Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173348 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retna Hanani
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S8669
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Kastari
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komitmen Pemerintah Kabupaten Bogor dalam melaksanakan anggaran responsif gender dan melihat apakah alokasi belanja Kabupaten Bogor menunjukkan tingkat responsivitas pada aspek keberpihakan pada kesetaraan gender pada sektor pendidikan dan kesehatan. Penelitian menggunakan pendekatan positivisme dengan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan (1) telaah dokumen kebijakan strategis Kabupaten Bogor yaitu RPJPD, RPJMD, dan RKPD, dan (2) wawancara dengan instansi terkait.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) komitmen Pemerintah Kabupaten Bogor terhadap pelaksanaan anggaran responsif gender masih lemah, (2) Alokasi belanja Kabupaten Bogor di sektor pendidikan dan kesehatan sudah menggunakan anggaran responsif gender, namun masih sangat kecil. Kecilnya alokasi anggaran yang responsif gender ini karena alokasi belanja untuk aparat masih lebih besar dari pada anggaran yang diperuntukkan bagi masyarakat.

This study aims to analyze Kabupaten Bogor's commitment in implementing gender responsive budgeting and analyze if the budget allocations show the level of responsiveness of the aspects of gender equality in education and health sectors. This study conducted with positivism approach and qualitative approach. The data was collected by (1) reviewing Kabupaten Bogor?s strategic policy documents: RPJPD, RPJMD, and RKPD, and (2) interviewing relevant agencies.
The findings showed that (1) Kabupaten Bogor's commitment towards the implementation of gender responsive budgeting is still low, (2) Kabupaten Bogor's expenditure allocations in education and health sectors already use gender responsive budgeting, but the allocations are still very small. Allocations for apparatus are larger than the allocation for the community.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28625
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wuri Noviyanti
"Anggaran kesehatan di Kota Bogor berasal dari usulan kepala seksi yang ada di Dinas Kesehatan dan musrenbang tingkat Kelurahan, Kecamatan, Kota serta reses anggota DPRD. Besarnya alokasi anggaran kesehatan Kota Bogor masih dibawah aturan UU No 36 Tahun 2009 pasal 171 yang menyebutkan anggaran kesehatan yang berasal dari APBD Provinsi, Kabupaten/Kota minimal 10%. Pada anggaran kesehatan Kota Bogor masih belum merupakan anggaran prioritas hanya sebagai faktor pendukung utama prioritas pembangunan Kota Bogor. Selain itu, anggaran kesehatan yang terdapat di Dinas Kesehatan lebih diutamakan pada pelayanan kuratif bukan pelayanan promotif dan preventif. Penelitian ini dilakukan pada instansi yang memiliki peran penting dalam proses perencanaan dan penganggaran. Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian menyarankan agar Dinas Kesehatan Kota Bogor dalam perencanaan anggaran lebih mengutamakan anggaran untuk pelayanan promotif dan preventif serta lebih sering melakukan konsolidasi kepada Bappeda, BPKAD dan DPRD.

The health budget in Bogor City comes from the section head exist in District Health Office and the community aspirations village level, district, city and member of legislative recess. The magnitude the health budget allocation of Bogor City still under the act no 37 of 2009 on health article 171 that mentions the health budget comes from APBD Province, Country/City is a minimum 10%. The health budget in Bogor City is still not a priority of the budget, but the main constituents of priority development of Bogor City. In addition, there are health budgets in health service preferred curative services rather than on promotif and preventive services. This research was conducted at establishments that have an important role in the planning and budgeting process. The design of this research is qualitative research. The results suggest that the health agency of Bogor City priorities budget for promotif and preventive services in budget planning and more often having consolidate with Bappeda, BPKAD and Legislative."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S53099
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanik Widayani
"Pembangunan kesehatan merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, tanggung jawab Pemerintah yang tidak boleh dihilangkan yaitu kewajiban menyediakan biaya program pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin.
Di Kota Bogor pada akhir tahun 2002 masih terdapat 20.958 KK Miskin yang jumlahnya masih lebih tinggi dari sebelum terjadinya krisis ekonomi tahun 1997.
Dana yang diberikan Pemerintah melalui JPSBK untuk pendanaan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin akan berakhir tahun 2003, sehingga sebagai antisipasinya diperlukan negosiasi kepada Pemda dimana pada era desentralisasi ini Pemda berhak untuk memutuskan penggunaan sumberdaya yang dimiliki.
Sebagai langkah awal dilakukan analisis biaya di puskesmas Kedung Badak Kota Bogor yang diharapkan dapat diperoleh gambaran besarnya biaya pelayanan kesehatan di Puskesmas tersebut.
Pelayanan kesehatan yang dihitung adalah pelayanan pengobatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pengobatan gigi dan penanggulangan penyakit menular. Sedangkan biaya yang dihitung dibagi kedalam 5 (lima) skenario dengan memperhitungkan yaitu pertama biaya investasi, gaji, honor dan operasional, kedua biaya tanpa investasi, ketiga biaya tanpa gaji dan honor, keempat biaya tanpa gaji dan kelima hanya berdasarkan biaya operasional.Selanjutnya dilakukan estimasi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin berdasarkan sasaran yang telah dihitung selama tahun 2002.
Penelitian ini merupakan Operasional Riset dengan rancangan "Cross Sectional". Pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder tahun 2002 sedangkan analisis biaya menggunakan metode "Double Distribution".
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dan hasil perhitungan ternyata didapatkan Total Cost pelayanan kesehatan di Puskesmas Kedung Badak sebesar Rp 387.009.912,-dengan cost tertinggi pada biaya obat sebesar Rp 189.581.945,- (49,0%) diikuti dengan biaya gaji dan honor sebesar Rp 147.050.297,- (38,0%).
Diantara 5 (lima) jenis pelayanan yang dihitung maka didapatkan pelayanan Pengobatan merupakan pelayanan dengan total cost tertinggi sebesar Rp 157.109.423,ď·“dimana komponen biaya obat memberikan kontribusi terbesar.
Unit cost dengan memperhitungkan seluruh komponen investasi, gaji, honor dan operasional maka didapatkan unit cost Pengobatan sebesar Rp 5.436,-; KIA Rp 9.834,-; KB Rp 37.208,-; Pengobatan Gigi Rp 16.270; dan P2M Rp 5.721,-.
Sedangkan unit cost dengan memperhitungkan hanya komponen biaya operasional saja maka didapatkan unit cost Pengobatan sebesar Rp 4.362,-; KIA Rp 3.366,-; KB Rp 13.141,-; Pengobatan Gigi Rp 7.658,- dan P2M Rp 3.709,-.
Berdasarkan jumlah anggota gakin yang berkunjung ke Puskesmas Kedung Badak Tahun 2002 maka diperoleh estimasi biaya yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan adalah berkisar antara Rp 16.410.716; sampai dengan Rp 32.942.791,- .
Estimasi yang telah dihitung ternyata masih jauh diatas alokasi dana JPSBK yang ditetapkan Pemda Kota Bogor Tabun 2002 sebesar Rp 6.852.000,00.
Dengan basil tersebut disarankan kepada Puskesmas untuk mengusulkan biaya pelayanan kesehatan bagi gakin berdasarkan perhitungan komponen biaya operasional saja sebesar Rp 16.410.716,-dan kepada Dinas Kesehatan Kota Bogor disarankan agar melakukan perhitungan di beberapa Puskesmas sebagai pembanding dengan menambahkan biaya pelayanan luar gedung sebelum digeneralisasil diberlakukan ke seluruh Puskesmas.
Daftar bacaan : 26 ( 1986 - 2002 )

Health development is responsibility of all components of nation; responsibility of government that cannot be omitted is the obligation in providing program fund for health service designated to poor family.
In the City of Bogor as of end 2002 there was about 20,958 poor households, which is the total number still higher than prior to economic crisis in 1997.
Fund provided by government through social safety net in health sector to cover health service for poor families will be finish at the end of 2003, so as an anticipation it is need to negotiate to local government whereas in the era of decentralization, local government has right to decide its own resources.
As the first step, a cost analysis of health center of Kedung Badak at Bogor City has been undertaken; which is expected to provide total amount of fund at this health center.
Health services that have been computed are medical service, maternal and child health, family planning, dental care, and communicable disease control. Meanwhile the cost computation is divided into 5 scenarios which taken into consideration at first one is investment cost, wages, honorarium, and operational, the second one is cost without investment, the third one is cost without wages and honorarium, the forth one is cost without wages, and the fifth one is based on operational cost.
Furthermore, estimation of need of health service for poor family was undertaken based on target that computed during 2002.
This research is an operational research using cross sectional design. Data collection was using secondary data as of 2002, while cost analysis is using double distribution method.
The result of research shows that the total cost of health service at Health Center Kedung Badak is Rp 387.009.912,-. Cost of medicine provides the biggest share for total cost such as Rp 189.581,945 (49.0%) and followed by wages and honorarium cost for about Rp 147.050.297 (38%).
Among 5 types of services that have been computed shows that cost for medicine is the highest total cost about Rp 157.1 09,423 whereas medicine cost component provide the biggest contribution.
Unit cost which including component of investment, wages, honorarium, and operational cost is as follow: medical service Rp 5.436, MCH Rp 9.834, family planning Rp 37.028, dental care Rp 16.270 and CDC Rp 5.721.
Meanwhile, unit cost computation that is based on operational cost shows that cost for medical service Rp 4,362, MCH Rp 3,366, family planning Rp 13.141, dental care Rp 7.658, and CDC Rp 2.709
Based on total number of poor family who are visiting health center Kedung Badak as of 2002 has resulted an estimation cost needed for health services such are from Rp 16.410.716 up to Rp 32.942.791.
This total estimation cost is higher than allocation of social safety net Fund for health sector determined by government Bogor City in 2002 at Rp 6.852,000,
Based on that result, it suggested to health center to propose budget for health service for poor family based on computation of operational cost at Rp 16.4 1 0.716 and to District Health Office of Bogor it is suggested to make computation in several health center as a comparison with adding outside building service cost before generalized/implemented to all health center.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12933
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Joni
"Alokasi anggaran sebagai kebijakan keuangan daerah dalam menjabarkan visi dan misi Kabupaten Lahat merupakan suatu fenomena yang tidak hanya menjadi cerminan kebijakan publik tetapi sekaligus menjadi cermin pelaksanaan fungsi anggaran dalam proses pelaksanaan rencana pembangunan. Rencana pembangunan tersebut sebagaimana yang tertuang dalam rencana strategsi Kabupaten Lahat.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskdpsikan dan manganalisis alokasi anggaran pembangunan di sektor kesejahteraan sosial pada APBD tahun 2003 - 2004 dalam pelaksanaan renstra Kabupaten Lahat. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dengan metode deskriptif, berdasarkan analisis data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui wawancara dengan informan penelitian dan studi kepustakaan.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah tersaji, maka diperoleh pokok-pokok kesimpulan sebagai berikut :
Alokasi anggaran untuk bidang perekonomian yang meliputi bdang pertanian, perkebunan, petemakan dan perikanan termasuk juga pertambangan serta Perindustrian dan Perdagangan, masih sangat kecil yaitu di bawah 3%. Artinya bahwa dalam kebijakan anggaran pembangunan daerah bidang-bidang tersebut belum mendapatkan priodtas yang maksimal. Bahkan jumlah alokasi tersebut jauh di bawah alokasi bidang administrasi umum yang mencapai 7,19 %.
Alokasi anggaran untuk bidang kesehatan, kurang mendukung keseimbangan visi dan misi Kabupaten Lahat yang ingin mewujudkan masyarakat yang sehat dengan jumlah alokasi anggaran sebesar 9,23 %., dad kondisi ideal yang disyaratkan anggaran nasional sebesar 15% dari APBD. Begitu juga alokasi bagi peningkatan kualitas aparatur pemerintahan masih belum mendapat prioritas yang berarti dengan kecilnya anggaran yang dialokasikan, sementara itu indikator kinerja yang harus diwujudkan terlalu banyak. Namun demikian, dengan besaran alokasi anggaran untuk bidang pendidikan sekitar 26,76%, kebijakan alokasi anggaran Pemerintah Kabupaten Lahat sebenarnya sudah terarah untuk mewujudkan visi dan misi Kabupaten Lahat, karena sumber daya manusia merupakan pandasi utama pelaksanaan pembangunan daerah. Demikian juga alokasi anggaran bidang transportasi 27,92% dan total Anggaran Belanja Pembangunan Tahun 2004. Kebijakan alokasi anggaran pembangunan sudah terarah untuk mewujudkan visi dan misi Kabupaten Lahat, karena sarana dan prasarana transportasi merupakan salah satu fondasi ekonomi daerah serta urat nadi perekonomian masyarakat dan daerah yang sekaligus menghubungkan wilayah terpencil. Dengan strategi anggaran yang terarah pada upaya peningkatkan kualitas sumber daya manusia dan penguatan fondasi perekonomian daerah yang dinamis, maka secara bertahap Visi dan Misi Kabupaten Lahat dapat diwujudkan.
Berdasarkan analisis alokasi anggaran pembangunan dalam pembangunan kesejahteraan sosial diketahui bahwa kebijakan alokasi anggaran pembangunan Kabupaten Lahat tahun 2003 dan 2004 dan indikator besaran anggaran yang dialokasikan, belum sepenuhnya memihak pada upaya pembangunan kesejahteraan sosial. Pembangunan kesejahteraan sosial yang diamanatkan dalam renstrada belum mampu dijabarkan dalam kebijakan anggaran.
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas maka saran-saran yang perlu disampaikan kepada pihak yang diteliti adalah sebagai berikut :
Pemerintah kabupaten Lahat perlu membentuk Tim Asistensi Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Anggaran dengan melibatkan kalangan akademisi dan konsultan profesional. Pemerintah Kabupaten Lahat bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lahat perlu segera merumuskan kebijakan yang kondusif menyangkut regulasi di bidang pembiayaan daerah, terutama alokasi anggaran pembangunan yang terarah untuk meningkatkan produktivitas daerah.
Alokasi anggaran pembangunan untuk merealisasikan visi dan misi Kabupaten Lahat yaitu pada bidang pendidikan, apartur pemerintahan, kesehatan, Agama (peningkatan keimanan dan ketagwaan masyarakat Kabupaten Lahat) dan perekonomian (Pertanian, Perkebunan, Petemakan, Perikanan, Pertambangan dan Pariwisata) serta pembangunan prasarana dasar meliputi pemukiman, gedung dan pelayanan kepada masyarakat perk' menjadi prioritas dalam kebijakan anggaran pembiayaan daerah kabupaten Lahat di masa mendatang tanpa mengesampingkan bidang-bidang pembangunan lain.
Konsistensi kebijakan anggaran pembangunan dalam hal ini alokasi anggaran pembangunan sebagai operasionalisasi dari program yang talah ditetapkan dalam rencana strategis daerah perlu dijaga sehingga pencapaian visi dan misi daerah dapat diwujudkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21994
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ritta
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S8651
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Matul Ma Rifah
"Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh pemerintah daerah dan DPRD. APBD ditetapkan paling lambat tanggal 31 Desember sebelum tahun anggaran berjalan. Namun, dalam pelaksanaannya masih banyak daerah di Indonesia terlambat menetapkan APBD termasuk Kota Bekasi. Setiap tahun Kota Bekasi selalu terlambat menetapkan APBD. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori kebijakan publik dan penganggaran daerah. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab keterlambatan penetapan APBD di Kota Bekasi tahun anggaran 2013, yaitu: 1) Adanya keterlambatan pembahasan KUA-PPAS antara DPRD dan TAPD; 2) Adanya keterlambatan evaluasi Raperda APBD oleh gubernur Jawa Barat; 3) Belum ada sanksi dari pemerintah pusat terhadap keterlambatan penetapan APBD di daerah; 4) Belum adanya peran aktif eksekutif dan legislatif dalam mendorong penetapan APBD tepat waktu.
Rekomendasi yang diberikan yaitu memperjelas pokok-pokok pikiran dewan, hak dewan, dan hasil reses dewan yang masuk ke dalam penganggaran serta memberlakukan sanksi bagi daerah yang terlambat menetapkan APBD."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55101
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Ayu Ningtyas
"Anggaran pendidikan merupakan komponen terpenting dalam mewujudkan pembangunan terutama dalam aspek sumber daya manusia, upaya yang telah dilakukan adalah meningkatkan alokasi anggaran hingga 20% sesuai dengan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 Pasal 49 ayat 1. Namun, peningkatan anggaran belum menunjukkan tanda-tanda peningkatan mutu pendidikan khususnya di Kota Depok dan Kota Bogor. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian alokasi anggaran pendidikan dengan kualitas pendidikan yang tertuang dalam Renstra dari perspektif efisiensi alokatif, sehingga gambaran yang jelas akan menyebabkan peningkatan alokasi tidak sejalan dengan kualitas pendidikan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah post-positivism, pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam dan dokumen sebagai data sekunder, dan melakukan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini adalah belum terpenuhinya kesesuaian antara alokasi anggaran pendidikan dengan skala prioritas di Kota Depok dan Kota Bogor, hal ini disebabkan beberapa hal, yaitu: (1) anggaran pendidikan belum dialokasikan secara optimal untuk berorientasi input. untuk peningkatan kualitas Renstra dan Renja pendidikan, (2) alokasi anggaran pendidikan lebih banyak dialokasikan pada komponen-komponen yang tidak produktif dalam peningkatan mutu pendidikan, dan (3) program peningkatan mutu pendidikan belum dilaksanakan secara masif. Solusi utama dari penelitian ini adalah meningkatkan kualitas data sekolah berdasarkan kebutuhan pokok sehingga Renstra ditetapkan sesuai dengan tingkat urgensi kota, sehingga anggaran yang dialokasikan dapat sesuai dengan Renstra berdasarkan skala prioritas.

The education budget is the most important component in realizing development, especially in the aspect of human resources, efforts that have been made are increasing the budget allocation by up to 20% in accordance with the mandate of the National Education System Law number 20 of 2003 Article 49 paragraph 1.However, the increase in the budget has not shown signs of improving the quality of education, especially in Depok City and Bogor City. Therefore, this study aims to analyze the suitability of education budget allocations with the quality of education contained in the Strategic Plan from the perspective of allocative efficiency, so that a clear picture will cause an increase in allocations to be inconsistent with the quality of education. The method used in this research is post-positivism, data collection by conducting in-depth interviews and documents as secondary data, and conducting qualitative analysis. The results of this study are that there has not been a match between the allocation of the education budget and the priority scale in Depok City and Bogor City, this is due to several things, namely: (1) the education budget has not been allocated optimally for input orientation. for improving the quality of the Renstra and Renja for education, (2) more education budget allocations are allocated to unproductive components in improving the quality of education, and (3) programs for improving the quality of education have not been implemented massively. The main solution of this research is to improve the quality of school data based on basic needs so that the strategic plan is determined according to the urgency level of the city, so that the allocated budget can be in accordance with the strategic plan based on a priority scale."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dani Wahyudi
"Dengan diterapkannya UU NO. 22 Tahun 1999 yang mengatur pelaksanaan otonomi daerah diharapkan dapat memberikan peluang bagi daerah untuk lebih mampu mengembangkan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki untuk mendukung berjalannya pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Kewenangan yang dimiliki daerah otonom diharapkan mendukung pembangunan daerah yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pelaksanaan pembangunan tersebut memerlukan pembiayaan yang bersumber dan pemerintah maupun dari masyarakat daerah itu sendiri.
Sehubungan dengan pembiayaan pelaksanaan pembangunan di daerah belum sepenuhnya dibiayai oleh daerah sendiri, dimana disebabkan keterbatasan sumber pendapatan asli daerah, sehingga membuat daerah masih memiliki ketergantungan dengan pemerintah pusat dalam pendanaan pembangunan daerahnya. Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1999 salah satu pendapatan daerah yang relatif dapat menutupi keperluan pembiayaan pembangunan daerah adalah Dana Alokasi Umum (Block Grant) yang merupakan dana perimbangan pusat dan daerah yang jumlahnya relatif besar.
Pemerintah daerah sebagai lembaga daerah yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan dana tersebut dituntut dapat melaksanakan manajemen keuangan daerah yang tepat seseuai dengan kebutuhan daerah bersangkutan.
Sebagai salah satu wujud perhatian terhadap kondisi di atas, maka penulisan tesis ini peneliti tertarik dengan judul : "Pola Alokasi Anggaran Pembangunan Setelah diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 Di Kabupaten Lampung Selatan". Selanjutnya untuk menfokuskan permasalah penelitian tersebut telah dirumuskan suatu pertanyaan yaitu : Bagaimanakah pola alokasi anggaran pembangunan yang terjadi setelah diberlakukanya UU No.22 Tahun 1999 di Kabupaten Lampung Selatan, dan Bagaimanakah mekanisme yang digunakan oleh Daerah Kabupaten Lampung selatan dalam penyusunanan anggaran pembangunannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T9831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuliansyah Putra Zulkarnain
"Interaction between the local government and the council serves as one of significant factors that endorse the effectiveness of decentralization pursuant to Law No. 22 of 1999 on Local Government in Indonesia. One of the arenas in which such interaction between the two district organizations takes place is the formulation of policies on Local Budget, as part of their regulatory function.
Such formulation of policies on Local Budget is provided in the Government Regulation No. 105 of 2000 and Decree of Minister of Domestic Affairs No. 29 of 2002. These two legal bases reflect the interaction between local government and the council in the formulation of General Course and Policies, Local Budget Strategies-Policies and deliberation of Local Budget Proposal. However, in reality the process is smeared by conflict of interests among the incumbents that disregard local stakeholders' interests. As a consequence, the stipulated Local Budget is considered irrelevant to the needs of the local people and is likely to favor the interests of the incumbents both in the local government and in the council.
A case study approach was employed to examine the above mentioned issues of Depok City. There are a number of reasons to study these issues in Depok City, i.e. (1) it already ratified Local Regulation No. 1 of 2003 on Management and Accountability of Local Finance as a follow-up of the Decree of Minister of Domestic Affairs No. 29 of 2002, (2) it has employed Communication Forum for Participative Development Planning as a major element in the formulation of General Course and Policies and (3) it fits the technical aspects of this study. This study focuses on the power and resources dependency approach and the state-centered approach. Based on these two approaches, emphasis is put on the interaction process, types of interaction, and dynamic elements that constitute such interaction.
Based on the results of the study, it may be concluded that, (1) the interaction between the local government and the council is dominated by the local government due to its greater access to power and resources, (2) the imbalanced interaction is resulted from lack of access to resources by the Budget Committee of the council (3) imbalanced interaction in the formulation of the general course and policies and budget strategies-priorities has formed an anticipated reaction type of interaction due to weak position of the council on situational basis, (4) the interaction in the formulation of the general course and policies and budget strategies and priorities tend to be contravening, leading to disassociating process, (5) during the deliberation of Local Budget Proposal, the interaction inclined to a no decision making situation influenced by the interaction between offices/agencies/institutions and the faction-commission to urge the Budget Committee of the council that eliminates the contravening situation, leading to associative interaction and (6) the mayor direct election will strengthen the incumbent in the local government due to increasing political legitimacy of the local government, and on the contrary weakening the position of local legislators or the council in such interaction.
Based on the above conclusion, the following recommendations might be taken into consideration: (1) to build a balanced interaction by improving both individual and institutional capacity of the local legislators or the council, (2) each faction requires its member to understand both the process and material of local budgeting, (3) to build balanced formality and informality by putting forward transparency and improving interaction frequency between the local government and the local legislators or the council on institutional basis, (4) the effort to improve institutional capacity of the council may be achieved by institutionalizing inter-faction interaction and to dissolve internal grouping, (5) institutionalizing the cross-faction lobbying mechanism in the council, regular reporting and joint discussion to moderate sheer interest of political parties and (6) the mayor direct election must be balanced by improving institutional capacity, guidelines for the council for formulating and monitoring the Local Budget and maintaining good interaction with the local government."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>