Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65353 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wanda Anggi Andirisnanti
"Kolagen digunakan dalam industri kosmetik sebagai bahan pelembab. Dinding tubuh teripang mengandung kolagen sehingga berpotensi sebagai pelembab kulit. Penelitian bertujuan membandingkan ekstrak kolagen kasar dari teripang Stichopus hermanni budidaya dan alam yang diperoleh dengan metode ekstraksi yang tepat serta memperoleh sediaan krim pelembab yang mengandung ekstrak kolagen kasar teripang yang bermanfaat melembabkan kulit. Ekstraksi menggunakan perpaduan cara kerja Trotter et al. (1995) dan Saito et al. (2002). Identifikasi kolagen menggunakan metode Dot Blot. Ekstrak kolagen kasar dibuat sediaan krim dengan konsentrasi 5%. Uji stabilitas fisik sediaan krim dilakukan selama 12 minggu dan uji keamanan kepada sukarelawan menggunakan metode uji tempel. Uji manfaat dilakukan selama 4 jam pada daerah lengan bawah dengan parameter peningkatan kadar air kulit. Hasil ekstraksi menunjukkan ekstrak kolagen kasar dari teripang budidaya (77,47% dw) lebih besar daripada teripang alam (55,93% dw). Ekstrak kolagen kasar mengandung kolagen tipe I sebesar 16%. Sediaan krim ekstrak kolagen kasar menunjukkan kestabilan selama 12 minggu dan hasil uji keamanan tidak menimbulkan iritasi sehingga aman digunakan secara topikal. Hasil uji manfaat menunjukkan sediaan krim ekstrak kolagen kasar mampu mempertahankan kelembaban kulit selama 4 jam. Krim esktrak kolagen kasar 5% memberikan pengaruh kelembaban yang berbeda nyata dibandingkan krim plasebo, yaitu pada pengaplikasian krim selama 1 jam.

Sea cucumber is well-known to contain collagen that potent to apply as a skin moisturizer. Collagen have been used in many cosmetics industries as a moisturizer. The objectives of the study are to compare crude collagen extract of sea cucumber Stichopus hermanni from nature and cultivation by proper extraction method and to assess the efficacy of a formulated cream containing crude collagen extract of sea cucumber as a human skin moisturizer. The crude collagen extract was obtained by a combination method of Trotter et al. (1995) and Saito et al. (2002). Collagen was identified by Dot Blot method and then was corporated into formulated cream to make a concentration of 5% (w/v). Physical stability test was done for 12 weeks and human safety test was done by using a patch test. Efficacy study was done for 4 hours of which the increasing skin moisture content was the main parameter to be measured. The result of the study showed that crude collagen extract of sea cucumber from cultivation (77.47% dw) was greater than from nature (55.93% dw). The crude collagen extracts contained 16% of type I collagen. The crude collagen extract cream showed stability for 12 weeks and was safe to be used topically as evidenced by no skin irritation occurred in the patch test. The result of efficacy test showed that crude collagen exctract cream was able to maintain skin moisture for 4 hours experiment and provided a moisture effect significantly different from placebo cream during 1 hour application."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T30599
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Joshua Horianto
"Hidrogel berbasis kolagen alginat merupakan material yang menjanjikan dalam mempercepat penyembuhan luka bakar. Namun, hidrogel yang disintesis dengan kolagen-alginat tidak memiliki sifat antibakteri yang baik untuk menunjang kecepatan penyembuhan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengembangkan hidrogel dari ekstrak kulit salmon dengan penambahan propolis sebagai antimikroba. Kolagen diekstrak dari kulit ikan salmon dengan proses kimiawi dengan hidrolisis dan pelarutan kolagen dalam asam. Selanjutnya, pembuatan hidrogel dilakukan dengan menambahkan kolagen hasil ekstrak dan alginat dengan komposisi rasio volume 3:1. Propolis ditambahkan kedalam kolagen-alginat sebanyak 2%. Rendemen hasil ekstrak kolagen dari kulit ikan salmon sebesar 4%. Pengujian FTIR menunjukkan bahwa kolagen hasil ekstraksi memiliki gugus-gugus fungsi yang serupa dengan kolagen komersial. Rasio transmisi pada gugus amida III kolagen hasil ekstraksi dengan transmisi pada bilangan gelombang 1450 cm-1 mendekati 1 sehingga dapat dinyatakan struktur triple helix pada kolagen hasil ekstraksi tidak termodifikasi. Penambahan propolis pada hidrogel tidak memengaruhi ikatan kimia kolagen pada hidrogel kolagen-alginat dengan bukti hasil FTIR dan SEM. Penambahan propolis terbukti meningkatkan sifat antibakteri dari hidrogel. Hal ini terlihat dari terhambatnya aktivitas bakteri gram positif S. aureus yang sering ditemukan pada fase awal luka bakar.

Collagen alginate-based hydrogel is a promising material in accelerating burn healing. However, the hydrogel synthesized with collagen-alginate did not have good antibacterial properties to support the healing rate. The main objective of this study was to develop a hydrogel from salmon skin extract with the addition of propolis as an antimicrobial. Collagen is extracted from salmon skin by a chemical process by hydrolysis and dissolving collagen in acid. Next, the hydrogel was made by adding the extracted collagen and alginate with a volume ratio composition of 3:1. Propolis was added to the collagen-alginate as much as 2%. The yield of collagen extract from salmon skin is 4%. The FTIR test showed that the extracted collagen had similar functional groups to commercial collagen. The transmission ratio of the extracted amide III group of collagen with transmission at a wave number of 1450 cm-1 is close to 1 so that the triple helix structure of the extracted collagen can be expressed unmodified. The addition of propolis to the hydrogel did not affect the chemical bonds of collagen in the collagen-alginate hydrogel with evidence of FTIR and SEM results. Addition of propolis has been shown to increase the antibacterial properties of the hydrogel. This can be seen from the inhibition of the activity of gram-positive bacteria S. aureus which is often found in the initial phase of burns."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daratia Junjun Sari
"Daun benalu mangga telah diketahui mampu memiliki aktivitas antioksidan, namun
belum diketahui potensinya sebagai penghambat tirosinase. Aktivitas antioksidan
berpotensi sebagai penghambat tirosinase yang bergunau ntukmenghambat
terbentuknya melanin di dalam kulit. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
aktivitas penghambatan tirosinase dan manfaat dari sediaan emulgel ekstrak etanol
daun benalu mangga. Metode yang digunakan adalah DPPH (1,1
difenildipikrilhidrazil) untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan Dopakrom untuk
mengetahui penghambatan terhadap enzim tirosinase.Parameter adanya aktivitas yang
dimiliki ekstrak ditunjukan oleh nilai IC50 dan persentase inhibisi. Ekstrak etanol
daun benalu mangga dibuat sediaan emulgel dengan konsentrasi 0,5%. Uji stabilitas
fisik sediaan emulgel dilakukan selama 12 minggu dan uji keamanan kepada
sukarelawan menggunakan metode uji tempel. Uji manfaat dilakukan selama 28 hari
pada daerah lengan bawah dengan parameter indeks melanin kulit. Hasil ekstraksi
menunjukkan ekstrak etanol daun benalu mangga memiliki rendemen 59,89%.
Pengujian terhadap aktivitas antioksidan dan inhibitor tirosinase masing-masing
memiliki nilai IC50sebesar 31,41 µg/mL dan 722,73 µg/mL. Sediaan emulgel ekstrak
etanol daun benalu mangga belum menunjukkan kestabilan selama 12 minggu,
namun hasil uji keamanan tidak menimbulkan iritasi sehingga aman digunakan secara
topikal. Hasil uji manfaat menunjukkan sediaan emulgel ekstrak daun benalu mangga
belum mampu mencerahkan kulitsecara signifikan dalam waktu 28 hari.

Mango mistletoe leaves ethanol extract has been known have antioxidant activity, but
it has not known as a potential inhibitor of tyrosinase. The antioxidant activity can be
potentially useful as tyrosinase inhibitors to inhibit the melanin in the skin. The aims
of the study is to obtain tyrosinase inhibitor activity and to get the benefits of mango
mistletoe leaves ethanol extract emulgel. The method used was DPPH
(1,1diphenyldipikrilhidrazil) to determine the antioxidant activity and Dopakrom to
determine the inhibition of the enzyme tyrosinase. The parameters of the activity
shown by the extracts possessed IC50values and the percentage of inhibition. The
concentration of emulgel from mango mistletoe leaves ethanol extract was 0.5%.
Physical stability test of emulgel performed for 12 weeks and safety test to volunteers
was using a patch test method. Efficacy test conducted for 28 days in the area of the
forearm with skin melanin index as the parameter. Extraction results showed mango
mistletoe leaves ethanol extract has a yield about 59.89%. The test result of
antioxidant activity and tyrosinase inhibitors based on IC50 values are 31.41 µg/mL
and 722.73 µg/mL. Emulgel of mango mistletoe leaves ethanol extracthas yet stable
for 12 weeks, however the results of safety test showedthat there was no irritation on
the skin so it was safe to use topically. The efficacy test results demonstrated the
benefits of emulgel of mango mistletoe leaves ethanol extract has not been able to
lighten skin significantly within 28 days.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T34993
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Moulfia Tursina
"Penelitian eksperimental untuk menguji aktivitas antifeedant ekstrak kasar Holothuria atra dan Bohadschia marmorata terhadap ikan karang telah dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Konsentrasi ekstrak H. atra dan B. marmorata yang digunakan dalam penelitian adalah konsentrasi alaminya yakni sebesar 8 mg/ml dan 3,4 mg/ml. Analisis data hasil pengujian antifeedant selama 7 hari menggunakan uji jumlah-jenjang Wilcoxon menunjukkan bahwa ekstrak kasar H. atra dan B. marmorata memiliki aktivitas antifeedant terhadap ikan karang, meliputi Neopomacentrus sp., Pomacentrus sp., Halichoeres sp., Siganus sp., dan Pentapodus sp.

Field experiment was conducted to investigate the antifeedant activity of crude extract from sea cucumber Holothuria atra and Bohadschia marmorata against reef fishes at Pramuka Island Waters, Seribu Islands, DKI Jakarta. The concentration of crude extract of H. atra and B. marmorata used in the assay were 8 mg/ml and 3,4 mg/ml respectively. Data analysis using Wilcoxon‟s rank-sum test showed that crude extract of H. atra and B. marmorata has antifeedant activity against reef fishes, including Neopomacentrus sp., Pomacentrus sp., Halichoeres sp., Siganus sp., and Pentapodus sp."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S944
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Halimah Ratna Nariswari
"Penelitian ini dilakukan untuk membuat krim yang stabil yang mengandung ekstrak cair teripang dan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi ekstrak cair teripang terhadap stabilitas fisik krim. Krim A, B dan C dibuat dengan variasi konsentrasi ekstrak cair teripang berturut-turut 20%, 40%, dan 60%. Evaluasi krim meliputi evaluasi organoleptis, pengukuran pH, konsistensi, diameter globul rata-rata, viskositas dan sifat alir krim. Uji stabilitas fisik dilakukan dengan menyimpan sampel-sampel pada suhu kamar (29+1ºC), suhu dingin (4+1ºC) dan suhu panas (40+1ºC) selama 8 minggu, uji sentrifugasi dilakukan padakecepatan 3800 rpm selama 5 jam, cycling test dilakukan pada suhu dingin (4+1ºC) dan suhu panas (40+1ºC) sebanyak 6 siklus. Organoleptis ketiga krim adalah berwarna putih, berbau khas dan homogen. pH dan konsistensi ketiga krim relatif stabil selama penyimpanan 8 minggu. Viskositas krim A, B dan C diukur dengan viscometer Brookefield menggunakan spindel no.5 dengan kecepatan 2 rpm pada minggu ke-0 dan minggu ke-8 menurun, dari 86000 cps, 52000 cps dan 36000 cps menjadi 84000 cps, 48000 cps dan 29000 cps dan sifat alir yaitu tiksotropik pseudopastis. Ukuran diameter globul rata-rata krim A, B and C berturut-turut 0,266 μm, 0,274 μm dan 3,46 μm diminggu ke-0 pada suhu kamar.

This research was done to make stable cream containing seacucumber liquid extract and to study the effect of sea-cucumber liquid extract concentration to stability of cream. The cream A, B And C made with concentration of sea-cucumber extract respectively 20%, 40%, and 60%. The evaluation of creams including organoleptic evaluation, pH, consistency, mean globule diameter, viscosity and rheology measurements. The physical stability test was done by stores samples at room temperature (29+1ºC), cool temperature (4+1ºC) and the hot temperature (40+1ºC) for 8 weeks, centrifugal test was done at speed of 3800 rpm during 5 hours and cycling was done at cool temperature (4+1ºC) and hot temperature (40+1ºC) as much 6 cycles.The organoleptic of these creams are white colours, specific smell and homogeneous.The pH and consistency of all creams relatively stable during stored 8 week. The viscosity of cream A , B and C measured with Brookefield viscometer using spindle no.5 and speed of 2 rpm at week-0 and week-8th, decreasing from 86000 cps, 52000 cps and 36000 cps to 84000 cps, 48000 cps and 29000 cps and rheogram is thixotrophy pseudoplastic. The mean globule diameter of cream A, B and C respectively 0,266 μm, 0,274 μm and 3,46 μm at week-0 in temperature room.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2008
S33079
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Teripang merupakan biota laut yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu produk suplemen makanan alami dari laut. Penelitian potensi pemanfaatan teripang Stichopus veriegatus sebagai suplemen makanan telah dilakukan pada bulan Juni sampai September 2013 di Laboratorium Produk Alam Laut, Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI. Teripang S. Variegatus yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari perairan Teluk Ratai, Lampung Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pemanfaaatan teripang S. variegatus sebagai suplemen makanan yang bernilai ekonomis tinggi. Uji antiosidan dilakukan dengan metode reduksi senyawa radikal bebas 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl (DPPH). Hasil analisis menunjukkan bahwa rendaman ekstrak teripang S. variegatus sebesar 2,78%> Golongan senyawa metabolit sekunder yang teridentifikasi adalah steroid dan saponin. Ekstrak teripang S. variegatus menunjukkan aktivitas antiosidan karena memiliki nilai IC50 lebih kecil dari 200 ug/ml."
OLDI 40:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ayuni Rachmasari
"Synapta maculata merupakan timun laut yang memiliki rongga tubuh berisi cairan; dinding tubuh lunak dan tipis; serta pergerakan yang lambat. Zona intertidal yang menjadi habitat Synapta maculata juga dihuni oleh beranekaragam biota laut sehingga meningkatkan terjadinya predasi antarorganisme. Pertahanan fisik yang minim dan terjadinya peningkatan predasi di habitat alaminya menyebabkan timun laut (Holothuroidea) memiliki pertahanan kimiawi sebagai antipredator dengan memproduksi senyawa triterpen glikosida (saponin). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa aktivitas antifeedant dan toksisitas ekstrak kasar Synapta maculata terhadap ikan Gymnocorymbus ternetzi dan larva Artemia salina, serta mengkategorikan mode pertahanan kimiawi Synapta maculata. Sampel Synapta maculata yang digunakan pada penelitian ini dikoleksi dari perairan Pulau Kotok Besar yang ditemukan di antara gundukan pasir dan lamun sebanyak 3 individu. Ekstraksi 3 individu Synapta maculata menggunakan metode maserasi dengan metanol menghasilkan 3,6414 g ekstrak kasar; persentase rendemen serta konsentrasi fisiologis berturut-turut sebesar 2,0866% dan 26,01 mg/mL. Ekstrak tersebut pada uji antifeedant memiliki nilai ED50 sebesar 0,632 mL dan dikategorikan sebagai weakly unpalatable. Nilai Weighted Mean (WM) ekstrak pada uji ikhtiotoksisitas diperoleh sebesar 2 dan dikategorikan sebagai toksisitas rendah. Oleh karena itu, mode antipredator pertahanan kimiawi Synapta maculata diklasifikasikan ke dalam kelas Weak Response (WR). Nilai LC50 hasil dari BSLT didapatkan sebesar 197,844 ppm dan dikategorikan sebagai medium toxicity.

Synapta maculata is a sea cucumber that has a fluid-filled body cavity; soft and thin body wall; and slow movement. The intertidal zone that is the habitat of Synapta maculata is also inhabited by a variety of marine biota, thus increasing predation between organisms. Minimal physical defense and increased predation in its natural habitat cause sea cucumber (Holothuroidea) to have a chemical defense as an antipredator by producing triterpene glycoside compounds (saponins). The aim of this study was to analyze the antifeedant activity and toxicity of Synapta maculata crude extract against Gymnocorymbus ternetzi fish and Artemia salina larvae, and categorize the chemical defense mode of Synapta maculata. Synapta maculata samples used in this study were collected from the waters of Kotok Besar Island found between sandbars and seagrass as many as 3 individuals. Extraction of 3 individuals of Synapta maculata using maceration method with methanol produced 3.6414 g of crude extract; percentage yield and physiological concentration of 2.0866% and 26.01 mg/mL, respectively. The extract in the antifeedant test has an ED50 value of 0.632 mL and is categorized as weakly unpalatable. The Weighted Mean (WM) value of the extract in the ichtiotoxicity test was obtained as 2 and categorized as low toxicity. Therefore, the antipredator mode of chemical defense of Synapta maculata is classified into the Weak Response (WR) class. The LC50 value obtained from BSLT was 197.844 ppm and categorized as medium toxicity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hayuning Widiastuti
"Opheodesoma grisea merupakan timun laut dari Family Synaptidae dengan pertahanan fisik yang minim sehingga lebih mengandalkan metabolit sekunder sebagai pertahanan kimiawi. Metabolit sekunder yang dimiliki salah satunya dapat berpotensi sebagai antifeedant yang mampu mencegah organisme tersebut dimakan oleh predatornya. Penelitian dilakukan untuk menganalisa aktivitas antifeedant ekstrak kasar Opheodesoma grisea terhadap ikan Gymnocorymbus ternetzi, menganalisa toksisitas ekstrak kasar Opheodesoma grisea terhadap ikan Gymnocorymbus ternetzi dan larva Artemia salina, serta mengkategorikan mode pertahanan kimiawi Opheodesoma grisea terhadap ikan Gymnocorymbus ternetzi. Sampel Opheodesoma grisea yang diuji berasal dari Perairan Pulau Pramuka sebanyak 10 individu dan diekstrak secara maserasi menggunakan metanol. Ekstrak yang dihasilkan memiliki persentase rendemen ekstrak kasar dan konsentrasi fisiologis berturut-turut sebesar 4,62% dan 24,74 mg/mL. Nilai dosis efektif (ED50) pada uji antifeedant sebesar 1,380 mL menunjukkan ekstrak Opheodesoma grisea bersifat palatable. Hasil pengujian ikhtiotoksisitas menghasilkan nilai Weighted Mean (WM) = 2 yang artinya ekstrak Opheodesoma grisea memiliki toksisitas rendah. Hasil pengujian Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menunjukkan LC50 ekstrak Opheodesoma grisea sebesar 174,735 ppm yang tergolong toksisitas sedang sehingga adanya potensi pertahanan kimiawi dari Opheodesoma grisea terhadap predatornya. Hasil uji antifeedant dan ikhtiotoksisitas mengkategorikan mode antipredator pada Opheodesoma grisea termasuk ke dalam Weak Responses (WR).

Opheodesoma grisea is a sea cucumber from the Family Synaptidae with minimal physical defenses, relying more on secondary metabolites as chemical defenses. One of the secondary metabolites it possesses has the potential to act as an antifeedant, preventing the organism from being consumed by its predators. The study was conducted to analyze antifeedant activity of crude extract from Opheodesoma grisea on Gymnocorymbus ternetzi fish, analyze toxicity of crude extract from Opheodesoma grisea on Gymnocorymbus ternetzi fish and Artemia salina larvae, and categorize chemical defense mode of Opheodesoma grisea on Gymnocorymbus ternetzi fish. The Opheodesoma grisea samples, consisting of 10 individuals, were collected from Pramuka Island and extracted using methanol through maceration. The resulting extract had a crude extract yield percentage of 4,62% and a physiological concentration of 24,74 mg/mL. The effective dose (ED50) in the antifeedant test was determined to be 1,380 mL, indicating that the Opheodesoma grisea extract is palatable. The ichthyotoxicity test resulted in a Weighted Mean (WM) value of 2, indicating that the Opheodesoma grisea extract has low toxicity. The Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) showed an LC50 value of 174,735 ppm, indicating moderate toxicity and has the potential chemical defense for Opheodesoma grisea against its predators. The antifeedant and ichthyotoxicity test results categorized the antipredator mode in Opheodesoma grisea to Weak Responses (WR)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Yulia Putri
"Synaptula reticulata merupakan timun laut dengan dinding tubuh tipis, berwarna terang, dan pergerakan yang lambat sehingga menggunakan senyawa metabolit sekunder sebagai pertahanan kimiawi terhadap predator. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat aktivitas antifeedant dan tingkat toksisitas apakah sebagai weapon atau unpalatable agent. Synaptula reticulata sebanyak 330 individu diambil dari perairan Pulau Air dan diekstraksi menggunakan metanol. Ekstrak kasar yang dihasilkan memiliki persentase rendemen dan konsentrasi fisiologis berturut-turut sebesar 2,54% dan 19,1550 mg/mL. Pengujian ekstrak dilakukan dengan uji antifeedant, ikhtiotoksisitas, dan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) di laboratorium. Uji antifeedant dan ikhtiotoksisitas dilakukan menggunakan ikan Gymnocorymbus ternetzi. Pengujian antifeedant dilakukan dengan memberikan pelet kontrol dan pelet uji yang mengandung ekstrak kasar Synaptula reticulata dengan konsentrasi ekstrak masing-masing 0,25 mL; 0,5 mL; 0,75 mL; dan 1 mL dalam volume total 1 mL. Ekstrak tersebut memiliki aktivitas antifeedant dengan nilai ED50 sebesar 0,780 mL yang dikategorikan sebagai weakly unpalatable. Pengujian ikhtiotoksisitas dilakukan menggunakan 4 ekor ikan uji dan 1 ekor ikan kontrol dengan penambahan 0,5 mL ekstrak setiap 30 menit dalam rentang waktu 2 jam. Nilai Weighted Mean (WM) yang dihasilkan pada ekstrak sebesar 3,18 dan dikategorikan toksisitas tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan, klasifikasi mode antipredator dari ekstrak kasar Synaptula reticulata diklasifikasikan ke dalam kelas I, yaitu toksisitas tinggi dan weakly unpalatable. Brine Shrimp Lethality Test(BSLT) dilakukan menggunakan larva udang Artemia salina dengan konsentrasi ekstrak masing-masing, sebesar 100 ppm; 250 ppm; 500 ppm; 750 ppm; dan 1000 ppm sebagai uji pendahuluan. Hasil BSLT memiliki nilai LC50 sebesar 239,954 µg/mL dan dikategorikan toksisitas sedang.

Synaptula reticulata is a sea cucumber with a thin body wall, light color, and slow movement that uses secondary metabolite compounds as a chemical defense against predators. This study aims to determine the level of antifeedant activity and toxicity, whether as a weapon or an unpalatable agent. Synaptula reticulata, as many as 330 individuals were taken from the waters of Air Island and extracted using methanol. The crude extract produced has a percentage yield and physiological concentration of 2.54% and 19.1550 mg/mL, respectively. The extract was tested with antifeedant, ichthyotoxicity, and Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) in the laboratory. The antifeedant and ichthyotoxicity tests were conducted using Gymnocorymbus ternetzi fish. The antifeedant test was conducted by giving control pellets and test pellets containing Synaptula reticulata crude extract with extract concentrations of 0.25 mL; 0.5 mL; 0.75 mL; and 1 mL in a total volume of 1 mL, respectively. The extract has antifeedant activity with an ED50 value of 0.780 mL, categorized as weakly unpalatable. The ichthyotoxicity test was conducted using 4 test fish and one control fish by adding 0.5 mL of extract every 30 minutes for 2 hours. The Weighted Mean (WM) value produced in the extract was 3.18, categorized as high toxicity. Based on the observation, the antipredator mode classification of the crude extract of Synaptula reticulata is classified into class I, which is high toxicity and weakly unpalatable. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) was conducted using Artemia salina shrimp larvae with respective extract concentrations of 100 ppm; 250 ppm; 500 ppm; 750 ppm; and 1000 ppm as a preliminary test. BSLT results have an LC50 value of 239.954 µg/mL and are categorized as moderate toxicity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Rimenda Br.
"Tebu (Saccharum officinarum) mengandung asam glikolat yang merupakan kelompok dari asam alfa hidroksi, asam glikolat telah banyak digunakan secara sintetik diindustri kosmetik dan ahli kulit untuk pengobatan pada melasma, jerawat dan antiaging. Pada penelitian ini, memanfaatkan limbah batang tebu dari perkebunan tebu. Limbah batang tebu diekstraksi menjadi ekstrak kental dan kemudian diformulasikan menjadi sediaan krim, menggunakan konsentrasi ekstrak sebanyak 5%. Uji stabilitas fisik sediaan dilakukan selama 12 minggu dan uji keamanan dilakukan pada sukarelawan dengan metode uji tempel. Uji manfaat dilakukan selama 28 hari, lokasi pengujian pada lengan atas sukarelawan dengan parameter penurunan kadar melanin pada kulit. Sediaan krim ekstrak limbah batang tebu menunjukkan kesetabilan selama penyimpanan 12 minggu dan uji keamanan tidak menimbulkan iritasi sehingga aman digunakan secara topikal, hasil uji manfaat menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik pada 33 relawan, didapatkan nilai p= 0,000 (p< 0,005).

Glycolic acid which is usually found in sugar cane (saccharum officinarum) is a natural fruit acid part of alpha hydroxy acid family. In various concentration this acid has been synthetically used in cosmetic industry and to dermatologists in the treatment of melasma, acne and anti aging. This paper outlines the utilization of the waste sugarcane from the plantation. The extraction of sugarcane generates thick solutions that formulated and conversed into cream 5% extracted concentration into cream. Sugarcane extract with 5% concentration has been used in phsysical stability test for 12 weeks as well as safety test by using patch methode on 28 days to indicate a drop of melanin level in the skin. After all, the result show the concentration can maintain its stability level to be use as topical without any symptoms of irritation. Efficacy test show significant results statistically of p= 0,000 (p< 0,005).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>