Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174057 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fifira Ayuningtyas Maharani
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S8234
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Jaelani
"Sepanjang tahun 2006 hingga 2010 Iran didera dengan lima sanksi dari Dewan Keamanan PBB yang disponsori oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Hal ini diakibatkan dari sikap Iran yang terus mengembangkan program nuklirnya tanpa mematuhi resolusi DK PBB dan mengabaikan arahan badan atom internasional (IAEA). Dengan kebijakan luar negerinya, Iran berusaha menjelaskan bahwa program nuklirnya adalah untuk tujuan damai dan sesuai dengan ketentuan Traktak Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Menariknya, di tengah deraan sanksi tersebut, dukungan dunia internasional semakin meningkat. Salah satunya terlihat dari penurunan dukungan negara-negara anggota DK-PBB terhadap sanksi Iran. Dengan demikian muncul permasalahan bagaimana kebijakan luar negeri Iran terhadap AS dan pengaruhnya terhadap resolusi DK PBB.
Dengan pendekatan kualitatif dan mengadopsi penelitian model studi kasus, penulis menemukan bahwa kebijakan luar negeri Iran secara umum terhadap AS bersifat konfrontatif dan responsif. Iran selalu menentang kebijakan luar negeri AS yang dominatif terhadap kestabilan dalam negeri dan kawasan. Sedangkan secara khusus, Iran memfokuskan diri untuk mengedepankan negoisasi dan diplomasi dalam rangka kerjasama mengembangkan program nuklir ke berbagai negara anggota DK PBB maupun ke negara-negara kawasan.
Kebijakan luar negeri Iran ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kepentingan pengembangan energi listrik sebagai antisipasi keterbatasan sumber daya alam lainnya (minyak dan gas), posisi geopolitik dan geostrategis Iran di jantung dunia, ideologi revolusi Islam para penguasanya yang selalu dijaga dan dilestarikan, dominasi ulama dan kelompok konservatif di dalam struktur pemerintahan, dan dukungan mayoritas masyarakat Iran terhadap kebijakan pemerintahan Ahmadinejad yang pro rakyat miskin.
Dikarenakan kebijakan luar negeri ini, Iran mendapatkan sanksi secara berturut. Sanksi melalui resolusi DK PBB yang semakin berat. Tercatat dari resolusi dengan sanksi yang hanya sebatas penundaan (no. 1696), pembekuan aset (no. 1737), larangan bantuan keuangan dari negara lain (no. 1747), pembatasan hubungan negara lain terhadap Iran (no. 1803) dan embargo ekonomi dan senjata (no. 1929). Akan tetapi hingga saat ini Iran tetap bertahan untuk terus melakukan pengembangan program nuklirnya.

Since 2006 until 2010 Iran has been the subject of five UN sanctions sponsored by the United States and its allies. These sanctions resulted from the Iranian policy to continue their nuclear program despite of UN Security Council?s resolution and international atom agency (IAEA)?s advice. Iran continues to state that their nuclear program is for peace keeping purposes and is in accordance with Nuclear Non-Proliferation Treaty.
Interestingly, in this unfortunate blow of sanctions, international support increases. One of them is the decreasing support of member countries of UN Security Council toward the sanctions; this lead to the question on US foreign policy against Iran and their implications on the Security Council resolutions.
By using qualitative approach and by adopting case study model of research, the writer assumes that Iranian foreign policy is generally confrontative and responsive. Iran is always against US foreign policy which is dominative to domestic and regional stability. On the other hand, Iran focuses on negotiation and diplomacy to promote cooperation to develop nuclear program with the members of UN Security Council and with neighboring countries in the region.
There are several key elements that give shape to Iranian foreign policy; development of electricity alternative energy, in an anticipation of the depletion of other natural resources (oil and gas), Iranian geopolitics and geocenties in the world, preserved Iranian Islamic Revolution ideology, ulama and conservative domination in the administration, and Iranian people?s support of Ahmadinejad administration policy which is in favor of the poor.
Iranian foreign policy has led to multiple sanctions. UN Security council releases tougher resolutions day to day. The sanctions range from suspension (no. 1696), freezing of the assets (no. 1737), prohibition on foreign aid (no. 1803), to economic and weaponry embargo (no. 1929). However, Iran survives them and continues to develop its nuclear program."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Hosianna Rugun Anggreni
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai kebijakan luar negeri yang diambil Indonesia terkait isu nuklir Iran. Indonesia yang bergabung menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada tahun 2007 turut mendukung resolusi nomor 1747 tahun 2007 tentang penjatuhan sanksi terhadap Iran untuk pengembangan nuklir Iran. Kebijakan luar negeri Indonesia ini mengundang perhatian di dalam negeri terutama dari pihak DPR RI yang berujung pada pengajuan hak interpelasi. Dalam Resolusi DK PBB nomor 1803 tahun 2008, Indonesia memilih untuk abstain.
Penelitian ini ingin melihat apakah dan bagaimanakah sikap DPR turut menjadi faktor domestik yang menjadi pertimbangan Pemerintah Indonesia dalam memilih kebijakan luar negerinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DPR RI pasca reformasi memiliki wewenang untuk turut mempengaruhi kebijakan luar negeri dan hubungan luar negeri Indonesia. Dalam kasus kebijakan luar negeri Indonesia mengenai isu nuklir Iran, DPR telah menunjukkan perannya untuk terlibat di dalam proses yang turut mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia (KLNI) pada tahap tertentu, namun demikian faktor diplomasi bilateral yang dilakukan antara pemerintah Indonesia- Iran tetap menjadi faktor kunci.

ABSTRACT
This thesis discusses Indonesian foreign policy on Iranian nuclear issue. Indonesia who was a non-permanent member of the United Nations Security Council in 2007 voted in favor for resolution number 1747 year 2007, imposing sanctions against Iran for its nuclear development. This has in turn triggered criticism, particularly from the Indonesian House of Representative (DPR RI) that resulted in interpellation. In the United Nations Security Council Resolution number 1803 year 2008, Indonesia decided to abstain.
This research looks into whether and how the Parliament is constituting the so called domestic factors for the Government of Indonesia in determining its foreign policy. The research shows that the DPR RI post-reform era holds the power to influence Indonesian foreign policy and its international relations. In the case of Indonesian foregin policy on Iranian nuclear issue, DPR RI has shown its ever expanding role to be involved in the process of influencing Indonesian foreign policy to a certain extent. Nevertheles, bilateral diplomacy between the Government of Indonesia and Iran plays pivotal role."
2009
T26672
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Desti Nur Sakinah
"Kepentingan Iran mengembangkan kembali program nuklirnya adalah merupakan upaya pertahanan diri dalam mengantisinasi segala bentuk ancaman yang datang baik secara tiba-tiba atau terencana. Upaya memperkuat kekuatan bargaining politiknya melalui pengaktifan kembali program nuklir merupakan kebijakan yang strategis. Peningkatan kekuatan militer Iran merupakan suatu bentuk sikap waspada Iran atas fenomena yang terjadi saat ini, yaitu semakin meluasnya "penguasaan" wilayah Amerika Serikat di Timur Tengah, hingga beberapa negara Arab sudah berada di bawah kontrolnya, ditambah invasi dan pendudukannya di Irak, serta melemahnya sikap Libya yang bersedia menghentikan program nuklirnya atas permintaan Barat. Hegemoni Amerika Serikat sangat mengancam wilayah teritorialnya, karena Amerika Serikat telah memobilisasi pasukannya di berbagai wilayah yang berdekatan dengan Iran hingga menjepit Iran diantara wilayah penguasaannya.
Iran adalah salah satu negara di Timur Tengah yang hingga sekarang belum bisa dikendalikan oleh Washington, serta kilang-kilang minyaknya yang belum dikuasai oleh perusahaan-perusahaan eksplorasi minyak Barat. Iran adalah penghasil minyak terbesar kedua dunia, setelah Arab Saudi dan Irak pada urutan ketiga. Selain itu, dengan dimilikinya persenjataan nuklir maka Iran akan menjadi kekuatan penyeimbang di Timur Tengah terhadap kekuatan Israel yang selama ini menjadi kekuatan dominan di Timur Tengah. Program nuklir Iran setidaknya bisa dijadikan sebagai komunikasi politiknya dalam menghadapi ancaman yang akan datang dan menimalisir ancaman tersebut.

Importance of Iran develop to return its nuclear program is represent effort of defender of its self in anticipating all the form of incoming threat either through sudden of planned. Efforts strengthen strength of his political bargaining through reactivation of nuclear program represent strategic policy. Make-Up of strength of military of Iran represent an form of attentive attitude of Iran Or phenomenon that happened in this time, that is progressively the wide-speeding of " domination" regional of Middle United States In the East, till some State of Arab have under his control, is added by invasion and occupying it in Iraq, and also wear away it attitude of Libya readying to discontinue his nuclear program by request of West. Hegemony of United States very menace region territorially, because United States mobilization of his team have in various nearby region with Iran till nip Iran of among region of his domination.
Iran, is one of State in the East which until now not yet can be controlled by Washington, and also his refinery is which not yet been mastered by company of explores of West oil. Iran is producer of biggest oil of world second, after Arab of Saudi and Iraq of at third sequence. Others, owned of nuclear weapons hence the Iran will become strength of middle compensating In the East to strength of Israel which during the time become strength of middle dominant In the East. Nuclear Program of Iran at least can be made by as his political communications in face of coming threat and of the threat.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18362
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tide Aji Pratama
"Tesis ini membahas mengenai Iran Sebagai salah satu negara yang menandatangani dan meratifikasi NPT (Non Proliferation Treaty). Melalui program nuklir damainya, Iran berencana untuk menjadi mandiri (self sufficient) dalam hal pengembangan teknologi dan melepaskan ketergantungan terhadap sumber energi konservatif (minyak dan gas). Iran memiliki hak yang sah dibawah NPT untuk mengembangkan teknologi nuklir sipil. Namun demikian, upaya Pemerintah Iran ini mengalami hambatan. Negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan UE3 (Inggris, Perancis dan Jerman) memiliki kecurigaan bahwa Iran berencana untuk mengembangkan senjata nuklir. Terlepas berbagai kecaman dan tekanan dari Amerika Serikat dan sekutunya, Iran tetap melanjutkan program nuklirnya sebagai bagian dari kepentingan nasionalnya.
Dalam penelitian dengan topik Kebijakan Nuklir Iran khususnya dalam menghadapi respon Barat ini, tujuan dari penelitian adalah Menelaah signifikansi program nuklir Iran sebagai kepentingan nasional yang dijalankan secara konsisten dan berkelanjutan oleh Pemerintah Iran. Menganalisa program nuklir Iran sesuai kerangka NPT dan program pengawasan IAEA, serta bagaimana Iran menjalankan diplomasinya ditengah kecaman Amerika Serikat dan sekutunya yang berargumen bahwa program nuklir tersebut memiliki tujuan militer. Serta menelaah bagaimana negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat merespon program nuklir Iran dan upaya-upaya diplomasi yang dilakukan Iran.

This thesis explains about Iran?s peaceful nuclear program intentions to support self sufficiency in terms of technology improvement and to be less dependence in conservative source of energy such as oil and gas. This intention was made clear as Iran became one of the first countries to sign and ratified the Non Proliferation Treaty (NPT). The Treaty provides legal and legitimate basis for Iran to develop such nuclear program. Western Countries, mainly United States and major European Countries like Britain, France and Germany, has long been suspecting Iran for developing nuclear weapons, and continues to press on Iran to stop the program. This condition does not prevent Iran to continue the development of its nuclear program as national interests.
In this research entitled Iran?s Nuclear Policy in Regards to West Response, the objectives are to studies significances of Iran?s nuclear program as a national interest that have been carried out consistently by the government of the Islamic Republic. To analyze Iran?s nuclear program within NPT framework and surveillance control mechanism of the IAEA. How Iran conducts its diplomacy, under United States and its European Allies pressure and perception that Iran nuclear purpose was to make a weapons of mass destruction. Further, to see how west particularly the United States responds to Iran?s diplomatic efforts in carrying its nuclear program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25107
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Damayanti
"

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab bagaimana terjadinya perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap program nuklir Iran pada periode pemerintahan Obama. Amerika Serikat lebih terbuka untuk berdiplomasi dengan Iran, tetapi masih mempertahankan pendekatan koersifnya. Guna memahami perubahan tersebut, penelitian ini menggunakan konsep perubahan kebijakan luar negeri oleh Jakob Gustavsson. Metodologi yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tujuh perubahan kebijakan luar negeri yang merupakan konsekuensi dari empat hal. Pertama, pelemahan power militer Amerika Serikat dan perubahan fokus wilayah Amerika Serikat ke Asia. Kedua, polarisasi politik domestik dan penguatan perekonomian Amerika Serikat. Ketiga, keinginan Obama untuk membatasi penggunaan militer di luar negeri dan menyelesaikan isu nuklir Iran melalui diplomasi. Keempat, dinamika pengambilan keputusan di Gedung Putih. Maka dari itu, penelitian ini menyimpulkan bahwa keempat faktor ini berkontribusi terhadap tujuh perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap program nuklir Iran pada periode pemerintahan Obama. 


This research aims to answer how United States foreign policy towards Irans Nuclear Program change during the Obamas administration. United States is more open to diplomacy with Iran yet still maintain its coercive postures. In order to understand this problem, this research uses the concept of foreign policy change by Jakob Gustavsson. The methodology used on this research is a qualitative approach with descriptive analysis. This research shows there are seven foreign policy changes that are the results of four factors. First, United States declining military power and the shift of United States regional focus to Asia. Second, the polarized domestic politic situation and United States strengthening economic power. Third, Obamas personal preference in limiting the use of United States military power abroad and solve the Iran nuclear issue through diplomacy. Fourth, the decision-making process at the White House. Therefore, this research concludes that these four factors contribute to the seven changes of United States foreign policy towards Irans nuclear program. 

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atok Romli Musthofa
"Dalam Hubungan Internasional, salah satu yang menjadi isu penting dan tidak bisa dipisahkan dari kekuatan (power) adalah konflik, konflik menjadi hal yang permanen. Terjadinya konflik disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah minyak. Program nuklir Iran yang sudah dimulai sejak tahun I960-an terus menjadi konflik Internasional tepatnya setelah revolusi Iran tahun 1979 sampai dengan 2004. Iran yang merupakan negara kelima terbesar perighasil minyak dunia mengembangkan program nuklirnya untuk kepentingan ekonomi, yaitu sebagai bahan energi pengganti minyak. Dalam perkembangan selanjutnya, nuklir Iran tidak pemah bisa dilepaskan dari isu politik Internasional. Hal ini terkait dengan efek nuklir yang bisa melampaui kedaulatan teretorial suatu Negara. Perebutan Hegemoni antara suatu Negara dengan Negara lain pun tak urung juga (bisa) menggunakan nuklir. Akibatnya, nuklir menjadi salah satu piranti efektif untuk memaksa menaklukkan lawan.
Dengan menggunakan paradigma positivisme dan metode case study Robert. K. Yin, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengapa Iran tetap mengembangkan program nuklirnya dan bagaimana masa depan nuklir di Iran di tengah konflik Internasional.
Puncaknya pada awaI November 2004, parlemen Iran tetap berpegang dengan keputusannya, yaitu melanjutkan program nuklirnya dengan dalih untuk kemakmuran rakyat sebagai counter atas tudingan miring bahwa program nuklirnya digunakan untuk mendominasi Negara lain dan dapat memicu destruktivitas dalam skala masal. Dengan keputusannya pula Iran harus berjuang untuk meyakinkan dunia Intemasional dan IAEA bahwa program nuklirnya semata-mata untuk tujuan damai.
Dari sinilah penelitian ini menjadi penting, polemik panjang yang melibatkan kelompok kepentingan Internasional bermuara pada satu isu, yaitu program nuklir Iran. Dengan analisis nuclear detterence Theory dalam bingkai teori konflik, penelitian ini mengelaborasi program nuklir Iran dengan tetap berupaya menjernihkan persoalan secara proporsional.

In the International Relationship, the most important and permanent issue that can't be separated from "power" is conflict. Oil is one of "a power" that causes conflict. Iran's nuclear program began in 1960. This program has become an international conflict since Iran's revolution in 1979. Iran, the fifth oil country, was enlarging its nuclear program for economic need that was for oil material substitute. In the next, Iran's nuclear program, always, is a part of the International political issue. It was caused by the effect of nuclear that was beyond territorial sovereignty. Nuclear, also, can be used to take hegemony over between nations. Consequently, nuclear became one of the effective tools to conquer other countries.
The purpose of this thesis are to know why Iran decided to continue its nuclear grogram and how the future of Iran's nuclear program in International conflict. This thesis uses a positive paradigm with a Robert K. Yin's case study method.
In the beginning of November 2004, Iran's nuclear program was on climax. Iran's parliament stacked on their decision to continue the program. They said that the reason to continue this program was citizen's prosperity. But in fact, this was used as a counter opinion (to cover the issue) which said that Iran's nuclear program was used to dominate other country and caused massive destruction. Sticking to their decision, Iran have to make International and IAEA believe that this program for peace only.
Long polemics, many interesting groups involved, resulted one issue that is Iran's nuclear program. Using the analysis of nuclear deterrence theory, this research try to analyze this problem in the proportional way. It is the importance of this research.
"
2006
T19339
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemas Aulia Rakhmansyah Zain
"Skripsi ini berusaha untuk menjelaskan peranan Presiden Mahmoud Ahmadinejad dalam menjalankan program nuklir Iran. Ahmadinejad menginginkan program nuklir Iran dapat digunakan sebagai program nasional. Nuklir dinilai sebagai solusi bagi masyarakat Iran untuk memenuhi kebutuhan energi seperti listrik maupun gas. Dalam skripsi ini teori kepentingan nasional, teori persepsi elit serta metode penelitian kualitatif akan digunakan untuk meneliti peranan Presiden Ahmadinejad. Faktanya Presiden Ahmadinejad berhasil melaksanakan beberapa hal penting seperti memanfaatkan kembali kinerja AEOI, menanamkan visi dan misi bagi masyarakat Iran, membuka kembali komitmen dengan IAEA serta adanya kerja sama asing dalam proses produksi nuklir. Akan tetapi dalam menjalankan upaya tersebut program nuklir Iran mendapatkan tekanan dari Amerika Serikat, karena dikhawatirkan menjadi senjata pemusnah massal. Oleh karena itu Presiden Ahmadinejad berusaha mempertahankan program nuklir Iran dari tekanan Amerika Serikat dan menunjukkan program nuklir Iran adalah program yang damai.

This thesis seeks to explain the role of President Mahmoud Ahmadinejad in running Iran's nuclear program. Ahmadinejad wants Iran's nuclear program to be used as a national program. Nuclear is considered a solution for Iranians to meet energy needs such as electricity and gas. National interest theory, elite perception theory and qualitative methods will be used in discussing this thesis. In fact President Ahmadinejad has succeeded in carrying out several important things such as reusing AEOI's performance, instilling visions and missions for the Iranian people, reopening commitments with the IAEA as well as foreign cooperation in the nuclear production process. Unfortunately in this effort Iran's nuclear program is under pressure from the United States, because it is feared to be a weapon of mass destruction. Therefore Ahmadinejad is trying to defend Iran's nuclear program from US pressure and show Iran's nuclear program is a peaceful program.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilfi Biyan Firza
"Penelitian ini membahas tentang analisis penggunaan Society For Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT) sebagai financial statecraft Amerika Serikat terhadap Iran pada periode tahun 2012-2015 untuk menekan pengembangan teknologi nuklir Iran. Kajian-kajian terdahulu perihal sanksi yang diberikan terhadap suatu negara belum banyak yang membahas mengenai penggunaan SWIFT sebagai salah satu instrumen penekan suatu negara. Penelitian ini menggunakan teori sanction busting trade dari Bryan R. Early dan financial statecraft dari Benn Steil dan Robert E. Litan sebagai kerangka analisis dan metode penelitian process tracing, untuk menjawab pertanyaan penelitian “Mengapa Amerika Serikat menggunakan SWIFT sebagai instrumen untuk menekan pengembangan nuklir Iran pada tahun 2012-2015?”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sanksi-sanksi sebelumnya yang telah diberikan oleh Amerika Serikat ternyata kurang efektif untuk menekan Iran. Hal tersebut disebabkan karena adanya variabel-variabel sanction busting trade dari negara-negara mitra dagang utama Iran seperti Tiongkok, Italia, India, Jepang dan Korea Selatan. Analisis dalam tulisan ini juga menunjukkan adanya peran penting dari penggunaan financial statecraft dalam hal ini SWIFT sebagai alat dalam menekan Iran agar bersedia melakukan negosiasi dengan AS terkait dengan pengembangan teknologi nuklir.

This study discusses the analysis of the use of Society For Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT) as a financial statecraft of the United States against Iran in 2012-2015 to suppress the development of Iran's nuclear technology. Previous studies regarding sanctions regarding sanction imposed on a country have not discussed the use of SWIFT as an instrument to pressure a country. This study uses the sanction busting trade theory from Bryan R. Early and financial statecraft from Benn Steil and Robert E. Litan as an analytical framework and process tracing research method, to answer the research question “why does the United State use SWIFT as an instrument to suppress Iran’s nuclear development in 2012-2015?”. The results of this study indicate that the previous sanctions that have been imposed by the United States have been less effective in suppressing Iran. This is due to the existence of sanctions busting trade variables from Iran's main trading partner countries such as China, Italy, India, Japan and South Korea. The analysis in this paper also shows the important role of the use of financial statecraft in this case, SWIFT as a tool in pressuring Iran to be willing to negotiate with the US related to the development of nuclear technology."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Apriladhatin
"ABSTRAK
Sebagai negara populasi Muslim terbesar di dunia, masuknya pertimbangan Islam dalam kebijakan luar negeri Indonesia merupakan atribut yang tidak dapat dinegasikan. Skripsi ini mengkaji mengenai bagaimana Indonesia memainkan kartu Islam dalam aktivitas diplomasi, khususnya dalam kasus menjembatani ketegangan krisis nuklir Iran periode 2004-2014. Dengan menggunakan kerangka konsep diplomasi niche mdash;penekanan pada praktik diplomasi negara yang dimotivasi oleh pencarian kesempatan untuk secara konstruktif mengambil peran global dengan mengevaluasi celah yang ditawarkan di tingkat sistemik dan elemen yang dipersepsikan menjadi kekuatan diplomasi negara di dalam hal ini kenyataan bahwa Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia mdash;ditemukan bahwa elemen Islam secara aktif dimasukan oleh Indonesia sebagai atribut diplomasi niche untuk meningkatkan reputasi simbolisnya sebagai middle-power maupun fungsi instrumentalnya di tingkat internasional. Khususnya dalam kasus Iran, skripsi ini menganalisis bahwa Indonesia menerjemahkan posisinya sebagai bridge-builder dengan mengambil pendekatan yang imbang; merefleksikan dilema yang dihadapi Indonesia dalam dinamika tarik menarik kepentingan oleh berbagai negara yang terlibat dalam negosiasi di lapangan dan pertautan yang tidak terpisahkan antara realita internasional dengan domestik.

ABSTRACT
As the largest Muslim population in the world, the incorporation of Islamic attribute in the conduct of Indonesian foreign policy calculation can hardly be negated. This paper aims to see how Indonesia implemented the Islamic card in its diplomacy, particularly within the case of bridging the heightened global tension on Iranian nuclear crisis. Using the conceptual framework of niche diplomacy mdash that is a diplomacy practice motivated by a countries evaluation on its perceived diplomacy strength in this case motivated by the fact that it is the largest Muslim populated country and the availability of niche rsquo opportunities offered in the systemic level in order to take a constructive role in the evolving complexity of global affairs mdash this paper finds that Islamic factors were actively projected in Indonesia rsquo s niche diplomacys strategic elements to increase its symbolic reputation as a middle power country and to secure its instrumental momentum in leveraging further international roles. In the case of Iran, Indonesia translated its position as a bridge builder by taking a balanced approach reflecting the dilemmatic dynamics of interests in the international negotiation table and inseparable linkage between international domestic realities. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>