Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124411 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
S8074
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Bambang Setia Merpati Pratomo
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, H.P.
"Hubungan manusia dengan kerja sifatnya alamiah. Manusia dilahirkan untuk bekerja karena hanya dengan bekerja dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam keadaan alam menyediakan kebutuhan itu melimpah ruah, manusia masih harus bekerja untuk dapat menikmati atau memanfaatkan apa yang disediakan alam itu. Tidak semuanya yang disediakan alam itu siap begitu saja untuk dikonsumsi atau digunakan, tanpa diolah terlebih dahulu.
Dengan demikian kerja adalah suratan hidup, bahkan dapat dikatakan kerja adalah keharusan alamiah (natuurnoodzakelijkheid). Dalam perkembangannya, hubungan manusia dan pekerjaan bersifat khusus, karena perjanjian kerja yang melahirkan hubungan kerja dipengaruhi oleh kepentingan para pihak, baik majikan maupun buruh.
Tanpa kerja kehidupan manusia adalah mustahil. Manusia sebagai makhluk bekerja atau sebagai makhluk pembuat alat, yang bekerja sendirian untuk menghidupi dirinya tanpa bekerjasama dengan sesamanya, sudah merupakan bagian dari sejarah umat manusia. keadaan sekarang ini ialah bahwa manusia dilahirkan untuk bekerjasama dengan sesama manusia. Manusia dilahirkan hanya dengan dua pilihan: menjadi majikan atau menjadi buruh.
Dalam kenyataan hidup bermasyarakat ternyata tidak selalu seperti alternatif tersebut. Banyak anggota masyarakat yang berperan ganda, yakni menjadi majikan tetapi sekaligus buruh atau buruh dan sekaligus majikan. Hampir tidak ada prang dewasa yang tidak terkait atau berkepentingan dengan masalah hubungan kerja sebagai suatu hubungan hukum akibat melakukan pekerjaan.
Hubungan kerja yang paling umum ialah hubungan kerja yang lahir dari perjanjian kerja. Perjanjian yang paling banyak diadakan oleh anggota masyarakat adalah perjanjian kerja setelah perjanjian jual-beli. Hal itu antara lain dikemukakan dalam memori penjelasan dan waktu pembahasan pada tahap pemandangan umum rancangan undang-undang tentang perjanjian kerja diajukan pada tahun 1904.
Hubungan kerja mulai terjadi dalam susunan masyarakat yang paternalistik. Kemudian susunan masyarakat berubah menjadi bertingkat-tingkat (penguasa dan yang dikuasai). Hubungan kerja dicirikan oleh "sub ordinasi" dari yang dikuasai. Pada susunan masyarakat yang bertingkat-tingkat ini sub ordonasi itu didasarkan kepada "kekuatan". Kekuatan (power) itu diaktualisasikan dalam praktek, bentuk yang lebih subtiel (lebih halus) atau cenderung dirasionalisasi supaya diakui sebagai kekuasaan berdasarkan apa yang disebut "wibawa"?"
Depok: Universitas Indonesia, 1993
D276
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dyah Aryani P.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S20838
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esther Yobelitha
"Feminisme poskolonial merupakan respons terhadap arus utama feminisme Barat. Feminisme poskolonial menolak landasan universalisasi yang berkembang dalam feminisme Barat. Universalisasi menciptakan ketimpangan representasi perempuan. Perjuangan feminisme poskolonial adalah mengikutsertakan representasi perempuan negara bekas jajahan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Representasi yang diperjuangkan adalah melalui pengakuan terhadap pengalaman sejarah kolonialisme dan persinggungan berbagai kategori sosial, baik kelas, etnis, budaya, ras, agama, kebudayaan, atau relasi kuasa, yang memengaruhi kehidupan perempuan. Dalam ilmu Hubungan Internasional, pembahasan feminisme poskolonial masih termarginalkan. Oleh karena itu, tinjauan pustaka ini bertujuan menggambarkan dialog antara feminisme poskolonial dan hubungan internasional. Tinjauan pustaka ini berargumen bahwa feminisme poskolonial mampu memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu Hubungan Internasional. Feminisme poskolonial dapat merekonstruksi ilmu Hubungan Internasional melalui perdebatan mengenai power, struktur, agen, dan agensi, serta spektrum global-lokal. Rekonstruksi feminisme poskolonial ini merupakan usaha dalam menciptakan ilmu Hubungan Internasional yang kontekstual.

Postcolonial feminism emerged in response to mainstream Western feminism. Postcolonial feminism rejects the growing notion of universalization central to Western feminism. It argues that universalisation creates an imbalance representation of women. Postcolonial feminism struggles to include the representation of women from former colonies into knowledge development. The representation championed through the recognition of colonial experience and intersection between various social categories, such as class, ethnicity, culture, race, religion, or power relations, which affect women rsquo s live. In the field of international relations, the discussion about postcolonial feminism is being marginalized. Therefore, this literature review aims to illustrate the dialogue between postcolonial feminism and international relations. This literature review argues that postcolonial feminism is capable of contributing considerably to the development of international relations study. Postcolonial feminism reconstructs international relations study through the debates on power, structure, agents, and agencies, as well as the global local spectrum. This reconstruction, as a contribution of postcolonial feminism perspective, should be understood as an attempt to create contextuality in international relations study.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>