Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146801 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Andangatmadja
"Penelitian ini bertujuan menganalisis Akuntabilitas Program Bantuan Pembangunan Ruang Laboratorium IPA Pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Gresik Jawa Timur melalui konsep Stewart dan Ellwood; yang memuat tujuh dimensi yaitu; (1) Intentions Disclosure, (2) Directing Mind Visibility, (3) Performance Visibility, (4) Answering for Precaution Taken, (5) Accountability for Probity and Legality; (6) Process Accountability; dan (7) Program Accountability.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Responden yang terlibat dalam penelitian adalah seluruh panitia pembangunan sekolah sebanyak 52 orang di Kabupaten Gresik Jawa Timur, dan Instrumen yang digunakan untuk menilai ketujuh dimensi tersebut melalui pengamatan, wawancara dan kuesioner.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa ketujuh dimensi menunjukkan hal yang positif, sehingga Akuntabilitas Program Bantuan Pembangunan Ruang Laboratorium IPA Pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Gresik Jawa Timur dapat berjalan sesuai dengan tujuannya.

The objective of this study is to Analysis Accountability Building of Science Laboratory Program at Junior High School in Gresik Distric East Java about Stewart and Ellwood concept, loaded seven dimensions; (1) Intentions Disclosure, (2) Directing Mind Visibility, (3) Performance Visibility, (4) Answering for Precaution Taken, (5) Accountability for Probity and Legality; (6) Process Accountability; dan (7) Program Accountability.
The Method of this research is a quntitative approach. Respondent in the research is building committee element about 52 persons and Instrument this research approach is observation, interview dan instrument non-test.
Result show that seven dimensions is explain that positive things, so Analysis Accountability Building of Science Laboratory Program at Junior High School in Gresik Distric East Java, that used it."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30620
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syahda Sukma Indira
"Penelitian mengenai analisis tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan Pembangunan Ruang Kelas Baru dilakukan di SMPN 3 Pamulang dan SMPN 2 Curug Kabupaten Tangerang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggali secara mendalam mengenai pertama, tingkat partisipasi masyarakat; dan kedua faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat. Penelitian ini menggunakan Teori Kerangka Kerja Partisipasi Masyarakat oleh Sarah White (1996). Hasil penelitian menemukan: pertama, keterlibatan masyarakat di SMPN 3 Pamulang lebih tinggi dibandingkan SMPN 2 Curug. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program tersebut adalah sikap, sosial ekonomi, pelayanan pendidikan, hubungan dekat, transparansi, sandaran terhadap nilai agama, komunikasi, akuntabilitas, kebijakan sekolah gratis, dan fasilitas.

Research on the level of public participation analysis in the Program of Assistance to the New Classrooms carried out in SMPN 3 Pamulang and SMPN 2 Curug Tangerang regency uses a qualitative approach. The study is to explore in depth about the level of community participation, and the factors influencing people's participation. Based on the Framework Theory of Public Participation by Sarah White (1996), the result showed that the involvement of communities in the SMPN 3 Pamulang higher than SMPN 2 Curug; and the factors that influence people's participation in the program implementation is the attitude, social, economic, educational services, close relationships, transparency, the backrest of the value of religion, communication, accountability, free school policies, and facilities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T28148
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sulastri
"ABSTRAK
Penelitian ini menelaah implementasi/penerapan kebijakan pendidikan gratis pada sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Tangerang. Sebagai sebuah kebijakan publik, kebijakan pendidikan gratis yang diambil Pemerintah Kabupaten Tangerang dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa faktor/elemen tertentu. Menurut George C. Edwards III, terdapat empat elemen yang mempengaruhi penerapan kebijakan publik. Keempat element tersebut adalah Communication, Resources, Dispositions dan Bureaucratic Structure. Fakta-fakta dilapangan dikumpulkan menggunakan metode kualitatif.
Penelitian menunjukkan bahwa secara umum empat elemen Edwards III telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang meskipun belum cukup sempurna. Artinya, empat elemen Edward III belum sepenuhnya dipenuhi oleh Pemerintah baik Pusat maupun Daerah. Kebijakan gagal mencapai hasil karena didesain tanpa panduan pendidikan gratis yang jelas dan dukungan dana yang memadai. Tindakan yang disarankan untuk mengatasi masalah pendidikan gratis adalah perlu dibuat Peraturan Pemerintah lebih lanjut yang mengatur tentang pengertian mengenai pendidikan.

ABSTRACT
This study researches the implementation of free education on primary High School at Tangerang District. As a public policy, the implementation of free education taken by Tangerang District was carried out under consideration of certain factors/elements. According to Geaorge Edward III, there are four elements effecting the implentation of public policy. Those four elements are communication, resources, dispotition, and bureaucratic. Facts were gathered using qualitative method.
The research indicated that the four elements of Edward III, had been implemented by the Tangerang District Government, although it as still imperfect. The failure of implementing this policy because there is no guidance in implementing this policy and also lack of financial factor. Therefore Government as policy maker should publish Government Regulation that more considered abaout education.
"
2009
T26796
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Nurani
"Penelitian ini membahas tentang Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada SDN di Kota Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan teori George Edward III (1980) dengan metode kualitatif. Hasil Penelitian ini menyimpulkan bahwa implementasi program BOS pada SDN di kota Jakarta Selatan cukup efektif, meskipun tidak cukup sempurna. Hal ini terbukti dari kondisi yang diharapkan tidak sesuai dengan kondisi kenyataan, dalam pelaksanaannya program BOS mengalami hambatan dari aspek komunikasi dan sumber daya, untuk aspek sikap dan struktur birokrasi cukup efektif. Dalam meningkatkan efektivitas implementasi program BOS pada Sekolah Dasar, pemerintah seyogyanya melakukan sosialisasi sampai tingkat sekolah dan segera merealisasikan tenaga administrasi pengelola BOS di sekolah.

This research discusses on School Operational Fund program implementation in state elementary schools in South Jakarta. This research uses theory from George Edward III ( 1980 ) with qualitative method. This research concludes that the program implementation is effective enough, even tough it is not yet perfect. This can be seen that there are some unexpected conditions in implementing that program as the program is facing some obstacles, from communication and resources aspects, meanwhile it is effective from behavioral and bureaucracy structural aspect. To boost implementation effectiveness in elementary schools, the government must give relevant information and deploy program administrator at schools."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26794
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ila Rosmilawati
"Kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak pada bulan Maret 2005, dikhawatirkan akan menurunkan kemampuan daya beli penduduk miskin. Hal tersebut lebih lanjut dapat menghambat upaya penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, karena penduduk miskin akan semakin sulit memenuhi kebutuhan biaya pendidikan. Atas dasar pertimbangan untuk mengalihkan subsidi dari orang kaya ke orang miskin, maka pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama membuat program PKPS BBM bidang pendidikan yang Salah satunya adalah Bantuan Operasional Sekolah. Program BOS ditujukan untuk membantu sekolah dalam rangka membebaskan iuran siswa, namun sekolah tetap mempertahankan mutu Iayanan pendidikan kepada masyarakat. Untuk mengetahui pelaksanaan program BOS, maka perlu dilakukan suatu studi evaluasi terhadap program ini.
Model evaluasi yang digunakan mengacu pada model Programme's intervention Logic yang dikembangkan Education and Learning Wales (ELWa), dengan melakukan evaluasi pada aspek relevansi, efisiensi, efektivitas dan efek program. Dalam melakukan penilaian terhadap 4 aspek, dikembangkan kriteria evaluasi yang selanjutnya dibandingkan dengan target pencapaian hasil evaluasi. Teknik pengumpulan data secara kualitatif menggunakan wawancara dan studi dokumentasi untuk menganalisa dokumen BOS, sedang secara kuantitatif menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada 140 responden yang terdiri dari guru, siswa dan orang tua siswa dengan menggunakan teknik pengambilan sampel proportionate stratified random sampling.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa dana BOS Iebih banyak digunakan untuk keperluan rutin seperti bahan habis pakai, sedang kebutuhan akan buku pelajaran dan alat praktek/media belajar masih minim dipenuhi, hanya 10% dari total penggunaan dana BOS. Dari segi relevansi kegiatan pembenan bantuan transportasi siswa miskin kurang relevan dilakukan di sebagian sekolah, karena para siswa datang ke sekolah dengan jalan kaki. Namun disisi Iain program BOS secara perlahan dapat memenuhi tujuan program dalam penyelenggaraan ?sekolah gratis", dan relevan menjawab perubahan kebijakan yang terjadi, diantaranya UU No. 14/2005, dan PP No. 19/2005, khususnya yang terkait dengan kegiatan peningkatan mutu guru.
Penggunaan dana BOS oleh pihak sekolah secara umum dinilai kurang efisien, tetapi efektif dilakukan. Dari sebagian besar kegiatan yang direncanakan, banyak yang tidak terealisasi dan memunculkan kegiatan baru diluar perencanaan. Selain itu, khusus kegiatan pengadaan alat praktek/media beIajar. sebagian besar digunakan untuk pengadaan alat praktek olahraga yang merupakan mata pelajaran penunjang, sehingga alat praktek/media belajar untuk mata pelajaran inti tidak terpenuhi. Artinya penggunaan dana BOS tidak efisien dikelola, namun alatlmedia belajar yang dihasilkan dari dana BOS telah efektif dimanfaatkan baik oleh guru maupun siswa. Walaupun demikian, manfaat atau efek BOS sudah dapat dirasakan baik oleh guru, siswa maupun orang tua siswa. Orang tua siswa merasa walaupun BOS telah mewujudkan ?sekolah gratis".
Adapun efek Program BOS bagi pemerintah daerah adalah dihentikannya subsidi pendidikan yang seiama ini dijalankan oleh pemerintah daerah. Implikasi kebijakan program BOS ke depan; Pertama, besaran alokasi dana BOS tidak hanya dihitung berdasarkan unit cost per siswa, namun perlu mempertimbangkan besaran APBD di setiap daerah; Kedua, dalam rangka memenuhi Standar Pendidikan Nasional, pemerintah daerah diharapkan tidak menghentikan subsidi pendidikan setelah adanya BOS. Untuk menghindari ?double budgeting? maka dana pemenntah daerah dapat digunakan untuk kebutuhan lain yang tidak dibiayai BOS, seperti pembangunan prasarana sekolah; Ketiga, Pemerintah Pusat melaiui Tim PKPS BBM pusat diharapkan dapat rnembuat aturan ketentuan presentase penggunaan dana BOS yang digunakan sekolah; Keempat, Pemberian bantuan dana Iangsung siswa bersifat fleksibel atau disediakan pilihan jenis bantuan; Kelima; penyusunan perencanaan penggunaan dana BOS dilakukan dengan metode partisipatif, dengan melibatkan siswa, orangtua dan stakeholder sekolah Iainnya; Keenam, peningkatan pengawasan masyarakat melalui dana operasional tim pengaduan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22021
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ilyas
"Tesis ini membahas tentang kinerja pengawas sekolah dan faktor yang terkait dengan kinerja pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas pokoknya, yakni supervisi akademik dan supervisi manajerial. Penelitian berlokasi di Sekolah Menengah Pertama dengan nilai akreditasi C di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan. Penelitian ini adalah penelitian dengan metode kualitatif. Hasil penelitian mendeskripsikan bahwa kinerja pengawas sekolah masih belum optimal dalam menjalankan tugas pokoknya. Faktor yang terkait dengan kinerja pengawas sekolah selama ini adalah posisi pengawas sekolah secara struktur dan tidak adanya evaluasi kinerja pengawas sekolah selama ini.
Peneliti menyarankan dalam melaksanakan tugas pokoknya, pengawas mempertimbangkan keadaan sekolah dengan melakukan analisis kebutuhan, agar program kepengawasan yang disusun dapat mengakomodasi kebutuhan sekolah sebenarnya. Dengan demikian diharapkan kinerja pengawas sekolah lebih optimal. Selain itu, perlu adanya reposisi pengawas sekolah secara struktur, posisi pengawas sekolah yang berada pada kewenangan dinas pendidikan kabupaten/kota menjadikan posisi yang lemah bagi pengawas sekolah dalam merekomendasikan dan merealisasikan hasil supervisi. Evaluasi kinerja pengawas sekolah perlu dilakukan untuk menilai dan mengevaluasi kinerja pengawas sekolah.

This thesis discuss about school supervisor performance and factors concerned with school supervisor performance in implementing their main duties namely instructional supervision (supervisi akedemik) and management supervision (supervisi manajerial). The study was located at Junior High School on C criteria of accreditation in Hulu Sungai Selatan regency of South Kalimantan. This study uses qualitative method. The result of this study describe that school supervisors? performance in implementing their main duties is not optimal yet. Factors concerned with recent school supervisor performance is that school supervisor position in case of structure and recently, there is no evaluation towards school supervisor performance.
Researcher suggests that, in implementing their main duty, supervisors have to consider the real condition of the school by executing school need analysis in order that there will be differences of supervision strategies implemented in each school, and school supervisor performance will be more optimal. It is necessary to hold reposition of school supervisor structurally. The position of recent school supervisor under the authority of local education office makes the weak position for the school supervisor in recommending and realizing the supervision result. It is necessary to hold an evaluation of school supervisor to assess and evaluate school supervisor performance.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35295
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulia Sari Dewi
"Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal. Munculnya masalah underachievement dalam lingkungan pendidikan jelas menjadi momok dan penghambat pencapaian tujuan pendidikan. Selain itu masalah underachievemenr sering membuat guru dan orang tua merasa kesal karena merasa usaha yang telah dilakukan untuk mengajar siswa menjadi sia-sia. Masalah underachrevement menlgikan siswa itu sendiri dan juga orang-orang di sekitarnya. Untuk itu usaha penanganan dengan segera terhadap masalah underachfevement dirasakan penting. Program penanganan underachievement ini sacara khusus ditujukan untuk remaja yang duduk di sekolah menengah pertama.
Pada usia remaja, munculnya masalah underachievemenr diperkuat oleh pengaruh teman sebaya (Rimm,l986). Keinginan remaja untuk dapat diterima dalam kelompok terkadang membuat remaja ikut menyesuaikan din dengan kebiasaan bennain dan standar prestasi dalam kelompoknya (Wisely, 2004; Compton, dalam Baker, Bridger & Evans, 1998). Selain itu perkembangan remaja yang merupakan transisi dari masa ka.na.k-kanak menuju dewasa membuat remaja membutuhkan penyesuaian-penyesuaian baru_ dalam berbagai aspek perkembangannya Kehidupan remaja yang penuh gejolak ini juga ikut mempengaruhi kinerja akademik remaja (Fuhrmann, 1986). ltu sebabnya masalah kegagalan prestasi termasuk didalamnya masalah underachievement sexing terjadi pada remaja.
Sekolah berperan panting dalam usaha penanganan masalah underachievement agar masalah tersebut tidak berkepanjangan di kemudian hari. Salah satu unsur di sekolah yang bertugas memberi pelayanan untuk membantu menangani berbagai masalah pada siswa adalah Bimbingan dan Konseling (BK). Salah satu pelayanan BK adalah bimbingan kelompok. Bentuk bimbingan kelompok memiliki kelebihan karena dapat memanfaatkan pengaruh teman sebaya untuk mengubah perilaku.
Program yang disusun ini merupakan Salah sam usaha untuk penanganan masalah underachiefvement di sekolah menengah pertama. Program ini mengacu pada model rryocal dari Rimm (1986-1997) menujukkan keberhasilannya menggunakan model trgfocal untuk mengubah perilaku undrachfvemenr menjadi achfevemenf pada siswa. Berbeda dengan Rimm (l986;1997) yang pendekatannya cenderung individual, pada program ini disusun untuk penanganan dalam bentuk kelompok. Pelaksanaannya nanti dilakukan oleh gum pembimbing atau konselor di BK dan berbentuk bimbingan kelompok. Bentuk bimbingan kelompok lebih efektif dignnakan pada remaja karena teman dalam kelompok dapat menjadi social reinforcement yang mampu mendukung perubahan perilaku pada remaja (Azaroff & Mayer, 1977).
Secara umum tujuan program ini adalah untuk memperlemah perilaku zmdearachievement pada siswa sekolah menengah pertama. Program yang disusun ini hanya mengambil sebagian dari tahapan yang ada pada model frybcal, yailu langkah mengubah harapan, proses identiiikasi dan memperbaikikekurangan (kontrol-diri). Selain itu faktor yang akan diubah pada program ini adalah faktor individual yang yang terdapat dalam diri zmderachfever. Secara umum metode yang digunakan dalam program i11i behavioral intervention.
Tujuan yang ingin dicapai pada langkah mengubah harapan adalah agar peserta dapat membuat target pencapaian prestasi baru. Adapun bentuk intervensi yang digunakan adalah goal-sewing. Sedangkan tujnan pada langkah proses identifikasi adalah agar peserta dapat meniru perilaku yang berorientasi prestasi yang ditunjukkan model. Bentuk intervensi yang digunakan pada langkah ini adalah social modeling. Tujuan pada langkah rnernperbaiki kekurangan adalah meningkatkan kemampuan kontrol diri pada peserta. Dengan adanya program bimbingan kelompok untuk penanganan underachfevemenr ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan sekaligus dimanfaatkan oleh pihak sekolah atau pihak lainnya yang terkait dalam usaha menangani masalah underachievement."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Roosnila Dewi
"Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui kebijakan program subsidi BOS pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan implementasinya kebijakan di Kota Tangerang Selatan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang berusaha mengungkapkan gejala secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks holistik kontekstual melalui pengumpulan data dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci. Penelitian ini bersifat diskriptif dan menggunakan analisis dengan pendekatan induktif dimana proses dan makna dari sudut pandang subyek lebih menonjol. Agar lebih fokus dan terarah, maka lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada sekolah-sekolah jenjang SMP di wilayah Kota Tangerang Selatan.
Terdapat 2 buah sekolah yang menjadi sampel penelitian, yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan perincian 1(satu) buah SMP Negeri di wilayah kecamatan Serpong dan 1 (satu) buah dan 1 ( satu ) buah SMP Negeri di wilayah kecamatan Pondok Aren , Kota Tangerang Selatan . Penelitian tersebut diarahkan pada upaya untuk mengetahui implementasi kebijakan subsidi BOS pada jenjang SMP di Kota Tangerang Selatan Subsidi Bantuan Operasional Sekolah yang juga disebut Bantuan Operasional Sekolah ( BOP ) merupakan kebijakan pemerintah Kota Tangerang Selatan yang dituangkan dalam Peraturan Walikota ( Perwal ) Nomor 466/Kep/127 Huk/ 2009. Tujuan diberikannya subsidi BOS ini adalah : meringankan beban orang tua siswa, menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, serta menuju Kota tangerang Selatan sebagai Kota Pendidikan. Subsidi BOS diprogramkan untuk seluruh SD dan SMP baik negeri maupun swasta.
Pada periode Juli-Desember 2009 ini merupakan periode I (semester I ). Sekolah yang menerima subsidi BOS masih terbatas pada SD dan SMP Negeri saja. Jumlah keseluruhan SD yang menerima Subsidi BOS adalah 285 sekolah dengan jumlah siswa 85.730 anak, dan 17 SMP Negeri dengan jumlah siswa 15.509 siswa . Subsidi diberikan kepada masing-masing sekolah tersebut berdasarkan jumlah siswa. Untuk SD Rp 10.000,00 per siswa per bulan, sedangkan SMP Rp 17.650,00 per siswa per bulan. Penerimaan rutin setiap SMP di Kota Tangerang Selatan setelah diberlakukannya Subsidi BOS dapat dihitung sebagai berikut : BOS Rp 47.900 + Subsidi BOS Rp 17.650 + SPP ( rata-rata ) Rp 40.000 + rata-rata angsuran uang sumbangan siswa baru Rp = Rp 144.550 ( seratus empat puluh empat ribu lima ratus lima puluh rupiah) atau Rp 1.734.600 per siswa per tahun.
Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan yaitu :
Pertama, meskipun telah mendapatkan Subsidi BOS, komponen pembiayaan yang menjadi tanggungan orang tua siswa masih cukup besar, yaitu meliputi SPP dan iuran pengembangan dengan persentase 27,673 % + 26,980 % = 54,653 %. Dengan demikian potensi anak putus sekolah karena faktor biaya masih cukup besar. Jika Pemerintah Kota Tangerang Selatan ingin menjadikan diri sebagai Kota Pendidikan, maka Subsidi BOS pada tahun pelajaran 2010/2011 harus ditingkatkan secara signifikan.
Kedua, implementasi Subsidi BOS untuk sekolah negeri dari SD dan SMP ini, dalam laporan dinas pendidikan mempunyai dampak positif bagi masyarakat dengan meningkatnya kegiatan, fasilitas belajar dan terpenuhinya kebutuhan operasional yang lain. Disamping itu implementasi Subsidi BOS juga mendapat tanggapan positif dari stakeholder pendidikan seperti masyarakat, LSM, pengamat pendidikan dan para orang tua siswa.
Ketiga, dampak yang dapat dilaporkan dari adanya Subsidi BOS ini belum secara komprehensif, karena realisasi pemberian subsidi BOS baru berlangsung satu semester ( periode Juli-Desember 2009 ). Belum dapat disimpulkan dampaknya terhadap peningkatan kualitas pembelajaran. Namun hal hal positif yang dapat dicatat antara lain : terpenuhinya minimal biaya operasional pendidikan, tertanggulaninya anggaran untuk alat tulis kantor ( 30%), belanja modal ( 50%) dan ekstrakurikuler (20%).
Untuk memaksimalkan pemanfaatan Subsidi BOS bagi kepentingan pembelajaran disarankan :
Pertama, pengucuran Subsidi BOS hendaknya dilakukan setiap bulan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh sekolah secara nyata. Jika realisasi dilakukan dalam periode seperti sekarang ini, dimana satu semester dikucurkan sekaligus pada bulan-bulan terakhir pada periode tersebut, akan berpotensi menyulitkan sekolah dalam mencover dana yang telah dianggarkan dan rentan terhadap belanja-belanja yang fiktif.
Kedua, implementasi subsidi BOS hendaknya lebih banyak untuk kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pembelajaran secara langsung, sehingga subsidi akan dapat dinikmati oleh siswa dalam rangka mengembangkan kualitas dirinya.

This research aims to find out School Operational fund subsidy policy and its implementation in Southern Tangerang. This is a qualitative research that tries to expose relevant thorough symptoms through data collection and the researcher becomes the key instrument . This research is descriptive and it applies analysis in inductive approach.
The scope of this research is only limited to junior high schools in Southern Tangerang. There are two schools that become sample, one is state junior high school in Serpong District, one state junior high school in Pondok Aren district, Southern Tangerang. This research is to find out the implementation of school operational fund in state junior high schools in Southern Tangerang. School Operational fund is Southern Tangerang City Government stipulated in Mayor Regulation Number 466/Kep/127 Huk/2009. the fund is to lift parent`s burden in providing their student`s school fee, and to complete 9 year education compulsory program, and towards Southern Tangerang as a City of Education. School Operational Fund Subsidy is focused on all state and private elementary and junior high schools.
This July-December 2009 period was its first semeter and schools receiving the subsidy were still limited only to state elementary and junior high schools. 285 state elementary school have received the subsidy, with 85.730 students, and 17 junior high schools have received the subsidy with 15.509 students. Subsidy given was based on the number of students. Each elementary student received Rp 10.000 per month, while each junior high school student received Rp 17.650 per month. Routine income in every junior high school after the subsidy policy implementation can be calculated as follows:: School Operational Fund Rp 47.900 + Subsidy Rp 17.650 + School tuition around Rp 40.000 + new student`s average donation = Rp 144.550 or Rp 1.734.600 per student per year.
This research produces several findings :
First, despite receiving school operational subsidy , parents still have to pay a lot, and this payment includes school fee and development donation with percentage 27,673 % + 26,980 % = 54,653 %. There will be growing number of drop-out students. The amount of subsidy must be increased significantly, if South Tangerang local government want the city to be City of Education.
Second, Sccording to the national education office, the subsidy policy implementation has positive impact on learning activities, privision of learning facilities. The subsidy also won positive responses from education stakeholder, students, non-government organization, and so on.
Third, there is no report yet on the subsidy policy impact on learning activity, as the implementation was only for one semester. However, there are some positive impacts, like the fulfilled education operational fund, budget for stationery ( 30%), capital spending ( 50%) and extracurricular (20%).
To maximize the fund usage, these are some suggestions below : First, the subsidy should be disbursed monthly, so schools can allocate the fund. Second, the subsidy policy should be used for activities related to their learning process, so students can feel benefit of the subsidy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T27155
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Gatot Wijanarko
"Permintaan akan perawatan ortodonti di klinik Spesialis FKG-UI meningkat dengan persentasi yang lebih besar pada usia di atas 16 tahun (67%) dibandingkan usia yang lebih muda. Pada penelitian yang terdahulu ditemukan bahwa pada usia 12 - 14 tahun sudah terjadi maloklusi (89%). Penelitian yang saya lakukan ini merupakan studi epidemiologis dasar untuk melihat prevalensi derajat keparahan maloklusi pada usia 12 - 14 tahun di Jakarta secara "crossectional" 270 sampel diambil secara multi stages cluster random sampling dari populasi remaja di Sekolah Menengah Pertama. Indeks HMAI (Handicapping Malocclusion Assessment index) digunakan untuk menilai derajat keparahan maloklusi baik pada laki-laki maupun perempuan.
Hasil penelitian memberi gambaran bahwa prevalensi terbanyak adalah malokiusi ringan sampai dengan berat (83,4%). Kelainan terbanyak adalah kasus berjejal (44,9%), gigi renggang (16,7%), gigi mendongos (6,3%), tumpang gigit dalam (6,3%), gigitan silang (12,3%) dan gigitan terbuka (13,2%). Tidak terdapat perbedaan prevalensi pada laki-laki atau perempuan. Tingkat kesadaran akan kebutuhan perawatan tinggi sesuai dengan tingkat keparahan maloklusi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>