut di alam yaitu dengan menggunakan metode adsorpsi. Dalam penelitian ini, zeolit alam Malang dan Lampung diuji kapasitas adsorpsi gas CO-nya dalam proses adsorpsi dari 0 psia sampai 178 psia dengan interval 25 psi dengan variasi ukuran dan suhu adsorpsi. Kedua jenis zeolit tersebut dibandingkan kapasitas adsorpsi, baik setelah maupun sebelum mengalami pengaktifan. Proses pengaktifan menggunakan metode dealuminasi, pertukaran ion dan kalsinasi.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa adsorben dengan kapasitas adsorpsi terbesar yaitu zeolit alam Lampung dengan ukuran 37-50 mikron dan suhu adsorpsi 25°C dengan kapasitas adsorpsi sebesar 0,5866 mmol/g pada tekanan 175 psia. Hasil ini juga ditunjang dengan karakterisasi adsorben menggunakan metode BET dan XRF untuk mengetahui luas permukaan, ukuran pori dan kandungan Si/Al pada tiap adsorben. Dengan demikian telah didapatkan spesifikasi zeolit dengan kapasitas adsorpsi terbesar terhadap gas CO dari kedua zeolit alam yang digunakan pada percobaan ini.

Carbon monoxide is one of a toxic gas which harmful for health if being sniffed in current volume. Thus, it is need to be treated to decrease the concentration of those gas in our environment using adsorption method. In this research, Malang and Lampung natural zeolite are being tested its adsorption capacity of CO in pressure condition 0 to 178 psia with 25 psi interval and using variation of adsorbent size and adsorption temperature. Both of those zeolites are being compared its adsorption capacity, before and after the activation process. Activation processes are de-alumination, ion exchange, and calcinations.
The result of this research is Lampung natural zeolite which has 37-50 mikron in size that being operated in 25°C is an adsorbent which has the highest adsorption capacity of CO, 0,5866 mmol/g at 175 psia. This result is supported with characterization of each adsorbent using BET and XRF method to know its surface area, porous size, and ratio of Si/Al. So, it can be found the best specification of an adsorbent which has the highest adsorption capacity of CO between two of natural zeolite in this research.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1151
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dunggio, Muhammad Yusuf Ramly
"Penelitian ini dilakukan untuk pengurangan kadar CO dan penjernihan asap kebakaran dengan pemanfaatan karbon aktif dari tempurung kelapa termodifikasi TiO2. Pada hasil uji XRF kandungan TiO2 didalam karbon aktif termodifikasi TiO2 sebesar 20,54 % wt. Pada hasil uji BET, luas permukaan terjadi peningkatan dari 760,30 m2/g menjadi 782,54 m2/g dari karbon aktif dan karbon aktif termodifikasi TiO2. Untuk uji kinerja, karbon aktif termodifikasi TiO2 ukuran 200 mesh dengan massa 3 gram memiliki kapasitas adsorpsi CO paling tinggi (12,59 %) dan nilai t10 untuk penjernihan asap paling baik yaitu dengan waktu 20 menit, 27 menit, 28 menit.

This research was conducted for the reduction of CO levels and purification by use of fire smoke from coconut shell activated carbon modified TiO2. In the XRF test results in the TiO2 content of activated carbon modified TiO2 of 20,54 % wt. The test results showed the BET surface area increased from 760,30 m2/g to 782,54 m2/g of activated carbon and activated carbon modified TiO2. To test performance, activated carbon modified TiO2 with a size 200 mesh and 3 gram have the highest CO adsorption capacity (12,59 %) and t10 values for the purification of smoke that is best with a time of 20 minutes, 27 minutes, 28 minutes.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43119
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Putra Jaya Parwatha
"Gas karbon monoksida (CO) adalah hasil produksi dari pembakaran tidak sempurna senyawa-senyawa organik dan berbagai bentuk karbon yang paling banyak dihasilkan dibanding komponen lainya dalam asap. Simulasi proses adsorpsi digunakan untuk untuk mengetahui laju adsorpsi yang efektif, kemampuan adsorpsi dari tiap ukuran partikel, dan konsentrasi sisa pada ruang uji. Ruang uji yang digunakan berukuran 0,4 m x 0,4 m x 1,2 m.
Pada penelitian ini digunakan adsorben karbon aktif komesial yang memiliki nilai bilangan Iodin 1000 mg/g, luas permukaan (BET) 1050 m2/g, adsorpsi maksimum gas karbon monoksida (CO) (nmaks) 1,58827 mol/g, dan konstanta adsorpsi Langmuir untuk gas karbon monoksida (b) 0,00305. Massa adsorben yang digunakan adalah 3 gram. Ukuran partikel adsorben yang digunakan adalah 1,59.10-4 m, 7,95.10-5 m, 8.10-7 m, dan 4.10-7 m. Simulasi menggunakan aplikasi Comsol Multiphysics versi 4.3b.
Berdasarkan hasil simulasi, diperoleh unggun dengan ukuran partikel 8.10-7 m memiliki waktu jenuh yang paling lama dan konsentrasi sisa 35,4 mol. Konsentrasi sisa yang terbentuk setelah proses adsorpsi unggun dengan partikel berukuran 7,95.10-5 m, 8.10-7 m, dan 4.10-7 m nilainya berkisar antara 0,03545 mol - 0,0355 mol.

Carbon monoxide (CO) is the highest composition in combustion smoke. Carbon monoxide (CO) is produced by incomplete combustion of organic compounds and various forms of carbon. Simulation of adsorption process used to determine the effective adsorption rate, adsorption capacity of each particle size, and the residual concentration in the test chamber. Test chamber size is 0,4 m x 0,4 m x 1,2 m.
In this research, properties of activated carbon which is used for adsorbent 1000 mg/g Iodine number, surface area (BET) 1050 m2/g, maximum adsorption capacity of carbon monoxide (CO) (nmaks) 1.58827 mol/g, and Langmuir adsorption constants for carbon monoxide (b) 0.00305. Mass of activated carbon adsorbent is 3 grams. Variations of particle size used for this research are 1,59.10-4 m, 7,95.10-5 m, 8.10-7 m, and 4.10-7 m. Comsol Multiphysics simulation program version 4.3b used for process simulation.
Based on the simulation results, bed with particle size 8.10-7 m has the longest saturated time and residual gas carbon monoxide (CO) is 35,4 mol. Residue of gas carbon monoxide (CO) composition in the chamber for particle size 7,95.10-5 m, 8.10-7 m, and 4.10-7 m approximately 0,03545 mol - 0,0355 mol.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54856
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachreza Maulana Ihsan
"ABSTRACT
Gas CO merupakan salah satu gas yang berbahaya. Gas ini bisa menyebabkan kematian apabila dihirup dengan kadar yang sangat tinggi. Sudah banyak kejadian atau kecelakaan fatal yang disebabkan oleh gas ini. Gas CO tidak berwarna, tidak berbau namun sangat beracun. Jika tidak berhati-hati, bisa berbahaya bagi kelangsungan hidup makhluk hidup, utamanya manusia. Sintesis nanopartikel NdFeO3 atau senyawa-senyawa dari logam tanah jarang (rare-earth orthoferrites) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan sensitivitas pada sensor gas. Dalam penelitian ini disintesis empat macam sampel NdFeO3 yang disintesis melalui sintesis presipitasi dansol-gel citrate serta digunakan dua bahan baku, yakni bahan baku impor dan lokal. Karakterisasi sintesis menggunakan XRD, TEM, FT-IR dan TGA. Hasil XRD menunjukkan jika sampel NdFeO3 memiliki struktur orthorombic dan partikel berukuran 21,3 ; 15,56; 37,55 dan 46,53 nanometer, FT-IR menunjukkan adanya fase pembentukan NdFeO3 pada peak 400 cm-1-750 cm-1, TEM menunjukkan morfologi partikel serta ukuran partikel berukuran nanometer. dan TGA menunjukkan karakterisasi thermal serta perubahan massa partikel NdFeO3 dan hasil pengujian sensor menunjukkan jika respon sensor terhadap gas CO memiliki hasil yang variatif.

ABSTRACT
Carbon monoxide is a one of dangerous gases. It can cause a death if it is inhaled in a high concentration. There are so many moments or fatality accident caused by this gas. Carbon monoxide is colorless, has no smell but it is very-very toxic. If we are not aware, life of organism, especially human being is under danger. Therefore,  detector devices of carbon monoxide is urgently needed, in order to prevent the toxic influences of carbon monoxide gas around us.nanoparticle synthesis from rare-earth orthoferrite is a one of attempts to improve the sensivity of a gas sensor. In this research where nanoparticle NdFeO3 is synthesized with precipitation and sol-gel citrate method and use two kind of raw materials, Sigma Aldrich and PSTA-BATAN. XRD result showed that NdFeO3 nanoparticles is an orthorombic structure and showed that the size of the particle is in 21,3; 15,56; 37,55 and 46,55 nanometer, FT-IR showed theres a forming phase of NdFeO3 at 400 cm-1-750 cm-1, TEM showed the particless morphology and TGA showed the thermal characteristics. The result of CO gas sensor test, showed that response to the analit gas is variative."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iin Rahmania Inayatillah
"Merokok dianggap sebagai sumber utama pajanan terhadap karbon monoksida (CO). Pemeriksaan kadar CO udara ekspirasi dapat digunakan sebagai biomarker status merokok. Metode ini mudah dilakukan, non invasif dan menimbulkan kepatuhan yang lebih baik bagi pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar CO udara ekspirasi pada perokok dan bukan perokok sekaligus mengetahui kadar CO pada masing-masing jenis perokok terutama perokok kretek sebagai perokok mayoritas di Indonesia.
METODE
Penelitian potong lintang yang dilaksanakan pada Januari 2013 sampai Oktober 2013. Jumlah sampel sebanyak 125 orang yang terdiri dari 85 orang kelompok perokok dan 40 orang kelompok bukan perokok dipilih secara consecutive sampling. Dilakukan wawancara untuk mengisi kuesioner data dasar, kuesioner Fagerstorm dan skor Horn yang dilanjutkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pengukuran kadar CO udara ekspirasi dengan menggunakan alat pengukur CO portabel (piCO+cSmokerlyzer Bedfont).
HASIL
Penelitian ini mendapatkan kadar CO udara ekspirasi pada kelompok perokok lebih tinggi dibandingkan kelompok bukan perokok dengan rerata kadar CO pada kelompok perokok sebesar 22 (4;48) ppm dan kelompok bukan perokok sebesar 5,83 + 1,82 ppm (p=0,000). Tidak didapatkan perbedaan kadar CO antara kelompok perokok kretek, perokok putih dan perokok campuran (22 + 10,96 ; 22,60 + 10,44 ; 21,43 + 11,72 ; p=0,943). Faktor yang paling berkorelasi terhadap kadar CO udara ekspirasi pada perokok adalah jenis kelamin, laki-laki cenderung memiliki kadar CO yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.
KESIMPULAN
Kadar CO udara ekspirasi pada perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok serta tidak ditemukan perbedaan kadar CO diantara perokok kretek, perokok putih dan perokok campuran. Faktor yang paling berkorelasi terhadap kadar CO udara expirasi pada kelompok perokok adalah jenis kelamin.
Kata kunci : Kadar CO udara ekspirasi, perokok, perokok kretek

Smoking has been considered as a prime cause of carbon monoxide (CO) exposures.Exhaled air CO measurement is a reliable indicator for smoking status. It is noninvasive, easy procedure and better compliance. The present study was undertaken to measure exhaled air CO levels in smokers and non smokers and also to measure exhaled air CO levels in clove cigarette (kretek) smokers as a majority smokers in Indonesia.
METHOD
This study used cross sectional method conducted from Januari 2013 until October 2013. A Total of 125 subject consist of 85 smokers and 40 non smokers selected based on consecutive sampling. Interview was done to fill out question about sociodemografic and smoking habit, Fagerstorm test for nicotine dependence and Horn score for smokers profile if the respondent is smoker follow by anamnesis, physical examination and breath CO measurement using portable CO analyzer ((piCO+cSmokerlyzer Bedfont).
RESULT
Average exhaled air CO levels were 22 (4;48) ppm in smokers, significantly higher compared to non smokers with the level of exhaled air CO were 5,83 + 1,82 ppm (p=0,000). No significant difference was found (p = 0,943) in the distribution of CO readings of the clove cigarette smokers compared to white cigarette and mix cigarette smokers (22 + 10,96 vs 22,60 + 10,44 vs 21,43 + 11,72) ppm. Gender was the most correlated factor to exhaled air CO levels, men tend to have higher exhaled air CO levels compared to women.
CONCLUSION
Exhaled air CO levels in smokers is higher than non smokers whereas no significant difference in the distribution of breath CO readings between clove cigarette, white cigarette en mix cigarette smokers. The most correlated factor that influence CO levels is gender.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliusman
"Tingkat kematian karena keracunan asap kebakaran jauh lebih besar dibandingkan dengan kematian karena luka bakar. Penelitian ini bertujuan untuk penjernihan asap dan penyerapan CO mengunakan material berukuran nano. Penelitian ini dibagi tiga tahapan, tahap pertama dilakukan seleksi adsorben dalam menyerap CO dengan metode adsorpsi isotemis. Tahap kedua dilakukan uji pembuatan asap dari tisu. Tahap ketiga dilakukan uji penjernihan asap menggunakan adsorben terpilih di tahap pertama dalam kompartemen tunggal yang dilengkapi alat pendeteksi asap fotoeletrik berbasis micro controller. Variabel penelitian adalah ukuran partikel, massa adsorben dan ketinggian sensor di dalam ruang uji dengan parameter tingkat penjernihan 10% (t10).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karbon aktif dan zeolit alam teraktifasi memiliki kemampuan yang baik dalam penyerapan CO. Nilai ngibbs berturut-turut karbon aktif dan zeolit alam teraktifasi, adalah 0,0682 dan 0,0352 mmol/g. Massa tisu 6 gram dapat menghasilkan asap yang pekat. Proses penjernihan asap lebih efektif menggunakan adsoben dibandingkan tanpa adsorben, waktu t10 adsorben dibawah 50% dari t10 tanpa adsorben. Adsorben dengan ukuran partikel 53 μm mempunyai kemampuan paling baik. Kolom bagian atas lebih cepat jernih dibandingkan tengah dan bawah. Urutan kemampuan adsorben dalam menjernihkan asap berturut-turut: Accom> ACZnCl2> zeolit alam. Nilai t10 terbaik dari ACcom untuk bagian atas, tengah dan bawah kolom adalah 4, 4,6 dan 7,7 menit.

Mortality level due to fire smoke poisoning larger than caused by burn. The aim of this study is smoke clearing and CO adsorption using nano sized material. This study is conducted in three stages, the first stage is the selection of adsorbent to adsorb CO using isotherm adsorption method. The second stage is smoke production testing from tissue as raw material. The final stage is smoke clearing testing using adsorbent chosen in the first stage, conducted in a single compartment equipped with a photoelectric smoke detector based on micro controller. The variables in this study are particle size, adsorbent mass, and detector height in the compartment test, with degree of clearing called t10 as observed parameter.
The results showed that activated carbon and activated natural zeolite has the best ability to adsorb CO. ngibbs value for activated carbon and activated natural zeolite is 0.0682 and 0.0352 mmole/g respectively. 6 grams of tissue can produce high density of smoke. Smoke clearing process using adsorbent more effective than without adsorbent, with t10 using adsorbent less that 50% compared to without adsorbent. Adsorbent with particle size 53μm has the most excellent abilities. Top section of compartment cleared faster than middle and bottom section. The order of adsorbent ability in smoke clearing is as follows: ACcom > ACZnCl2 > natural zeolite. The best parameter of t10 for ACcom at the top, middle, and bottom of compartment is 4, 4.6 and 7.7 minutes respectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
D2117
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hengky Prabowo
"Karbon monoksida merupakan senyawa gas yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa tetapi sangat beracun. Karbon monoksida terutama berasal dari asap hasil pembakaran mesin dan kendaraan bermotor. Keracunan terutama terjadi karena proses inhalasi dan melalui mekanisme hipoksia, selanjutnya dapat menimbulkan gangguan sistem saraf pusat dengan gejala gangguan neurobehavioral dan fungsi kognitif.
Penelitian ini mengkaji hubungan antara pajanan kronis karbon monoksida dengan gangguan fungsi kognitif pada pekerja di lokasi parkir dalam gedung. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, melibatkan 93 pekerja di lokasi parkir dalam gedung rumah sakit dan hotel di Jakarta pada tahun 2015. Pengukuran kadar karbon monoksida di udara lingkungan kerja dilakukan 1 kali menggunakan metode spektrofotometri dengan iodida pentoksida. Pengukuran kadar COHb dilakukan dengan metode kromatografi gas melalui udara CO ekshalasi, sedangkan fungsi kognitif dinilai menggunakan kuesioner Montreal Cognitive Assessment. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada populasi pekerja di lokasi parkir dalam gedung 22,58%. Gangguan fungsi kognitif memiliki hubungan bermakna (p<0,05) berturut-turut dengan kadar CO ruang (ORcr=4,28; 95% CI = 1,15-15,86), kadar COHb (ORcr=6,5; 95% CI = 2,21-19,10) dan kebiasaan merokok (ORcr=6,81; 95% CI = 1,98-23,42).
Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor risiko utama yang berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif adalah kadar COHb ≥5% (ORadj=4,47; 95% CI = 1,23-16,25). Disimpulkan pajanan kronis CO di udara lingkungan kerja dapat menimbulkan gangguan fungsi kognitif yang ditandai dengan peningkatan kadar COHb dalam darah. Kebiasaan merokok merupakan faktor perancu utama, karena dapat secara langsung meningkatkan kadar COHb dalam darah dan menimbulkan gangguan fungsi kognitif melalui mekanisme kerusakan sel syaraf. Pemerintah perlu menyusun regulasi terkait pembangunan fasilitas parkir dalam gedung untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pekerja.

Carbon monoxide (CO) is a colorless, nonirritating, odorless and tasteless gas. The most important human-made source of CO arises from the exhaust of automobiles. Carbon monoxide chronic intoxication mostly occurs from an inhalation process and can cause brain damage due to its sensitivity over hypoxia, and leads to various neural defects including neurobehavioral and cognitive function disturbance.
This study aimed to determine the relationship between chronic CO exposure and cognitive function among basement parking lot workers. This study used a cross-sectional design, involving 93 people age 20-40 years who work in a hospital or hotel basement parking lot in Jakarta on 2015. Carbon monoxide air levels in workplace were measured using iodine pentoxidespectrophotometric method, while COHb levels were measured once using Gas Chromatography through a CO exhalation procedure. Cognitive function was determined using the Montreal Cognitive Assessment (MoCA) questionnaire.
Study result showed the CO air levels were all below threshold limit value (TLV) of 29 mg/m3. The prevalence of impaired cognitive function among basement parking lot workers was 22,58%. Carbon monoxide air levels, COHb levels and smoking habit factors were statistically significant related to impaired cognitive function, with ORcr 4.28 (95% CI = 1,15-15,86); ORcr 6.5 (95% CI = 2,21-19,10); and ORcr 6.81(95% CI = 1,98-23,42). Logistic regression method shows COHb levels is the only predictive factor of cognitive function with ORadj 4.47 (95% CI = 1,23-16,25). Therefore, it is concluded that chronic exposure of CO in the air workplace can cause cognitive function impairment, marked by a significant increase of COHb levels. Smoking habit is the main confounding factor, for it can directly increase COHb levels and impair cognitive function. Government should establish a punctual and effective regulation on how to build a basement parking lot facility regarding the safety of the workers."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadel Al Farouq
"ABSTRAK
Polutan asap rokok dan gas CO menjadi salah satu polutan yang mudah ditemui di lingkungan sekitar. Pada kadar yang tinggi maupun rendah sangat berbahaya bagi kesehatan. Pengurangan kadarnya dapat memanfaatkan adsorben berupa karbon aktif. Karakter karbon aktif yang diperlukan perlu disesuaikan karakteristiknya untuk menjerap asap rokok dan gas CO. Salah satu bahan baku berpotensial yaitu batang jagung dengan komposisi 34,4% lignin, 33,1% selulosa, 28,9% hemiselulosa. Batang jagung melalui tahap preparasi, karbonisasi dan aktivasi. Tahap pertama akan dikarbonisasi pada suhu 500 oC selama 1 jam 30 menit. Lalu akan mengalami diaktivasi oleh 2 agen aktivator yaitu KOH dan NaOH dengan masing-masing divariasikan suhu aktivasinya pada suhu 650, 700, dan 750 oC. Tahap aktivasi fisik-kimia berlangsung dalam tubular furnace dengan dialiri gas N2 laju 300 ml/min selama 1 jam. Karbon aktif dengan karakteristik terbaik dihasilkan oleh aktivasi menggunakan KOH pada suhu 750 oC dengan yield 24,25%, bilangan Iod 602 mg/g dan SBET 599 m2/g. Untuk memperkuat daya adsorpsi, hasil karbon aktif akan dimodifikasi dengan impregnasi logam NiO. Modifikasi ini turut divariasikan dengan persentase loading 0,5%, 1% dan 2%. Pengujian adsorpsi terhadap gas CO dan asap rokok terbaik ditunjukkan oleh variasi loading 0,5% yang mampu mereduksi gas CO sebesar 29,9% dengan jumlah 37.372 ppm. yang didukung dengan karakteristik modifkasi terbaik dengan bilangan Iod 844 mg/g dan SBET 839 m2/g. Sehingga dengan penilitian ini memanfaatkan ketersediaan limbah batang jagung sebagai bahan baku karbon aktif untuk menjerap gas CO dan asap rokok.

ABSTRACT
Cigarette smoke pollutants and CO gas become one of the pollutants that are easily found in the surrounding environment. At high and low levels it is very dangerous for health. Reducing levels can utilize the adsorbent in the form of activated carbon. The character of activated carbon needed needs to be adjusted for its characteristics to absorb cigarette smoke and CO gas. One potential raw material is corn stalk with a composition of 34.4% lignin, 33.1% cellulose, 28.9% hemicellulose. Corn stalks through preparation, carbonization and activation. The first stage will be carbonized at 500 oC for 1 hour 30 minutes. Then it will be activated by 2 activator agents, namely KOH and NaOH with each of them activating the temperature at 650, 700 and 750 oC. The physical-chemical activation stage takes place in tubular furnaces with N2 gas flowing at a rate of 300 ml / min for 1 hour. Activated carbon with the best characteristics was generated by activation using KOH at a temperature of 750 oC with yield of 24.25%, Iodine number 602 mg/g and SBET 599 m2/g. To strengthen the adsorption power, the results of activated carbon will be modified by impregnating NiO metal. This modification is also varied with loading percentages of 0.5%, 1% and 2%. The best adsorption test on CO and cigarette smoke is indicated by variations in loading of 0.5% which can reduce CO gas by 29.9% with a total of 37,372 ppm. which is supported by the best modification characteristics with Iod number 844 mg/g and SBET 839 m2/g. So with this research utilizing the availability of corn stalk waste as raw material for activated carbon to absorb CO gas and cigarette smoke.

 

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ali Habibie
"Dengan masih kurangnya pemakaian gerbang tol otomatis diharapkan dapat meningkatkan pemakaian gerbang tol otomatis untuk mengurangi emisi karbon monoksida. Penelitian ini adalah penelitian kulitatif dengan menghubungkan hasil dengan faktor yang mempengaruhinya menggunakan perhitungan dan analisa terkait. Penelitian ini menggunakan metode NDIR untuk mengambil emisi karbon monoksida dan menggunakan teori antrian untuk mengambil rata ndash; rata waktu antrian setiap gerbang tol. Hasil penelitian ini adalah pada gerbang tol otomatis didapatkan rata ndash; rata emisi karbon monoksida selama 5 hari sampling sebesar 8150.13 ?g/Nm3 dan gerbang tol manual didapatkan didapatkan rata ndash; rata emisi karbon monoksida selama 5 hari sampling sebesar 11198.26 ?g/Nm3, dengan uji signifikansi yang menunjukkan rata ndash; rata konsentrasi karbon monoksida gerbang tol manual dan otomatis berbeda. Faktor ndash; faktor yang mempengaruhi emisi karbon monoksida di gerbang tol adalah waktu antrian yaitu semakin tinggi waktu antrian maka semakin tinggi emisi karbon monsoksida disebebkan peningkatan laju percepatan dan perlambatan kendaraan dan faktor kedua adalah suhu yaitu semakin tinggi suhu maka semakin tinggi emisi karbon monoksida disebabkan bahan pencemar yaitu karbon monoksida dalam udara menjadi kering sehingga polutan akan cenderung tinggi . Walaupun demikian, konsentrasi karbon monoksida di tiap gerbang tol masih berada di bawah baku mutu dan emisi di gerbang tol otomatis di bawah gerbang tol manual. Dengan penelitian ini, disimpulkan bahwa gerbang tol otomatis dapat mengurangi emisi karbon monoksida sebesar 24.54 .

With the lack of utilization of automatic toll gates is expected to increase the use of automatic toll gates to reduce carbon monoxide emissions. This research is a skin related research by linking the results with the factors that influence it using the calculation and related analysis. This study uses the NDIR method to extract carbon monoxide emissions and use queuing theory to take the average queue time for each toll gate. The result of this research is at automatic toll gate obtained average carbon monoxide emission during 5 days sampling equal to 8150.13 g Nm3 and manual toll gate obtained got average carbon monoxide emission during 5 day sampling equal to 11198.26 g Nm3, with significance test which Shows the average carbon monoxide concentration of manual and automatic toll gates differently. Factors affecting carbon monoxide emission at toll gate is queue time that is higher queue time hence higher carbon emission of monsoksida disebebkan increase of acceleration rate and slowing of vehicle and second factor is temperature that is higher temperature then higher carbon monoxide emission caused by pollutant Ie carbon monoxide in the air becomes dry so that pollutants will tend to be high. However, carbon monoxide concentrations in each toll gate are still below the standard and emissions at auto toll gates beneath manual toll gates. With this study, it was concluded that automatic toll gates could reduce carbon monoxide emissions by 24.54."
2017
S67527
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>