Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151687 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S8116
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Endiyani
"Kawasan Timur Tengah merupakan kawasan yang sarat akan konflik dan salah satunya adalah konflik Israel-Palestina. Konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun tersebut kemndian meneniukan titik terang. Pihak Israel dan Palestina bersedia berunding untuk pertama kalinya dan melahirkan Kesepakatan Oslo pada September 1993. Dalam proses perandingan tersebut, Amerika Serikat berperan sebagai fasilitator sebagai upaya menjaga perdamaian dunia. Sayangnya pelaksanaan kesepakatan tersebut tidak berjalan mulus sehingga mengalami stagnansi di awal tahun 1997.
Melihat fakta ini, Amerika Serikat pada masa pemerintahan Clinton berinisiatif menghidupkan kembali proses perandingan dengan mengupayakan suatu proposal perdamaian bagi kedua belah pihak. Pada perundingan damai kali ini, Amerika Serikat tidak hanya sebagai fasilitator namun berperan lebih aktif sebagai mediator yang berusaha mencari suatu kesepakatan bersama. Amerika Serikat sebagai pihak penengah melainkan. proses negosiasi yang kemudian menghasilkan Wye River Agreement Kaput-man AS untuk terlibat dalam proses perundingan dipengarahi oleh faktor-faktor tertentn yang berasal dari lingkungan eksternal dan internal Amerika Serikat. Berdasarkan uraian tersebut, penulis mengajukan pertanyaan riset, yaitn: Mengapa Amerika Serikat memainkan peran sebagai mediator dalam proses perundingan damai Israel Palestina di Wye River?
Dalam penelitian ini, penulis menetapkan batasan-batasan waktu dari awal 1997, berkaitan dengan masa administrasi kedua Clinton dan dimulainya kembali proses perundingan damai hingga dihasilkannya Wye River Agreement pada Oktober 1998.
Untuk menjawab pertanyaan riset di atas, penulis menggunakan beberapa tahapan untuk menjabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan Amerika Serikat dalam perundingan damai Israel-Palestina di Wye River. Yaitu dengan menganalisa luar negeri Amerika Serikat pada masa pemerintahan Clinton dengan melihat penerapan prinsip-prinsip politik luar negeri AS serta pelaksanaan kepentingan nasional AS di kawasan Timur Tengah. Pada penyelesaian konflik Israel-Palestina ini, Amerika menggunakan instrumen politik luar negeri berapa diplomasi publik dan bantuan luar negeri. Kemudian penulis menjabarkan proses negosiasi yang dilaksanakan para pejabat pemerintah AS hingga menghasilkan Wye River Agreement. Terakhir, penulis menggambarkan peran aktif AS sebagai mediator dalam perundingan Wye River.
Berdasarkan sistematika penelitian yang telah diuraikan secara singkat di atas, penulis menyimpulkan bahwa: peran mediasi Amerika Serikat dilandaskan pada strategi global AS dan sebagai penerapan prinsip-prinsip politik luar negeri yang telah ditetapkan oleh administrasi Clinton. Kemudian sistem internasional yang berciri multipolar dan kondisi regional Timur Tengah dimana terjadi konflik Israel-Palestina menjadi faktor.
The Mediation Role of the United States of America in the Israeli-Palestine Peace Process in Wye River (1998) Middle East is described as the region full of conflicts and one of them is the Israeli-Palestine conflict. The conflict that has been going on for years finally comes to a solution. The Israeli and the Palestine have both agreed to meet and settle the conflict by signing the Oslo Declaration of Principles in September 1993. In the peace process, the United States acted as a facilitator in a way to keep the world peace. However, the implementation of the Oslo Treaty did net succeed well and came to a dead end in early 1997.
Seeing the fact, the United States during the Clinton administration had initiated to bring back the peace process on the right track by endorsing a peace proposal. In the recent peace process, the United States has actively participated as a mediator in making the final peace talk resolution. The United States has conveyed a negotiation process to both parties which resulted in the Wye River Agreement The U.S government decision to be involved in the peace process is influenced by several factors drawn from its external and internal environment Due to this point of view, the writer raises a research question: Why the United States of America participates as a mediator in the Israeli-Palestine peace process in Wye River peace talk?
The writer has determined the research range from early 1997, related to the second Clinton administration and the beginning of the reactivation of the peace process to the result ofthe Wye River Agreement in October 1998.
In order to answer the research question raised above, the writer will explain the answer in a few steps. That is to analyze the United States foreign policy during Clinton administration by examining the implementation of the foreign policy principles and the United States national interest in the Middle East. In order to reach the snccess of the peace talk, the U.S. government utilizes the instrument of public diplomacy and foreign aid. Next, the writer will elaborate the negotiation process conducted by the U.S_ government officials to result in the Wye River Agreement. Last, is to describe the active role of the United States as the mediator in the Wye River peace talk
Based on the systematically explanation above, the writer has come to conclusion that the mediation role of The United States is based on-the U.S. global strategy and the foreign policy principles set by the Clinton administration. Then the international system of multipolarity and the regional condition in the Middle East where the conflict occurs are considered as the dominant external factors. While keeping the U.S. national interest in the Middle East, especially the oil asset and the intensive Jewish lobby within the body of the U.S. government are the dominant internal factors. Those factors are above have influenced the mediation role of the United States of America in the Israeli-Palestine peace process in Wye River (1998).
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11954
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adel Gustaf
"ABSTRAK
Dalam masa revolusi (1945-1949) perjuangan dalam bidang diplomasi memainkan peranan yang sangat penting, selain perjuangan bersenjata Diplomasi yang dilakukan Indonesia dalam usaha untuk memperolah pengakuan terhadap kemerdekaan dari negara-negara lain. Pemilihan cara diplomasi dalam perjuangan kemerdekaan didasarkan pada keinginan Indonesia untuk menghindari pertumpahan darah, terutama dan pihak rakyat Indonesia. Selain itu, Indonesia tidak memiliki kekuatan persenjataan yang kuat untuk menandingi kekuatan persenjataan Belanda. Sehingga cara diplomasi dianggap sebagai cara yang paling rasional. Walaupun demikian, tidak semua golongan menyetujui cara diplomasi. Kelompok Persatuan Perjuangan yang dipimpin Tan Malaka tidak menyetujui cara diplomasi. Mereka menginginkan perjuangan bersenjata. Salah seorang yang dianggap memainkan peranan penting dalam perjuangan diplomasi adalah Sutan Sjahrir. Ia adalah Perdana Menteri Indonesia pertama dan salah seorang tokoh pergerakan nasional. Pandangannya mengenai diplomasi diuraikannya dalam pamflet Perdjoeangan Kite' Menurut pendapatnya, cara terbaik dalam mernperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan cara diplomasi yang luwes dan pintar. Dalam masa pemerintahannya, Sjahrir melakukan diplomasi dengan cara melakukan perundingan dengan, Belanda dan melakukan hubungan dengan negara lainnya untuk mendapatkan dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia. Salah satu negara yang menjadi tujuan dalam kebijaksanaan diplomasi Sutan Sjahrir adalah Amerika Serikat. Menurut Sjahrir, setelah berakhirnya Perang Dunia II Amerika Serikat telah menjadi kekuatan yang paling besar di Pasifik. Dengan demikian, Amerika memainkan peranan penting dalarn menyelesaikan masalah internasional, terutama di Pasifik. Namun dalam melakukan diplomasi dengan Amerika, Sjahrir menghadapi dua kendala, yaitu: dari dalam negeri dan dari Amerika Serikat. Dari dalam negeri, kendalanya adalah adanya kelompok yang menentang kebijaksanaan diplomasi yang dilakukan Sjahrir. Sedangkan dari Amerika adalah sikap Amerika yang tidak ingin ikut campur dalam masalah Indonesia. Dalam diplomasinya terhadap Amerika Serikat, Sjahrir berusaha bersikap bersahabat dengan Amerika sehingga dapat memperoleh simpati Amerika. Selain itu, Sjahrir juga menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan rasa permusuhan dengan Amerika, seperti bekerja sama dengan blok komunis yang merupakan musuh Amerika Dari usaha-usaha yang dilakukan Sjahrir tersebut, ia berhasil memperoleh simpati dari Amerika. Sesudah Linggarjati ditandatangani Amerika Serikat memberikan pengakuan kedaulatan secara de facto kepada Indonesia. Dan pads saat Sjahrir mengundurkan diri, Amerika Serikat mengirim aide memoire kepada KNIP yang isinya menyatakan bahwa Amerika mendukung Sjahrir. Namun pesan tersebut sampai setelah Sjahrir mengundurkan diri, dan Sjahrir menolak untuk ditunjuk kembali.

"
1996
S12145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Hendraning Kobarsyir
"Tesis ini mencoba untuk membedah permasalahan konflik Israel-Palestina yang cenderung berlarut-larut dengan menawarkan adanya konsep ideologi nasionalisme religius yang diusung oleh HAMAS yang selama ini nampaknya terabaikan dan terjebak dalam wacana Israel dan PLO belaka. Sehingga tesis ini mencoba untuk melihat secara lebih dalam betapa pentingnya konsep ideologi nasionalisme religius yang diusung oleh HAMAS untuk dilibatkan, khususnya dalam Proses Perjanjian Perdamaian terakhir di Wye Rivers, AS.
Keterbatasan sarana menyebabkan penelitian tesis ini mengandalkan pada bahan-bahan pustaka yang dengan selektif dipergunakan untuk membahas permasalahan agar lebih komprehensif. Sementara Kerangka Teori yang dipergunakan nampaknya tetap menggunakan konsep-konsep klasik dalam Ilmu Hubungan Politik Internasional, seperti teori-teori keseimbangan dan penggunaan kekuatan (power) yang dalam hal ini dikembangkan oleh Nicholas J. Spykman dan Frederick L. Schumann, konsep pemikiran dari seorang ahli sosiologi-politik, Mark Jurgensmeyer mengenai nasionalisme religius berikut konsep-konsep pemilaran orisinal dari HAMAS dari surnber kepustakaan yang ada.
Dari penulisan dapat disimpulkan, bahwa memang dalam konteks real-politik, HAMAS dengan ideologi nasionalisme-religiusnya menempati legitimasi yang sangat tinggi di mata rakyat Palestina pada umumnya karena hanya HAMAS lah hingga detik ini yang masih secara frontal menentang penindasan rezim Zionisme Israel walaupun jatuh banyak korban. Alangkah baiknya di kemudian hari, jika proses perdamaian juga melibatkan kepentingan HAMAS, disamping PLO, mengingat legitimasi politik HAMAS yang sangat kuat, disamping ideologi yang diusungnya sebenarnya berakar pada ajaran Islam yang dipeluk oleh kebanyakan rakyat Palestina dan sangat diyakini kebenarannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zurhaidayati
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa diplomasi setengah hati Indonesia terhadap AS dalam kasus bantuan IMF di era krisis dalam kurun waktu 1998 ?2004. Diplomasi setengah hati Indonesia dapat dipahami sebagai usaha negara ini untuk dapat keluar dari krisis ekonomi namun pada dasarnya Indonesia tidak mempunyai banyak pilihan, sehingga kebijakan yang timbul adalah tidak memuaskan untuk salah satu pihak.
Penelitia ini menggunakan pendekatan ekonomi politik yang dikemukakan oleh Robert Gilpin yang menyatakan bahwa ekonomi politik global sebagai interaksi antara berbagai aktor yang saling mempengaruhi baik itu negara, non negara dan firma internasional. Metode penelitian yanng digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Untuk mendapatkan data-data dalam penelitian ini, digunakan teknik kepustakaan dengan data sekunder yang berupa buku teks, jurnal, dan data dari internet beserta wawancara.
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat berbagai tekanan baik yang sifatnya eksternal maupun internal pada masa krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1997. Meskipun demikian Indonesia harus menerima berbagai tekanan tersebut karena mengharapkan bantuan untuk menstimulus perekonomian Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa jatuhnya rezim Orde Baru juga dipengaruhi oleh berbagai tekanan khususnya dari AS dan IMF.

This research is intent to analyses Indonesian half-hearted diplomacy toward U.S in case of the IMF?s assistance in the period of economic crisis during 1998-2004. Indonesian half-hearted diplomacy can be understood as an effort of this state to get out from economic crisis, but basically Indonesia not has a lot of option, so the policy result is dissatisfactory for one of the parties.
This research using political economy approaching that proposed by Robert Gilpin who assume that global politics economy as interaction among various interplay actor such as state, non state and international firm. The method of this research is qualitative research method. Bibliographical technical with secondary data such as data such as textbook, journal and data of Internet also interview is used to get data in this research.
This research finds that were various pressures both of externally and internally on economic crisis term at Indonesian on year 1997. Even so, Indonesia shall accept various pressures because of expecting assistance to stimulating Indonesian economics. Besides, this research also finds that the fall of New Order regime also regarded by various pressures in particular of U.S and IMF."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26236
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jani Mediawati Sasanti
"Tesis ini membahas diplomasi lingkungan AS dalam Konvensi Perubahan Iklim pada periode 1992-2002 yang terbagi atas periode sampai dengan terbentuknya Protokol Kyoto dan paska Protokol Kyoto, dengan memfokuskan pada diplomasi lingkungan yang dijalankan AS pada periode tersebut dan bagaimana AS mengatasi berbagai permasalahan perubahan iklim global. Dalam perkembangannya terdapat banyak faktor yang mempengaruhi diplomasi lingkungan AS yang dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Tesis ini memiliki relevansi yang sangat erat dengan ilmu hubungan internasional, mengingat unit yang dianalisa tidak hanya negara (dalam hal ini AS dan negara berkembang), tetapi juga aktor non negara (NGO dan kelompok industri). Selain itu tesis ini juga memperlihatkan tarik menarik kepentingan yang terjadi antara negara maju dan negara berkembang dalam memandang masalah lingkungan tersebut serta diplomasi AS dalam pembuatan protokol Kyoto sebagai implementasi dari United Nation Framework Convention on Climate Change yang menjadi payung perjanjian perubahan ikiim global. Tesis ini sangat menarik bagi penulis karena yang dianalisa adalah diplomasi lingkungan AS sebagai negara besar di dunia terhadap isu lingkungan yang merupakan agenda baru yang mengemuka dalam hubungan internasional setelah berakhirnya Perang Dingin.
Pembahasan permasalahan ini dilakukan secara deskriptif-analitis dengan menggunakan berbagai kerangka pemikiran. Dengan menggunakan berbagai pemikiran yang ada seperti pemikiran Donald E. Nuechterlein akan dijadikan sebagai rujukan mengenai kepentingan nasional, pemikiran Coloumbis mengenai tujuan dari politik luar negeri, teori yang dikemukakan oleh Rosseau mengenai variabel yang mempengaruhi formulasi politik luar negeri, teori Kegley dan Wittkopf mengenai komponen kebijakan luar negeri, pemikiran Robert L Paarlberg mengenai tipe kebijakan luar negeri AS di bidang lingkungan, pemikiran Diamond dan Donald mengenai multi-track diplomacy, pemikiran Suskind dan Thomas mengenai peran non-state actor, penulis mencoba membahas permasalahan tersebut.
Hasil dari penulisan ini yang merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian yang dikemukakan, ditemukan bahwa diplomasi lingkungan AS dalam menghadapi perubahan iklim dalam dua babakan periode mengalami perubahan signifikan yaitu dari tips kebijakan committed ke arah convenient. Selain itu ditemukan banyak faktor yang mempengaruhi diplomasi lingkungan AS, namun dapat diidentifikasi bahwa dari kesemua faktor tersebut, terdapat 4 faktor yang paling banyak memberikan pengaruh/tekanan yaitu kepentingan nasional AS, peranan, tekanan dari pihak industri dan isi dari Protokol Kyoto itu sendiri. Keempat faktor tersebut dalam perkembangannya juga mempengaruhi ketidakmauan AS untuk memenuhi komitmennya dalam mengurangi emisi pada tingkat seperti yang telah ditetapkan dalam Protokol Kyoto. Sedangkan peran yang dimainkan AS dalam tiap perundingan perubahan iklim bergerak dari lead country menuju veto country."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roeslan Abdulgani
"Perspektif mcngandung masa depan. Memperkirakan keeenderungan perkembangan serta harapan-harapan masa depan. Karena itu perlu wawasan visioner. yang menjangkau strategic masa depan,
Dan ini hanya mungkin kalau wawasan visioner demikian berpijak teguh atas realita masa-sekarang denigan disertai tengokan retrospektiif ke masa lampau, dan disertai pula tinjauan introspektif mawas-diri dan self-koreksi. Retrospcksi dan intropeksi ke masa lampiiu. perlu unluk memahiUiii realita . Dan masa sekarang yang sedikit banyak akan menbentuk masa datang.
"
1999
JSAM-V-AgustDes1999-22
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Bawono
"Hubungan Amerika Serikat dan Indonesia yang akan ditelaah di dalam skripsi ini mengambil sebagai titik awal ketika tampilnya Amerika Serikat di da1am penyelessaian masa1 h Irian Barat antara Indonesia dan Belanda. Dimulai sejak Indonesia tidak akan membawa masalah Irian Barat keIndonesia tahun 1963. Dengan alasan-alasan yang berbeda, baik Belanda maupun Indonesia telah meminta dukungara serta mengundang campur tangan Amerika Serikat. Pihak Belanda menginginkara dukungan untuk dapat menguasai kembali (bekas ) wilayah jajahannya, sedangkan pihak Indonesia menginginkan dukungan Amerika Serikat untuk mempertahankan hak-hak Indonesia sebagai bangsa yang merdeka. Pendirian dan tindakan yang dilakukan Amerika Serikat di dalam penyelesaian masalah Irian Barat berkaitan erat dengan kedudukannya sebagai negara adidaya dan memiliki pengaruh yang besar terhadap dinamika politik internasional.
Studi ini memiliki beberapa masalah yang menarik untuk dibahas, diantaranya yaitu selain masalah ini menjadi masalah internasional yang melibatkan beberapa negara dan mememrlukan penanganan Perserikatan Bangsa-Bangsa, juga masalah ini menimbulkan pandangan dan sikap yang berbeda-beda, baik antara Amerika Serikat dengan Indonesia dan Belanda, maupun di kalangan pejabat-pejabat Pemerintah Amerika Serikat sendiri. Selian itu, di dalam studi ini juga dibahas mengenai berbagai peranan yang telah diberikan oleh Amerika Serikat sampai terselesainya masalah ini. Mengapa sikap Amerika berubah-ubah (namun tetap menjalankan politik globalnya) dan peranan apa saja yang telah diperikan Amerika Serikat serta bagaimana langkah-langkah diplomasi Amerika Serikat di dalam penyelsaian masalah Irian Barat sampai diserahkan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kemudian diserahkan kembali kepada Indonesia dapat terlihat di dalam skripsi ini.
Untuk meneliti sikap dan peranan Amerika Seriakt terhadap Indonesia di dalam penyelesaian masalah Irian Barat tahun 1958-1963, dipakai sumber data dari arsip, dokumen, artikel majalah dan surat kabar, tesis, skripsi, paper, buku dan karya leksikografis yang sebagainan besar bersudut pandang dan menitikberatkan pada sikap dan peranan Amerika Seriakt, serta masih ditambah dengan sumber lisan, baik wawancara langsung, maupun dokumentasi wawancara dengan tokoh-tokoh sipil dan militer yang sekiranya terlihat di dalam penyelesaian masalah Irian Barat ini.
Setelah mempelajari dan menganalisa data-data yang didapat dari sumber-sumber tersebut di atas, dapat dilihat pertimbangan-pertimbangan yang mendasari kebijaksanaan politik luar negeri Amerika Serikat terhadap Indonesia sehingga mempengaruhi sikapnya di dalam penyelesaian masalah Irian Barat. Amerika Serikat yang pada awalnya bersikap netral atau dengan kata lain berpihak kepada Belanda dan kemudian berubah menjadi berpihak kepada Indonesia. Maka 'hal ini didasarkan atas pertimbangan diantaranya selain mencegah Indonesia jatuh ke dalam pengaruh komunis dan Indonesia dapat dijadikan kawan di dalam mengembangkan strategi pembendungannya di dalam politik globalnya untuk menangkal parkembangan komunis di dunia pada umumnya dan di kawasan Asia tenggara khususnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepentingan global Amerika Sarikatlah yang menjadi dasar pertimbangan utama dalam mewujudkan kebijaksanaan politik luar negerinya terhadap Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S12333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bajora Rahman
"Keberhasilan Amerika Serikat menjalankan diplomasi jazz sebagai diplomasi budaya pada era Perang Dingin lalu telah menginspirasi U.S. State Department untuk mengulangi hal yang sama sekarang. Oleh karena itu, sejak tahun 2006 Amerika Serikat telah menjalankan diplomasi hip hopnya ke negaranegara di dunia. Hip hop dipilih selain karena perkembangannya yang begitu pesatnya, juga kedekatannya dengan anak-anak muda. Diharapkan hip hop dapat membantu misi diplomasi budaya Amerika Serikat yaitu memperbaiki image dan menyebarkan values-nya di dunia. Penelitian ini mencoba mengevaluasi karakteristik hip hop dengan karakteristik diplomasi budaya Amerika Serikat untuk menjawab pertanyaan ?Mengapa Amerika Serikat memilih hip hop sebagai diplomasi budayanya.

The United States success in implementing Jazz Diplomacy as cultural diplomacy during the Cold War era had inspired the U.S. State Department to implement the same policy. Thus, since 2006, the U.S. had been implementing hip hop diplomacy as part of its foreign policies. Hip hop was chosen not only for its rapid development but also for its close connection with young generation. This hip hop diplomacy is expected to help the U.S. cultural diplomacy mission to improve its image around the world and spread its values among foreign audiences. This research is trying to help to asses hip hop characteristics compared to other US cultural diplomacy characteristics in order to answer the research question. Why does the U.S. choose hip hop as its cultural diplomacy initiatives?"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>