Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5947 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Inggita Prasasya Swasti
"This thesis uses general equilibrium model to examine the economic impact of ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) on Indonesia. The analysis covers how price and quantity change in response to tariff liberalization under ACFTA framework. Demand and supply elasticity is needed to calculate welfare effects. Difference-in-differences method is applied to estimate demand elasticity while supply elasticity is calculated through Instrumental Variable (IV) regressions using tariff as an instrument.
The results show that Indonesia's demand is elastic enough and supply to Indonesia is fairly elastic. Indonesia consumers are willing to substitute products between different sources due to price changes. ACFTA would increase production quantity for all member countries but had insignificant effect on reducing price of goods. Furthermore, I confirm result from existing literature that trade creation effect is dominated than trade diversion effect."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ingo-Eric M.
London : k.C. Saur Munchen, 1981,
R 381 Boo
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Fatma Muthia Kinanti
"[Masyarakat di wilayah perbatasan Kalimantan Barat – Sarawak telah lama melakukan kegiatan perdagangan lintas batas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang kemudian diformalkan dalam bentuk perjanjian bilateral Border Trade Agreement tahun 1970. Pergeseran paradigma ekonomi di wilayah ini menyebabkan berubahnya kepentingan perdagangan lintas batas dari semula bersifat tradisional, hingga kini lebih mirip dengan perdagangan internasional. Sayangnya, potensi ini tidak diakomodasi dengan peraturan hukum yang baik serta sarana dan prasarana yang mapan. Alhasil, kegiatan ekonomi di wilayah perbatasan ini tidak berjalan dengan baik. ASEAN Economic Community 2015 memberikan mandat untuk mendorong liberalisasi perdagangan dengan tujuan meningkatkan perdagangan intra-ASEAN. Perdagangan lintas batas di wilayah perbatasan merupakan salah satu kegiatan utama dari konsep free flow of good dalam perdagangan bebas. Penelitian ini akan dilakukan untuk memberikan analisa terkait implikasi penerapan AFTA dengan bentuk perdagangan lintas batas di wilayah perbatasan saat ini dan kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam usaha peningkatan perdagangan lintas batas di wilayah perbatasan Kalimantan Barat – Sarawak. Ditemukan bahwa liberalisasi perdagangan lintas batas di wilayah perbatasan akan mendorong integrasi ekonomi regional ASEAN. Pemerintah Indonesia telah berlaku aktif dalam peningkatan perdagangan lintas batas di wilayah perbatasan Kalimantan Barat – Sarawak dengan ikut serta dalam kerjasama subregional ASEAN dan mengimplementasikkannya ke dalam peraturan nasional.

Communities in the border region of West Kalimantan - Sarawak has long been conducting border trade to meet their daily needs which are then formalized in the form of Border Trade Agreement in 1970. The shifting economic paradigm in this region led to changes in the interest of border trade from a traditional trade to a more formal international trade. Unfortunately, this potential is not accommodated with legal regulations as well as established infrastructures and facilities. As a result, economic activity in the border region is not going well. ASEAN Economic Community 2015 provides a mandate to promote trade liberalization with the aim of increasing intra-ASEAN trade. Border trade is one of the main activities of the free flow of good concept in free trade. This study will be conducted to provide analysis related to the implications of the of AFTA to border trade in this border region, and policies of the central government and local governments in the efforts to increase border trade in West Kalimantan - Sarawak. It was found that the liberalization of border trade will encourage regional economic integration of ASEAN. The Government of Indonesia has been active in the improvement of border trade in border areas of West Kalimantan - Sarawak by participate in the ASEAN sub-regional cooperation and implement it into national legislation., Communities in the border region of West Kalimantan - Sarawak has long been conducting
border trade to meet their daily needs which are then formalized in the form of Border Trade
Agreement in 1970. The shifting economic paradigm in this region led to changes in the
interest of border trade from a traditional trade to a more formal international trade.
Unfortunately, this potential is not accommodated with legal regulations as well as
established infrastructures and facilities. As a result, economic activity in the border region is
not going well. ASEAN Economic Community 2015 provides a mandate to promote trade
liberalization with the aim of increasing intra-ASEAN trade. Border trade is one of the main
activities of the free flow of good concept in free trade. This study will be conducted to
provide analysis related to the implications of the of AFTA to border trade in this border
region, and policies of the central government and local governments in the efforts to
increase border trade in West Kalimantan - Sarawak. It was found that the liberalization of
border trade will encourage regional economic integration of ASEAN. The Government of
Indonesia has been active in the improvement of border trade in border areas of West
Kalimantan - Sarawak by participate in the ASEAN sub-regional cooperation and implement
it into national legislation.]
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Annisaa Farista
"Hubungan trilateral antara China, Jepang, dan Korea Selatan memiliki karakteristik berupa hot economics, cold politics. Hubungan ekonomi yang erat ditengah tensi hubungan politik yang tinggi membuat ketiga negara ini tidak dapat duduk dalam satu forum tanpa melibatkan pihak ketiga. Tahun 2002 menjadi momen penting dalam sejarah hubungan trilateral ketika Pemerintah China mengajukan inisiasi pembentukan China-Japan-Republic of Korea Free Trade Agreement (CJK FTA). Jepang menanggapi proposal kerjasama tersebut dengan skeptis. Namun pada tahun 2003, Jepang menerima inisiasi kerja sama tersebut dan dibentuk trilateral joint study. Penelitian ini menganalisis faktor eksternal dan internal yang mendorong Jepang untuk menerima inisiasi pembentukan CJK FTA. Penelitian ini menunjukkan bahwa Jepang tidak dapat dilihat sebagai black box dalam proses pembentukan kebijakan FTA.

Trilateral relationship among China, Japan, and South Korea is known as hot economics, cold politics. Close economic relationship in the midst of political tensions has created a difficulty for these three countries to sit together in one forum. The year of 2002 became a historical moment in their trilateral relationship when China initiated China-Japan-Republic of Korea Free Trade Agreement (CJK FTA). Japan gave a skeptical respond towards the initiation. However, in 2003 Japan agreed to the initiation and established a trilateral joint study. The research aims to analyze the external and internal factors that pushed Japan to accept the initiation. This report demonstrates that Japan cannot be viewed as a block box in its FTA policy making.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56398
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Nuriry Sadat
"Thesis ini menggunakan metode data panel untuk melihat dampak ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) terhadap Perdagangan Intra-Industri (IIT) Indonesia-China untuk produk tekstil. IIT diukur menggunakan indeks Grubel dan Lloyd dan akan didekomposisi menjadi IIT horizontal, IIT Vertikal Bawah, dan IIT Vertikal Atas. Berbeda dengan kebanyakan penelitian empiris sebelumnya, penelitian ini menemukan bahwa perjanjian tersebut secara signifikan berdampak negatif terhadap IIT horizontal, IIT vertical bawah , dan IIT vertical atas. Studi ini juga mengidentifikasi faktor-faktor penentu IIT lainnya sebagai variabel terkontrol, seperti kesenjangan ukuran ekonomi, keterbukaan perdagangan, ketidakseimbangan perdagangan, dan kondisi COVID-19. Hasilnya menunjukkan bahwa perbedaan ukuran ekonomi secara signifikan meredam IIT horizontal dan IIT vertikal bawah. Lebih lanjut, meningkatnya ketidakseimbangan perdagangan tampaknya menurunkan semua jenis IIT. Sementara itu, keterbukaan perdagangan meningkatkan IIT Horizontal, IIT Vertikal Bawah, dan IIT Vertikal Atas. Kondisi COVID-19 juga menyebabkan keterlibatan LVIIT dan UVIIT.

This thesis assesses the ASEAN-China free trade area's impact on Indonesia-China intra-industry trade for textile products, using the panel data method. The Intra-industry Trade (IIT) is measured using the Grubel and Lloyd index and will be decomposed into horizontal IIT, Lower Vertical IIT, and Upper Vertical IIT. Unlike most previous empirical studies, this article estimates that the agreement negatively and significantly affects the horizontal, lower side of vertical IIT and upper side of vertical IIT. This study also identifies other IIT determinants as a controlled variable, such as the economic size gap, trade openness, trade imbalance, and COVID-19 conditions. The result indicates that the differences in economic size significantly dampen the horizontal IIT and lower-vertical IIT. Furthermore,  the increased trade imbalance seems to decrease all IIT types. Meanwhile, trade openness is found to enhance horizontal IIT, Lower Vertical IIT, and Upper Vertical IIT. The COVID-19 condition also leads to LVIIT and UVIIT engagement."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Camelia
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa efek trade creation dan trade diversion dari implementasi ACFTA terhadap perdagangan bilateral ekspor dan impor produk industri kreatif fesyen dan kerajinan di Indonesia dengan 15 negara mitra dagang yang termasuk anggota ACFTA dan non-anggota ACFTA selama periode tahun 2000-2013. Penelitian ini diestimasi menggunakan model gravity yang dimodifikasi dengan menambahkan variabel dummy FTA sebagai proxi dari dampak implementasi ACFTA yaitu trade creation, export trade diversion dan import trade diversion.
Hasil estimasi penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi ACFTA memberikan efek trade creation, export trade diversion dan import trade diversion yang positif dan signifikan terhadap perdagangan produk industri kreatif fesyen dan kerajinan di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa implementasi ACFTA tidak hanya menciptakan efek trade creation dengan meningkatkan perdagangan intra-regional antar anggota ACFTA, tetapi juga dapat menciptakan trade expansion (positive trade diversion) dengan meningkatkan ekspansi perdagangan extra-regional dengan negara non-anggota ACFTA baik dari sisi ekspor dan impor.

This research aims to analyzes the effects of trade creation dan trade diversion of the ACFTA implementation on the bilateral trade for export and import of creative industries products for fashion and craft in Indonesia with 15 countries of trading partners including member and non-member of ACFTA over the period 2000-2013. This study estimated using gravity model modified with FTA dummy variables as proxi of the impact of ACFTA implementation, namely trade creation, export trade diversion, and import trade diversion.
The results show that the effects of trade creation, export trade diversion and import trade diversion are significant and positive on the trade of creative industries products for fashion and craft in Indonesia. It indicates that ACFTA implementation not only increasing trade creation of intra-regional trade among member countries, but also increasing trade expansion (positive trade diversion) of extra-regional trade with non-member countries in terms of export and import."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44186
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bakhitah Mauludina
"ABSTRAK
Skripsi ini akan membahas tentang dampak dari kesepakatan Free Trade Agreement Republik Rakyat China RRC - Peru terhadap sektor pertambangan di Peru. Dengan menggunakan teori Regional Economic Integration, tulisan ini akan membahas tentang kesepakatan Free Trade Agreement dan dampaknya pada sebuah negara yang dianggap inferior. Fokus kepada Peru terutama pada sektor pertambangan sebab sektor pertambangan adalah penyumbang investasi asing terbesar bagi Peru, terutama yang berasal dari RRC. Dampak dari FTA China-Peru di sektor pertambangan tidak hanya meliputi dampak kesejahteraan, akan tetapi juga meliputi dampak sosial. Dampak kesejahteraan yang dimaksud meliputi peningkatan volume perdagangan dan investasi, yang meningkat signifikan bagi peru sejak FTA diimplementasikan. Sedangkan dampak sosial yang dialami meliputi keresahan sosial akibat kerusakan lingkungan dan reaksi negatif terhadap masuknya tenaga kerja asing serta kebijakan pemerintah yang dipandang kurang berpihak pada masyarakat.

ABSTRACT
The focus in this study is the impact of Free Trade Agreement FTA between People rsquo s Republic of China PRC ndash Peru for Peru rsquo s mining sector. By using Regional Economic Integration REI theory, this study will be knowing about the impact by looking the Peru rsquo s PRC economic and politics policy, Peru rsquo s economic growth, and also from Peruvian perspective about this FTA. The way this study look from Peruvian perspective are with Peru rsquo s environment condition, Peruvian social life, and Peru rsquo s employment for Peruvian. This study purpose is to learning more about Chinese expansion to Latin American rsquo s country and impact for Chinese diplomatic relation with one of Latin American rsquo s country, Peru. With the REI theory this study will connected the theory and the Peru rsquo s case which is the impact of Free Trade Agreement PRC Peru for Peru rsquo s mining sector. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwana Firdaous
"Perdagangan regional (RTA) menjadi fenomena umum yang menyebar luas ke seluruh dunia. Gelombang besar inisiatif perdagangan regional terus berlajut sejak awal tahun 1990-an. Banyak negara memilih membuat komitmen di tingkat regional karena lebih mudah dilakukan daripada komitmen bidang yang sama di tingkat multilateral. RTA merupakan bagian dari sistem perdagangan global (multilateral trading sistem), namun dalam kenyataanya persyaratan Pasal XXIV GATT 1994 sering kali diabaikan. Beberapa kelompok regional memiliki persetujuan perdagangan barang, persetujuan perdagangan jasa, persetujuan investasi, dan kerjasama ekonomi, diantaranya adalah ACFTA. Liberalisasi ACFTA akan meningkatkan kinerja perdagangan antara negara anggota, namun karena China jauh lebih siap dengan daya saing lebih tinggi, menyebabkan pertumbuhan kinerja ekspor China akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN. Kementerian Perindustrian pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa liberalisasi ACFTA berdampak buruk terhadap kinerja beberapa industri nasional. Sektor elektronik merupakan salah satu sektor yang mengalami defisit neraca perdagangan paling buruk semenjak liberalisasi ACFTA. Penelitian ini mempergunakan kajian hukum normatif untuk memahami penerapan norma-norma hukum pengaturan RTA dalam kerangka WTO, sedangkan dalam kegiatan menggali dan mengkualifikasi fakta-fakta sebagai dipergunakan kajian empiris. Hasil penelitian ini adalah bahwa Pasal XXIV GATT 1994 memperbolehkan anggota WTO untuk perdagangan bebas dengan lebih cepat diantara anggota-anggota tertentu yang membentuk suatu kelompok. ACFTA bukan merupakan sistem terpisah, namun merupakan bagian dari sistem perdagangan global WTO, keduanya mengejar tujuan yang sama yaitu liberalisasi perdagangan secara substansial yang tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian-perjanjian WTO. Ketidakberhasilan Indonesia memanfaatkan liberalisasi ACFTA untuk meningkatkan kinerja perdagangan, khususnya sektor elektronik, mengakibatkan China akan memperoleh manfaat lebih besar dari liberalisasi ACFTA sebagai akibat daya saing industri mereka yang lebih tinggi. Dengan demikian, industri elektonik di Indonesia harus melakukan serangkaian perbaikan berupa investasi tenaga kerja, fisik dan teknologi untuk meningkatkan daya saing mereka dalam menghadapi produk dari China.

Regional Trade Agreement (RTA) to be a common phenomenon that widespread throughout the world. A surge of regional trade initiatives has continued since the early 1990s. Many countries have chosen to make a commitment at the regional level because it is easier to do than the same field commitments at the multilateral level. RTA is part of the multilateral trading system, but in fact the requirements of Article XXIV of GATT 1994 is often times overlooked. Some regional groups have consent of trade in goods, trade in services agreements, investment agreements, and economic cooperation, including the ACFTA. ACFTA liberalization will improve the performance of trade between member states, but because China is much better prepared with higher competitiveness, led to the growth of China's export performance will be much higher than the ASEAN countries. Ministry of Industry in 2010 revealed that the liberalization ACFTA adversely affect the performance of some of the national industry. The electronics sector is one sector that suffered the worst trade deficit since the liberalization of the ACFTA. The study used a normative legal studies to understand the application of legal norms within the framework of the WTO RTA arrangements, whereas in digging activities and qualify the facts as used empirical study. The result of this is that Article XXIV of GATT 1994 allows WTO members to trade freely with faster among certain members that form a group. ACFTA is not a separate system, but is part of the multilateral trading system the WTO, both pursuing the same goal of trade liberalization substantially subject to the provisions of the WTO agreements. The failure to take advantage of the liberalization of Indonesia in ACFTA to improve trading performance, particularly the electronics sector, China will result in a greater benefit from the liberalization of the ACFTA as a result of their industrial competitiveness higher. Thus, the electronic industry in Indonesia must make a series of improvements in the form of investment of manpower, physical and technology to improve their competitiveness in the face of the product from China.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarda
"Salah satu bentuk integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara adalah implementasi ASEAN-China Free Trade Area. Melalui misi ACFTA yaitu sebagai most favourite nation, national treatment, dan transparency diyakini mampu memberikan keuntungan perdagangan bagi anggotanya. Namun, yang terjadi adalah fenomena defisit neraca perdagangan antara ASEAN terhadap China, serta lima dari enam negara ASEAN mengalami defisit dengan China, depresiasi kurs terhadap dollar, dan terjadinya beberapa penurunan ekspor disbanding impor masing-masing negara yang terdampak. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini mencoba menganalisis proyeksi neraca perdagangan negara anggota ASEAN terhadap China, menganalisis posisi perdagangan, efek trade creation dan trade diversion, serta menganalisis dampak kinerja neraca perdagangan terhadap lima indikator makroekonomi negara anggota ASEAN, yaitu pertumbuhan ekonomi, Produk Domestik Bruto, Indeks Pembangunan Manusia, inflasi dan kurs.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand dan Singapura mengalami rata-rata kenaikan yang positif, sementara sisanya mengalami rata-rata penurunan yang negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi perdagangan negara anggota ASEAN mengalami fluktuatif dan memberikan dampak trade creation yang lebih besar dari trade diversion setelah implementasi ACFTA. Sementara itu, beberapa negara sempat mengalami trade diversion saat terjadi gangguan dari luar seperti krisis global. Kinerja neraca perdagangan mengalami dampak yang berbeda terhadap indikator makroekonomi negara anggota ASEAN. Khusus untuk Indonesia, kinerja neraca perdagangan kurang memberikan keuntungan bagi kelima indikator makroekonomi.
Neraca perdagangan merupakan indikator yang penting dalam menilai kinerja perdagangan internasional. Oleh karena itu, untuk mendapatkan keuntungan dalam ACFTA, harus ditingkatkan peranan ekspor terhadap China dan mengurangi impor dari China dengan berbagai kebijakan ekonomi. Selain itu, perlu diadakan revaluasi terhadap keikutsertaan dalam FTA dan lebih waspada serta mengevaluasi kemungkinan keikutsertaan dalam FTA di masa yang akan datang untuk menghindari kerugian perdagangan.

One of economic integration types in South East Asia is the implementation of ASEAN-China Free Trade Area. From the mission of ACFTA is being most favourite nation, national treatment, and transparency believed as to give trading profit for its members. However the reality shows that deficit phenomenon on the trade balance between ASEAN towards China, also five of six ASEAN countries experience to deficit toward China, depreciaction. Based on that phenomenon, this research is intended to analyze the forecast on the ASEAN trade balance towards China, trade position, the effect of trade creation and trade diversion, and also to analyze the impact of trade balance performance towards five macroeconomy indicators of ASEAN countries, such as economic growth, Gross Domestic Product, Human Development Index, inflation and exchange rate.
This research finds out that some ASEAN countries, such as Malaysia, Thailand, and Singapore get rising positively on average term, while the rest experiences rising negatively on average term. The research result shows fluctuated on trade position of ASEAN countries and it gives deep impact of trade creation than trade diversion after ACFTA implementation. Besides, several countries experience a deep impact of trade divesion than trade creation during global crisis. Trade balance performance gets different impact toward macroeconomy indicators of ASEAN countries. Especially for Indonesia, trade balance performance give slightly profit toward the five macroeconomy indicators.
Trade balance is an important indicator in assessing the international trade performance. Therefore, to get excessive profit in ACFTA, export performance should be improved toward China and deduct the import from China through various economic policies. Besides, there should be a revaluation on the participation in FTA while being on guard, also evaluation on the future opportunity of participating in FTA to avoid any loss of trade.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif Junaidi
"

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dampak ACFTA terhadap neraca perdagangan dari negara ASEAN dan China serta Indonesia. Dengan mengacu pada model gravitasi, penelitian ini membuktikan bahwa penurunan tarif sebagai konsekuensi dari ACFTA berpengaruh signifikan pada peningkatan ekspor dan impor pada negara ASEAN dan China. Namun, ACFTA tidak mempengaruhi keseimbangan neraca perdagangan pada negara ASEAN dan China secara agregat karena dampak ACFTA pada ekspor dan dampak ACFTA pada impor dapat saling meniadakan. Studi ini juga menunjukkan bahwa penurunan tarif bukan merupakan faktor penting dalam peningkatan ekspor dan impor di Indonesia. Sehingga, dampak ACFTA terhadap keseimbangan neraca perdagangan tidak dapat diukur secara akurat.


This study estimates the impact of ACFTA on ASEAN countries and China`s trade balance in general, and also Indonesia`s trade balance in specific. Using the gravity model, this paper finds that the impact of tariffs elimination due to the implementation of ACFTA increased exports and imports for ASEAN countries and China. However, the aggregate trade balances of ASEAN member countries and China is zero since the impact of ACFTA on imports offset the impact of ACFTA on exports. Tariffs have not played significant role on increasing Indonesia`s exports and imports. As a result, the impact of ACFTA on Indonesia`s trade balance cannot be quantified clearly.

"
2019
T54041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>