Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 206850 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Susanti
"Sistem pidana denda pada hakikatnya mencakup keseluruhan perundang-undangan yang mengatur bagaimana pidana denda itu ditegakkan atau dioperasionalkan atau difungsikan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi pidana (denda). Sistem pidana denda erat kaitannya dengan pemberian kewenangan atau kebebasan kepada jaksa dan hakim untuk mengoperasionalkan pidana denda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala yang ditemui dalam penerapan pidana denda terhadap tindak pidana yang melanggar KUHP dan Undang-Undang Pidana Khusus yang ancaman pidana dendanya dirumuskan secara alternatif maupun gabungan (alternatifkumulatif), kemudian mengkaitkannya dengan Rancangan KUHP. Pendekatan yang digunakan menitikberatkan pada penelitian yuridis normatif yang ditunjang dengan penelitian lapangan. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pembahasan dalam tulisan ini bertitik tolak pada penerapan pidana denda di dalam KUHP dan Undang - Undang Pidana Khusus guna mengetahui kendala dalam upaya penerapan pidana denda saat ini kemudian dikaitkan dengan Rancangan KUHP untuk menemukan pemecahan terhadap kendala tersebut sehingga sistem pidana denda di dalam KUHP mendatang benar-benar dapat diterapkan secara optimal.
Hasil penelitian menunjukkan kebijakan pidana denda di dalam KUHP sudah ketinggalan jaman serta tidak memberi kebebasan kepada hakim untuk menetapkan batas waktu pembayaran denda dan cara pelaksanaan pidana denda. Sedangkan terhadap ancaman pidana denda pada Undang-Undang di luar KUHP meskipun jumlah ancaman pidana denda relatif tinggi tetapi jaksa maupun hakim cenderung untuk menuntut maupun menjatuhkan putusan berupa pidana penjara dikarenakan minimnya pengaturan mengenai pelaksanaan pidana denda. Dengan demikian dalam rangka optimalisasi penerapan pidana denda yang akan datang diperlukan pengaturan teknis pelaksanaan pidana denda yang jelas dan tegas. Untuk itu, dalam rangka reorientasi dan reformulasi sistem pidana denda di dalam KUHP yang akan datang perlu adanya kriteria/ukuran/standar sebagai dasar pengambilan kebijakan yang berupa tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan. Adanya tujuan dan pedoman pemidanaan diharapkan mampu mengefektifkan pidana denda dalam penyelesaian tindak pidana.

The system of criminal fines in fact covers the entirety of the legislation that governs how criminal fines were upheld or operationalized or functioned concretely so someone sentenced to criminal (fines). The system of criminal fines are intimately connected with the awarding authority or freedom to prosecutors and judges to operationalize the criminal fines. This research aims to find out the obstacles encountered in the application of criminal penalties against criminal acts in violation of the criminal code and the Special Criminal legislation the criminal threat formulated late fee or alternately merge (alternative-cumulative), then correlate it with the draft criminal code. The approach used focuses on research that is supported with the juridical normative research field. Data sources used are primary data and secondary data. The discussion in this paper is the starting point on the application of criminal penalties in the criminal code and the Special Criminal legislation in order to know the constraints in a bid application of criminal fines currently then associated with the draft of the criminal code in order to find solutions to these barriers so that the system of criminal fines in criminal code this coming actually could be implemented optimally.
The results showed the criminal policy on fines in the criminal code are outdated and do not give freedom to the judge to set a deadline for payment of the fine and the way the implementation of criminal fines. While the threat of fines in criminal law outside the criminal code even though the number of criminal threats of fines is relatively high but the Prosecutor and judges tend to demand as well as dropping the verdict of imprisonment due to the lack of arrangements on the implementation of criminal fines. Thus in order to optimize the application of criminal fines coming necessary technical arrangements implementing criminal fines are clear and unequivocal. To that end, in order to reorient and criminal fines in reformulating my system in the criminal code that would come to existence of criteria/size/standard as the basis for policy making purposes in the form of punishment and punishment guidelines. The objectives and guidelines of punishment expected to streamline criminal fines in solving the crime.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30698
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Defid Tri Rizky
"Sistem pembalikan beban pembuktian sebagaimana yang diatur dalam undang-undang tindak pidana korupsi merupakan suatu penyimpangan tentang sistem pembebanan pembuktian sebagaimana yang telah diatur dalam KUHAP dan sistem pembalikan beban pembuktian ini belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh penegak hukum.
Dalam penulisan tesis ini terdapat tiga permasalahan yang dikaji yaitu : bagaimana pengaturan tentang sistem pembalikan beban pembuktian tindak pidana korupsi menurut ketentuan yang berlaku di Indonesia dan apakah yang menjadi hambatan dan kendala dalam penerapan sistem pembalikan beban pembuktian pada tindak pidana korupsi serta bagaimana seharusnya pengaturan sistem pembalikan beban pembuktian dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi agar dapat diterapkan secara optimal.
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian yuridis normatif dan dalam pengolahan dan analisis data penelitian ini menggunakan metode yang bersifat kualitatif deskriptif dengan menguraikan persoalan dan fakta-fakta secara tertulis dari bahan kepustakaan dan akan dianalisa yang pada akhirnya akan ditarik sebuah kesimpulan dan didukung oleh penelitian lapangan sebagai penunjang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pembalikan beban pembuktian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12 B ayat (1) huruf a, Pasal 37 A dan Pasal 38 B Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum pernah diterapkan dalam penanganan tindak pidana korupsi dikarenakan terdapatnya kesalahan rumusan norma pembalikan beban pembuktian sebagaimana yang termuat dalam Pasal 12 B sehingga rumusan tersebut meniadakan norma pembalikan beban pembuktian. Kemudian masih terdapatnya perbedaan persepsi antara penegak hukum terkait dengan konsep pembalikan beban pembuktian dan makna terhadap harta benda terdakwa yang belum didakwakan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 38 B. Tidak adanya aturan yang jelas tentang proses beracara dalam penerapan sistem pembalikan beban pembuktian membuat penegak hukum raguragu untuk menerapkan sistem ini. Oleh karena itu disarankan agar pembentuk undang-undang tindak pidana korupsi segera merevisi norma pembalikan beban pembuktian sebagaimana yang termuat UU No. 20 tahun 2001 serta mengatur secara jelas mengenai petunjuk teknis/operasional dalam penerapan sistem pembalikan beban pembuktian tersebut.

The reversal of the burden of proof system as stipulated in Law No. 31 of 1999 Jo Act No. 20 of 2001 on corruption is a deviation of the loading system of proof as set out in the Code of Criminal Procedure (KUHAP) and the burden of proof reversal system has yet to be implemented optimally by law enforcement.
In writing this thesis there are three issues that were examined are: how to setup a reversal of the burden of proof on the system of corruption according to the provisions in force in Indonesia and what are the barriers and obstacles in the application of the reversal of the burden of proof in corruption cases as well as How should the reversal of burden of proof system arrangement within the Criminal law can be applied to Corruption optimally.
This research uses the juridical normative and research methodologies in the processing and analysis of data using a method that is both qualitative descriptive with outlines the issues and facts, in writing, from the material library and will be analyzed that will ultimately be drawn a conclusion with supported by research field as an ancillary.
The results showed that the reversal of the burden of proof system as set forth in of Article 12 B paragraph (1) letter a, Article 37 A and Article 38B of Law No. 20 of 2001 on amendment of Law No. 31 of 1999 on the Eradication of Corruption has never been applied in the handling of corruption due to the presence of error norm formulation as the reversal of the burden of proof as contained in Article 12 B so that the formulation of the norm eliminate the reversal of the burden of proof. Later still the presence of differences in perception between law enforcement related to the reversal of the burden of proof concept and meaning to the defendant's property that has not been charged as provided in Article 38 B. The absences of clear rules on proceedings in the application of the reversal of the burden of proof create hesitant for law enforcement agencies to implement this system. It is therefore recommended that the legislators of corruption revise the norms of reversal of the burden of proof which contained on Law No. 20 of 2001 and set a clear technical guidelines / operational in the application of the reversal of the burden of proof.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30695
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jimly Asshiddiqie, 1956-
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
T36423
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sanusi Husein
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
T36429
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lamintang, P.A.F., 1926-
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2013
345 LAM d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Syahruddin Husein
s.l.: s.n., 2008
345 Hus p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Djambatan, 2000,
R 345.05 Pan h
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soenarto Soerodibroto
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001,
R 345.05 Soe k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Perdana
"Indonesia merupakan negara kepulauan yg sangat besar. Keadaan ini kemudian membuka peluang tindak kejahatan terutama yg bersifat lintas negara atau transnasional. salah satu kejahatan yg mungkin timbula adalah penyelundupan manusia yaitu kejahatan mengatur atau mengupayakan dalam rangka mendapatkan, baik secara langsung keuntungan finansial atau keuntungan material lainnya dari masuknya seseorang secara ilegal ke sebuah negara dimana orang tersebut bukanlah warga negara atau orang memiliki izin tinggal tetap. Beberapa tahun terakhir ini dengan situasi politik dunia yg tdk menentu, terdapat beberapa negara yg mengalami konflik yg membuat masyarakatnya tdk merasa nyaman untk tinggal di negaranya sendiri.
Berangkat dari keadaan tersebut maka muncullah para perekrut yg bertujuan menyelundupkan orang-orang tersebut keluar dari negaranya dan masuk ke negara yg lebih baik dengan cara yg ilegal. Dengan keadaan yg memprihatinkan tersebut kejahatan yg muncul bukan saja hanya mengenai penyelundupan manusia saja, namun akan banyak kejahatan lain yg akan terjadi ketika orang asing yg tdk jelas keberadaanya di Indonesia tdk terdeteksi. Pada th 2000 Indonesia telah secara bersama-sama ikut menandatangani Konvensi Palermo dan protokol Menentang Penyelundupan Migran melalui Darat, Laut dan Udara dan pd th. 2009 telah meratifikasinya dlm bentuk undang-undang no. 15th. 2009 tentang pengesahan protokol tersebut.
Di th. yg sama IOM dan Universitas Indonesia telah juga membuat sebuah buku petunjuk bagi petugas kepolisian dan imigrasi dalam rangka menangani kejahatan penyelundupan manusia dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yg terkait dengan kejahatan penyelundupan manusia, dengan harapan kejahatan ini dapat diproses secara pidana dan menimbulkan efek jera bagi para pelakunya. Namun hal tersebut masih di nilai belum cukup karena, kesamaan pandangan antara sesama penegak hukum dlm sistem peradilan pidana, tdk dpt sisatukan begitu saja apabila tdk ada aturan yg pasti dlm sebauah peraturan perundang-undangan yg mengatur masalah tersebut. dengan demikian maka peneliti melakukan studi komprehensif kejahatan penyelundupan manusia, dengan tujuan dpt memberikan sebuah bentuk draft alternatif undang-undang bagi kepastian hukum di sistem peradilan pidana Indonesia dlm penanganan kejahatan penyelundupan manusia yg ada di Indonesia.

Indonesia is an archipelago country,wich is very lagrge in this world.This situation then opened up the opportunities the crime,especially cross the border illegally or transnational crime. One of the crimes that may arise is the smuggling of human beings,namely the crime set or seek to obtain, either directtly or indirectly, financial or other mateial benefits from the illegal entry of a person to a country where the persen is not a citizen or person who has permission permanent residence. For the last few years, with uncertain world political situation, there are several countries that experienced conflicts that make people feel uncomfortable to live in their own country.
Based on this circumstances, there appears the recruiters who aim to smuggle people out of the country to enter another country to have a god life in illegal way. Whit this alarming circumstances,crimes that appear not only just about human smuggling, but another crime will occur when another stranger who does not clearly presence in Indonesia is not detected. In the year of 2000 Indonesia had jointly signed the Palermo convention and the Protocol against the smuggling of migrants by land sea and air have also been ratified in the Legislation number 15 year 2009 concerning the ratification of the protocol.
In the same year, the IOM and Indonesian University has also created a guide for police and immigration officers in order to deal with crimes of human smuggling by using laws and regulations related to the crimes of human smuggling, in the hope that this crime can be processed in the court and the deterrent effect for perpetrators. But it still considered not quite enough as overwhelming agreement among law enforcement agencies that could not simply put together without any definite rules within a statutory regulations governing the issue. Thus the researcher conducted a comprehensive study on crimes of human smuggling with the aim to provide an alternative form of draft legislation for legal certainty in the Indonesian criminal justice systemin handling the crime of human smuggling in Indonesia.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T43301
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>