Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109502 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agung Suseno
"Evaluasi terhadap perencanaan program alternative development di Mukim Lamteuba perlu dilakukan. Program alih fungsi lahan ganja yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2006 belum menampakkan hasil yang nyata. Penyebabnya, perencanaan program alternative development periode 2006-2008 berujung kekecewaan warga Mukim Lamteuba. Tahun 2012 program tersebut direncanakan akan dilaksanakan kembali dengan menanam Jabon dan Nilam. Sebelum hal tersebut terlaksana, perlu dilakukan evaluasi atas perencanaan yang dibuat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan positivist dengan metode observasi, wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Hasil dari penelitian ini, perencanaan program alternative development alih fungsi lahan ganja di Mukim Lamteuba belum berjalan dengan baik.

The evaluation of alternative development planning program in Lamteuba Village is necessary. The program of Mariyuana Land Conversion which has been implemented since 2006 has not showed the real results. The problem is, the planning of alternative development program period of 2006 until 2008 made a dissapointment to the Lamteuba?s villagers. In 2012, that program will be plan to held back with jabon and patchouli as an alternative plants. Before that, we need to evaluate the plan that has been made. This research used positivist approach with observation methods, in-depth interviews and study of documentations. The results of this study is found that the alternative development planning program of mariyuana land conversion in Lamteuba Village is do not run well."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30326
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Siwi Suharini
"Penelitian membahas mengenai penerapan program alternative development dalam menangani kultivasi ganja di Mukim Lamteuba, Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Alternaive development adalah suatu proses untuk mencegah dan membasmi kultivasi ilegal tanaman yang mengandung narkotika dan psikotropika melalui upaya pengembangan pedesaan yang dirancang khusus dalam rangka pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan dan upaya-upaya pengembangan berkelanjutan di negara-negara yang berjuang melawan narkotika ilegal. Penelitian menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Program alternative development di Mukim Lamteuba telah dilakukan sejak tahun 2006. Program yang dilakukan adalah alih fungsi lahan ganja dengan tanaman lain yang memiliki ekonomi tinggi seperti nilam, jabon dan kunyit. Sasaran strategis alternative development yaitu Menurunnya Produksi Ganja dan Kawasan Rawan penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba melalui konsep alternative development di Provinsi Aceh dengan upaya pengembangan pedesaan dalam rangka pertumbuhan ekonomi. Program alih fungsi lahan ganja telah berhasil menurunkan jumlah lahan ganja dan mengurangi jumlah petani ganja, dilihat dari eradikasi ganja di Aceh mengalami penurunan yaitu dari 178,4 hektar pada tahun 2010 menjadi 96 hektar pada tahun 2015. Program AD belum mampu meningkatkan ekonomi masyarakat, karena hasil kultivasi ganja mencapai harga tertinggi yaitu Rp. 560.000.000/hektar sedangkan harga tanaman pengganti yang dilakukan dalam program AD sebagai komoditi yaitu hanya Rp. 110.700.000/hektar untuk nilam, Rp. 300.000.000/hektar untuk jabon, dan Rp. 175.000.000/hektar untuk kunyit.

The research discuss about the implementation of the alternative development in countering cannabis cultivation in Mukim Lamteuba, Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Alternative developmentis a process to prevent and eliminate the illicit cultivation of plants containing narcotics and psychotropic substances through specifically designed rural development measures in the context of sustained national growth and sustainable development efforts in countries taking action against drugs, recognizing the particular socio economic characteristics of the target communities and groups, within the framework of a comprehensive and permanent solution to the problem of illicit drugs. The research used analitical descriptive methode and qualitative approach. Indonesia has implemented the alternative development in countering cannabis cultivation in Aceh since 2006. One of the program which is implemented is land conversion of cannabis land with other crops which has high economic value such as nilam, jabon, and turmeric. The strategic target of the alternative development is reducing the production of cannabis and high risks area ensp of ensp illicit drug trafficking and abuse through the alternative development concept in the Province of Aceh with rural development efforts in the context of economic growth. The program has succeeded in reducing the cannabis cultivation and reducing the amount of the cannabis farmers, as shown that the eradication of cannabis land in Aceh decrease from 178,4 hectare in 2010 become 96 hectare in 2015.The AD program is still not able to increase the economy of the community, since cannabis has reached the highest price than the other substitution plants i.e. Rp. 560.000.000 hectare, where the price of other commodity is Rp. 110.700.000 hectare of nilam, Rp. 300.000.000 hectare of jabon, and Rp. 175.000.000 hectare of curcuma. "
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"One important aspect of service quality is the fulfillment of client rights in health service which are : Information, Access to service, informed choice, Safe service, Privacy and confidentiality, Dignity, comfort and expression of opinion, and Continuity of care."
BUPESIK
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ismail Saleh
"Penelitian ini menganalisis akar masalah suatu pemerintah daerah gagal memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini melakukan pemetaan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan menganalisis penyebab utama kegagalan suatu pemerintah daerah dalam memperoleh opini WTP. Ruang lingkup penelitian dibatasi dengan menggunakan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2013-2019 dan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tahun 2014-2020. Penelitian ini dilakukan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) XX yang tidak pernah sekalipun memperoleh opini WTP. Hasil pemetaan yang dilakukan penelitian ini menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh Pemda XX mencakup pelanggaran akun, sistem pengendalian internal, dan kepatuhan. Penelitian ini menunjukan permasalahan tersebut disebabkan oleh kelemahan pada struktur oragnisasi, keterbatasan kompetensi, dan profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah XX. Akar masalah tersebut terjadi pada level penatausahaan keuangan di tingkat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan terutama pada aspek pengawasan di tiap level berjenjang.

This study analyzed the root issues of The Local Government failing to obtain an Unqualified Opinion. The method used in this research was a qualitative method with a case study approach. This study was conducted to map findings and analyze the main issues of The Local Government failing to obtain an Unqualified Opinion. The scope of the study was limited by using the Local Government XX Financial Reports from 2013 to 2019 and the Audit Report of the Audit Board of The Republic of Indonesia from 2014 to 2020. This study was conducted on Local Government XX which had never received an unqualified opinion. The result of the study indicated that the issues obtained from mapping the findings of violations of account problems, internal control systems, and compliance. This study shows that the problems were caused by weaknesses in organizational structure, limitations in the competence, and professionalism of human resources owned by the Local Government XX. The main problem occurred at the financial administration at the Local Government Work Unit level and the weak supervision at each tiered level."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanibal Hamidi
"Perencanaan strategis dalam suam organisasi diyakini oleh bnrbagai teori sangat penting dalam menyuunbang pencapaian tujuan organisasi. Perencanaan strategis adalah proses perencanaan jangka panjang yang disusun dan digunakan sebagai alat utama untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dalam maupun linglcungan luar organisasi yang terus berubah dan mempengaruhi kelangsungan hidup organisasi.
Untuk menjawab, lingkungan dalam dan lingkungan luar organisasi apa saja yang mempengaruhi organisasi, serta perencanaan srtategi yang nagaimana yang akan menjadi pegangan organisasi dalarn mencapai tujuan organisasi, maka dilakukan penelitian terhadap Dinas Kesehatan Tanggamus - Kabupaten Tanggamus-Propinsi Lampung.
Informasi diperoleh melalui data sekunder dari sumber resmi yang berwenang untuk itu dan informan yang berasal dari pimpinan-pimpinan Dinas Kesehatan Tanggamus yang ditentukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Tanggamus melalui pendekatan kelompok diskusi terarah ( focus group discussion ). Penelitian dilakukan melalui tahap pengumpulan data, analisis lingkungan eksternal dan analisis lingkungan internal, selanjutnya tahap matching dengan menggunakan analisis SWOT ( Strength Weakness Opportunities Threats ) dan analisis SPACE (Strategic Positioriand Action Evalution) , dan tahap pengambilan keputusan melalui analisis QSPM (Qantitative Strategic Planning Matrix).
Berdasarkan hasil penelitian saat ini melalui analisis SPACE , dan analisis SWOT menunjukkan bahwa dinas kesehatan Tanggamus dalam posisi yang balk untuk melakukan strategi agresif , dan dengan kekuatan yang ada diperglmakan untnk memanfaatkan peluang, serta mengatasi ancaman dan kelernahan yang ada. Dengan stratcgi terpilih melalui QSPM (Qantitarive Strategic Planning Matrix) yaitu pertama membuka kesempatan pihak swasta untuk ikut dalam kegiatan kesehatan melalui kemudahan-kemudahan perijinan dan dukungan pernbinaan serta perlindungan, kedua menjadikan dinas kesehatan Tanggamus sebagai akselemtor dan dinamisator di bidang kesehatan melalui peningkatan peran fasilitator terhadap keperluan kegiatan pelaksanaan program kesehatan oleh negara atau pihak swasta, dan ketiga adalah mengembangkan sistim komputenisasi pada semua kegiatan manajerial pada dinas kesehatan Tanggamus.

Strategic planning in an organization is believe by many teories which are very important to get the goal ofthe organization. Strategic planning is the process of long planning which are arrange and use as the best equipment to adaption for the environment whether inside or outside of the organization which are always change and influence to organization.
To answer what are the factors than can influence the organization and how is the strategic planning which will be principle of the organization to get the goal, so it is obseved in the health department Tanggamus - Tanggamus - Larnpung. The information can be collected throw secunder data from the accurate source, and the leaders of health depamnent Tanggamus which are appointed by the head of the health department Tanggamus throw focus group discussion. This observation is made by the stage of collecting data, analyzing the external and internal environment, and the stage of matching through SWOT and SPACE analysis, and the last stage of making decision through QSPM analysis.
Up to know, based on SPACE and SWOT analysis it shows us that health department Tanggamus in the good condition to use agresif strategy, and using their strength they can fullfil their opportunities and to prevent the threats and weakness. The priority of the QSPM result strategys, the first giving the chance for particular to follow and support the health activities through easly permission, supervision and protection. The second, making the the health department Tanggamus as acselarator and dinamisator in the health aspect by developing the function of fasilitator to the beneficial of the health program activities by the government or particular. The third developing computer system at all managerial activities in health department Tanggamus.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T2522
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Mara Oloan
"ABSTRAK
Berkembangnya kehidupan demokrasi di Indonesia telah disusul dengan tuntutan demokratisasi dalam berbagai bidang termasuk dalam penataan ruang. Menguatnya tuntutan masyarakat agar diikutsertakan dalam perencanaan tara ruang kota merupakan salah satu indikasi perubahan tersebut. Sebelumnya, kebijakan nasional yang mengadopsi PSM dalam perencanaan sudah banyak. Fakta lapangan, penyelenggaraan PSM dalam perencanaan tata ruang masih terus dipertanyakan banyak pihak. lni berani pendekatan PSM belum terinstitusionalisasi dalam arti belum diterima, belum dinilai tinggi, dan belum dipaluhi.
Rencana tata ruang kota merupakan kebijakan publik (public poiicy). Pemasalahan kebijakan akan terjadi apabila kebutuhan-kcbutuhan (needs), nilai-nilai (valtrex), dan potensi/peluang untuk perbaikan belum tercalisasi padahal seharusnya dapat didorong melalui public action. Munculnya tunlulan masyaral-:al berperan serla dalam perncanaan lata ruang kota mengindikasikan adanya kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi, nilai-nilai terdistorsi, dan peluang perbaikan yang tidak termanfaatkan. Kesenjangan yang ada antara kebijakan pnblik dengan harapan masyarakat merupakan persoalan kebijakan (policy probiem).
Berdasarkan permasalahan dikemukakan diatas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah persoalan kebijakan (policy problem) PSM dalam perencanaan tata ruang kota di kota Jakarta? 2) Bagaimana model PSM yang diinginkan stakeholders dapat ditransformasikan dalam proses pelembagaan perencanaan tata ruang kota Jakarta? 3) Bagaimana institusionalisasi PSM tersebut di dalam perencanaan tata ruang kota Jakarta?
Penelitian ini berlolak dari asumsi, proses perencanaan tata ruang kota merupakan proses pembuatan kebijakan publik. Berdasar asumsi ini, proses perencanaan tata ruang pada dasarnya mengikuti kerangka proses pembuatan kebijakan publik (public policy making). Untuk mengkaji persoalan kebijakan mengenai PSM, dilakukan analisis secara policy content terhadap tatanan peraturan nasional serta tatanan peraturan dan kebijakan yang terkait langsung dengan PSM dalam perencanaan di DKI Jakarta. Ada beberapa teori yang digunakan sebagai alat analisis. Pertama, A ladder of citizen participation dari Arnstein. Kedua, lnstitusionalisasi yang diangkat dari teori institution building dari The Inter-University Research Programme for Instituion Building. Ketiga teori tentang instrumen kebijakan dari Howlett & Ramesh.
Eksplorasi terhadap model PSM yang diinginkan stakeholders, didekati dari teori tentang lingkup PSM oleh Ronald McGill dan Margareth, teori tentang obyek PSM dari Fagence, teori tentang isu-isu panting dalam penyelenggaraan PSM dari Margareth. Untuk mengetahui pola interaksi antar kelompok stakeholders, didekati dengan paradigma jaringan kolaboratif PSM yang dikemukakan Innes & Booher, serta teori social capital khususnya pola interaksi antar institusi yang dikemukakan Ismail Serageldin & Christian Grootaert. Sedangkan untuk mengetahui institusionalisasi PSM dalam perencanaan tata ruang Kota Jakarta, didekati dari teori institution building dikemukakan diatas.
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian deskriptif-eksploratif. Disebut deskriptif karena merupakan penelitian klarifikasi PSM sebagai fenomena sosial. Sebagai penelitian eksploratif penelitian ini berupaya mencari jawaban-jawaban mengenai How dan Why perihal PSM. Data kuantitatif diperoleh dari pengolahan terhadap jawaban responden atas kuesioner, dan data kualitatif diperoleh dari wavtancara mendalam dengan para informan, hasii telaahan terhadap tatanan peraluran, kebijakan, dan dokumen terkait lainnya, Serta observasi lapangan. Responden dipilih dari stakeholders kelompok government, pi-ivote sector, dan civil society secara purposive yang diwakili institusi, asosiasi, organisasi, dan kelompok yang berpartisipasi dalam penataan ruang.
Temuan penelitian menyingkapkan bahwa tatanan peraturan nasional membatasi PSM hanya pada tingkatan informing, consultation, dan plocotion (tangga ke 3, 4, dan 5), dan sedikit pada taraf kemitraan ("partnership?). PSM yang lelah diterapkan oleh Pemda DKI Jakarta mencapai tingkatan kemitraan (partnership) melalui perwakilan institusi dari Perguruan Tinggi, Asosiasi Profesi, Asosiasi Pelaku Bisnis, institusi-institusi pemerintah pusat dan daerah, dan LSM sehingga PSM bersifat institusional. Sedangkan PSM yang diharapkan stakeholders mencapai tingkatan delegated power dan citizen control (tangga ke 7 dan 8 Arstein). Namun khususnya kelompok civil society, memilih tetap dilakukan bersama-sama dengan pemerintah dan private sector secara terbuka.
Sebagian besar stakeholders menyatakan tingkat pelibatan PSM selama ini tidak cukup, padahal dinilai sangat panting. Nilai-nilai keadilan, dan pernerataan sosial-ekonomi dinilai belum terealisasi. Stakeholder menyatakan bahwa tujuan utama PSM adalah untuk memastikan aspek keadilan dan pemerataan sosial ekonomi diakomodasikan dalam rencana tata ruang kota. Penelitian ini menyimpulkan tidal( efektifnya pelaksanaan PSM dalam perencanaan, bersumber dari tidak adanya pcngaturan PSM pada sebagian besar unsur/sub-unsur institusionalisasi, baik pada tatanan peraturan nasional maupun daerah. Kebijakan strategis (UU Penataan Ruang) yang telah mengadopsi pendekatan PSM, temyata juga tidak ditindaklanjuti dengan penetapan instrumen-instrumen kebijakan yang memadai agar kebijakan strategis tersebut efektif sehingga untuk menyelenggarakan PSM pedomannya tidak memadai.
Model PSM dalam perencanaan tata ruang kota yang diinginkan stakeholders, memiliki pola benjenjang/bertahap. Bukan seperti PSM paradigma tradisional lagi, tetapi tidak pula seperti paradigma jaringan kolaboratif yang dikemukakan Innes and Booher. Untuk tahap awal, stakeholders menghendald forum-forum informal, dimana kelompok civil society harus dipisah dengan kelompok bisnis (private sector). Selain itu, stakeholders menginginkan adanya Komisi Perencanaan, bertugas mengembangkan pendekatan, menyusun strategi, mengagendakan, dan membahas hasil akhir dari proses PSM dalam perencanaan tata ruang kota.
Penelitian ini menunjukkan bahwa institusionalisasi PSM masih rnenghadapi masalah besar. Sebanyak 21 dari 27 unsur/sub-unsur institusionalisasi kondisinya masih "tidak memadai? sebagai persyaratan berlangsungnya proses institusionalisasi PSM dalam perencanaan tata ruang kota. Dinas Tata Kota DK1 Jakarta sebagai institusi perencanaan, tidak disiapkan untuk menyelenggarakan PSM dengan partisipasi yang lebih luas dari civil society, private sector dan government sebagai implementasi pendekatan PSM yang sudah diadopsi UU Pcnataan Ruang . Hal ini terkait dengan tidak memadainya instrumen kebijakan dari UU tersebut.

ABSTRACT
The evolvement of democratic life in Indonesia has been followed by the need of democratization in all sectors including in spatial planning. lnvigorating contention from community demanding to be involved in the urban planning process is one ofthe indications of such evolvement. Prior to that, the national policy adopting Public Participation (hereinafter ?PP?) in planning had reached numerous numbers. ln contrary, the empiric Facts show that the implementation of PP in urban planning process remains questioned frequently by many parties. This implies that the approach of PP has not been institutionalized, in a way that it has not been well-accepted, not highly praised, and has been neglected.
Urban planning is a public policy. Policy problems will occur if needs, values, and opportunities for improvement have not been executed, whereas they could be encouraged through public action. The existence of public contention to be involved in urban planning indicates that there arc unfullilled needs, distorted values, and unutilized opportunities for invoking improvement. Gap occurred between settled public policies with public?s expectations constitutes as a policy problem. According to problems elaborated above, this research questions: l) ?What are policy problems of implementating PP in urban planning process in Jakarta?? 2) ?How could the PP model desired by stakeholders be transformed in institutionalization process of urban planning of .lakarta'?? 3) ?How has the institutionalization of PP in the urban planning of Jakarta been institutionalized??
This research is based on the assumption that the process of urban planning is a process of public policy making. Evolving from such assumption, the process of urban planning basically follows the frame of public policy making process. In reviewing policy problem of PP in urban planning, analysis through policy content is conducted towards the set of national regulations and provincial regulations directly attached with PP in the planning of Jakarta. There are several theories utilized as tools of analysis in this research. The first theory is ?A ladder of Citizen Participation" from Amstein. The second theory is the institutionalization which arises from the theory of institution building from ?The Inter-University Research Programme for Institution Building?. The third theory is concerning the policy instrument by Howlett & Ramesh.
Exploration of the PP model intended by the stakeholders is observed by the approach using several theories; the theory on the coverage of PP by Ronald McGill and by Margareth, the theory on the object of PP by Fagence, and also the theory conceming major issues in the implementation of PP also by Margareth. In identifying the interaction pattern among the stakeholders, a theory on the paradigm of colaborative network of PP by Innes & Booher, and also a theory on social capitol specifically on the interaction pattem among institutions by Ismail Serageldin & Christian Grootaert, are applied. In the other hand, in identifying the institutionalization of PP in the Jakarta urban planning, the aforementioned institution building theory is applied.
This research is built as descriptive-explorative research. It is descriptive because it is a research on the clarification of PP as a social phenomenon. It is an explorative research because it aims to find solutions on ?how? and ?why? regarding PP. Quantitative data is obtained through the analysis of respondents? answers to questionnaires, and qualitative data is obtained through profound interviews with informants, critical review on the set of regulations, law, related documents and field observation. Respondents are chosen from groups of stakeholders, government, private sector, and civil society in purposive order represented by institutions, associations, organizations, and groups of participants on spatial planning.
Research finding reveals that the set of national regulation enacts limitation to PP only to the degree of informing, consultation, and placation (the 3rd, 4th, and 5th ladder), and a little to the degree of partnership. PP implemented by the provincial government of Jakarta has reached the degree of partnership through institution representatives from universities, professional associations, business associations, central and regional govemmental institutions, and non-governmental organizations that makes PP institutional. However, PP aspired by stakeholders reaches the degree of delegated power and citizen control (the 7th and 8th Amstein?s ladders). Though, groups of civil society in particular, prefer to participate together with government and private sector transparently.
Most of stakeholders narrated that the involvement degree of PP up to the present is not suflicient, whereas its value considered being very substantial. Values of justice and redistribution of social-economics are argued to be not realized yet. Stakeholders affirm that the main objective of PP is to ensure that the aspects of justice and social-economics equality are being accommodated in urban planning process. This research concludes that the ineffectivencss of the implementation of PP in planning is rooted from the absence of the regulation of PP in most of institutionalization elements in both national and regional/provincial set of regulations and policies. The strategic policy (The Spatial Planning Act No.24/1992) adopting PP implementation is infact not equipped with sufficient policy instruments in order to make the strategic policy becomes effective. Thus, the directive of PP implementation is also insufficient.
Model of PP in urban planning process intended by the stakeholders has a grading pattern. It is not similar to the traditional paradigm of PP or either to the collaborative network paradigm stated by limes & Booher. In the first grade of the model, stakeholders yearn for informal forums, in which civil society groups must be separated from private sector groups. Moreover, stakeholders request for a Commission of Planning. This commission has the obligation to develop model of approach, set strategies, arrange agenda and discuss the linal results of PP process in urban planning.
This research illustrates that the institutionalization of PP still faces problems. 21 out of 2? elements/sub-elements of institutionalization still struggle with the condition of ?insufficiency? as a requirement to implement PP institutionalization process in the urban planning. City Planning Agency of Jakarta?s Government, as a planning institution, is not prepared to perform PP implementation with a wider range of participation from the civil society, private sector, and the govemment, as an implementation of PP approach that had been adopted by The Spatial Plaruiing Act No.24/1992. This is in accordance to the fact of the insufficient policy instrument in the derivative of such act."
Depok: 2007
D818
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachma Fitriati
Jakarta: Sekretariat Jenderal DPD RI, 2017
307.1 RAC s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Indah Susilowati
"Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang mengamanatkan bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari wilayah kota. Sedangkan RTH yang dimiliki oleh Jakarta baru mencapai 9.6 %. Pada kota-kota besar yang terlanjur sudah berkembang seperti Jakarta sulit memenuhi target tersebut termasuk di dalamnya RTH Pemakaman. Jakarta mengalami krisis lahan pemakaman dimana sudah banyak areal pemakaman yang penuh dan terjadi alih fungsi guna lahan. Hal ini menuntut penelitian untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi dalam implementasi kebijakan penataan ruang pada RTH dengan fokus areal pemakaman di Jakarta.
Penelitian ini menggunakan pendekatan positivism/ kuantitatif. Pengumpulan data sekunder dan wawancara mendalam dilakukan pada pihak pemerintah, swasta dan masyarakat. Faktor-faktor diperoleh dalam proses penelitian adalah ketersediaan anggaran, regulasi penataan ruang, struktur organisasi dan dukungan politik. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketersediaan anggaran terbatas, regulasi penataan ruang menyimpang, struktur organisasi belum mendukung, dan dukungan politik tidak konsisten dalam membela kepentingan umum.

The Law Number 26 of the Year 2007 on space management mandates that the proportion of the green open space in the city area is at least 30% out of the city area. Meanwhile, the Green Open Space (GOS) owned by Jakarta only reaches 9.6%. In the big cities which have been developed like Jakarta, it is difficult to accomplish the target, including the target on the Cemetery GOS. Jakarta suffers from the cemetery land crisis as many cemetery areas are full, and the function of some of these cemetery areas has been altered. This situation requires research to seek for factors influencing the implementation of the space management policy on the GOS with the focus of the cemetery area in Jakarta.
This research uses the positivism/quantitative approach. The secondary data collection and the in-depth interview were conducted to the government, the private sector, and the society. The factors obtained in the research process are the budget availability, the space management regulations, the organizational structure, and the political support. The research results show that the budget availability is limited, the space management regulations deviate, the organizational structure has not supported, and the political support is not consistent in defending public interests.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yumeldasari,author
"Penelitian ini berfokus pada keberadaan dua pasar malam di Jalan Puri KelurahanKembangan Selatan Kecamatan Kembangan Jakarta Barat dengan unit analisisnyaadalah pedagang pengunjung pendukung dan Pemerintah Kota Jakarta Barat sertapihak pihak lain yang berkaitan secara langsung atau tidak langsung dengankeberadaan pasar malam di lokasi ini Keberadaan pasar malam di Jalan Puri Moleksejak tahun 2009 merupakan fenomena yang tidak dapat diabaikan di tengahpesatnya pertumbuhan pusat perbelanjaan modern seperti mal Para pelaku yangberada di pasar malam Jalan Puri Molek yang berasal dari berbagai latar belakang memaknai pasar malam tersebut tidak hanya sebagai tempat belanja tetapi lebihsebagai ruang publik bagi mereka untuk berinteraksi dan menjalin keakraban satusama lain serta kesempatan memperoleh pekerjaan dan tempat untuk mendapatkanhiburan yang murah meriah khususnya bagi masyarakat ekonomi kelas menengah kebawah Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode instrumental casestudy Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dengan parapelaku yang ada di kedua pasar malam di Jalan Puri Molek yaitu pasar malam ldquo PuriWalk rdquo dan pasar malam ldquo CNI rdquo serta melakukan observasi dan juga mengumpulkandata data sekunder baik data institusional bahan bahan kepustakaan berupa bukubukureferensi artikel karya ilmiah dan sumber sumber internet serta foto foto yangdiambil selama melakukan penelitian Dari analisis diketahui 1 selain karena letaknya yang sejak dulu menjadi lokasiwarga berkumpul dan berinteraksi keberadaan pasar malam di Jalan Puri Molek jugatidak lepas dari adanya kekuatan komuniti yaitu kekuatan para pedagang denganfaktor etnisitas patron klien situasi nilai tawar dan kesamaan nasib ataukepentingan kepentingan para pengunjung dengan faktor hiburan proximity danmedia interaksi serta peluang dari pendukung dengan faktor kekuatan kekuasaan eksistensi kelompok dan penghasilan 2 kedua pasar malam dapat bertahandikarenakan komuniti yang berada di dalamnya memiliki posisi yang lebih kuatdibandingkan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Barat yang lebih fokus padapembangunan pusat belanja modern sehingga penyediaan fasilitas publik bagimasyarakat miskin kota seperti pasar malam terabaikan.

This research is focused on existence between two night market at Jalan Puri Molek Kelurahan Kembangan Selatan Kecamatan Kembangan West Jakarta With theseller customer supporter and the government as the analysis unit and include otherparties who related directly or indirectly with the existence of night market at thislocation Since 2009 the existence this night market at Jalan Puri Molek is aphenomenon that can not be overlooked in the midst of the rapid growth of a modernshopping center such as shopping mall The subject are in Jalan Puri Molek nightmarket from different backgrounds to interpret the night market not only as places toshop but rather as a public space for them to interact and establish familiarity witheach other as well as an opportunity to get a job and a place to get cheapentertainment especially for the lower middle class economy This research used a qualitative approach with an instrumental case study method Data was collected through in depth interviews with the subject who are on the twonight market in Jalan Molek Puri the night market Puri Walk rdquo and the night market CNI as well as observation and also collect secondary data whether the datainstrumental library materials such as reference books articles scientific papers andinternet resources as well as the photographs taken during the research From this analysis it could be conclude that 1 aside because it was long a crowdgather and interact where the night market in jalan molek puri also can not beseparated from the local community strength specifically the strength of the traderswith the ethnicity patron client the value of bargaining situation and the fatesimilarities or interests the interests of the visitors to the entertainment factors proximity and interaction of media as well as the opportunity of supporting thepower of power factor the existence of groups and income 2 The two night marketcan survive because the local community who are in it have a stronger position thanWest Jakarta administration city government which is more focused on theconstruction of a modern is more focused on the construction of a modern shoppingcenter so that the provision of public facilities for the urban poor such as the nightmarket neglected "
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>