Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161119 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ali Rahmansyah
"ABSTRAK
Tahun 2009 Indonesia berada pada peringkat kelima dunia dalam jumlah
orang dengan TB. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total
jumlah pasien TB didunia. Salah satu permasalahan program TB yaitu tingginya
angka DO. Tahun 2010 angka DO kota Palembang yaitu 6,3% dan tertinggi di
Rumah Sakit Paru Palembang yaitu 17,64%. Studi ini bertujuan untuk mengetahui
faktor yang berhubungan dengan terjadinya DO pada penderita TB paru. Desain
penelitian ini kohort retrospektif dengan estimasi survival Kaplan Meier dan Log
Rank Test sebagai analisis bivariat serta regresi cox sebagai analisis multivariat.
Populasi penelitian ini adalah semua penderita TB dewasa di Rumah Sakit Paru
Palembang tahun 2010. Sampel adalah keseluruhan populasi (N=205). Penelitian ini
mendapatkan angka DO penderita TB paru di Rumah Sakit Paru Palembang tahun
2010 sebesar 21,5%. Faktor yang berhubungan dengan DO yaitu status pekerjaan
p=0,003 (HR=3,7 95%CI: 1,6 ? 8,4) dan efek samping obat p=<0,001 (HR 7,3
95%CI: 3,1-17,2). Penderita TB terutama yang bekerja perlu dimotivasi dalam
menjalani pengobatan dan mendapat manajemen yang baik untuk mengantisipasi efek
samping obat.

ABSTRACT
In 2009 Indonesia was the fifth in the world in the number of people with TB.
The number of TB cases in Indonesia approximately 5.8% of total number of the
world. One of TB program problem is the high of dropout rate. In 2010 in Palembang
the dropout rates were 6.3% and the highest were 17.64% in Palembang Lung
Hospital. This study aimed to identify the factors that associated to dropout of
pulmonary TB cases. This was a retrospective cohort study using Kaplan-Meier
survival estimation and Log Rank test in bivariate analysis and Cox Regression in
multivariate analysis. The population was all of adult TB cases at Palembang
Hospital 2010. The sample were total population (N=205). The study found 21.5% of
TB cases at Palembang Lung Hospital 2010 were dropout. The factors that associated
to drop out were occupation status p=0,003 (HR=3.7, 95%CI: 1.7?8.4) and side effect
of anti tuberculosis drugs p=<0,001 (HR=7.3, 95%CI: 3.1?17.2). Need a good
motivation to support the therapy of TB cases that have work and a good
management to anticipated the side effect of therapy."
2012
T30717
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fetty Sugiharti DK
"Tuberkulosis merupakan masalah kesebatan masyarakat di Indonesia, karena dapat menyebabkan kematian. Untuk penanggulangan penyakit tuberculosis, pemerintah telah melaksanakan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Pengobatan yang baik dan teratur dapat menyembubkan penderita TB Paru. Penderita TB Paru dapat mengalami DO (Drop Out), bila pengobatan tidak baik dan tidak teratur. Angka DO di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Kota Bandung pada tahun 2005 adalah 11,6 %. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan terjadinya DO pada penderita TB Paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat tahun 2007.
Penelitian ini menggunakan data primer dengan desain kasus kontrol dan dilakukan pada penderita TB Paru yang berasal dari Kota Bandung dan berobat di Balai Kesehatan Pam Masyarakat dengan jumlah sampel kasus 115 responden dan kontrol sebanyak 115 responden. Kasus adalah penderita TB Paru yang Drop Oul, sedangkan kontrol adalah penderita TB Paru yang tidak Drop Out.
Pada penelitian ini variabel yang berhubungan dengan terjadinya Drop Out adalah pengetahuan, biaya dan keberadaan PMO. Pengetahuan mempunyai OR =5,2 dengan 95% C T: 2,79-9,80 berarti bahwa penderita TB Paru dengan pengetahuan yang kurang barisiko 5,2 kali menjadi DO bila dibandingkan dengan pengetahuan yang baik setelah dikontrol variabel biaya dan PMO. Variabel biaya mempunyai OR= 3,4 dengan 95% CI: 1,80-6,23 berarti bahwa penderita dengan presepsi biaya mahal berisiko 3,4 kali bila dibandingkan dengan penderita dengan presepsi biaya murah, setelah dikontrol variabel pengetahuan dan PMO Variabel keberadaan PMO mempunyai OR= 2,2 dengan 95% CI: 1,16-4,05 berarti bahwa penderita yang tidak mempunyai PMO berisiko 2,2 kali bila dibandingkan dengan penderita yang mempunyai PMO setelah dikontrol variabel pengetahuan dan biaya.

Tuberculosis is a public health problem in Indonesia due to the life threatening nature of the disease, To contro) tuberculosis, the government has implemented DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) Strategy, Good and regular treatment can cure lung TB patients. Lung TB patients, will be DOs (Drop Outs) when the treatment is not performed well and regularly The DO rate at the Balal Kesehalan Paru Masyarakot (Public Lung Health Center), Bandung City in 2005 was 11,6 %, The aim of this study is to know factors related 10 Lung TB patient drop outs in Ball'; Kesehatan Par" Masyarakat in 2007.
The study is conducted using primary data with case control design and was performed to Lung TB patients who came from Bandung City and who were treated at Balai Kesehatan Poru }Jasyarakaf with a sample size of 115 case respondents and 115 control respondents. The case respondents consist of Lung TB patients who drop out while the control respondents consist of Lung TB patients who do not drop out of treatment.
The variables relationship with happened of Lung TB patients who drop OUT in this research arc knowledge, cost, and the presence of drug observer. Knowledge has an OR of 5.2 with 95% Cl: 2.80-9,80 meaning that a Lung TB patient whose knowledge is poor has 5.2 times more risk to DO compared to those with good knowledge after the cost and drug observer variab1es are controlled, The cost variable has an OR of 3.4 with 95% Cl: 1.80 -6.23 meaning that patients with a perception of high cost have 3.4 more risk compared to patients with a perception of low cost after the knowledge and drug observer variables are controlled. The presence of drug observer variable has an OR of 2.2 with 95% CI: L160-4.049 meaning that patients who do not have drug observer has 2.2 times more risk compared to patients with drug observer after the knowledge and cost variables are controlled.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Mediana Purnami
"Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena merupakan penyakit yang menular dan dapat menyebabkan kematian. Salah satu upaya penanganan tuberculosis di dunia dengan program strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) termasuk di Indonesia. Sebenarnya bila TB paru ditanggani dengan baik dan benar dapat disembuhkan sehingga diharapkan setiap penderita TB paru dapat sembuh dari penyakitnya, akan tetapi bila tidak ditanggani dengan baik dan benar dapat menyebabkan terjadinya DO (Drop Out). Di Kabupaten Bandung rata-rata angka DO penderita TB paru pada tahun 2001, sebesar 10,8%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya DO pada penderita TB paru di Kabupaten Bandung tahun 2001.
Penelitian ini menggunakan data primer dengan disain kasus kontrol dan dilakukan di wilayah Kabupaten Bandung, dilaksanakan pada bulan Mei- Juni 2002. Sampel penelitian adalah penderita TB paru di Kabupaten Bandung dengan jumlah sampel kasus sebanyak 77 responden dan kontrol sebanyak 77 responden.
Hasil penelitian mengenai persepsi biaya dengan terjadinya DO pada penderita TB paru diperoleh ORa 8,918 dengan (95% CI 1,859 - 42,785) dan nilai p=0,006, berarti bahwa biaya mahal beresiko sebesar 8,92 kali untuk menjadi DO bila dibandingkan dengan penderita yang berpersepsi murah setelah dikontrol dengan variabel jarak dan ESO.
Demikian Pula dengan penderita TB paru yang merasakan adanya ESO diperoleh nilai p=0,004 (p<0.05) dengan ORa 2,78 (95%CI: 1,393-5,539) berarti bahwa penderita TB paru yang merasakan adanya ESO beresiko 2,78 kali bila dibandingkan dengan penderita yang tidak merasakan adanya ESO, setelah dikontrol variabel jarak dan biaya. Sedangkan penderita TB paru dengan persepsi jarak jauh diperoleh p 0,012 (p<0,05) dan ORa 2,497 (95% CI: 1,220-5,109), berarti bahwa penderita TB paru yang berpersepsi jauh dari rumah ke tempat pelayanan beresiko 2,497 kali menjadi DO bila dibandingkan dengan penderita TB paru dengan persepsi jarak dekat setelah dikontrol variabel biaya dan adanya ESO.
Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya DO pada penderita TB paru pada penelitian ini dapat memberikan saran kepada Dinas Kesehatan dan Puskesmas pengelola program TB paru sehingga dapat menekan angka DO penderita TB paru di Kabupaten Bandung.

The Factors Related to the Occurrence of DO of Pulmonary TB Patients in Bandung Regency in the Year 2001Tuberculosis is still a health problem in Indonesia as well as in other countries in the world because it is a contagious disease which can cause death if not treated well. One effort in treating Tuberculosis in the world including in Indonesia is by applying the strategic program, namely the DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). In fact, in the pulmonary Tuberculosis is treated well and properly, it can be cured, and therefore every TB patient can recuperated but if it is not treated well and properly it will result in DO (Drop Out). In Bandung Regency the DO of pulmonary TB in the year 2001 is 10.8%.The aim of this research is to know the factors related to the DO of pulmonary TB patients in Bandung Regency in the year 2001.
This research applies primary data with a case-control design and is done in Bandung Regency, carried on in May - June 2002. The samples of the research are pulmonary TB patients in Bandung Regency with the sample case of 77 respondents and control as many as 77 respondents.
The result of the cost perception causing DO in pulmonary TB patients is OR 8.918 with (95%CI 1.859 - 42.785) and the p value =0.006, which means the high cost perception ha a risk of 8.92 times to be DO if compare to patients with cheap perception after being controlled distance perception variable and the side effect of tuberculosis-pulmonary drug therapy.
It is also the same as the pulmonary TB patients who feel the side effect of tuberculosis-pulmonary drug therapy with ORa 2.778 (95% CI: 1,339-5,539) and the p value = 0,004 (p<0,05) which means who feel the side effect of tuberculosis - pulmonary drug therapy has a risk of 2,778 times to be DO if compare to patients who do not feel the side effect of tuberculosis-pulmonary drug therapy after being controlled with the perception cost and with far distances perception.
And the pulmonary TB patients with the far distances perception with ORa 2.497 (95% CI; 1,220-5,109) and p value = 0,012 (p<0,05) its means the patients with the far distances perception has risk of 2,497 times to be DO if compare to pulmonary TB patients with the near distances perception after being controlled with cost variable and the side effect of tuberculosis-pulmonary drug therapy.
Having known the factors related to the occurrence of DO in pulmonary TB patients in this research, it is possible to give suggestions to: the health office regency and the pulmonary program, to reduce the number of DO."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 10727
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safriati
"Penyakit Tuberkulosis paru masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena merupakan penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Pengobatan TB paru harus dilakukan secara adekuat, lengkap dan teratur supaya angka kesembuhan tinggi dan untuk mencegah resistensi. Angka putus berobat penderita TB paru di Kota Banda Aceh tahun 200I sebesar 21,5%. Putus berobat sangat mempengaruhi keberhasilan dari tujuan penanggulangan TB paru. Penanggulangan TB paru dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan putus berobat penderita TB paru di Puskesmas di Kota Banda Aceh tahun 2001 - 2002. Desain penelitian adalah cross sectional dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari TB 01 dan data primer yang didapat langsung dari penderita TB paru dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2003. Sampel penelitian yaitu 141 penderita TB paru berumur 15 tahun keatas yang datang berobat di Puskesmas di Kota Banda Aceh tahun 2001 - 2002 yang diambil secara simple random sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi responden penderita TB paru yang putus berobat di Puskesmas Kota Banda Aceh tahun 2001 - 2002 sebesar 30%. Gambaran karakteristik penderita, TB paru di Kota Banda Aceh adalah responden berumur rata-rata 35 tahun, penderita laki-laki lebih banyak 72% dari pada penderita TB paru perempuan 28%. Faktor karakteristik yang berhubungan bermakna dengan putus berobat adalah pekerjaan dan pengetahuan. Penderita TB paru dengan pengetahuan tentang TB paru rendah berpeluang putus berobat 3,69 kali (95% CI : 1,418 - 9,951) dibandingkan penderita TB paru yang berpengetahuan tinggi tentang TB paru. setelah dikontrol variabel efek samping obat.
Faktor lain yang berhubungan bermakna dengan putus berobat adalah ketersediaan obat, efek samping obat, dan PMO dan manfaat pengobatan. Penderita TB paru dengan persepsi tidak tersedia obat di Puskesmas mempunyai peluang putus berobat sebesar 4,67 kali (95% CI : 1,282 - 17,011) dibandingkan dengan penderita TB paru dengan persepsi obat tersedia di Puskesmas setelah dikontrol variabel efek samping obat, pengetahuan, dan PMO. Penderita TB paru dengan keluhan ada efek samping obat mempunyai peluang putus berobat 4,24 kaii (95% CI : 1,751 - 10,247) dibandingkan penderita TB paru yang tidak ada keluhan efek samping obat setelah dikontrol variabel pengetahuan dan PMO.
Demikian pula Penderita TB paru yang tidak didampingi PMO mempunyai peluang putus berobat 2,51 kali (95% 'CI : 1,081 - 5,851) dibandingkan dengan penderita TB paru ada didampingi PMO setelah dikontrol variabel ketersediaan obat, pengetahuan dan efek samping obat. Faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan putus berobat penderita TB paru adalah faktor ketersediaan obat.
Dengan hasil penelitian ini disarankan kepada Dinas Kesehatan untuk melakukan monitoring dan evaluasi OAT secara langsung ke Puskesmas, diseminasi informasi dan promosi kesehatan serta perencanaan dan pengadaan obat untuk mengatasi masalah efek samping obat. Untuk Puskesmas disarankan lebih aktif melakukan penyuluhan langsung untuk meningkatkan pengetahuan penderita tentang TB paru sehingga angka putus berobat penderita TB paru di Kota Banda Aceh dapat ditekan seminimal mungkin. Diharapkan ada penelitian lanjutan dengan menggunakan desain yang lebih baik.

Pulmonary TB is still the problem of health in Indonesia, because representing contagion able to result death, Important of medication of Pulmonary TB which is adequate, regular and complete can give high recovering number and prevent to resistance. The number of drop out of Pulmonary TB patient in Banda Aceh in 2001 equal to 21,5%. The drop out of pulmonary TB is very influencing of efficacy from target of treat of Pulmonary TB. The treat of Pulmonary TB with strategy of Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) can give high recovering number.
This research aim to know factors related to drop out of Pulmonary TB patient at the Public Health Center in Banda Aceh in 2001 - 2002. Research Design is sectional cross by using data of secondary coming from TB 01 and got primary data is direct the than Pulmonary TB patient by interview use questionnaire . Research done in March up to May 2003 . Research sample that is 141 Pulmonary TB patient age 15 years old incoming medicine at the Public Health Center in Banda Aceh in 2001 - 2002 which is taken by simple random sampling.
Result of research indicate that respondent proportion drop out of Pulmonary TB at the Public Health Center in Banda Aceh in 2001 - 2002 equal to 30%. Characteristic of Pulmonary TB patient in Banda Aceh is age mean 35 year, The men of Pulmonary TB more is 72% than the woman 28%. Respondent characteristic factor have a meaning of drop out is knowledge and work. Pulmonary TB patient with knowledge about low Pulmonary TB have opportunity 3,69 times (95% CI : 1,418 - 9,951) to drop out compared to patient of high knowledgeable Pulmonary TB about Pulmonary TB after controlled by side effects variable.
The other related factors have a meaning of drop out is the availability of drug, side effects, and the Observed Treatment. Pulmonary TB Patient with perception is not available drug at the Public Health Center have opportunity equal to 4,67 times (95% CI 1,282 - 17,011) to drop out compared to Pulmonary TB patient with perception of available drug at the Public Health Center after controlled side effects variable, knowledge, and PMO. Pulmonary TB patient with sigh there is side effects have opportunity to drop out 4,24 times (95% CI : 1,751 - 10,247) compared to Pulmonary TB patient which there is no sigh of side effects after controlled knowledge variable and PMO.
That way also Pulmonary TB patient which not consort by the Observed Treatment have opportunity to drop out 2,51 times (95% Cl : 1,081 - 5,851) compared to Pulmonary TB patient there is consorted by the Observed Treatment after controlled variable availability of drug, side effects and knowledge. The most dominant factor related to drop out of Pulmonary TB patient is availability of drug.
With result of this research suggested to Public Health Service to do evaluation and monitoring of OAT directly at the Public Health Center and desimination information and health promotion also planning and levying of drug to overcome the problem of side effects. For Public Health Center more active conduct direct consul to increase knowledge of patient about Pulmonary TB so the drop out of pulmonary TB patient in Banda Aceh can be depressed as minimum as possible. Expected there is research of continuation by using better design.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12686
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramonasari Nazahar
"ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) paru masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Perilaku kepatuhan/keteraturan berobat merupakan kunci utama dalam pemberantasan penyakit ini. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan perilaku kepatuhan berobat penderita TB paru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan perilaku kepatuhan berobat penderita TB paru yang berobat di Poli Paru Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan September dan Oktober 1996. Desain penelitian adalah cross sectional. Populasi penelitian adalah semua penderita TB paru yang berobat pada bulan September dan Oktober; sedangkan sampel yang diambil berjumlah 128 orang, merupakan seluruh penderita TB paru yang berobat di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, yang mendapat pengobatan jangka pendek dengan paduan OAT dan sudah teratur datang korrtrol ulang sesuai anjuran dokter selam 3 sampai 5 bulan. Perilaku kepatuhan dibagi dalam dua kategori yaitu patuh dan kurang patuh dilihat dari tanggal kedatangan. Pengumpuian data dilakukan oleh peneliti sendiri dengan cara wawancara langsung dengan penderita TB paru, berpedoman pada kuesioner yang telah dibuat.
Hasil analisis univariat membuktikan bahwa sebanyak 81 orang (63,2%) kurang patuh berobat dan yang patuh berobat 47 orang (36,8 %). Hasil analisis bivariat terhadap B variabel bebas dengan variabel terikat, ternyata menghasilkan 2 variabel yang mempunyai hubungan bermakna (p <0,05). Pertama, yaitu antar variabel pengetahuan dengan perilaku kepatuhan berobat , nilai Odds Ratio 2,63 (95% CI:1,14-20,66 p=0,026), yang berarti bahwa diantara responden yang kurang patuh berobat ternyata mereka yang berpengetahuan kurang mengenai penyakit TB Paru akan berperilaku 2,6 kali lebih sering tidak datang kontrol ulang sesuai anjuran dokter dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan baik. Kedua, yaitu antara variabel jarak dengan perilaku kepatuhan berobat dengan nilai Odds Ratio= 2,74 (95%Ci: 1,19-6,33 p=0,014) menunjukkan bahwa diantara responden yang kurang patuh berobat ternyata mereka yang merasa jarak tempat berobatnya jauh, mempunyai kemungkinan 2,7 kali lebih sering tidak datang kontrol ulang sesuai anjuran dokter dibandingkan dengan responden yang merasa jarak tempat berobatnya dekat.
Hasil analisis multivariat dengan metoda regresi logistik dari 8 variabel bebas yang diambil sebagai model, temyata hanya satu variabel yang mempunyai hubungan bermakna ( p< 0,05), yaitu jarak dengan nilai Odds ratio 2,8 p=0,01. ini membuktikan bahwa setelah terjadi interaksi antar variabel, ternyata hanya variabel jarak mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku kepatuhan berobat penderita TB paru. Model regressi yang dibuat ternyata dapat menjelaskan sebanyak 69,5 % variasi kepatuhan berobat sebagai dependen variabel, yang sangat dipengaruhi oleh jarak tempat berobat.
Dengan demikian dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jarak (Km, waktu dan kemudahan) untuk mencapai tempat berobat merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan berobat penderita datang kontrol ulang sesuai anjuran dokter, dengan tidak menyampingkan faktor faktor lainnya.
Meningkatkan motivasi dengan kunjungan rumah oleh petugas secara berkala minimal 1-2 kali dalam masa pengobatan dan mendekatkan pelayanan kesehatan (merujuk ke puskesmas terdekat) untuk pengobatan selanjutnya merupakan suatu afternatif yang terbaik. Tentunya dengan cara meningkatkan kualitas pelayanan di Puskesmas yang diharapkan minimal mendekati sama dengan pelayanan di Poli Paru Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. Disamping itu perlu meningkatkan pendidikan kesehatan kepada penderita TB paru yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan pengetahuannya tentang penyakit TB paru.
Factors with Relationship to Medical Compliance Behavior of Patients with Lung Tuberculosis at the Jakarta Persahabatan Hospital in 1996Lung Tuberculosis (TB) is still a serious public health problem in developing countries, including Indonesia. Medical compliance is the key to the control of this disease. Therefore it is important to know factors which has relationship with medical compliance of TB patients.
The goal of this research is to find out factors which have relationship with compliance behavior of TB patients who are treated on a short term program with anti tuberculosis medication at the Jakarta Persahabatan Hospital. The research was performed in September and October 1996, using a cross sectional approach. The population consist of all patients treated on a short term program with anti tuberculosis medications at the Jakarta Persahabatan Hospital on September and October 1996. Purposive sampling resulted in a total of 128 samples, all lung TB patients who were treated on a short term program with anti tuberculosis medications and did comply with medical regimens for 3 to 6 months. Compliance were devided into two categories, compliance and noncompliance to consistancy and regularity in time of monthly check up according to doctor's advise. Data were collected by the researcher herself by means of a quetinnaire with previously fixed respons options.
Statistical univariate analysis shows that 81 patients (63,2%) do not comply and 47 patients (36,8%) do comply with medical regimens. Bivariate analysis between the eight independent varibles (knowledge, attitude, perseption, distance from medical facility, availability of medications in the Pharmacy, health provider's attitude, relative's attitude and colleage friend's attitude) with the dependent variable (compliance) resulted that only two variables has significant relationship ( p<0,05 ), which are: Between knowledge with medical compliance with Odds Ratio of 2,63 (95% CI; 1.14 - 20.66, p=0.026), which means that among noncompliers those with low knowledge about tuberculosis, its prevention and control, will behave 2.63 times more often neglect doctor's advise to follow the medical regimens, compared to those with good knowledge.
1) Between distance to health facility with medical compliance with Odds Ratio of 2.74 (95% Cl; 1.19 - 6.33, p=0.014), which means that among the noncopliers those patients who feel the distance is far, will behave 2.74 times more often neglect doctors advise to follow the medical regimens, compared to those who feel the distance is short.
2) Multivariate analysis with logistic regression between the eight independent variables with the dependent variable (compliance behavior) shows that only one variable, which is between the distance to health facility with medical compliance has a significant relationship (OR 2.8; p=0.01). This means that after interaction within the independent variables and dependent variable, only "distance" has the strongest influence toward medical compliance of TB patients. The regression model explains that 69.5% variation of medical compliance as dependent variable are influenced by "distance". This conclude that in this research, distance (in Km, time spend and convenience) to reach the health facility is the most important factor which influence compliance with medical regimens of TB patients, without neglecting other factors.
Patient compliance can be improved by regular visits (1-2 times during medical treatment) of health personnel and also referral to the closest Heath Center may solve distance problems. Heath education to be match with patient's education and knowledge is another task to improve compliance of TB patients.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asnawi
"Program penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan strategi Directly Observed Treatment Short course (DOTS) telah dimulai sejak tahun 1995. Diantara indikator yang dapat digunakan melihat keberhasilan strategi DOTS adalah angka kesembuhan dan angka konversi. Di kota Jambi angka kesembuhan pada tahun 2000 sebesar 87,5% di atas target nasional sebesar 85%, dan tahun 2001 turun menjadi 80%. Sedangkan angka konversi BTA (+) menjadi BTA (-) tahun 2001 hanya mencapai 65% di bawah target nasional sebesar 80%,. Terjadinya penurunan angka kesembuhan dan angka konversi tersebut mengindikasikan adanya penurunan persentase penderita Tb Paru yang patuh berobat di kota Jambi tahun 2001. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru di kota Jambi tahun 2001.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian dilaksanakan dalam kurun waktu 2 bulan, dengan menggunakan data primer yang di peroleh dari basil wawancara melalui kuesioner. Sampel penelitian adalah seluruh penderita Tb Paru yang telah selesai berobat sejak 1 November 2000 sampai 31 Oktober 2001 sebanyak 133 orang.
Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor pengetahuan, efek samping obat (ESO), jarak dari rumah ke Puskesmas, kesiapan transportasi, persepsi terhadappersediaan obat, penyuluhan oleh petugas, jenis PMO dan peran PMO mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru.
Dan hasil analisis multivariat dapat disimpulkan bahwa faktor jarak dari rumah ke Puskesmas, kesiapan transportasi, penyuluhan oleh petugas, dan peran PMO merupakan variabel yang dominan berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru di Kota Jambi tahun 2001.
Penelitian ini menyarankan pihak program dapat memanfaatkan tenaga kesehatan yang berdomisili dekat dengan penderita untuk memperrnudah pasien mengambil obat misalnya bidan di desa, perawat, petugas kesehatan di Puskesmas Pembantu.
Agar PMO benar-benar dapat melaksanakan tugas sesuai fungsi dan peranya dengan baik, maka dimasa yang akan datang disarankan perlu melakukan pemilihan PMO yang lebih selektif, dan semua PMO tersebut di beri pelatihan secara khusus sebelum pengobatan dimulai. Dengan memperhatikan kuatnya hubungan antara penyuluhan yang diberikan petugas dengan kepatuhan berobat penderita Tb Paru serta didukung hasil beberapa penelitian terdahulu, maka di masa akan datang perlu pengamatan secara kualitatif tentang penyuluhan langsung perorangan yang diberikar petugas kepada penderita Tb Paru di Puskesmas, dan kemungkinan altematil pengembangan keterampilan petugas dalam memberi penyuluhan lansung perorangan (misalnya dengan mengikuti pelatihan atau kursus berhubungan dengan penyuluhan tersebut).

Lung Tuberculosis control program by Directly Observed Treatment Short course (DOTS) has been started since 1995. Among the indicators that suggested the ? level of successfulness of DOTS strategy are cure rate and conversion rate. In Jambi recovery rate in year 2000 is 87,5% higher than 85% of national target, but in 2001 decrease to 80%. Whereas conversion rate of Acid-Fast Bacilli positive to negative in 2001 is only 65% below 80% of national target. The decreasing rate of recovery and conversion indicating the decreasingly of lung TB patient which obey regular medication in Jambi. This study generally to find out factors related to medication compliance of lung TB patient in Jambi year of 2001.
This study using a cross sectional design, carried out in two months, primary data obtained from interview with questionnaires. The sample is all of the 133 lung TB patients that have been taking medication since 1st of November 2000 to 31st of December 2001.
This study suggest that such factors like knowledge, drugs side effect, distance from home to community health centre, transportation, perception to drugs availability, information dissemination by health officer, and drug usage supervising have significance correlation to patient's obedient to medication. From multivariate analysis, can conclude that distance factor from house to community health centre, transportation, information by healthcare staff, and drug usage supervising are dominant variable related to lung TB patient's compliance in medication in Jambi year of 2001. This study recommended that program planner to involve every healthcare staff which living nearby patient to help patient in this medication such as midwife or community health centre staffs.
In order to encourage PMOs to do the task appropriately, in the future all PMOs should be rained before doing their job. By considering relationship between educations by healthcare staff with patient's compliance to medication and supported by the results from previous study, so in the future need qualitative observation about information directly to TB lung patient in community health centre, and alternative for developing skill of healthcare staffs in disseminating information directly to an individual.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenny Puspitasari
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26695
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Penyakit tuberkulosis (TB paru) merupakan masalah yang masih belum dapat dituntaskan. Data Program P2TB Kota Cirebon tahun 2011 menunjukkan, 91% (CR)/263 orang sembuh, 2.2%/7 orang meninggal, 4.5%/13 orang DO, 2.08%/6 orang gagal, ini telah mencapai indikator keberhasilan nasional, tetapi beberapa puskesmas masih berada di bawah indikator nasional, yaitu Puskesmas Perumnas Utara (Cure Rate/CR 60%), Larangan (CR 70.37%) Puskesmas Kesambi (CR 66.67%), dan Jl. Kembang (CR 75%). Hal ini menunjukkan, peran PMO masih belum optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor pada Pengawas Minum Obat (PMO) dengan kepatuhan berobat penderita TB paru, serta variabel dominan yang mempengaruhi kepatuhan berobat penderita TB paru.
Menggunakan desain penelitian case control, jumlah sampel minimal kasus 34 sampel, perbandingan kasus dan kontrol 1 : 2, jumlah sampel keseluruhan adalah 102 (34 kasus dan 68 kontrol), teknik pengambilan sampel random sampling. Kriteria responden: PMO penderita TB paru yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Hasil penelitian menunjukkan variabel tingkat pengetahuan PMO (p= 0.013, α=0.05) dan penyuluhan (p=0.000, α=0.05) berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita TB paru. Penyuluhan merupakan variabel dominan yang mempengaruhi 6.018 kali kepatuhan berobat penderita TB paru.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan PMO dan penyuluhan mempengaruhi kepatuhan berobat penderita TB paru, dengan faktor dominan adalah penyuluhan. Saran dari penelitian ini adalah meningkatkan upaya untuk meningkatkan pengetahuan PMO. Studi untuk mengetahui efektifitas asuhan keperawatan keluarga dalam membina peran
PMO sangat diperlukan."
613 JKKI 10:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Elyu Chomisah
"Tuberkulosis Paru (TB Paru) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. WHO memperkirakan di Indonesia setiap tahun ada 450.000 kasus baru dengan kematian 175.000 orang setiap tahunnya. Hasil SKRT 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian ketiga setelah kadiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Di Propinsi Sumatera Selatan Program Pemberantasan Penyakit TB Paru dengan strategi DOTS dimulai pada tahun 1995, data dari kabupaten / kota didapat angka kesembuhan 82,98 % dan angka cakupan penemuan penderita 26,7 %, Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moehamad Hoesin Palembang pada tahun 1998/1999 angka konversi 84,16 % melebihi angka nasional 80%, tetapi angka kesembuhan hanya 76,19 %, dibawah angka nasional 85%. Ketidakpatuhan berobat merupakan salah satu penyebab kegagalan penanggulangan program TB Paru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor - faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita Tuberkulosis Paru BTA Positif di RSUP Dr. Moehamad Hoesin Palembang Tahun 1998 -2000. Disain penelitian ini adalah kasus kontrol dengan jumlah sampel 186 responden, kriteria sampel penelitian adalah penderita TB Paru BTA Positif Kategori 1, 2 yang telah selesai makan obat dan berumur lebih dari 14 tahun, terdaftar dari bulan Agustus 1998 sampai dengan Desember 2000 di Bagian Penyakit Dalam Poliklinik DOTS RSUP Dr. Moehamad Hoesin Palembang. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moehamad Hoesin Palembang adalah Rumah Sakit yang pertama di Propinsi Sumatera Selatan melaksanakan Program Pemberantasan Tuberkulosis Paru dengan strategi DOTS.
Hasil penelitian analisis - univariat dari 186 responden yang patuh 124 (66,7%) dan tidak patuh 62 ( 33,3%), laki-laki 130 (69,9%), umur produktif (16-45) tahun 135 orang ( 71,8%), pendidikan rendah 114 orang (61,3%), bekerja 100 (53,8%). Pada basil bivariat dari sepuluh variabel independen ternyata hanya empat variabel yang dianggap potensial sebagai faktor resiko (p< 0,25), Hasil analisis multivariat dengan metode Regresi logistik dari empat variabel independen diambil sebagai model, ternyata hanya satu variabel yang mempunyai hubungan bermakna yang paling kuat (p<0,05), yaitu pengawas menelan obat (PMO),OR =3.457. 95 5 : 1,644- 7.269, P value (Sig) = 0,0011.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa faktor - faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita tuberkulosis paru BTA positif di Rumah Sakit Dr.Moehamad Hoesin tahun 1998 - 2000 adalah faktor PMO dan faktor penyuluhan kesehatan oleh petugas mempunyai hubungan bermakna secara statistik (p < 0,05) dengan kepatuhan berobat penderita TB Pam dan yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen adalah faktor Pengawas Menelan Obat (PMO).
Selanjutnya dapat disarankan kiranya faktor pengawas menelan obat (PMO) tetap dipertahankan dan dilakukan pelatihan bagi kader, keluarga, PKK KotafKecamatan 1 Kelurahan, petugas kesehatan secara berkesinambungan dan meningkatkan terns kemampuan pengelola program TB Pam di RSUP Dr.Moehamad Hoesin Palembang, Untuk penyuluhan kesehatan oleh petugas kepada penderita, masyarakat tentang penyakit TB Paru hendaknya tetap diberikan secara berkesinambungan dengan menggunakan poster, leaflet, buku pedoman. Untuk Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan agar tetap menyediakan obat anti Tuberkulosa kategori 1, 2, dan 3.

Lung Tuberculosis (Lung TB) still remains a community health problem, WHO estimates that in Indonesia, there are approximately 450,000 new cases annually with 175,000 death every year SKRT results of 1995 show that tuberculosis is the third cause of death following cardiovascular and respiratory disease and it is of the first cause of infection diseases. In South Sumatera Province, Lung TB Eradication Program with DOTS strategy has been introduced in the province since 1995. Data gathered from districts/cities indicate that the figure of healing is 82.98°/° and the figure of identified patients is 26.7%, At Dr. Moehamad Hoesin Central General Hospital of Palembang of 1998/1999, the conversion figure of 84,16% is higher than the national figure of 80%.However the figure of healing is only 76.19%, below the national figure of 85%. Disobedience to undertaking medical treatment is reportedly to be the cause of failure of Lung TB Eradication Program.
This study is aimed at investigating factors that correlate with patients' obedience to undertaking treatment of Lung TB Positive BTA in Dr.Moehamad Hoesin Central General Hospital in Palembang in 1998 - 2000. The study design employed was controlled case with sample of 186 respondents. The sample criteria used were those samples were Lung TB Positive BTA patients of Category 1 and 2 who had taken their medicines and aged more than 14. registered since August 1998 until December 2000 in Internal Diseases Unit of Polyclinic of the hospital, Dr. Moehamad Hoesin Central General Hospital is the first hospital in the South Sumatera province introducing Lung TB Eradication Program with DOTS strategy.
Result of univariat analysis shows that of 186 respondents, 124 patients (66.7%) were obedient and 62 (333%) were disobedient. The respondents consisted of 130 males (69.9%), 135 (71.8%) patients of productive age (16-45), poorly educated people of 146 (61.3%), working people of 100 (53.8%). The bivariat result indicates that of ten independent variables, only four variables considered potential as risk factor (p<0.25).The multivariat result shows that by using Logistic Regression method, of the four independent variables taken as models, only one variable proven to have the most significant correlation (p<0.05), which was supervisor taking medicine (PMO) OR=3.457.95%: 1.644-7.269, p value = 0, 0011.
It may be concluded that factors that correlate with patients' obedience to undertaking Lung TB positive BTA treatment at the hospital during 1998 - 2000 are PMO factor and health education by health worker; these are having statistically significant correlation (p<0.05) with the patients' obedience to undertaking Lung TB treatment. While the most significant influence on the dependent variable was the supervisor-taking-medicine (PMO) factor.
It may be recommended that the supervisor-taking-medicine factor be sustained; continuous training be provided for cadres, family members, Woman's Club of the city/district/village, and health workers; and management skills of officials in Lung TB Program of the hospital be improved continuously. The health education by health workers for patients and community on Lung TB disease should be sustainable provided by means of poster, flyers, manual book. The health department of South Sumatera Province should keep providing anti Tuberculosis medicines of category 1, 2, and 3."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T1239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Selli Sebawati
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26802
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>