Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56309 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denny Latuma Erissa
"Tesis ini membahas tentang prospek penerapan keadilan restoratif dalam tindak pidana pencurian ringan. Banyaknya perkara-perkara pencurian ringan yang lazimnya dilakukan oleh golongan marjinal telah menimbulkan keresahan tersendiri di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, perkara yang dimasukkan dalam sistim Peradilan Pidana ini memiliki konsekuensi yuridis tersendiri akibat diperkarakan dengan menggunakan pasal 362 KUHP (pencurian biasa) sebagai tindak lanjut dari sudah tidak relevannya pasal 364 KUHP (pencurian ringan) dengan perkembangan ekonomi saat ini. Hal ini kemudian berimplikasi pada terusiknya rasa keadilan masyarakat dan munculnya rasa ketidakpuasan terhadap kinerja dari sistim Peradilan Pidana yang ada. Untuk membahas permasalahan tersebut, penulis membagi kajian tesis ini menjadi tiga bagian yaitu, pengalihan (diversi) perkara pencurian ringan ke pendekatan keadilan restoratif oleh polisi, solusi penyelesaian kasus tindak pidana pencurian ringan dalam perspektif keadilan Restoratif, serta kendala penerapan keadilan restoratif dalam tindak pidana pencurian ringan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan sosio-legal, sementara sumber data yang digunakan berasal dari data primer yang dihimpun melalui serangkaian wawancara. Setelah menganalisa permasalahan, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu bahwa polisi dapat menggunakan kewenangan diskresinya pada tahap praadjudikasi sebagai jalan untuk mengalihkan perkara pencurian ringan menuju pengimplementasian keadilan restoratif. Selain itu, solusi yang ditawarkan dengan pendekatan keadilan restoratif terhadap tindak pidana pencurian ringan adalah dengan memulihkan keadaan korban seperti sebelum dilaksanakannya tindak pidana oleh pelaku. Pemulihan ini dapat dilakukan pelaku dengan bekerja selama 2 (dua) hari dengan durasi waktu 4-5 jam di rumah korban. Aspek yang terakhir ialah kendala penerapan keadilan restoratif terhadap tindak pidana pencurian ringan dimana kendala yang paling substansial terletak pada ketiadaan suatu aturan normatif yang mengatur penerapannya serta korban yang tidak bersedia untuk didamaikan.

This thesis discusses about the prospect of restorative justice in petty stealing. Seriously, many petty criminal cases, that commonly conducted by the marginalized groups, have resulted a restlessness in the community. In fact, the criminal justice system as the official system that addresses the petty crime has its own juridical consequnce since it applies article 362 of the substantive of law to sue the defendant. Article 362 is being used as the response to Article 364 which is no longer relevant due to the economic development nowadays. Unfortunately, It then provoked the community attention since suing the defendant in such a way would harm the justice, especially for the marginalized groups. In order to address this crucial issue in depth, the writer comprised the focus into three discussions which covered the act of the police to divert the petty crime to the restorative justice approach, the solution to resolve the petty crime through restorative justice perspective, and the constraints which impede the implementation of restorative justice while addressing the petty crime.
Furthermore, this study used a juridical normative research method with socio-legal as the approach, meanwhile the source of data was taken by a series of interviews with a number of respondents that are closely related to this study. At the end, the result of this study showed that the police, somehow, can use their authority discretion in the pre-adjudication phase to divert the petty crime into the implementation of restorative justice. Moreover, the solution that can be offered through the restorative justice perspective in addressing the petty crime covered restoring the victim before the criminal act for two days with the duration of four to five hours at the victim's residence. Finally, the most substantial constraint that hindered the implementation of restorative justice toward the petty crime relied on the absence of normative regulations to organize its implementation and the victim who is unwilling to be reconciled.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30680
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Fajar Putra Dipayana
"Tingginya angka pengguna media sosial di Indonesia diikuti dengan tingginya jumlah kasus pencemaran nama baik. Dari data yang ada, pencemaran nama baik berada pada urutan jumlah yang sering dilaporkan ke pihak berwajib. Bahkan Pasal pencemaran nama baik (dalam KUHP/diluar KUHP) menjadi pasal yang sering disoroti oleh publik, kemudian pihak-pihak yang merasa tersinggung, pada umunya menggunakan pasal tersebut untuk menyerang balik dengan melaporkanya ke Polisi. Sementara penyelesaian masalah pencemaran nama baik, melalui hukum pidana, masih selalu diutamakan (Primum remedium) oleh penegak hukum, yang akibatnya hukum pidana sebagai sarana balas dendam, shock terapy, bahkan sarana barter kasus. Menurut penulis penanggulangan masalah dengan hukum pidana haruslah dengan alternative terakhir (ultimum remedium), perlu menerapan kebijakan penal yang juga diimbangi dengan kebijakan non-penal dalam penegakan hukum pencemaran nama baik, serta perlu mengkaji sejauh mana ketentuan rumusan pasal pencemaran nama baik jika dilihat dari kacamata doktin dan teori hukum. Dari hasil penelitian, sementara dapat disimpulkan bahwa perlu trobosan suatu kebijakan pidana yang ditawarkan guna mencapai rasa keadilan dalam menyelesaikan masalah pencemaran nama baik, dimana merupakan suatu cara pendekatan baru dalam upaya penyelesaian perkara pidana, lebih menitik beratkan pada pemulihan keadaan serta memberikan fokus perhatian kepada korban, pelaku dan masyarakat. Melalui Pendekatan Restorative Justice akan menjadi solusi terbaik dalam menanggulangi kekurangan, keterbatasan dan kelemahan penyelesaian pencemaran nama baik dalam mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum di Indonesia.

The high number of social media users in Indonesia is followed by a high number of defamation cases. Based on the data, defamation is the number one that is often reported to the authorities. Even the defamation article (in the KUHP/outside the KUHP) becomes an article that is often highlighted by the public, then parties who feel offended, generally use this article to attack back by reporting it to the Police. While the resolution of defamation cases through criminal law is still prioritized (primum remedium) by law enforcers, as a result, criminal law becomes a means of revenge, shock therapy, and even a means of bartering cases. According to the author, solving problems with criminal law should be the last alternative (ultimum remedium), it is necessary to apply a penal policy that is also balanced with a non-penal policy in enforcing defamation law, and it is necessary to examine the extent to which the provisions for drafting defamation articles are viewed from a doctrinal and legal theory. Based on the research results, it can be concluded that it is necessary to make a breakthrough in a criminal policy that is offered in order to achieve a sense of justice in resolving defamation problems, which is a new approach in efforts to resolve criminal cases, focusing more on recovering the situation and focusing attention on the victim, actors, and society. Through a Restorative Justice Approach, it will be the best solution to overcoming deficiencies, limitations, and weaknesses in resolving defamation in realizing justice, benefits, and legal certainty in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Agus Mahendra Iswara
"Dalam perkembangan hukum pidana dikenal Keadilan Restoratif yaitu keadilan yang berorientadi pada pemulihan kekeadaan semula (restorasi). Dalam Hukum Adat Bali dikenal beberapa aturan yang mengatur menganai Tindak Pidana Adat Bali. Permasalahan adalah : Bagaimana Implementasi penerapan nilai-nilai Restorative Justice melalui mekanisme Mediasi Penal dalam penyelesaian Tindak Pidana Adat Bali? Pada umumnya penyelesaian suatu perkara pidana menggunakan mekanisme peradilan formal (Sistem Peradilan Pidana) akan tetapi untuk menciptakan keharmonisan dalam masyarakat yaitu untuk menciptakan keseimbangan lahir dan batin yang sesuai dengan tujuan Hukum Adat Bali, maka penyelesaian dengan menggunakan pendekatan nilai-nilai Restorative Justice pantas dikedepankan. Salah satu bentuk penerapan Keadilan Restorative adalah dengan menggunakan mekanisme Mediasi. Mediasi pada umumnya dikenal sebagai salah satu bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam hukum perdata, namun dalam perkembangannya mediasi dapat dilakukan dalam perkara pidana yang dikenal dengan Mediasi Penal. Dalam Masyarakat Adat Bali yang berlandaskan nilai-nilai agama hindu, nilai-nilai Restoratif dapat dipergunakan dalam penyelesaian perkara-perkara adat. Dalam masyarakat adat bali terdapat lembaga-lembaga adat seperti Subak, Banjar, Desa Pekraman, Majelis Desa Pekraman dan sebagainya. Lembaga-lembaga adat ini berperan penting dalam membantu menyelesaikan suatu perkara-perkara adat yang terjadi dalam masyarakatnya. Dalam Masyarakat Adat Bali suatu perkara adat diselesaikan secara berjenjang dimulai dari penyelesaian secara intern kekeluargaan, kemudian penyelesaian diselesaikan ditingkat Banjar, jika gagal dilanjutkan dengan bantuan bendesa adat (Desa pekraman), apabila desa pekraman gagal dilanjutkan ke Majelis Desa Pekraman (MDP) yang diselesaikan pada awalnya tetap dengan mediasi (mejelis alit desa pekaraman), kemudian bila gagal dilanjutkan dengan sabha kertha (peradilan adat oleh Majelis madya desa pekraman), dan tingkat bandingnya oleh Majelis Utama Desa Pekraman. Dalam penyelesaian perkara adat juga terdapat sutau sinergi (kerjasama) antara Sub sistem peradilan Pidana (Kepolisian dalam bentuk Polisi masyarakat) bekerjasama dengan Lembaga adat (Banjar, Desa Pekraman, dan Majelis Desa Pekraman) yang kita kenal sebagai Model Hybrid Justice System. Penerapan model Hybrid Justice System masih berfungsi dengan baik dalam penyelesaian perkara-perkara pidana umum yang ringan maupun Tindak Pidana Adat Bali. Model Hybrid Justice System merupakan salah satu model dari penjabaran nilai-nilai Restorative Justice.

In the development of criminal law known restorative justice the justice recovery-oriented reconstruction (restoration). Customary law in Bali known some rules that govern Traditional Balinese about the crime. The problem is: How does the implementation of the application of Restorative Justice through the mechanism of mediation in the settlement of penal Criminal Adat Bali? In General, completion of a criminal to use the mechanism of formal judicial (criminal justice system) but to create harmony in society, namely to create the balance of birth and inner purpose in accordance with the customary law of bali, then finishing by using a values approach to Restorative Justice deserved the most noteworthy. One form of application of restorative justice is to use the mechanisms of mediation. Mediation is generally known as a form of alternative dispute resolution in civil law, but in its development of mediation can be done in criminal cases, known as penal of mediation. In indigenous communities, based on the Balinese hindu values, restorative values can be used in the settlement of cases of indigenous peoples. In bali there are indigenous institutions of indigenous peoples such as Subak, Banjar, Desa Pekraman, Majelis Desa Pekaraman (MDP) and so on. This indigenous institutions played an important role in helping solve a customs matters taking place within society. In the case of indigenous peoples indigenous to bali a tiered basis resolved starting from the resolution of internal kinship, then completed the present settlement of Banjar, if failed to proceed with the help of Bendesa adat (Desa Pekraman), in the Desa pekraman failed to proceed to the Majelis Desa Pekraman who settled at first stick with mediation (mejelis alit desa pekraman), then when it failed to proceed with the sabha kertha (indigenous justice by the Majelis Madya Desa Pekraman), and the level of the appeal by Majelis Utama Desa Pekaraman. In the settlement, there is an indigenous case synergies (of cooperation) between Sub criminal justice system (police, in the form of the police community) in collaboration with the Institute for indigenous peoples (Banjar, Desa Pekraman, and Majelis Desa Pekraman) that we know as a Model of the Hybrid Justice System. The application of model the Hybrid Justice System still works fine in the settlement of criminal cases of mild or general criminal adat bali. Model of the Hybrid Justice System was one of the models from the translation of the values of restorative justice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiyarto Makmur
"Pada hakikatnya negara menjamin perlindungan, pribadi, keluarga dan masyarakat yang diwujudkan dengan pembangunan serta pembaharuan hukum yang konsisten serta responsif pada kondisi maupun kebutuhan masyarakat. Dalam pembaharuan hukum termasuk hukum pidana harus mempertimbangakan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga memiliki karakteristik tersendiri, terletak pada subyek yang spesifiknya yaitu pelaku sekaligus korbannya berada dalam satu lingkup rumah tangga. Pada umumnya penyelesaian suatu perkara pidana menggunakan mekanisme peradilan formal (Sistem Peradilan Pidana). Dalam perkembangan hukum pidana dikenal Keadilan Restoratif yaitu keadilan yang berorientasi pada pemulihan kekeadaan semula (restorasi).
Tesis ini membahas tentang penerapan restorative justice sebagai upaya penyelesaian tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui proses penanganan tindak kekerasan dalam rumah tangga di Polres Metro Jakarta Pusat, bagaimana mekanisme penerapan restorative justice dalam menanganai perkara KDRT, serta mengetahui kendala penegak hukum khusunya penyidik dalam menyelesaiakan perkara KDRT terkait dengan penerapan restorative justice tersebut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Polres Metro Jakarta Pusat, dimana warga kota Jakarta berada dalam berbagai suku dan budaya serta etnis yang beragam.
Hasil penelitian ini bahwa penerapan mediasi penal sebagai implementasi dari nilai-nilai restorative justice dalam kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di wilayah Polres Metro Jakarta Pusat oleh penyidik dilakukan mesikipun terdapat kendala hukum dalam penerapannya, hal ini dilakukan karena penyidik yang lebih mengedepankan keutuhan rumah tangga tersebut serta lebih memperhatikan faktor-faktor sosial dan psikologis anak dalam rumah tangga tersebut. Hingga penelitian ini selesai, pihak Polres Metro Jakarta Pusat follow up atau tindak lanjut perlindungan hukum terhadap korban sebagai upaya pencegahan dengan cara mewajibkan kepada pelaku kekerasan untuk wajib lapor. Selanjutnya dengan adanya delik aduan pada UU PKDRT menjadi dasar bagi penyidik Unit PPA Polres Metro Jakarta Pusat untuk membuat kebijakan untuk menyelesaikan perkara kekerasan dalam rumah tangga dengan mediasi yang mendamaikan antara pihak korban dan pelaku serta keluarga dalam mencari solusi yang terbaik (win-win solution).

In principal, the country guarantees the protection of individual, family and community through the development of consistent and responsive law reform towards the conditions and needs of the community. In the law reform including criminal law, the values that exist in the community must be considered. Domestic Violence has its own characteristics in which the perpetrators and victims are within the same domestic sphere. Generally, the resolution of a criminal case employs the formal justice mechanisms (Criminal Justice System). In the development of criminal law, Restorative Justice which is restorationoriented justice is employed to restore a case into its normal state (restoration).
This thesis discusses the implementation of restorative justice as an attempt in adjudicating domestic violence. The purpose of this study is to investigate the handling of domestic violence in Central Jakarta Metro Police Resort, the mechanism of the implementation of restorative justice in domestic violence cases, and to find out the constraints that the investigating officers have in solving the cases of domestic violence associated with the implementation of restorative justice. This research uses descriptive qualitative method. The study was conducted at the Central Jakarta Metro Police Resort which in charge for residents coming from various cultures and ethnics living in the area.
The results of this study revealed that the application of penal mediation as an implementation of the values of restorative justice in the cases of domestic violence that occurred in the area of Central Jakarta Metro Police Resort conducted by the investigating officers is employed because the unity of the household is primarily put into attention by considering the social and psychological factors of children. Until the completion of this study, the Central Jakarta Metro Police Resort keeps on following up legal protection for victims as prevention by requiring the crime abuser to do compulsory report to the police office. Furthermore, with the abuse compliance on the Domestic Violence Law (UU PKDRT) as the base for the PPA Unit investigating officers at the Central Jakarta Metro Police Resort to make a policy to resolve domestic violence cases through mediation between parties both victims and perpetrators as well as families in finding the best solution (win-win solution).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hibnu Nugroho
"ABSTRAK
Indonesia sebagai negara yang sedang giat membangun
membutuhkan biaya yang sangat besar, tetapi di sisi lain terjadi
kebocoran dana yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi. Tindak
pidana korupsi menimbulkan kerugian yang sangat besar sehingga sejak
lama Pemerintah berupaya memeranginya. Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1971 merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk mencegah
terjadinya korupsi yang makin merajalela. Undang-undang itu memberikan
ancaman yang berat bagi si pelaku.
Di samping pidana pokok dan denda yang berat, undang-undang
itu juga mengancam pelaku dengan pidana tambahan berupa
pembayaran uang pengganti yang diatur pasal 34 sub c. Dari hal-hal
tersebut di atas, pengkajian permasalahan yang timbul karenanya
menjadi penting yaitu sebagai berikut.
Pertama, dalam hal bagaimanakah pelaku tindak pidana korupsi
dijatuhi pidana tambahan yang berupa pembayaran uang pengganti.
Kedua, bagaimanakah fungsi dan kedudukan pidana
tambahan yang berupa pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi. Ketiga, faktor-faktor apakah yang menyebabkan pidana
pembayaran uang pengganti ini tidak dapat dilaksanakan.
Keempat, bagaimanakah prospek penerapan pidana pembayaran
uang pengganti dalam tindak pidana korupsi.
Dari penelitian yang dilakukan, terhadap permasalahan tersebut di
atas ternyata diketemukan fakta-fakta sebagai berikut.
a. Pidana tambahan yang berupa pembayaran uang pengganti dijatuhkan
hakim pada terdakwa yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi,
besarnya uang pengganti ditentukan berdasarkan kerugian negara
yang timbul oleh karenanya. Namun, apabila selama proses
penyidikan, penuntutan dan peradilan terdakwa berhasil mengembalikannya,
hakim tidak akan menjatuhkannya. Selama tahun 1988 s.d.
1996 di Pengadilan Negeri Purwokerto hanya delapan perkara yang
dijatuhi pidana ini.
b. Pidana tambahan pembayaran uang pengganti berfungsi melindungi
dan menyelamatkan dana pembangunan nasional dari kebocoran
akibat tindak pidana korupsi. Adapun kedudukannya adalah
sebagai pidana tambahan yang bersifat fakultatif, sehingga hakim
bebas memilih untuk menjatuhkan atau tidak. c. Faktor-faktor penyebab tidak dapat dilaksanakan pidana ini adalah
adanya keragu-raguan penegak hukum untuk menerapkan dalam
kasus yang dihadapi karena kesulitan eksekusinya; belum adanya
ketentuan pelaksanaan setingkat undang-undang; adanya birokrasi
yang bertele-tele untuk dapat langsung menjerat pelaku.
d. Pembayaran uang pengganti mempunyai prospek yang sangat baik,
tetapi permasalahan essensiil yang menghadang harus dipecahkan
terlebih dahulu.
Sehifigga disarankan agar secara yuridis pembuat undang-undang
mengubah ketentuan yang ada dalam penjelasan Pasal 34 sub C undangundang
Nomor 3 Tahun 1971 serta adanya.
Upaya pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia khususnya
bagi para jaksa (eksekutor) agar dapat mengantisipasi sedini mungkin
teijadinya pengalihan aset-aset pelaku tindak pidana korupsi sebelum
dilakukan penyitaan oleh negara."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dermawan Kristianus Zendrato
"Tesis ini membahas hasil penelitian tentang penerapan prinsip restorative justice dalam penyelesaian perkara tindak pidana penipuan dan penggelapan di Wilayah Hukum Polres Metro Jakarta Utara. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang bersumber dari data primer dan sekunder dengan metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan metode dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1 Berdasarkan data dari Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara, jumlah kasus tindak pidana Penipuan dan Penggelapan yang ditangani Penyidik dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 cenderung mengalami kenaikan; 2 Bentuk penerapan prinsip restorative justice dalam penyelesaian perkara tindak pidana penipuan dan penggelapan oleh Penyidik Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara dilakukan melalui mekanisme beberapa tahapan sehingga tindakan tersebut benar-benar merupakan upaya penegakan hukum dengan mengedepankan prinsip restorative justice.
Penerapan prinsip tersebut merupakan suatu terobosan dalam penegakan hukum, sehingga dapat mempercepat penyelesaian kasus, biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah dan secara tidak langsung berdampak pada peningkatan kinerja penyidik; 3 Terdapat beberapa faktor yang menjadi kendala Penyidik Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara dalam penerapan prinsip restorative jsutice terhadap tindak pidana Penipuan dan Penggelapan, diantaranya: adanya tuntutan dari pihak korban yang dinilai terlalu besar, sehingga pelaku keberatan untuk mengabulkannya; waktu yang diperlukan untuk penerapan restorative justice sangat singkat yakni hanya 2 bulan setelah penahanan, dan pelaku tindak pidana penipuan dan penggelapan merupakan residivis tindak pidana lain.
Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian tersebut, maka disarankan: 1 Diperlukan suatu norma atau kaidah dalam menjamin kesamaan tindakan penyidik Polri dalam penerapan konsep restorative justice dalam penegakan hukum pidana, sehingga penyelesaian perkara dengan prinsip restorative justice tidak dicap ilegal atau menyimpang dari hukum acara yang berlaku; 2 Meskipun salah satu hasil dari penerapan prinsip restorative justice adalah kerugian dan penderitaan korban telah dipulihkan, namun terhadap pelaku harusnya tetap diberikan sanksi meskipun sanksi tersebut ringan, yang bertujuan memberikan efek jera bagi pelaku; 3 Agar dalam penerapan prinsip restorative justice, para penyidik mempunyai standar operasional yang nantinya akan dijadikan sebagai pedoman dalam penyelesaian perkara dengan prinsip restorative justice.

This thesis discusses the results of research on the implementation of restorative justice principles in settlement of cases acts of fraud and embezzlement in the jurisdiction of Polres Metro Jakarta Utara. This research conducted done by observation, interview and documentation method. The results showed 1 Based on data from Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara, the number of fraud and embezzlement cases handled by Satreskrim Investigator from 2015 until 2017 tend to increase 2 The application of the principle of restorative justice in the settlement of criminal fraud and embezzlement cases by Satreskrim investigator of Polres Metro Jakarta Utara is done through several stages mechanism so that the action is really a law enforcement effort by promoting the principle of restorative justice.
Implementation of the principle is a breakthrough in law enforcement, so as to accelerate the settlement of cases, the costs incurred relatively cheaper and indirectly impact on improving the performance of investigators 3 There are several factors that become obstacles of Satreskrim Investigator of Polres Metro Jakarta Utara in applying restorative jsutice principle to criminal acts of Fraud and Embezzlement, such as the existence of demands from the victim party that is considered too big, so that the objector object to grant it the time required for restorative justice implementation is very short ie only 2 months after the detention, and the perpetrators of fraud and embezzlement are other criminal suspects.
Based on the findings of the research, it is suggested 1 There is a need for norms or rules in ensuring the similarity of Police investigators 39 actions in applying the concept of restorative justice in criminal law enforcement so that the settlement of cases with the principle of restorative justice is not stamped illegally or deviates from applicable procedural law 2 Although one result of applying the principle of restorative justice is the loss and suffering of the victim has been restored, but the perpetrators should still be given sanctions even if the sanction is light, which aims to provide a deterrent effect for the offender 3 In order to apply the principle of restorative justice, the investigators have operational standards that will be used as guidance in the settlement of cases with the principle of restorative justice.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T52200
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif Rahman
"Terdapat berbagai tindakan melawan hukum ynag dilakukan oleh anak saat ini, termasuk tindak pidana penganiayaan yang banyak terjadi di wilayah hokum Polres Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penerapan keadilan restoratif dalam penggunaan diversi kepolisian dalam rangka menangani tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anak di bawah umur di wilayah hukum Polres Sleman. Metode kualitatif-deskriptif digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan studi kasus. Data primer dan sekunder dikumpulkan melalui teknik wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan pada anggota kepolisian di Polres Sleman yang bertugas sebagai seorang penyidik tindak pidana oleh anak. Penelitian menggunakan Teori Kebijakan Penanggulangan Kejahatan dan Teori Perlindungan Anak yang berhadapan dengan hokum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penganiayaan merupakan tindak pidana karena mengarah pada penganiayaan dan dapat menyebabkan kematian dan kejadiannya di wilayah Polres Sleman mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Upaya penanganan tindak pidana penganiayaan di Polres Sleman dilakukan dengan melaksanakan diversi karena sebagian besar pelaku merupakan anak di bawah umur. Implementasinya sudah sesuai dengan UU nomor 11 tahun 2012 tentang SPPA. Dalam menerapkan diversi terhadap pelaku penganiayaan terdapat beberapa hambatan yang dihadapi Polres Sleman diantaranya standar sistem hukum yang memaksa adanya tindak lanjut secara pidana, pelanggaran serius yang dilakukan anak menuntut tanggung jawab pidana, kesulitan LPA dalam melakukan penanganan, kurangnya koordinasi antar lembaga, korban yang tidak menyetujui diversi, dan tidak diterimanya diversi oleh publik.

There are various actions against the law that are carried out by children today, including Criminal Acts of Abuse criminal acts that often occur in the legal area of the Sleman Police. This study aims to analyze the application of restorative justice in the use of police diversion in order to deal with Criminal Acts of Abuse committed by minors in the jurisdiction of the Sleman Police. Qualitative-descriptive method is used in this research with a case study approach. Primary and secondary data were collected through interview and documentation techniques. Interviews were conducted on members of the police at the Sleman Police who served as an investigator for criminal acts by children. The study uses the theory of crime prevention policy and the theory of child protection in dealing with the law. The results showed that Criminal Acts of Abuse is a criminal offense because it leads to persecution and can cause death and the incidence in the Sleman Police area has increased from year to year. Efforts to handle clitih crimes at the Sleman Police are carried out by carrying out diversion because most of the perpetrators are minors. Its implementation is in accordance with Law No. 11 of 2012 concerning SPPA. In implementing diversion against Criminal Acts of Abuse perpetrators, there are several obstacles faced by the Sleman Police including the standard of the legal system that forces criminal follow-up, serious violations committed by children demanding criminal responsibility, difficulties for LPA in handling, lack of coordination between institutions, victims who do not agree diversion, and diversion is not accepted by the public."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kahfiya Hasbi
"Skripsi ini akan membahas mengenai kemungkinan penerapan konsep keadilan restoratif ke dalam pengembalian aset tindak pidana pencucian uang. Dewasa ini keadilan restoratif telah menjadi isu yang sangat penting dan merupakan konsep potensial untuk diterapkan sebagai norma. Sejauh ini keadilan restoratif baru diterapkan oleh negara-negara tertentu saja dengan ruang lingkup tindak pidana yang terbatas.
Dalam tulisan ini dijelaskan bahwa dimungkinkan juga untuk menerapkan keadilan restoratif dalam tindak pidana lainnya, seperti tindak pidana perekonomian yang dalam tulisan ini lebih difokuskan lagi kepada tindak pidana pencucian uang. Permasalahan yang timbul adalah peraturan perundang-udangan kita yang kurang mengikuti perkembangan masyarakat dan pandangan banyak ahli bahwa hukuman masih merupakan tindakan utama dalam menanggulangi kejahatan.
Untuk pembuatan skripsi ini, penulis menggunakan tipologi penulisan penelitian hukum secara normatif, dengan metode penelitian kepustakaan untuk mengetahui bisakah konsep keadilan restoratif diterapkan ke dalam pengembalian aset tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

This minithesis will discuss about possibility of applying the concept of restorative justice in the return on assets in money laundering. Today, restorative justice has become a very important issue and is a potential concept to be applied as the norm. So far the new restorative justice is applied by certain countries with the scope of the crime are limited.
In this paper explained that it is also possible to implement restorative justice in other crimes, such as economic crime which in this paper is more focused on money laundering. Problems that arise are the laws and our invitation less follow the development of society and the view of many experts that the punishment is still the main action in tackling crime.
In making this thesis, tha author uses the typology of writing a normative legal research, with methods of library research to find out the concept of restorative justice can be applied to the return of assets on money laundering in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S546
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Riani Atika Nanda
"Skripsi ini membahas mengenai keterkaitan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi dengan konsep keadilan restoratif. Untuk itu, dalam pembahasan skripsi ini akan dijelaskan mengenai dasar pemikiran dan dasar hukum dari pengembalian aset hasil tindak pidana di Indonesia, Britania Raya dan Thailand. Usaha Indonesia dalam upaya pengembalian aset ini pun tidak hanya dengan instrumen nasional seperti Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, tetapi juga menggunakan instrumen- instrumen internasional seperti United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 dan Bantuan Hukum Timbal Balik.
Pendekatan keadilan restoratif sebagai salah satu tujuan dari pemidanaan merupakan pemikiran yang tepat diterapkan dalam proses pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi karena dasar pemikiran dalam konsep ini sejalan dan tujuan dari keadilan restoratif dan pengembalian aset pun sejalan dan harmonis. Indonesia sebagai negara berkembang yang masih pelik dengan masalah penindakan hukum atas tindak pidana korupsi memerlukan gagasan dan pemikiran mengenai upaya pengembalian kerugian akibat tindak pidana korupsi.

This thesis discussed about the relation of stolen asset recovery on proceeds of corruption offense with the concept of restorative justice. So that, the discussion chapters of this thesis explained about the premises and legal basis of stolen asset recovery on the proceeds of corruption offense in Indonesia, the United Kingdom and Thailand. Indonesia?s effort in an endeavor to return these stolen assets was not only mandated by national law instruments such as Law Number 31 Year 1999 jo. Law Number 20 Year 2001 regarding Corruption Eradication, Law Number 15 Year 2002 regarding The Crime of Money Laundering, but also used of international law instruments such as United Nations Convention Against Corruption 2003 which ratified by Law Number 7 Year 2006 and Mutual Legal Assistance on Criminal Matters (MLA).
Restorative justice as one of the objectives of punishment is an appropriate intellection to be applied as the underlying principle of stolen asset recovery is reciprocally along with the concept of restorative justice as the intellection of this concept. Indonesia as a developing country which still complicatedly deal with the eradication of corruption offense matters, seriously needs an idea and reasoning on endeavor of restoring state's loss caused by corruption offense.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S550
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Ramzy
"Secara konvensional hukum dibagi menjadi menjadi hukum publik dan hukum privat maka hukum pidana menjadi hukum publik. di Indonesia tidak dipisahkan hukum publik dan hukum privat. Berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah menimbulkan perubahan fundamental, baik secara konsepsional maupun secara implemental terhadap tata cara penyelesaian perkara pidana di Indonesia. Terdapat suatu metode penyelesaian perkara pidana dalam hukum pidana Islam, yaitu metode perdamaian (shulh). Di dalam perdamaian (shulh) baik korban atau walinya ataupun washinya (pemegang wasiat) diperbolehkan untuk mengadakan perdamaian dalam hal penggantian hukuman dengan imbalan pengganti sama dengan diat atau lebih besar dari diat. Restorative justice atau sering diterjemahkan sebagai keadilan restoratif, merupakan suatu model pendekatan yang dalam upaya penyelesaian perkara pidana. Pendekatan ini menitikberatkan pada adanya partisipasi langsung pelaku, korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana. Proses penyelesaian perkara pidana melalui perdamaian sangat sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia yaitu semangat musyawarah untuk setiap permasalahan pidana dengan tujuan bahwa hukum pidana adalah ultimum remedium (obat terkahir) bukan sebagai premium remedium (obat utama).

Conventionally law is divided into the public law and private law in which the public law governing the relationship between citizens and the state such as criminal law, while private law governs the relationship between citizens with citizens such as contract law. Enactment of Law No. 8 of 1981 regarding Indonesian Crime Law Procedure has led to fundamental changes, both conceptually and in implemental to the settlement procedures for criminal cases in Indonesia. In the tradition of Islamic criminal law there is a method of settlement, namely method of concilliation (shulh). In the shulh both the victim or the will holder will be allowed to make conciliation in terms of punishment in return for a replacement is equal or greater than the blood money (diyat). Restorative justice is an approach model in a criminal case settlement efforts. This approach focuses on the direct participation of perpetrators, victims and society in the process of resolving criminal cases. Criminal cases settlement process through conciliation method is in accordance with the characteristic of the Indonesian nation, "spirit of deliberation" for every crime case settlement with the aim that criminal law is not as a premium remedium but ultimum remedium"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31921
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>