Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13731 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Achmad Fuadi
"PT. SHS adalah perusahaan BUMN yang didirikan pada tahun 1971. Pada awal berdirinya, PT. SHS hanya bergerak pada produk benih padi, yang selanjutnya terus berkembang hingga bergerak pada 4 komoditi utama saat ini, yaitu padi, kedelai, jagung dan sayuran; yang selanjutnya 4 komoditi tersebut merupakan Strategic Business Unit (SBU) dari PT. SHS.
Sebagai perusahaan pertama yang bergerak di bidang perbenihan dengan total pengalaman 28 tahun disertai dukungan dari pemerintah berupa subsidi harga untuk benih padi dan kedelai, maka sejak berdirinya sampai saat ini, PT. SHS telah menempatkan dirinya pada posisi market leader dan mampu menunjukkan keunggulannya dalam usaha industri perbenihan di Indonesia.
Seiring dengan berkembangnya pendatang baru sebagai pesaing yang berpengaruh terhadap tendensi menurunnya pangsa pasar dari SBU utama dan sehubungan dengan rencana pemerintah untuk mencabut subsidi harga untuk benih padi dan kedelai, maka keunggulan dan posisi market leader yang dimiliki PT. SHS tnenjadi terancam. Untuk itu perlu diformulasikan suatu strategi bisnis agar PT. SHS tetap bisa mempertahankan keunggulan bersaingnya.
Untuk mcnyusun formulasi strategi bisnis di PT. SHS adalah dengan mengkaji pada 4 SBU yang diduga faktor internal maupun eksternal dari masing-masing SBU tersebut berbeda-beda, baik daya tarik industri, daur hidup maupun kekuatan bisnis serta peran dari tiap SBU dalam aliran kas masuk/keluar-nya.
Untuk itu, alat analisa matriks BCG, GE dan ADL dipergunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan pilihan strategi yang tepat dan komprehensif agar PT. SHS yang menghadapi ancaman dapat mempertahankan keunggulan bersaingnya.
Hasil analisis berdasarkan 3 alat analisa di atas menunjukkan bahwa 4 SBU yang dimiliki PT. SHS posisi bisnisnya adalah : SBU padi posisinya perlu dipertahankan karena telah menguasai pangsa pasar yang cukup besar pada saat yang sama tingkat pertumbuhan pasarnya rendah atau melambat sehingga SBU padi menghasilkan aliran kas masuk yang besar sementara tidak banyak memerlukan kas keluar sehingga surplus kas-nya bisa untuk subsidi silang pada SBU lain yang memerlukan. Untuk SBU kedelai dan sayuran direkomendasikan untuk membangun karena dalam proses pertumbuhan alami dengan kekuatan bisnis yang cukup kuat sementara tingkat pertumbuhan pasarnya cukup tinggi sehingga memerlukan dana investasi yang cukup besar. Walaupun saat ini SBU kedelai dan sayuran memerlukan investasi, namun dua SBU tersebut disarapkan dapat menjadi sumber aliran kas masuk yang besar di kemudian hari. Adapun untuk SBU jagung direkomendasikan agar dalam pengembangannya dilakukan investasi selektif. Dari 4 SBU yang ada di PT. SHS tidak ada yang direkomendasikan untuk keluar dari pasar.
Dari hasil penelitian ini disarankan agar PT. SHS melakukan efisiensi terutama untuk SBU padi dalam rangka keunggulan biaya menyeluruh untuk mempertahankan pangsa pasar yang dikuasai dan melakukan investasi untuk SBU kedelai dan sayuran dan disarankan agar PT. SHS melakukan aliansi untuk SBU jagung."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T1793
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eli Sulistiawati
"Seperti diketahui bahwa sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Oleh sebab itu produk-produk alat dan mesin pertanian sangat dibutuhkan. Tetapi kenyataan yang dihadapi industri Alsintan belum sepenuhnya berkembang untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini dikarenakan dari segi demand daya beli petani sendiri lemah tetapi dari segi supply belum mampu bersaing dengan produk-produk impor. Dengan demikian kendala yang dihadapi industri Alsintan adalah masalah daya saing. Oleh sebab itu perlu adanya strategi bagaimana meningkatkan daya saing agar produk lokal mampu bersaing dengan produk impor.
Adapun pendekatan dalam rangka strategi peningkatan daya saing industri Alsintan pembahasannya menggunakan Diamond Porter. Setelah melakukan pembahasan dengan menggunakan Diamond Porter maka dibuat formulasi strategi, lalu ditentukan skala prioritasnya dengan menggunakan Analytical Hierachy Prosess (AHP) yang terdiri dari tingkatan fokus, aktor, faktor, tujuan dan langkah-langkah strategi. Berdasarkan perhitungan AHP diperoleh bahwa strategi peningkatan daya saing ditingkat aktor skala prioritas terbesar adalah industri Alsintan dalam pengertian bahwa industri tersebut harus mampu menghasilkan produk yang berdaya saing. Sedangkan di tingkat faktor bahwa peran pemerintah menjadi prioritas utama. Di tingkat tujuan bahwa penciptaan pasar dalam negeri menjadi prioritas utama dan akhirnya langkah-lahgkah strategi yang jadi prioritas adalah mengembangkan litbang dalam rangka rekayasa dan rancang bangun serta mengembangkan keterkaitan antar industri.
Untuk mewujudkannya peningkatan daya saing industri Alsintan diperlukan kerjasama diantara lembaga-lembaga seperti pihak industri, perbankan, pemerintah, balitbang, serta perguruan tinggi. Disamping itu perlu adanya kesinambungan antara perencanaan strategi, pelaksanaan dan evaluasi, sehingga dapat melakukan perbaikan yang terus menerus. Akhirnya perlu adanya forum dialog antara pihak asosiasi industri Alsintan, pemakai, pemerintah serta lembaga-lembaga terkait sebagai jembatan menciptakan peningkatan daya saing industri Alsintan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhada
"Pada dasarnya proses panen padi dapat dilakukan melalui dua macam cara, yaitu melalui cara tradisional dan menggunakan mesin perontok padi tipe stasioner. Mengingat adanya beberapa jenis lahan, maka kedua cara tersebut dirasa belum maksimal, sehingga perlu dilakukan perancangan dan pengembangan produk mesin pemanen padi (combine) portable. Mesin ini mempunyai kemampuan kerja merontokkan bulir padi dari batangnya dan sekaligus dapat menebang batang padi tersebut Oleh karena itu untuk mewujudkan proses panen padi dengan menggunakan mesin yang dimaksud, telah dilakukan perancangan dan pengembangan produk mesin pemanen padi (combine) portable dengan menggunakan metode Karl T. Ulrich. Metode ini melalui beberapa tahapan, yaitu : Identifikasi kebutuhan konsumen, penyusunan dan pemilihan konsep rancangan produk, pengujian konsep serta penegasan spesifikasi produk, melakukan rancangan proses manufaktur, pembuatan prototipe dan uji lapangan. Adapun uji lapangannya terdiri dari : uji banding terhadap proses panen dengan cara tradisional/uji unjuk kerja (performance), uji verifikasi, uji pelayanan (handling) dan uji beban berkesinambungan (continuous loading). Disamping itu juga telah dilakukan analisa ekonomi teknik dan manajemen pengembangan produk, untuk mengetahui kelayakan ekonomis serta waktu yang diperlukan dalam perancangan dan pengembangan produk mesin tersebut.
Dari hasil perhitungan perancangan dan uji lapangan serta analisa ekonomi diperoleh spesifikasi prototipe mesin pemanen path (combine) portable sebagai berikut : tinggi = 800 mm, Panjang = 1100 mm, lebar = 340 mm, Kapasitas lapang = 140 jam 1 ha, Tingkat kehilangan bulir padi = 5 %, Tingkat kebersihan bulir padi = 92,5 %, Ehsiensi perontokkan bulir padi = 95 % dan Harga pokok produksi per-unit prototipe sebesar Rp. 3.186,500,- dengan harga $ 1 = Rp. 9000, serta lama waktu perancangan dan pengembangan produk adalah 25 minggu.

Basically, the process of harvesting rice can be done in two methods. That is, it can be done traditionally and by using a huller of stationer type. Considering that there are various kinds of soil, so both of the methods are regarded as un- maximal ones, then it is necessary to set up plans and to develop an industry of machines for harvesting rice ( combine portable). The machines must have the capacity of work for dropping grains of rice off their stalks and chopping down the stalks as well. Therefore, to bring such process of harvesting rice by using that machine into reality, the production of machines for harvesting rice have been designed and developed ( combine portable) by using the method of Karl T. Ulrich. This method is subjected to several steps, namely : the identification of consumers' need, arranging and choosing the concept of product design, examining the concept, affirmation of product specification, carrying out the concept of process of manufacturing, making a prototype and field trial for the prototype. As for the field trial, it consists of : comparing test/performance test between the process of harvesting crops by using traditional method and this prototype, verification test, handling test and continuous loading test. In addition, the engineering economic analysis and the management of product development have been carried out to find out economic feasibility and the length of time which is needed to design and to develop the production of such machine as well.
From the result of calculation of designing and product trial, economic analysis as well the specification of the prototype ( combine portable)it is found as follows : the height = 800 mm, the length - 1100 mm, the width = 340 mm, the field capacity = 151 hour/hectare, the degree of grains loss = 5%, the degree of grain cleanliness = 97%, the efficiency in dropping-off of grains 92.5%. and the cost of goods manufactured per unit of prototype is Rp. 3,186,500 ( with currency rate ~1 = Rp.9000, time consumed for manufacturing and developing the product is 25 weeks."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T10803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Trilaksana
"Pembangunan Pertanian mulai dilaksanakan sejak tahun 1969 bersamaan dengan pelaksanaan Repelita I. Pembangunan pertanian dilaksanakan dengan adanya gerakan Revolusi Hijau, dimana di Indonesia pelaksanaan Revolusi Hijau itu lebih dikenal dengan gerakan Bimas yang berintikan tiga komponen pokok yang meliputi; pertama, penerapan teknologi baru pertanian yang dikemas dalam pelaksanaan program Panca Usaha Tani dalam proses produksi yang harus dilakukan oleh para petani untuk meningkatkan hasil pertaniannya, kedua, kebijakan harga yang ,dilakukan oleh pemerintah baik yang berupa kebijakan harga untuk saprodi maupun harga hasil produksi (harga dasar gabah), ketiga, kebijakan untuk memberikan kredit yang lunak untuk membantu para. petani mendapatkan saprodi yang di perlukan dan juga pembangunan sarana dan prasarana produksi terutama di daerah pedesaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan dan penerapan teknologi pertanian yang dikemas dalam program Panca Usaha Tani ini dan adanya perubahan dalam sistem penyakapan tanah atau sistem bagi hasil di Kabupaten Ponorogo.
Pelaksanaan program Bimas memang secara nyata telah berhasil untuk meningkatkan hasil produksi pertanian terutama padi, dimana dengan pelaksanaan program Panca Usaha Tani tersebut telah membawa negara Indonesia berswasembada pangan pada tahun 1984. Namun demikian penerapan teknologi pertanian baru yang berupa penerapan Panca Usaha Tani itu ternyata juga banyak membawa akibat yang kurang menguntungkan terutama bagi petani kecil yang hanya memiliki lahan sempit atau petani yang tidak mempunyai lahan sama sekali yang pada umumnya sebagai petani penggarap bagi hasil. Hal ini disebabkan karena ternyata teknologi pertanian baru itu semuanya harus dibeli, baik bibit unggul, pupuk maupun obat﷓obatan kimiawi yang harganya relatif cukup mahal. Penerapan teknologi pertanian baru juga telah membawa perubahan cara bertani yang tradisional, dan menggeser adanya kerja gotong-royong, sistem panenan dari pemberian bawon ke sistem tebasan yang semuanya lebih bersifat rasional dan ekonomis.
Penerapan teknologi baru pertanian juga telah mengakibatkan semakin bergesernya fungsi, arti serta nilai awal yang terkandung dalam sistem penyakapan tanah, yang pada mulanya lebih bersifat untuk menjaga harmoni sosial desa, dengan cara saling membantu antara petani kaya dengan petani miskin yang tidak berlahan atau berlahan sempit yang berperan sebagai petani penggarap. Sistem penyakapan bagi hasil yang mencerminkan adanya hubungan yang saling membantu yang terlihat dalam sistem bagi hasil maro dengan hak dan kewajiban yang sama antara pemilik tanah dan penggarap telah berubah menjadi sangat bervariasi sekali. Di kabupaten Ponorogo sistem penyakapan tanah dengan pola maro itu setelah diterapkannya teknologi pertanian baru telah banyak yang bergeser menjadi sistem bagi hasil dengan pola mertelu atau mrapat yang cenderung sangat merugikan petani penggarap. Hal itu disebabkan karena para petani penyakap tersebut merasa tidak mampu lagi untuk berperan serta dalam membiayai proses produksi pertanian yang semakin mahal. Oleh karena itu para petani kaya pada saat sekarang dianggap kikir, karena segala sesuatunya serba dipertimbangkan secara rasional dan ekonomis bukan berdasarkan pertimbangan sosial lagi.
Untuk meningkakan kesejahteraannya, maka banyak dari anggota keluarga petani miskin yang lahannya sangat sempit dan petani penyakap kemudian melakukan migrasi keluar negeri dengan menjadi Tenaga Kerja di luar negeri (baik TKI maupun TKW), yang kemudian dengan modal yang diperolehnya mereka akan membuka usaha diluar sektor pertanian, misalnya; membuka toko makanan, menjadi pedagang gabah, pedagang ayam, membeli mobil omprengan baik mobil angkutan barang maupun angkutan penumpang umum, membuka wartel, membuka bengkel, membuka usaha penggergajian, membuka usaha penggilingan padi dan wiraswasta industri rumah lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T10937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hindra Rahmawati
"Tanaman Polyscias guilfoylei (Cogs. & Marche) Bailey (sinonim Nothopanax guilfoylei Miq.) termasuk suku Araliaceae, yang sering digolongkan sebagai suku yang kaya akan saponin. Tanaman ini, yang dikenal dengan nama daerah 'puding', merupakan tumbuhan perdu yang tumbuh terutama di Sumatra dan Malaysia. Sejauh ini belum ada laporan penelitian yang rinci mengenai khasiat atau kandungan kimianya, sementara jenis yang lain dari marga Polyscias telah dikenal oleh penduduk sebagai obat tradisional, antara lain untuk peluruh keringat, diuretika, radang payudara, dan menyuburkan rambut.
Ekstrak petroleum eter dari daun Palyscias guilfoylei yang telah dikeringkan dan ditumbuk halus; difraksinasi dengan kromatografi kolom menggunakan silika gel sebagai fasa diam dan pelarut landaian kloroform-metanol sebagai fasa geraknya. Suatu glikosida triterpen telah berhasil diisolasi melalui pembuatan turunan pentaasetat dimetilester, yang diduga berasal dari senyawa asalnya yaitu asam 3-0-[ß-D-glukopiranosil(1__>4) ß -D-glukuronopiranosil] oleanolat (C42H66O14). Penentuan struktur molekulnya dilakukan dengan metode spektroskopi (IR, RMI 1H, RMI 13C serta MS).

Polyscias guilfoylei (Cogn. & Marche) Bailey (syn. Nothopanax guilfoylei Miq.) belongs to the Araliaceae, which is often considered as one of the richest saponin containing families. It is an ornamental plant which can reach up to 5 m in height. The plant is commonly known as 'puding', and grows especially in Sumatra and Malay. Up to now, there has been no report on the biological activity or chemistry of this plant, though other species of this genus, Polyscias scutellaria ('mangkokan') and Polyscias fruticosa ('kedondong laut'), have been used widely as home remedies for anti-inflammatory, diuretic, and sudorific drugs in Indonesian traditional medicine.
The petroleum ether extract of dried, ground leaves of Polyscias guilfoylei had been further purified by silica gel column chromatography using gradient mixture of chloroform and methanol as mobile phase. A triterpenic glycoside had been isolated through its dimethyl-pentaacetyl-derivative, and the original constituent was established to be 3-O-[ ß -D-glucopyranasyl(1-->4) ß -D-glucuronopyranosyl] oleanolic acid (C42H&60l4). The structure was measured by spectroscopic means (IR, 1HNMR, 13CNMR, and FARMS)."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priti Pratiwi Bakti
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1983
S16795
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Nur Hidayat
"Agrobisnis di Indonesia merupakan sektor yang memiliki peran yang sangat penting dalam perindustrian nasional. Pangsa nilai tambahnya dalam industri nonmigas sebesar 80,70%, kesempatan kerja 74,90% dan efek pengganda nilai tambah sebesar 3.23. (LRPTN, ITB Bandung, 2005). Tongkol jagung merupakan salah satu limbah padat pertanian yang mengandung pentosan sehingga memiliki nilai ekonomis untuk diolah menjadi produk yang lebih bermanfaat. Tongkol jagung akan memberikan nilai ekonomis yang tinggi jika dikonversi menjadi furfural.
Proses pembuatan furfural dengan bahan baku tongkol jagung dilakukan dengan kombinasi proses Batch dan kontinyu dengan reaksi utama adalah hidrolisis yang diikuti dengan reaksi dehidrasi menggunakan katalis asam sulfat. Reaktor yang digunakan adalah reaktor stirred barch (berpengaduk) yang dioperasikan pada tekanan 2 bar dan tcmperatur 128 oC selama 70 menit. Pemurnian furfural menggunakan azeotropik distillation dan dehydration column guna mendapatkan furfural berkemurnian tinggi yaitu 99%.
Stirred Reactor yang digunakan adalah reaktor yang telah digunakan dalam pengolahan furfural dengan menggunakan SupraYield Technology®. Teknologi ini lebih unggul dan lebih ekonomis dibandingkan teknologi konvensional. Pada perancangan awal pendirian pabrik furfural ini akan dipilih di Propinsi Jawa Timur tepatnya di Kawasan Industri Gresik karena alasan ketersediaan bahan baku dan distribusi pasar. Berdasarkan simulasi dengan software SuperPro Designer® diperoleh bahwa untuk mendapatkan produksi furfural 183 kg/batch berdasarkan proyeksi permintaan pasar tahun 2008, maka dibutuhkan bahan baku yaitu tongkol jagung sebesar 900 kg/barch (4.9 kg/Kg furfural) dan asam sulfat 36% sebesar 84 kg/batch (0.45 kg/Kg furfural).
Untuk kapasilas produksi sebesar 362 ton/tahun, total investasi yang dibutuhkan untuk membangun sebuah pabrik furfural di Indonesia adalah US$ 2.855.773,00 dengan dengan biaya manufaktur sebesar US$ 189.86S,00. Parameter kelayakan untuk pabrik furfural dengan kapasitas 362 ton/tahun adalah NPV US$ 2.873.820,29, IRR 15 %, PBP 4 tahun 9 bulan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S49534
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Wasponingsih
"Keberhasilan program pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis LM3 dilndikasikan dengan kemandlrlan usaha LM3 yang dlharapkan akan berdampak pada (1) tumbuhnya LM3 sebagai embrio pembentukan inti kawasan agriblsnis; (2) berkembangnya usaha agribisnis dan agrolndustri di sekitar lokasi LM3; (3) terjadinya penlngkatan pendapatan dan kesejahteraan LM3 dan masyarakat sekitamya; serta (4)berfungsl LM3 model sebagai pusat pelatlhan pertanian·pedesaan.
Dalam perjalanannya pelaksanaan dan implementasl program pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis LM3 belum memperilhatkan hasil yang optimal. Kegiatan pembinaan yang dilakukan tidak berkesinambungan serta pembinaan yang dilakukan selama ini masih bersifat parsial dan kurang sinergls. Ketiadaan instrumen sebagal pengukur ttngkat kemandtrian usaha LM3 merupakan salah satu kendala dalam melakukan evaluasi dan analisis terhadap kebljakan dalam penyelenggaraan program tersebut.
Tesis ini bertujuan menyusun suatu indeks komposit yang diharapkan btsa menjadi salah satu altematif usulan instrumen pengukur kemandirian usaha LM3 yang selanjutnya dlsebut Indeks Kemandirlan Usaha (IKU) sebagat indikator keberhasilan pemberdayaan dan pengembangan usaha agrlbtsnis LM3. Melalui representast dari indikator-indikator yang membangun indeks tersebut dilakukan ujt coba dan analisis pada empat LM3 yang terpilih."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T31642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011
338.17 LAP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>