"Salah satu bentuk integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara adalah implementasi ASEAN-China Free Trade Area. Melalui misi ACFTA yaitu sebagai most favourite nation, national treatment, dan transparency diyakini mampu memberikan keuntungan perdagangan bagi anggotanya. Namun, yang terjadi adalah fenomena defisit neraca perdagangan antara ASEAN terhadap China, serta lima dari enam negara ASEAN mengalami defisit dengan China, depresiasi kurs terhadap dollar, dan terjadinya beberapa penurunan ekspor disbanding impor masing-masing negara yang terdampak. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini mencoba menganalisis proyeksi neraca perdagangan negara anggota ASEAN terhadap China, menganalisis posisi perdagangan, efek trade creation dan trade diversion, serta menganalisis dampak kinerja neraca perdagangan terhadap lima indikator makroekonomi negara anggota ASEAN, yaitu pertumbuhan ekonomi, Produk Domestik Bruto, Indeks Pembangunan Manusia, inflasi dan kurs.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand dan Singapura mengalami rata-rata kenaikan yang positif, sementara sisanya mengalami rata-rata penurunan yang negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi perdagangan negara anggota ASEAN mengalami fluktuatif dan memberikan dampak trade creation yang lebih besar dari trade diversion setelah implementasi ACFTA. Sementara itu, beberapa negara sempat mengalami trade diversion saat terjadi gangguan dari luar seperti krisis global. Kinerja neraca perdagangan mengalami dampak yang berbeda terhadap indikator makroekonomi negara anggota ASEAN. Khusus untuk Indonesia, kinerja neraca perdagangan kurang memberikan keuntungan bagi kelima indikator makroekonomi.
Neraca perdagangan merupakan indikator yang penting dalam menilai kinerja perdagangan internasional. Oleh karena itu, untuk mendapatkan keuntungan dalam ACFTA, harus ditingkatkan peranan ekspor terhadap China dan mengurangi impor dari China dengan berbagai kebijakan ekonomi. Selain itu, perlu diadakan revaluasi terhadap keikutsertaan dalam FTA dan lebih waspada serta mengevaluasi kemungkinan keikutsertaan dalam FTA di masa yang akan datang untuk menghindari kerugian perdagangan.
One of economic integration types in South East Asia is the implementation of ASEAN-China Free Trade Area. From the mission of ACFTA is being most favourite nation, national treatment, and transparency believed as to give trading profit for its members. However the reality shows that deficit phenomenon on the trade balance between ASEAN towards China, also five of six ASEAN countries experience to deficit toward China, depreciaction. Based on that phenomenon, this research is intended to analyze the forecast on the ASEAN trade balance towards China, trade position, the effect of trade creation and trade diversion, and also to analyze the impact of trade balance performance towards five macroeconomy indicators of ASEAN countries, such as economic growth, Gross Domestic Product, Human Development Index, inflation and exchange rate.This research finds out that some ASEAN countries, such as Malaysia, Thailand, and Singapore get rising positively on average term, while the rest experiences rising negatively on average term. The research result shows fluctuated on trade position of ASEAN countries and it gives deep impact of trade creation than trade diversion after ACFTA implementation. Besides, several countries experience a deep impact of trade divesion than trade creation during global crisis. Trade balance performance gets different impact toward macroeconomy indicators of ASEAN countries. Especially for Indonesia, trade balance performance give slightly profit toward the five macroeconomy indicators.Trade balance is an important indicator in assessing the international trade performance. Therefore, to get excessive profit in ACFTA, export performance should be improved toward China and deduct the import from China through various economic policies. Besides, there should be a revaluation on the participation in FTA while being on guard, also evaluation on the future opportunity of participating in FTA to avoid any loss of trade."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020