Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92994 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irma Purbawati
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1982
S6088
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Purbawati
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1982
S7849
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: [publisher not identified], 2004
341 HAR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Agustina
"ASEAN didirikan pada tahun 1967 bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan kebudayaan di wilayah Asia Tenggara. Untuk itu Asean Free Trade Area (AFTA) secara efektif diberiakukan oleh negara-negara anggota ASEAN mulai 1 Januari 2003. Dengan demikian di kawasan negara-negara anggota ASEAN dberlakukan tarif antara 0% - 5% untuk barang dagangan dari negara anggota ASEAN dan tidak boleh lagi ada hambatan non-tariff. Siap atau tidak siap ketentuan tersebut tetap harus dilaksanakan oleh setiap anggota ASEAN, karena mekanisme pelaksanaan zona perdagangan babas AFTA telah secara bertahap diberlakukan dari tahun 1993 melalui skema CEPT (Common Effective Preferential Tariff).
AFTA bertujuan liberalisasi perdagangan regional ASEAN sejalan dengan tujuan GATT/WTO yang berorientasi pasar bebas outward looking oriented dan akan menunjang percepatan liberalisasi perdagangan dunia. AFTA merupakan kesepakatan bersama untuk tujuan bersama, karena adanya kebutuhan bersama. Namun, dalam kondisi Indonesia saat ini sangat patut dipertanyakan siapkah Indonesia mewujudkan kawasan perdagangan bebas, terutama dengan persaingan dagang dengan anggota ASEAN seperti antara lain Singapore, Malaysia, Philippines dan Thailand. Untuk itu pelaku usaha di Indonesia perlu memahami kendala yang mesti dihadapi dan usaha yang perlu dilakukan dengan menimbang usaha bersama pelaku usaha dan pemerintah sebagai antisipasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Irawan
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1975
S5440
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anissa Mariana
"Liberalisasi perdagangan telah meningkatkan interdependensi dan intensitas kerjasama antar negara, namun pada saat yang sama jugs meningkatkan iklim kompetisi secara global. Seiama beberapa dekade terakhir, tren regionalisme semakin meningkat, terutama dalam kerangka kerjasama ekonomi. Integrasi ekonomi regional ASEAN diharapkan dapat meningkatkan kondisi perekonomian kawasan secara menyeluruh.
Tujuan tersebut tampaknya akan sulit tercapai karena hubungan ekonomi intra-ASEAN yang bersifat non-komplementer. Sebagai stabilisator perekonomian nasional maupun regional, sektor UKM akan menghadapi tantangan yang lebih berat, terutama dari kalangan pengusaha asing. Dalam pembahasan tentang UKM, kesuksesan China dalam mengembangkan sektor UKM-nya secara global tidak dapat dikesampingkan. Integrasi ekonomi ASEAN jugs tidak terpisahkan dari faktor China. Di satu sisi, integrasi ekonomi akan meningkatkan iklim kompetisi regional, namun di sisi lain integrasi ekonomi jugs perlu direalisasikan untuk menghadapi pengaruh ekonomi China di kawasan.
Dalam rencana penerapan Pasar Tunggal ASEAN, terdapat empat karakteristik utama, yaitu kebebasan arus barang dan jasa, kebebasan arus tenaga kerja ahli, prinsip non-diskriminasi dalam keprofesian, dan kebebasan arus modal. Penerapan pasar tunggal perlu dipandang sebagai peluang (bertambahnya pangsa pasar) sekaligus ancaman (banjirnya produk asing yang lebih kompetitif) bagi kalangan usaha domestik, terutama sektor UKM. Di kawasan Asia Tenggara, sektor UKM Malaysia dan Thailand sudah dianggap sebagai pemain regional yang kompetitif. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari strategi dan kebijakan pemerintahnya masing-masing dalam pemberdayaan UKM.
Apabila dilihat dari sudut pandang kebijakan, daya saing sektor UKM Indonesia secara regional masih lebih rendah dibandingkan dengan sektor UKM Thailand dan Malaysia. Kesuksesan pengembangan sektor UKM China, tidak terlepas dari peran negara (pemerintah pusat) sebagai pengambil keputusan. Dalam menghadapi kompetisi regional, Indonesia perlu merumuskan cetak biru dan strategi pengembangan UKM yang Iebih selaras dengan prinsip liberalisasi perdagangan. Sementara itu dalam menghadapi China, negara-negara ASEAN perlu segera mewujudkan integrasi ekonomi kawasan dalam komitmen Pasar Tunggal dan Basis Produksi Tunggal.
Untuk dapat bertahan dalam liberalisasi ekonomi kawasan, pemerintah Indonesia perlu Iebih proaktif dan bersikap pragmatis. Dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, pemerintah tidak dapat lagi terlalu mengandalkan peran korporasi besar dan MNC. Paradigma pembangunan nasional perlu difokuskan pada sektor UKM sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat. Dalam menghadapi China, Indonesia dan negara-negara ASEAN juga perlu mengesampingkan friksi-friksi politik yang selama ini masih mewarnai hubungan intra-kawasan.

Trade liberalization has resulted both in increasing interdependence and cooperation among nation-states while at the same time also increasing competition between friends and (or) foes. In the last few decades, there was a significant growing trend towards regionalism, especially those in the state of economic cooperation. ASEAN economic integration initially aimed to increase the region's social welfare in an inclusive scale.
However, some experts doubt the aspired plan since the nature of infra-ASEAN's trade based mostly on non-complementary relations. SMEs (Small and Medium Enterprises) as a 'controller' on social, political, and economic stability both domestically and regionally, lend to face harder challenges, particularly from large-scale and foreign enterprises. In the framework of SMEs, we can no longer under estimate China's SMEs development at the global scale. At the similar point, ASEAN's economic integration, more or less, also related to this China factor. The implementation of ASEAN Single Market will intensively increases economic and trade competition among member states. On the other hand, ASEAN's economic integration will also entirely needed to overcome China's economic power in the region.
There are generally four characteristics in the focal point of ASEAN Single Market free flow of goods and services, free flow of skilled labors, non-discriminatory standard on professional certification. and freer flow of capital among member states, The upcoming Single Markel should be seen - all at once - as both threat (an overflow of more competitive imported goods) and opportunity (growing market) for SMEs practitioners. in the Southeast Asian region, Thai and Malaysian SMEs have been recognized as two of the most competitive regional players. Yet, the achievement must not be seen apart from the goverments' policies and effective strategies in SMEs development.
From the standpoint of general policy environment, Indonesian SMEs' regional competitiveness level is still far left behind Thailand and Malaysia. China's attainment in SMEs development is also an outcome of the state's (government's) continuous role as the primary decision maker. In facing the forthcoming regional competition, Indonesian government needs to redesign its domestic policy towards SMEs as well as to put forward a blueprint for SME development that may possibly pursue the values of trade liberalization. Meanwhile in facing China's economic influence, ASEAN member countries should soon put into action the region's economic integration and the committed agreement to build ASEAN as a single market and single production base.
To be able to survive in the era of regional trade liberalization, Indonesian government is required to be more practical and 'down to business'. To improve the nation's social welfare, we can no longer depend only on large-scale enterprises and MNCs (Multinational Corporations). National development paradigm should be diverted to SMEs development as the backbone of the communities' subsistence. In facing China's economic dominance, ASEAN member countries must also be able to put aside political friction and ideological confrontation in the region."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24412
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekretariat Nasional ASEAN, 1992
341.247 ASE
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
ATA 15(1-2) 2012
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syarif Wijaya Salim
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan alasan Indonesia belum sepenuhnya melaksanakan protokol-protokol ASEAN-SAM seperti yang ditentukan dalam Multilateral Agreement on Air Services MAAS, Multilateral Agreement on Full Liberalisation of Air Freight Services MAFLAFS, dan Multilateral Agreement on Full Liberalisation of Passenger Air Services MAFLPAS. Pada tahun 2016, Indonesia telah meratifikasi ketiga perjanjian transportasi udara ASEAN tersebut. Namun, Indonesia sampai saat ini hanya melakukan pembukaan akses kepada maskapai asal ASEAN di lima bandara utama. Implementasi parsial yang dilakukan Indonesia tersebut menjadi pertanyaan dari penelitian ini. Dalam menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan konsep ACF. Penelitian ini menemukan bahwa implementasi parsial dari ASEAN-SAM merupakan hasil kontestasi politik antara koalisi-koalisi yang memiliki kepentingan berlawanan. Dalam kontestasi ini, koalisi penentang ASEAN-SAM memiliki keunggulan dalam kepentingan dan akses dibanding koalisi pendukung. Hal tersebut membuat koalisi penentang dapat memajukan kepentingannya di tingkat nasional. Hasil ini, apabila dilihat dalam konteks yang lebih luas, menggambarkan hambatan yang dialami Indonesia dalam pengembangan agenda regionalisme ASEAN. ASEAN-SAM memperlihatkan Indonesia masih memiliki agenda nasionalisme yang substansial dalam beberapa institusinya.

This research aims to explain the reason of Indonesia action not to fully implements ASEAN SAM protocols which are described in Multilateral Agreement on Air Services MAAS, Multilateral Agreement on Full Liberalisation of Air Freight Services MAFLAFS, and Multilateral Agreement on Full Liberalisation of Passenger Air Services MAFLPAS. In 2016, Indonesia has already ratified those three agreements. However, until now, Indonesia only opens access to all ASEAN airlines in five main airports. The partial implementation done by Indonesia inspite of ratification makes an intriguing question to be the base of this research. This research would use ACF to answer the problem stated above. The research found that the partial implementation of ASEAN SAM in Indonesia is the result of political struggle between competing coalitions with diverse interests. The result of the research show the resistant coalition has the competitive edges in interest and access against the competing coalitions. This made the resistant coalitions could advance its interest in national arena. The research, viewed in wider context, shows the obstacle faced by Indonesia on the development of ASEAN regionalism agenda. ASEAN SAM shows Indonesia has substantial nationalist agenda in its economic policy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>