Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147814 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pudjiastuti
"Pembangunan di kawasan perkotaan berakibat pada terjadinya alih fungsi lahan dan terjadinya masalah-masalah lingkungan seperti timbulnya genangan-genangan karena berkurangnya daerah resapan air, serta meningkatnya kadar emisi polutan di udara akibat peningkatan aktifitas lalu lintas di perkotaan. Pelaksanaan Program Penataan Taman dan Penghijauan Kota di dalam Rencana Strategis Kota Bogor Tahun 2005 - 2009 dilakukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan keindahan kota. Untuk mengetahui sampai sejauh mana program ini dapat terlaksana maka dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan melalui pendekatan evaluasi formal, yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan, sasaran, dan informasi lain yang tertera di dalam dokumen resmi atau formal. Selain itu juga dilakukan survei terhadap responden pengguna beberapa taman/lapangan di Kota Bogor untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap kondisi taman/lapangan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pencapaian program penataan taman ini pada setiap tahunnya mengalami kondisi pencapaian di bawah atau di atas target, walaupun pada akhirnya target dapat dicapai 100 persen bahkan ada yang melebih target di akhir tahun 2009. Pendanaan untuk program ini mengalami penurunan selama kurun waktu 2005 - 2009 sedangkan luas taman dan jalur hijau yang harus dikelola meningkat setiap tahunnya. Luas taman/jalur hijau terpelihara baru mencapai 0,3 persen dari luas total wilayah Kota Bogor, sedangkan menurut peraturan yang berlaku, setiap kota mempunyai kewajiban untuk menyediakan 30 persen luas lahannya sebagai ruang terbuka hijau. Oleh karena itu diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari semua pihak yang terkait agar pengalokasian ruang terbuka hijau dapat tercapai secara proporsional di masa yang akan datang.

Development in urban areas result in land use and the occurrence of environmental problems such as the emergence of puddles due to reduced water catchment areas, as well as rising levels of pollutants in air emissions due to increased activity in urban traffic. Structuring Parks dan City Greening Program implementation in Bogor City Year Strategic Plan 2005 - 2009 conducted as part of efforts to improve environmental quality and beauty of the city. To find out how far this program can be implemented then be evaluated. The evaluation was done through a formal evaluation approach, namely research on goals, objectives, and other information contained in official or formal documents. It also conducted a survey of user respondents several parks/fields in the city of Bogor to know the public perception of the park/field.
Based on research result shows that the achievement of this parks and city greening program in each year were brought under achievement or above the target, although in the end target to reach 100 percent and some even exceeding the target by the end of 2009. Funding for this program has decreased during the period 2005 - 2009 while the area of the park and green belt that must be managed increases every year. Area of the park/green belt maintained reached only 0.3 percent of total area of Bogor City, while according to regulations, every city has an obligation to provide 30 percent of its land as green open space. Therefore we need a genuine effort from all parties concerned for the allocation of green open space can be achieved in proportion in the future.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T30544
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yadi Priyadi
"ABSTRAK
Mengingat gagasan hutan kota di Indonesia merupakan suatu hal yang masih baru, maka masih banyak dasar-dasar pengetahuan yang perlu digali guna memenuhi berbagai persyaratan yang dituntutnya. Salah satu di antaranya adalah pemilihan jenis-jenis pohon untuk berbagai tipe hutan kota, yang dapat memberikan manfaat serba guna bagi penduduk kotanya. Untuk inengetahui dan menentukan jenis pepohonan yang sekiranya layak untuk berbagai tipe hutan kota, maka penelitian ini dilakukan di Padang Golf Halim II Jakarta Timur yang jajaran pepohonan di dalamnya telah menyerupai tegakan hutan kota.
Hasil inventarisasi yang dilakukan dengan menggunakan metoda sensus lengkap, pada perioda Oktober 198? Sampai Februari 1988 diperoleh 142 jenis pohon. Di antara jenis-jenis pohon tersebut terdapat 93 jenis pohon yang telah dipergunakan dalam program penghijauan di DKI Jakarta, 28 jenis pohon yang telah dipergunakan dalam program reboisasi dan penghijauan tingkat nasional, dan terdapat 4 jenis pohon lokal yang belum lazim dipergunakan dalam program penghijauan di DKI Jakarta. Dari 142 jenis pohon itu terdiri dari 44 familia, 39 familia dari subdivisio Angiospermae, beranggotakan 133 jenis; dan 5 familia dari subdivisio Gymnospermae, beranggotakan 9 jenis. Jumlah pohon dan anakan pohon yang diperoleh sebanyak 12.963 (Jumlah anakan pohon 7-861).
Peta tempat tumbuh vegetasi hanya menggambarkan jenis-jenis tegakan pohon dan anakan pohon dominan pada setiap lokasi ("rough" 1-18, terbagi menjadi 30 lokasi), yang terdiri dari 29 jenis pohon, terdiri atas 15 familia dari subdivisio Angiospermae, beranggotakan 27 jenis; dan 2 familia dari subdivisio Gymnospermae, beranggotakan 2 jenis.
Hasil kajian kelayakan dari 72 jenis pohon (tinggi pohon 4- m atau lebih dengen diameter batang 7»5 cm atau lebih) berdasarkan ciri-ciri fisiognominya, dan kajian penggunaan dari 42 jenis pohon berdasarkan kepada data kepustakaan; diperoleh jenis-jenis pohon yang sekiranya layak untuk berbagai tipe hutan kota. Di antaranya, untuk tipe hutan kota konservasi terdapat 52 jenis, untuk tipe hutan kota kawasan industri terdapat 39 jenis, untuk tipe hutan kota pemukiman terdapat 68 genis, untuk tipe hutan kota wisata terdapat 71 denis, untuk tipe hutan kota sanktuari satwa terdapat 19 jenis, untuk tipe hutan kota pengendalian angin terdapat 17 jenis, dan untuk tipe hutan dengan produksi terbatas terdapat 38 jenis.
ABSTRAK
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Ayuningtyas Rahayu
"ABSTRAK
Smart Healthy City merupakan salah satu program unggulan Pemerintah Kota Depok sejak tahun 2017 yang merupakan Smart City. Program Smart Healthy City di Kota Depok, bertujuan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan efisien kepada masyarakat dengan memanfaatkan penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi Program Smart Healthy City dalam mendukung penataan pelayanan kesehatan di Kota Depok. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif melalui kegiatan wawancara mendalam dengan sejumlah stakeholders terkait dan melalui studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah implementasi Program Smart Healthy City sudah berjalan dengan baik akan tetapi belum dapat dikatakan berhasil karena masih dalam pengembangan dan selama prosesnya belum dapat menciptakan kesuaian hubungan antara Program, Pelaksana Program, dan Kelompok Penerima Manfaat yang optimal.

ABSTRACT
mart Healthy City has become a priority of the Government of Depok City since 2017, inspired by the concept of Smart Cities. Smart Healthy City Program in the Depok City, intend to create more effective and efficient health services for the community by utilizing the use of Information and Communication Technology. This study aims to describe the implementation of the Smart Healthy City Program in supporting the health services management in Depok City. This study used a qualitative approach through in-depth interviews with relevant stakeholders and literature study. The results of this study indicate that the implementation of the Smart Healthy City Program has been going well, but it cannot be said to be successful because the program is still under development and during the process it has not been able to create an optimal relationship between the Program, Program Implementer and Beneficiary Group.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Pram Kurniawan
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S8774
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Qatrunnada Salsabila
"ABSTRACT
Globalisasi telah banyak mengubah apa yang terjadi di dalam kehidupan berkota. Globalisasi menciptakan persaingan antar kota juga memengaruhi masyarakat dan identitas kota. Akibatmya, pemerintah kota berlomba untuk memperbaiki serta mempromosikan kota melalui proses city branding. Kota Bogor merupakan salah satu kota di Indonesia yang menerapkan city branding dalam proses perencanaan dan perancangan kota. Berkembangnya tren lari dilihat sebagai salah satu identitas masyarakat kota juga tanda atas kebutuhan ruang baru yang perlu untuk diwadahi Pemerintah Kota Bogor. Dengan mengembangkan kebiasaan baru, diharapkan dapat tercipta keteraturan dalam masyarakat yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di dalam kota. melihat olahraga lari sebagai gaya hidup dan industri yang memiliki target tertentu, identitas sebagai kota ramah pelari tentunya tidak memengaruhi masyarakat kota secara menyeluruh. Sehingga perencanaan dan perancangan kota menjadi kurang efektif. dapat dilihat melalui munculnya transkrip tersembunyi hidden transcript di dalam ruang kota sebagai bagian dari resistensi masyarakat.

ABSTRACT
Globalization has changed much of what happens in city life. Globalization creates inter city rivalry, also affects society and city identity. As a result, city government sare competing to improve and promote the city through the process of city branding. Bogor is one of the cities in Indonesia that implements city branding in the process of planning and designing the city. The growing trend of running is seen as one of the identity of the city and as a sign of the need for space that needs to be accommodated Bogor City Government. By developing new habits in everyday practices, it is expected to create order in society as it is also expected to solve the problems that occur in the city. Seeing running as a lifestyle and part of the industry that has a certain target, the identity as a runner friendly city certainly does not affect the urban community as awhole. So, the planning and design of the city can be less effective. The effect of city branding as runner friendly city can be seen through the emergence of a hidden transcript in the city space as part of peoples resistance.
"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Banduningsih Rahayu
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi persebaran pusat kota di DKI Jakarta berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu empiris, keilmuan, dan kebijakan publik. Selain menggunakan metode overlay peta, penelitian ini juga menggunakan menggunakan Teknik Delphi terutama untuk mengumpulkan pendapat ahli planologi, arsitektur, dan sosiologi mengenai kriteria dan lokasi pusat kota di DKI Jakarta. Sementara itu, sudut pandang empiris dilandasi oleh teori kota inti berganda, sedangkan sudut pandang kebijakan publik ditinjau berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta Tahun 2010. Semua data yang diperoleh kemudian disintesiskan sehingga menghasilkan pandangan utuh mengenai pusat kota.
Hasil penelitian ini memperlihatkan ada 14 lokasi pusat kota yang terbagi menjadi : 6 lokasi pusat perkantoran yang tersebar baik di bagian tengah maupun di sisi barat dan timur kota; 6 lokasi pusat perdagangan dan komersil yang tersebar memanjang dari utara hingga ke tengah kota; 4 lokasi pusat industri yang tersebar di bagian barat dan timur kota; dan 2 lokasi pusat hiburan dan jasa yang tersebar di bagian tengah kota. Pusat kota yang sesungguhnya di DKI Jakarta adalah di kawasan Sudirman - Thamrin.

This study aims the distribution center city in DKI Jakarta. Jakarta City Center examined using the method Technuique Delphy (Delphi technique) to assess the arguments of experts urban design, architecture, and sociology through the interview process. The results of these interviews will be obtained based on the views of the city center of scientific fields. Empirical point of view obtained through the theory of multiple core city sedangakn public policy point of view seen by Spatial Plan of DKI Jakarta in 2010. Data obtained in the form of each view of city center synthesized or combined to produce acomplete view of city center.
The results obtained there are 14 city center locations which are divided into several functions of 6 as a central office locations spread across the central part of town, west side, and east of the city; 6 locations as trade and commercial center of the scattered extends from north to city center; 4 locations as scattered industrial centers in western and eastern cities, and 2 locations as a center of entertainment and services that are scattered in the middle of town.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S42404
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hernadewita
"Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat,khususnya di Kota Cilegon disebabkan oleh pertumbuhan alamiah dan migrasi. Pertumbuhan ini mengakibatkan tekanan yang berat terhadap kota, apalagi mengingat fungsi kota Cilegon yang dijadikan sebagai kota industri, perdagangan dan jasa.
Dengan berbagai fungsi yang harus diemban oleh Cilegon, tentunya semua kegiatan tersebut akan bertumpu pada lahan sebagai ruang yang dapat menyediakan (mengalokasikan) ruang bagi kegiatan-kegiatan tersebut beserta fasilitas dan utilitas penunjang yang dibutuhkan. Keterbatasan luas lahan yang tersedia, sementara tuntutan terhadap peningkatan berbagai fungsi lahan untuk berbagai kegiatan pembangunan terus meningkat. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan diberbagai bidang seiring dengan fungsi yang harus diemban oleh Cilegon, baik langsung maupun tidak langsung akan menyebabkan terjadinya perubahan pada pemanfaatan ruang.
Perubahan struktur dan fungsi ruang baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap pola adaptasi masyarakat. Proses adaptasi akan dialami baik oleh masyarakat pendatang maupun masyarakat asli. Adaptasi yang dituntut terjadi tidak hanya dari segi budaya tetapi juga dalam keikutsertaan berperan pada kegiatan pembangunan.
Berdasarkan karakteristik tersebut, penelitian dilakukan di wilayah Cilegon, yang saat ini terbagi atas 4 (empat) kecamatan, yaitu: Cilegon, Ciwandan, Cibeber, dan Pulomerak. Cilegon berada 90 km dari Barat Jakarta. Sebagai pusat penataan ruang, Cilegon merupakan pusat perdagangan, perkantoran, dan wilayah permukiman; Ciwandan memiliki pelabuhan Banten dan kawasan industri; Pulomerak sebagai kawasan industri, pelabuhan Merak dan wilayah pemukiman; Cibeber adalah wilayah permukiman dan juga terdapat waduk yang digunakan untuk menyuplai air ke sebagian komunitas masyarakat di Cilegon dan juga untuk PT. Krakatau Steel.
Luas Cilegon (17.550 Ha), dan jumlah penduduk sebesar 294,936 jiwa (talrun 1999), tersebar pada 4 (empat) Kecamatan di Kota Cilegon, dengan rincian:
  1. Kecamatan Ciwandan dengan luas wilayah (7.483 Ha), kepadatan penduduk sebesar 83.861 jiwa, yang terdiri dari 42.897 jiwa laki-laki dan 40.964 jiwa perempuan.
  2. Kecamatan Cilegon dengan luas wilayah (1.753 Ha), kepadatan penduduk sebesar 69.488 jiwa, yang terdiri dari 35.352 jiwa laki-laki dan 34.136 jiwa perempuan.
  3. Kecamatan Cibeber dengan luas wilayah (2.466 Ha), kepadatan penduduk sebesar 41.362 jiwa, yang terdiri dari 20.911 jiwa laki-laki dan 20.451 jiwa perempuan.
  4. Kecamatan Pulomerak dengan luas wilayah (5.848 Ha), kepadatan penduduk sebesar 100.225 jiwa, yang terdiri dari 51.527 jiwa laki-laki dan 48.698 jiwa perempuan.
Pada tahun 1990 penduduk Cilegon terdaftar sebesar 226.461 jiwa. Pada 1998 jumlah tersebut meningkat menjadi sebesar 257.864 jiwa dan pada tahun 1999 menjadi 278.462 jiwa. Pertambahan jumlah penduduk tersebut terus berlangsung pada tahun 2000, mencapai 294.936 jiwa, hal itu berarti bahwa pada tahun 1999 terjadi pertambahan penduduk sebesar 8,06%, dibandingkan dengan tahun 1998 terjadi peningkatan sebesar 6,13% (terjadi penurunan peningkatannya sebesar 1,93% dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 1998-1999). Sementara luas Cilegon tetap pada 17.550 Ha, yang berarti tingkat kepadatan penduduk pada tahun 1998 adalah sebesar 1.469 jiwa per Ha, sedangkan tahun 2000 menjadi 1.681 jiwa per Ha.
Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi di daerah ini erat kaitannya dengan perkembangan industri yang dimulai semenjak tahun 1965 dengan berdirinya industri baja pertama yang sekarang dikenal dengan PT. Krakatau Steel, dan pembangunan berianjut sampai tahun 1990 (di mana industri lain juga dibangun di Cilegon, yang sebagian besar industri kimia, seperti: PT. PENI, PT. UAP, Bakrie Kasei, PT. PIPI (DOW Chemical), PT Tripolyta, Asahimas, PT. Chandra Asri. dan lain-lain). Nampaknya pertumbuhan penduduk yang tidak merata persebarannya di Cilegon itu sangat erat kaitannya dengan perkembangan industri tersebut. Hal ini menimbulkan penyebaran penduduk yang terkonsentari di pusat kegiatan bisnis (Cilegon).
Perkembangan industri dan konsentrasi serta distribusi penduduk tersebut, tidak terlepas dari penataan wilayah yang direncanakan sedemikian rupa. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Cilegon ditetapkan sebagai pusat utama untuk kawasan andalan Bojonegara-Merak-Cilegon dan sekitarnya. Sektor unggulan untuk kawasan ini adalah: industri, pertanian tanaman pangan, pariwisata, perikanan, dan pertambangan. Khusus untuk RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), Cilegon berfungsi sebagai pusat (simpul). Dengan adanya RTRW yang menetapkan fungsi sebagai pusat, maka fungsi-fungsi yang diemban oleh Cilegon adalah sebagai pusat industri, pusat kegiatan perdagangan dan jasa, pusat kegiatan komersial, pusat kegiatan pemerintahan, pusat kegiatan pelabuhan dan sebagai pintu gerbang Barat PuIau Jawa, serta sebagai kota lintasan pergerakan kegiatan wisata Anyer-Carita dan lalu lintas Jawa-Sumatera.
Dengan berbagai fungsi yang harus diemban oleh Cilegon, tentunya semua kegiatan tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan pada pemanfaatan ruang dan daya dukung wilayahnya.
Dari kenyataan tersebut di atas penataan ruang Cilegon menunjukkan penataan ruang dalam arti sempit. Budihardjo (1997: 1) mengungkapkan bahwa tata ruang sebagai suatu kegiatan penataan yang tidak hanya berarti sempit atau terbatas pada perencanaan dan perancangan fisik semata, tetapi juga melakukan penataan manusia dengan segenap keunikan perilakunya. Bahkan Rapoport menggunakan istilah "cultural landscape" karena kota dan daerah pada dasarnya merupakan pengejawantahan budaya dengan beraneka ragam karakter, sifat, keunikan, dan kepribadian. Mengingat hal tersebut (Budihardjo, 1997: 2) mengungkapkan bahwa yang pertama-tama harus dipahami adalah budaya dari berbagai kelompok masyarakat dan pengaruh dari tata nilai, norma, gaya hidup, kegiatan dan simbol-simbol yang mereka anut terhadap penataan dan bentuk kota maupun daerah.
Berkaitan dengan penataan ruang dan adaptasi manusia, Weber (dalam Budihardjo, 1997. 2) mengungkapkan bahwa jurang kaya miskin makin menganga mencolok mata, komunitas yang guyub pecah menjelma menjadi masyarakat patembayan yang dilandasi penalaran kalkulatif. Durkheim (dalam Budihardjo, 1997:2) menambahkan bahwa keadaan demikian menyebabkan kesepakatan moral yang disepakati bersama makin meluntur. Gejala demikian terlihat pada masyarakat yang terdapat di Kota Cilegon.
Permasalahan umum yang terdapat di Kota Cilegon, seperti juga yang dihadapi oleh kota-kota lain di Indonesia, sesuai dengan perkembangannya adalah sebagai berikut :
  1. Penyebaran (distribusi) penduduk di wilayah kota yang tidak merata.
  2. Pertumbuhan penduduk kota yang tinggi, pertumbuhan ini terjadi terutama diakibatkan oleh migrasi penduduk dari tempat lain ke Cilegon untuk memperoleh penghasilan yang lebih baik.
  3. Ketersediaan fasilitas dan utilitas kota yang tidak atau belum mencapai tingkat yang optimal.
  4. Perkembangan yang sangat pesat terkonsentrasi di sepanjang jalur arteri regional (sepanjang Jalan Raya Cilegon).
  5. Kualitas jaringan jalan yang sebagian besar belum mencapai tingkat kondisi yang baik, terutama jalan-jalan lingkungan atau jalan-jalan desa.
Sementara itu permasalahan khusus yang dihadapi oleh Cilegon adalah adaptasi masyarakat terhadap perubahan fisik dan sosial yang diperkenalkan melalui kegiatan pembangunan wilayah. Perubahan yang diperkenalkan melalui kegiatan pembangunan seyogyanya dapat meningkatkan mutu hidup masyarakat. Kenyataannya, perubahan kegiatan pembangunan khususnya di bidang industri, ternyata juga membuka lapangan kerja dan menimbulkan dampak lingkungan yang harus dihadapi oleh penduduk setempat dan juga tergusurnya penduduk dari lingkungan hidupnya yang asli. Di mana hal ini akan menimbulkan masalah yang cukup besar atau akan berdampak pada perubahan sosial dan budaya masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini difokuskan pada penduduk setempat dan kemampuan mereka dalam menghadapi proses penyesuaian terhadap perubahan fungsi lingkungan.
Dari permasalahan yang diuraikan di atas maka formulasi pertanyaan penelitian adalah:
  1. Apakah terdapat hubungan antara penataan ruang dengan kualitas hidup masyarakat?
  2. Apakah terdapat hubungan antara penataan ruang dengan kelembagaan sosial, keamanan dan ketertiban?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dirumuskan: tata ruang mikro (yang dilihat dari: ventilasi, pencahayaan, saluran air (drainage)) dan persepsi terhadap pelaksanaan rencana tata ruang (yang dilihat dari struktur dan wujud tata ruang) di jadikan variabel bebas (independent variable) dan kualitas hidup (berisikan kondisi sosial ekonomi, yang dilihat dari: umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, daerah asal, pendapatan, pengeluaran, kesehatan, kelembagaan sosial, keamanan dan ketertiban) dijadikan variabel tidak bebas (dependent variable).
Selanjutnya, berdasarkan fokus penelitian, asumsi-asumsi yang dikemukakan, diformulasikan kedalam 2 (dua) hipotesis berikut:
  1. Terdapat hubungan antara kualitas hidup masyarakat dengan penataan ruang.
  2. Terdapat hubungan antara kelembagaan sosial, keamanan dan ketertiban dengan penataan ruang.
Lokasi penelitian adalah Kota Cilegon seperti telah disebutkan di atas, yang meliputi 4 (empat) kecamatan, yaitu: Ciwandan, Cilegon, Cibeber, dan Pulomerak. Sampel yang digunakan dipilih secara acak, yaitu sebesar 130 kepala keluarga (KK/responden), yang terdiri dari: 25 responden di Ciwandan, 55 responden di Cilegon, 15 responden di Cibeber, dan 35 responden di Pulomerak.
Analisis data dilakukan secara deskriptif (dengan menggunakan perhitungan persentase dan populasi) dan analisis kuantitatif (untuk melihat hubungan dari masing-masing variabel, menggunakan uji statistik Chi-Square (x2) dan uji korelasi dengan tingkat signifikansi 95% (a=0,05)).
Dari hasil pengolahan data terhadap penataan ruang (independent variable) dan kualitas hidup (dependent variable) diperoleh:
1. Tata Ruang Mikro. Variabel uji yang digunakan adalah ventilasi, pencahayaan, dan saluran air. Dari hasil uji statistik diperoleh, penataan ruang berpengaruh terhadap kualitas hidup (dari variabel kontrol pendapatan). Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan (x2 hitung = 33,815 (ventilasi) dan 25,631 (pencahayaan) lebih besar dari x2 tabel= 24,996; dan 33,015 (saluran air) lebih besar x2 tabel= 18,307),
2. Persepsi terhadap Pelaksanaan Rencana Tata Ruang. Variabel yang diuji dibagi atas dua yaitu struktur tata ruang (meliputi: alih fungsi ruang, dan pembebasan tanah) dan wujud tata ruang (meliputi: persepsi terhadap UUPR, UU, dan pelaksanaan UUPR). Dari hasil uji statistik diperoleh hasil uji terhadap kualitas hidup (variabel kontrol pendapatan), untuk struktur tata ruang (x2 hitung = 59,138 (alih fungsi); 32,415 (pembebasan tanah), yang keduanya lebih besar dari x2 tabel = 18,307); perhitungan statistik untuk wujud tata ruang (x2 hitung = 29,569 (pengetahuan), lebih besar dari x2 tabel =11,070) dan (f hitung = 32,415 (pelaksanaan RUTR) dan 92,785 (sikap pemerintah terhadap RUTR), keduanya lebih besar dari (x2 tabel = 18,307). Dapat dikatakan pengetahuan mengenai tata ruang yang tertuang dalam RUTR wilayah berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup yang diwakili oleh pendapatan yang diperoleh sebagai penghasilan perbulan.
3. Daerah Asal. 79 responden (60,80%) menyatakan bahwa mereka adalah penduduk asli daerah Cilegon, karena mereka sudah bermukim dan memperoleh penghidupan di wilayah ini sudah lebih dari 20 tahun. Sementara sisanya, 51 responden (39,20%) adalah penduduk yang datang dan bermukim di Cilegon untuk memperoleh penghidupan kurang dari 20 tahun. Dari hasil analisis statistik menunjukkan, tidak adanya pengaruh daerah asal terhadap pendapatan, dimana (x2 hitung=6,031 lebih kecil dari x2 tabel= 11,070),
4. Sosial Ekonomi
a.Tingkat Pendidikan
Dari tingkat pendidikan sebagian besar responden berada pada tingkat pendidikan menengah (Pendidikan SLTA), 84 responden (64,6%) berada pada tingkat pendidikan menengah (SLTA); 29 responden (22,3%) berada pada tingkat pendidikan tinggi (Perguruan Tinggi); 17 responden (13,1%) berada pada tingkat pendidikan rendah (SD-SLTP).
b.Jenis Pekerjaan.
42 responden (32,3%) berprofesi sebagai Pegawai Negeri; 30 responden (23,1%) berprofesi sebagai karyawan swasta; 30 reponden (23,1%) mempunyai usaha sendiri sebagai wiraswasta; dan sisanya 28 responden (21,6%) bekerja sebagai buruh dan lain-lain (tukang ojek dan ibu rumah tangga).
c.Pendapatan dan pengeluaran.
Berada pada kisaran (Rp. 500.000 sampai lebih besar dari Rp. 3.000.000 per bulan). Sebahagian besar tingkat pendapatan penduduk Cilegon tersebut dipergunakan untuk pengeluaran kebutuhan pokok (37,75%) dan sekunder (62,25%). Dari hasil ini dapat dikategorikan bahwa masyarakat Cilegon sebagai masyarakat tidak miskin, dikarenakan proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok berada dibawah 40% dari seluruh total pengeluaran.
5. Kelembagaan Sosial, Keamanan dan Ketertiban - Kelembagaan Sosial.
Terdapat 11 (sebelas) lembaga sosial masyarakat yang terbentuk di Cilegon, yaitu: PPM (Pemuda Panca Marga); FKKT (Forum Komunikasi Karang Taruna); AMS (Angkatan Muda Siliwangi); KNPI; Pemuda Pancasila; IPSI; FBMC (Forum Bersama Masyarakat Cilegon); MUI (Majelis Ularna Indonesia); LPMC (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Cilegon); AMPI; KMC (Korp Mubalig Cilegon).
- Keamanan dan Ketertiban.
92 responden (70,77%) menyatakan kondisi keamanan lingkungannya aman; 38 responden (29,23%) tidak aman. Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa keamanan lingkungan berpengaruh terhadap terhadap kualitas hidup (variabel kontrol pendapatan), yang ditunjukkan oleh (x2 hitung = 84,938 lebih besar dari x2 tabel = 18,307).
6. Kesehatan. Kesehatan masyarakat dilihat dari tingkat kesehatan balita, penyediaan sumber air bersih, dan sanitasi/MCK. Dari perhitungan statistik diperoleh, terdapat pengaruh kesehatan masyarakat terhadap kualitas hidup (variabel kontrol pendapatan), dengan variabel uji: Kesehatan balita, penyediaan sumber air bersih, MCK. Dari hasil perhitungan diperoleh untuk kesehatan balita (x2 hitung = 51,154 lebih besar dari x2 tabel = 18,307). Tetapi untuk Kondisi MCK (x2 hitung = 6,108 lebih kecil dari x2 tabel = 18,307) dan sumber air bersih [x2 hitung = 2,406 lebih kecil dari x2 tabel = 18,307), yang berarti sanitasi dan air bersih yang digunakan dan dikonsumsi masyarakat sehari-hari tidak berpengaruh terhadap pendapatan (variabel kontrol kualitas hidup).
Secara keseluruhan, berdasarkan hasil penelitian dan hubungannya dengan perspektif penelitian lingkungan (sebagai acuan dalam penggelolaan lingkungan), penataan ruang berpengaruh terhadap kualitas hidup, dan tidak terdapat korelasi (hubungan) antara penataan ruang dan keberadaan kelembagaan sosial. Sementara itu, keamanan dan ketertiban lingkungan berpengaruh terhadap kualitas hidup (variabel kontrol pendapatan). Sesuai dengan keinginan masyarakat, Pemerintah Kota Cilegon harus terbuka dalam penataan kotanya, terutama dalam penataan ruang.

The fast growing of population, especially in Cilegon was caused by natural growth and migration. This growth brought heavy pressure to the city, especially its function in the future as the industrial city, trading, and services.
By the number of its functions, its makes all of activities concentrated to the land as the space with allocated for all of those activities and also provided facilities and utilities as needed. Its need to increase the land functions for all aspect in development activities, meanwhile, its limited on availability of land area. Those activities, direct or indirect, will caused the changed on space utilisations for the number of development sectors.
Eventually, the changed in function of structure and space will be affected to the adaptation pattern in the society. Adaptation process should be concerned by the society, even the foreigner or origin society. It's not just adaptation of cultural needs, but also the participation on the development activity.
Based on those characteristics, this research focuses on the Cilegon area, which is divided by 4 (four) sub-districts area, ie: Cilegon, Ciwandan, Cibeber and Pulomerak. Cilegon is 90 kilometers from west Jakarta. As focused to the spatial planning, Cilegon as the center of trading, offices, and settlement region; Ciwandan has a Banten Port and industrial estate; Pulomerak as industrial estate, Merak Port and settlement region; Cibeber as settlement region and has a reservoir which is supply the water to some area in Cilegon community and PT. Krakatau Steel.
When the monetary crisis came to Indonesia in the middle of 1997, its affected to all of economic sectors in this country, and also to the investment on industrial sector in Cilegon. By 1997, population growth following the crisis not so many people come to work in industrial basis. Industrial sector could not employ `more employee' to work with them. This is another problem that affected to Cilegon government in manage their community.
Cilegon area (17.550 Ha), 294.936 persons in number of populations (year 1999); which are 150.687 (male) and 144.249 (female) and they spread on 4 (four) sub-districts in Cilegon, as follows:
1. Ciwandan area (7.483 Ha), by population density of 83.861 persons; 42.897 (male) and 40.964 (female).
2. Cilegon area (1.753 Ha), by population density of 69.488 persons: 35.352 (male) and 34.136 (female).
3. Cibeber area (2.466 Ha), by population density of 41.362 persons; 20.911 (male) and 20.451 (female).
4. Pulomerak area (5.848 Ha), by population density of 100.225 persons; 51,527 (male) and 48.698 (female).
By the 1990, number of populations in Cilegon are 226.461 persons, and in 1998 increased to 257.864 persons, and its increased in 1999 278.462 persons. Its increased continued to year 2000, up to 294.936 persons. Its mean, in 1999 (8,06%) increased than 1998 (6,13%) and the populations decreased (1,93%) than growth in population (1998-1999). Meanwhile, Cilegon areas stay at 17.550 Ha (1998), population density of 1.469 persons per Ha, and 1.681 persons per Ha (2000).
Higher in population growth of Cilegon are related to the development of industrial growth which has started since 1965 by development of PT. Krakatau Steel, and the developing continued to 1990 (when some other industries build in Cilegon area, mostly chemical industries, ie., PT. PENI, PT. UAP, Bakrie Kasei, PT. PIPI (Dow Chemical), PT. Tripolyta, Asahimas, PT. Chandra Asri, etc). Population distribution related to the distribution of industries space. Its make the population concentrated into the center of business districts (Cilegon).
Industrial development and population density concentrated in Cilegon area based on Spatial Planning Area, under Regulation No. 47, year 1999 about National of Regional Spatial Planning (RTRWN), and considered to Cilegon, as the center of the pledge area: Bojonegara-Merak-Cilegon. The first development sectors are: industries, agricultural, tourism, fishery, and mining area. Especially, RTRW (Regional Spatial PIanning), Cilegon functions are as the districts of industries, trading and services, center of commercial places, government activities, and as the West Gate' of Java Island, and the center of maritime-tourism (Anyer-Carita-Labuan) and as the matters pertaining traffic of Java-Sumatra.
By the number of that functions, its makes all of activities were concentrated to the land, and for the number of development sectors will caused the changed on space utilisations and capability (carrying capacity).
Based on those characteristics, spatial planning in Cilegon has shown a `constrictive meaning'. Budihardjo (1997: 7) said that spatial planning is a structuring activity that not just limited on planning and physical design, but also how to manage human aspect in all of unique behavior. Even, Rapoport used the `cultural landscape', because the city and region are based on the implementation of the culture in various characteristics, attitude, unique, and personality. Considering to those matters (Budihardjo, 1997: 2) shown that the first things to understand of the culture from various community and the impact of value system, norm, life style, activities and the conviction symbol to the structure and format of the city and region. Understand to the impact in all aspect of human life, its need a human adaptation to their community.
Related to the spatial planning and human adaptation, Weber (in Budihardjo, 1997: 2) shown, that we have to face `the gap' between the richer and the poorer, and the solid community became an individualistic and based on the calculative thinking. Durkheim (in Budihardjo, 1997: 2) also said that situation will affected to the changeable of integrative agreement (integrative needs). Those symptoms have shown by Cilegon community, lately.
General issues in Cilegon area, as also found in the other cities (or entire cities) in Indonesia, following their development are:
1. Inequitability in distribution population, especially in the city region.
2. Higher in population growth, specially in the city region, its caused (especially) by migration from the other city to Cilegon for having `a better income (revenue).
3. The availability of facilities and utilities are not optimise.
4. The fast development concentrated along the arterial road (along Cilegon main road).
5. Most of road network are still in `minor' conditions, especially embraced road and rural.
Meanwhile, the specific issues that have to face by Cilegon are adaptation of community into physical and social change that introduced by the region development activities. The changed that introduced by the development activities should increase the quality of life. In fact, changed in development activities, especially in industries based, beside its open new space for `man power', also affected to `minor community who could not gain to it. Who become `a big problem' or affected to social and culture.
In accordance with these matters, this research focuses on the local society effort to face readjustment process on their environment, which shifted in function.
For this reason, the fundamental problem in this research is formulated in two research questions as follows:
1. Are there any correlations between spatial planning and the quality of life?
2.Are there any correlations between spatial planning and social institution and environmental safety?
To answer research questions as it has been mentioned, the spatial planning (contained society perception on implementation of spatial planning it self; Regulations and the implementation) indicated as independent variable and quality of life (contained in social-economic basis: education, income (revenue), expenditure, health, social institution perception on implementation of the spatial planning and environmental safety), as dependent variable.
Furthermore, to focus to the research problem, assumption has been made through two general hypothesis:
1. There is correlation between spatial planning and the quality of life.
2. There is correlation between spatial planning and social institution and environmental safety.
Research location is Cilegon (as mentioned above) in four sub-districts, ie: Ciwandan, Cilegon, Cibeber and Pulomerak. Sample being used is stratified random sampling for 130 head of family (KK) consist of 25 in Ciwandan, 55 in Cilegon, 15 in Cibeber and 35 in Pulomerak.
Data were analyses descriptively by percentage as well as statistical test of CM-Square (x2) and correlation (0, with significance level 95% (a= 0.05).
As a research results were the spatial planning (independent variable) and the quality of life (dependent variable) in social-economics, which is contained:
1. Micro Spatial Planning. Variable test that used for statistical test was ventilations, illuminations (sunlight), and drainage. From statistical test, its shown (x2 test 33.815 (ventilations); 25.631 (illuminations); and 33.015 (drainage), which are higher than x2 table= 24.996 (ventilations and illuminations); 18,307 (drainage), its mean these variables significantly affected by spatial planning.
2. Perception on Implementation of Spatial Planning. Variable test that used for statistical test was spatial planning structures (transferring the right of land and acquittal) and formatted (perception of knowledge and implementation of regulation of spatial planning). From statistical test, its shown that (x2 test = 59.138 and 32.415 for structures) higher than (x2 tables for both = 18.307) and (x2 test = 29.569; 31415; and 92.785 for formatted) higher than (x2 tables = 18.307 for implementations and 11.070 for knowledge). Significantly structure and formatted of spatial planning affected to the quality of life (in income as control variable).
3. Origin Region. 79 respondents (60.0%) from Cilegon (which stayed in Cilegon longer than 20 years) and 51 respondents (39.20%) from outside Cilegon. There is no impact of the origin to income, as shown statistically (x2 test=6,031 lower than x2 table= 11,070).
4. Social-Economics, contained:
Education.
84 respondents (64,6%) from senior high school (SLTA); 29 respondents (22,3%) from college, 17 respondents (13,1%) basic (SD-SLTP).
Job.
42 respondents (32,3%) Government Employee; 30 respondents (23,1%) private workers; 30 respondents (23,1%) running their own business; 28 respondents (others; house wife, laborer, etc).
Income and expenses.
Range between (Rp. 500,000 to higher than Rp. 3,000,000)1 Most of expenses for secondary section needs (62.25%) and the rest for nine staples (37.75%). That's mean Cilegon society are not poor society.
5. Social Institutions and Environmental Safety
Social Institutions. There are 11 (eleven) social institutions in Cilegon, ie., PPM, AMS KNPI, Youth Pancasila, IPSI, FBMC, MIA and KMC (Moslem organization), LPMC, and AMPI. According to the information, these institutions not affected to the lower level community. They trapped into the conflict of interest (certain community).
- Environmental Safety.
92 respondents (70.77%) said there were no crime (safe); 38 respondents (20.77%) unsafe. It was found from the statistical test that environmental endurance was affected to the quality of life (income), which shown by (x2 test = 84.938 higher than x2 table = 18.307).
6. Health. The society health test by children under five years old category, clean water resources, and sanitations. From statistical test results: for health conditions affected to quality of life (income), which has shown by (x2 test = 51.154 higher than x2 table = 18.307) and sanitations did not affect to the quality of life (income), which shown by (x2 test = 6.108 lower than x2 table = 18.307); clean water resources did not affect to the quality of life (income), which shown by (x2 test = 2.406 lowest than x2 table = 18.307).
As a whole, based on research results and in conjunction with the perspective of environmental research (basic guidance on managing the environment), spatial planning affected to quality of life, and there was correlated between spatial planning to environmental safety but not affected to social institutions. In order to the community requested, Cilegon government should have open management in manage their town.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 2953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendry Tamboto
"Kawasan di sepanjang sumbu Kota Tua-Sunda Kelapa pernah menjadi jalur perekonomian utama bagi kota Batavia. Sumbu ekonomi ini melintasi 3 kawasan utama yaitu kawasan komersial Kali Besar, Kawasan Gudang Tua, dan Kawasan Pasar ikan. Masing-masing kawasan memiliki perbedaan karakter yang signifikan antara satu dengan yang lainnya, perbedaan tersebut dibentuk oleh pola hubungan tertentu dari elemen fisik yang spesifik pada masing-masing kawasan.
Sumbu sepanjang satu kilometer yang memiliki beberapa kawasan dengan karakter berbeda-beda tentulah merupakan potensi karena keunikannya. Namun perbedaan karakter antar kawasan yang tidak terjembatani dengan baik dapat menimbulkan permasalahan di sepanjang ruang sumbu tersebut, terutama dalam konteks elemen fisik ruang kota. Karakter membentuk identitas masing-masing kawasan harus menjadi perhatian utama sewaktu merencanakan kembali kawasan disepanjang sumbu ini, tujuannya agar pembangunan di masa yang akan datang dapat tetap mempertahankan karakter dan identitas dari masing-masing kawasan.
Hasil dari analisis pada elemen fisik di kawasan-kawasan sepanjang sumbu Kota tua-Sunda Kelapa memperlihatkan adanya serangkaian susunan pola dari elemen fisik yang khas, dan membentuk karakter spesifik dari masing-masing kawasan tersebut. Dengan mengacu pada kosa kata pola yang telah didapatkan, saya akan menyusun Panduan Rancang Kawasan ( Urban Design Guide lines ) untuk kawasan disepanjang sumbu Kota Tua-Sunda Kelapa. Selanjutnya saya akan mengaplikasikan esensi dari masing-masing kawasan ( esensi diturunkan dari tema rempah-rempah yang telah di abstraksikan ) sebagai panduan dalam menciptakan imageabilty bagi kawasan-kawasan disepanjang sumbu Kota Tua - Sunda Kelapa.

The area along the Old Town - Sunda Kelapa Axis has been the major economic area for the City of Batavia. This strips intersects three main district, the first is the Kali Besar commercial Strips, second is Old Warehouse District, the third one is the Fish Market District. Each District have a distinct character that made a distinction from the others. The distinction was made by a certain pattern from the specific physical element of the urban space in each district.
One kilometer Axis with several distinct character has created an unique urban spaces. But without any organized and well designed at the area in-between each of the districts has caused many problems along this Axis. The character and identity of each districts is the major concern while doing the re-Planning for this area, so that the future development can protect and enhance the character that creates an identity of this axis.
The analysis of the physical elements along this axes shown that there are several relation patterns from the distinct physical element that created the distinct character of this area. Using the Pattern of relationships from the previous analysis, I then arranged an Urban Design Guidelines for each of the districts along this axis. Latter on, I will add a theme adopted from the spices that fit for each districts to develop an imageability for each districts.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T29805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Patria Pirngadie
"Seni di mata masyarakat masih saja dianggap sebagai suatu elemen yang hanya bersifat dekoratif saja. Mereka tidak menyadari peran asli seni dalam kehidupannya sehari-hari karena disebabkan oleh latar belakang dan pendidikan yang didapat oleh masyarakat tentang arti dan peran seni sesungguhnya. Oleh karena itu. apresiasi dan penghargaan masyarakat mengenai seni pada suatu ruang kota sangatlah minim. Mereka menganggap bahwa seni hanya merupakan suatu pemborosan dan suatu elemen yang tidak berguna.
Dengan mengacu pada prinsip-prinsip lersebut, skripsi ini fnencoba untuk menelaah leih lanjul aplikasi dan peran seni dalam ruang kota. Bagaimana kaitan seni dengan kualilas ruang kola secara Visual, teknis, dan fungsi seni sebenarnya? Seberapa besarkah peran seni dalam mempengaruhi kehidupan masyarakatnya? Apakah seni patut dan penting untuk dijadikan sebagai sebuah elemen dalam perancangan kota?
Skripsi ini bertujuan untuk mengkaji kaitlan antara seni dengan ruang kota melalui kualitas visual, kualitas fungsi, pengaruh dan eksistensi seni terhadap ruang kota, sejauh manakah peran seni dalam meningkatkan kualitas-kualitas tersebut dan bagaimana prinsip-prinsip teknis penempatan seni agar dapal memenuhi fungsinya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S48578
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>