Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110944 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Afifah Luthfiyyah
"Penelitian ini merupakan langkah awal yang terbilang baru di Formasi Jatiluhur, Sungai Cibeet untuk menganalisis proses diagenesis, mengidentifikasi fitur diagenesis dan sejarahnya. Daerah penelitian tersusun oleh batuan silisiklastik berupa batupasir, batulanau, batulempung, terdapat pula batuan bersifat karbonatan. Sebanyak sepuluh sampel dilakukan analisis petrografi untuk menentukan karakterisasi tekstur dan mineralogi batuan. Selain analisis petrografi, analisis SEM dan XRD sebanyak masing-masing tiga sampel dapat digunakan untuk studi diagenesis. Beberapa proses diagenesis seperti kompaksi, sementasi, disolusi, dan penggantian mineral dapat memengaruhi keterbentukan batuan Formasi Jatiluhur. Proses kompaksi menghasilkan kontak antarbutir berupa point, long, concavo-convex, dan sutured serta semen yang ditemukan berupa semen kalsit dan mineral lempung seperti albit, ilit, kaolinit, dan smektit. Mineral kuarsa, mika, dan feldspar mengalami penggantian. Proses-proses diagenesis tersebut mengakibatkan perubahan porositas dari batuan. Tipe-tipe porositas didominasi oleh tipe intergranular dan intrapartikel dengan persentase antara 5-30%. Sejarah diagenesis pada daerah penelitian diawali oleh tahap eogenesis, mesogenesis, dan telogenesis. Dengan adanya pelaksanakan studi diagenesis, maka kualitas reservoar (misalnya) dapat ditentukan. Penelitian ini menunjukan bahwa proses diagenesis mengakibatkan adanya heterogenitas batuan Formasi Jatiluhur di sekitar aliran Sungai Cibeet.

This research is a relatively new to conduct in the Jatiluhur Formation, especially Cibeet River that aimed to analyse the diagenesis process and identify diagenesis features and its history. The research area is composed of siliciclastic rocks in the form of sandstone, siltstone, and claystone but there are also carbonate rocks. A total of ten samples were subjected to petrographic analysis to determine the characterisation of rock textures and mineralogy. In addition to petrographic analysis, SEM and XRD analysis of three samples each are used for diagenesis studies. Several diagenesis processes such as compaction, cementation, dissolution, and mineral replacement affected the rock formation of the Jatiluhur Formation. The compaction process produced contact between grains in the form of point, long, concavo-convex, and sutured contacts as well as cement found in the form of calcite cement and clay minerals such as albite, illite, kaolinite, and smectite. Quartz, mica, and feldspar minerals underwent mineral replacement. These diagenesis processes resulted in changes in the rock porosity. The types of porosity are dominated by intergranular and intraparticle types with the percentage between 5-30%. The history of diagenesis in the research area began with the stages of eogenesis, mesogenesis, and telogenesis. With the implementation of a diagenesis study, the quality of the reservoir (for example) can be defined. This study shows that the diagenesis process resulted in the heterogeneity of the Jatiluhur Formation rocks around the Cibeet River streams."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nono Hartono
"Pelaksanaan program penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi, dari pemerintah kepada P3A, pada awalnya didorong keinginan pemerintah untuk melaksanakan Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI). Kebijakan tersebut dituangkan dalam Intruksi Presiden Nomor 3 tahun 1999 dan PP No 77 Tahun 2001 Tentang Irigasi. Keberhasilan pelaksanaannya sangat tergantung kepada kesiapan P3A untuk mampu dan siap menerima penyerahan kewenangan pengelolaan jaringan irigasi. Tetapi juga sangat dipengaruhi oleh kesiapan pemerintah untuk menyerahkan kewenangan pengelolaan irigasi kepada organisasi P3A.
Pelaksanaan kebijakan ini telah mempengaruhi perubahan sosial masyarakat dalam pengelolaan irigasi. Proses pelaksaaan program PPI telah melalui berbagai tahapan kegiatan, namun hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan, karena dalam pelaksanaannya masih berorientasi kepada target ketimbang proses pelaksanaan. Hal ini memperlihatkan belum adanya perubahan paradigma pembangunan yang menempatkan masyarakat sebagai obyek dan subyek pembangunan.
Berbagai tahapan kegiatan telah dilakukan di tingkat lokasi diawali kegiatan Profil Sosio Ekonomi Teknik dan Kelembagaan (PSETK), kegiatan ini didasarkan bahwa, pembangunan yang dalam setiap kawasan ekologi, membutuhkan solusi khusus berdasarkan data kultural dan data ekologi setempat. Karena itu, pembangunan berwawasan ekologi dilaksanakan berdasarkan kriteria pembangunan yang dihubungkan dengan setiap kasus tertentu, dan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Untuk memperkuat organisasi P3A, telah ditugaskan Tenaga Pendamping Petani (TPP) yang direkruit dari kalangan LSM dan perguruan tinggi.
Walaupun bentuk organisasi instansi pemerintah telah mengalami perubahan, baik struktur, tanggung jawab maupun kewenangannya, tetapi belum diimbangi dengan adanya perubahan paradigrna, hal ini ditujukan dengan lemahnya komitmen dalam upaya mendorong penguatan posisi dan peran masyarakat dalam pengelolaan jaringan irigasi. Adanya program PPI menimbulkan rasa ketakutan dari petugas, karena merasa akan kehilangan perannya dalam pengelolaan jaringan irigasi. Kondisi tersebut menimbulkan langkah-langkah kontradiktif dengan upaya penguatan organisasi P3A, padahal komitmen aparat pemerintah sangat berpengaruh terhadap motivasi pengurus P3A dan angggotanya dalam mengembangkan organisasinya.
Sedangkan proses perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat dapat dilihat dari fungsi adaptasi sosial masyarakat dalam bentuk organisasi P3A dan kepengurusan yang mampu untuk mengorganisir sumberdaya yang ada dalam daerah itu, seperti pembiayaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Fungsi integrasi, mengatur pola hubungan antara unit organisasi P3A, gabungan P3A, sehingga dapat membangun solidaritas untuk mencapai tujuan bersama. Pemeliharaan pola yang tersembunyi, dalam bentuk pemeliharaan sistem, yaitu melakukan sosialisasi tentang pengurus dan aturan main organisasi (AD/ART) untuk mendorong pengurus dan anggota P3A mau melaksanakan fungsi dan tugasnya.
Atas dasar perubahan yang terjadi, secara prinsip Organisasi P3A siap menerima penyerahan pengelolaan jaringan irigasi dari pemerintah, kesiapan tersebut ditunjukan dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh petani seperti; perubahan struktur organisasi P3A yang sesuai dengan tuntutan perubahan dan kebutuhan pelayanan kepada anggotanya. Bentuk struktur organisasi P3A di daerah irigasi Cihea terdiri dari; unit P3A, Gabungan P3A dan Induk P3A, sedangkan di daerah irigasi Susukan Gede hanya unit P3A dan gabungan P3A. Kesiapan lain yaitu, organisasi P3A legalitas formal telah diakui, karena di kedua daerai irigasi organisasi P3Anya telah mempunyai AD/ART P3A yang telah disahkan oleh Bupati. Perbedaan bentuk struktur tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik jaringan irigasi.
Kemampuan teknis operasi dan perneliharaan jaringan irigasi oleh P3A, telah mampu dilakukan terutama untuk kegiatan pembabatan rumput, pengangkatan sedimentasi dan penutupan saluran bor. Sedangkan untuk pengaturan air baik di Cihea maupun di Susukan Gede telah mempunyai jadwal pergiliran air sesuai hasil musyawarah. Tetapi untuk pengooperasian pintu bendung di kedua lokasi ini sementara ini masih tetap dilakukan oleh petugas pemerintah, karena apabila salah operasi akan sangat beresiko. Sedangkan sumber pembiayaan untuk pengelolaan irigasi berasal dari iuran anggota, sebesar 50 kg/ha/ musim. Tetapi hasilnya belum mampu untuk membiayai pelaksanaan operasi dan pengelolaan jaringan irigasi. Untuk itu, sumber pembiayaan dari pemerintah menjadi sangat penting untuk tetap menjaga keberlanjutan fungsi jaringan irigasi.
Untuk memperkuat pelaksanaan implementasi PPI, dalam pelaksanaannya dibentuk kelompok kerja irigasi. Unsur keanggotaanya masih didominasi oleh aparat birokrasi pemerintah yang mewakili berbagai dinas instansi pada tingkat kabupaten dan kecamatan. Sementara unsur diluar pemerintah hanya diwakili oleh beberapa orang pengurus P3A dari kedua daerah irigasi. Keberadaannya didasarkan bahwa, pengelolaan irigasi bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga perlu melibatkan stakeholders lain yang punya kepedulian terhadap nasib petani, karena irigasi tidak hanya dilihat dari perspektif telmis saja, melainkan juga perlu dilihat dari perspektif sosial."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14423
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Daeli, Sorni Paskah
"Since the issuance and effective application of decentralization policy, the irrigation management authority, which is previously handled by the central government is handed over to local governments and community, in accordance with the Presidential Instruction Number 3 of 1999 concerning Irrigation Management Policy Reform (IMPR). IMPR is substantially aimed at community empowerment and participatory in irrigation management to achieve the objectives, task and responsibility redefinition of the farmers in irrigation management, as well as Water User Association and Federation (WUA/WUAF) is substantially required. Action program of IMPR consists of WUA empowerment facilitation and counterpart service. Concrete action of the program is mobilization of a number of farmer counterparts (TPPI Facilitators) to correspond members of WUA/WUAF for institutional independence and self-sufficiency in irrigation management Short-term objective of the program is to ensure farmers' independency and self-determination in irrigation management, no more dependence to government, starting out from planning, activity implementation, maintenance and operational funding, to utilization of irrigation benefits. This study is aimed at analyzing performance of program implementation and influencing factors. Research is conducted in Daerah Istimewa Yogyakarta Province, one of national rice production centers. There have been 53 Water Users Association Federation (WUAF) spreading over Sleman, Bantul, Kulon Progo and Gunung Kidul Districts which are considered analysis units.
According to field research, performance of program implementation for four years (2001 to 2004) is satisfactory, but not optimal, showing that: (a) water-using farmers registered as members in the WUA and WUAF are not self-sufficient in irrigation management, from financing to scheme maintenance; (b) management of water users' contribution fee (WUCF) which should become a potential source of fund is not completely applied; and (c) many tertiary schemes are not functional for being damaged or plugged. Program activities conducted just include establishment of WUA organization, member registration, and merging WUAs to several WUAFs, while some of them have prepared organization statutes (AD/ART). In brief, WUA empowerment facilitation and counterpart service Di. Yogyakarta Province covering 35 irrigation areas with 20,450 hectares width, has not provided significant impact on farmers' income-generating.
There are two variables significantly influence the implementation performance, namely: (1) insufficiency of human resources, especially field facilitators; and (2) insufficiency of financial support, especially for facilitators to cover all activities as they are just provided with limited fund to settle transportation cost. Fund limitation influences time for counterpart. Field counterpart service is just provided for 2 to 3 months. Responsive actions to be taken to improve implementation performance in the future consists of, among others: (1) allocation of proportional facilitators by taking work volume and target accessibility into account; (2) adequate budget allocation by considering money value to goods and services required for field implementation; and (3) communication consistency and intensity should be significantly improved to ensure that policy and action program is completely informed to target groups."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14212
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutrisno
"Pemerintah telah menetapkan kebijaksanaan untuk menyerahkan jaringan irigasi kecil dibawah 500 ha kepada perkumpulan petani pemakai air (P3A). Pelaksanaan kegiatan penyerahan irigasi kecil selain dimaksudkan untuk memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada P3A dalam mengelola jaringan irigasi juga untuk mengurangi beban biaya pemerintah pada sub sektor irigasi.
Tulisan ini mengkaji sampai sejauh mana keberhasilan pengelolaan irigasi kecil yang dilaksanakan oleh P3A pasca penyerahan. Jaringan irigasi sampel yang dilakukan di DI Cinangka II dan DI Cipanumbangan, Jawa Barat. Sejumlah analisis yang dilakukan adalah : (i) Kemampuan teknis dan finansial P3A dalam pengelolaan O&P menghasilkan kinerja efisien, efektif dan memuaskan anggotanya. (ii) Analisis NPW, IRR dan B/C bila pelaksanaan O&P dilakukan oleh pemerintah dan P3A menghasilkan nilai NPW Rp 7.160.813, IRR 41,93% .sId 42,64% dan B/C 3,92-3,99 sehingga kegiatan tersebut layak diberi prioritas utama. Bilamana pola tanam diganti dengan yang mempunyai penghasilan yang lebih baik (bawang putih) maka menghasilkan IRR 73,33% s/d 151,07% dan BIC 8,91 s/d 29,87. (iii) Analisis konstruksi dan O&P dilakukan oleh investor hasilnya P3A dapat mengembalikan dana pinjaman. (iv) Analisis regresi dengan memasukkan faktor infasi (4 model) hasilnya 1. LY = 1,824 + LX2, 2. LY = 0,881 + LXI, 3. LY = 0,786 + LXI, 4. LY = 0,498 + LXI, dan analisis regresi dengan memasukkan faktor rate US $ hasilnya LY 1,824 + LX2.
Dimana X1 adalah faktor konstruksi dan X2 faktor O&P. Seluruh model menghasilkan Y (benefit) yang positif.

The Government has implemented the policy of handing over of small irrigation schemes (below 500 ha) to Water User Associations (WUAs or P3As). Implementation of handing over activities in addition to giving more authority to WUAs/P3As in water management of schemes also helping reducing the Government burden of funding for irrigation sub-sector.
This paper analyses howfar the success of WUAsIP3As succeeded in the irrigation management following the hand over. The schemes that have been taken up for sample analysis are DI Cinangka II and DI Cipanumbangan in West Java. The following analysis have been carried out: (i) The technical and financial abilities of WUAs/P3As in carrying out operation and maintenance (O& M/ O&P) in efficient and effective manner to satisfy the board members. (ii) Economic and financial analysis such as NPW, IRR and BIC in the case of operation and maintenance of the scheme carried out by the Government and WUAs/P3As resulted in NPW of Rp. 7,160,813. IRR of 41.93% upto 42.64% and BIC of 3.92 upto 3.99. Thus the activity of operation and maintenance by WUAs/P3As can be given forst priority. If the paddy is replaeed by crop which has more income than paddy say garlic resueted in an IRR of 73.33% upto 151.07% and BIC of 8.91 upto 29.87. (iii) Loan repayment capability of WUAs/P3A based on the investor point of view on construction, operation and maintenance, proved to be feasible. (iv) Regression analysis using inflation factor (4 models) resulted in 1. LY =1.824 + LX2, 2. LY = 0.881 + LX1, 3. LY = 0.786 + LXI 4. LY = 0.498 + LXI, and the regression analysis by considering the effect of exchange rate factor of USA resulted in LY = 1.824 + LX2.
Where XI is construction factor and X2 in O&M factor. All the above 4 (four) methods have shown profitable and positive results.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T4683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Hermawan Kusumartono
"Keberhasilan pembangunan irigasi yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah telah memberikan andil yang besar kepada pencapaian swasemda beras pada tahun 1984. Keberhasilan tersebut tidak bisa dipertahankan dengan baik karena pengelolaan yang tidak rnemadai sehingga mengakibatkan penurunan fungsi jaringan irigasi sebesar 40% dari fungsi optimalnya. Penurunan fungsi ini telah mempengaruhi kondisi ketahanan pangan nasional, dimana saat ini Indonesia menjadi negara pengimpor beras. Untuk itu, pemerintah melakukan perubahan yang mendasar dalam pengelolaan irigasi dengan dikeluarkannya Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI). Implikasi yang menonjol dari kebijakan ini adalah adanya peran dan wewenang perkumpulan petani pemakai air (P3A/GP3A/IP3A) yang besar dengan menempatkannya sebagai pengambil keputusan dan pelaku utama dalam irigasi yang menjadi tanggung jawabnya. Diharapkan dengan kebijakan ini pengelolaan irigasi dapat berjalan secara optimal sehingga fungsi jaringan dapat lebih meningkat. Pada kenyataannya keberadaan organisasi P3A/GP3A/IP3A menghadapi berbagai kendala dalam menjalankan kegiatannya untuk mengelola irigasi secara optimal. Hal ini disebabkan keterbatasan modal yang dipunyai organisasi P3A/GP3A/IP3A, yaitu modal sosial, modal fisik, modal manusia dan modal alam.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka penelitian dilakukan dengan mengambil lokasi di Daerah Irigasi Cihea, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif untuk menjelaskan permasalahan yang :"ada dan menjelaskan berkerjanya modal sosial, modal fisik, modal manusia dan modal alam dalam pengelolaan irigasi. Adapun pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, pendekatan ini dipilih karena pendekatan ini lebih efektif digunakan dalam menemukan dimensi-dimensi penting dari struktur tindakan kolektif yang berhubungan dengan pengelolaan irigasi. Sumber data utama penelitian ini adalah data primer yang digali dari beberapa sumber yag terkait dengan pengelolaan irigasi, baik dari kalangan pemerintah maupun petani yang tergabung dalam P3A/GP3A/IP3A. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara mendalam (indepth interview) dengan informan terpilih dan pengamatan langsung (observasi}. Data tersebut kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif dengan menyeleksi dan menyederhanakan data dan menghubungkannya kembali dengan konsep dan perrnasalahan serta tujuan penelitian. Analisis ini merupakan teknik yang bersifat interaktif dengan tiga bagian proses penting, yaitu reduksi data, penyajian dan verifkasi/penarikan kesimpulan. Sedangkan data sekunder yang ada dianalisis dengan menggunakan teknik kajian dokumen.
Kerangka konseptual dalam penelitian ini dibangun dari konsep bekerjanya modal yang ada dalam pengelolaan irigasi, yaitu modal sosial, modal fisik, modal manusia dan modal alam. Masing-masing modal tersebut tidak bisa bekerja sendirisendiri, tetapi saling bersinergi antara satu dengan lainnya dalam pengelolaan irigasi. Dari sinergi antar modal tersebut, terlihat peran yang cukup dominan dart modal sosial dalam. mensinergikan modal lainnya untuk menciptakan pengelolaan irigasi yang optimal.
Beberapa temuan penting di lapangan adalah : 1 } Keberadaan jaringan irigasi mempengaruhi struktur dan aktifitas organisasi kelembagaan perkumpulan petani pemakai air, yang ditunjukkan dengan struktur yang semakin besar maka aktifitas dan interaksi sosial dalam pengelolaan irigasi semakin lemah. 2) Dalam pengelolaan irigasi memerlukan modal manusia secara individual tetapi juga memerlukan modal manusia secara berkelompok, yang merupakan modal sosial. 3) Adanya krisis kepercayaan dan krisis kepemimpinan didalam organisasi P3A/GP3A/IP3A, yang menyebabkan melemahnya modal sosial dalam organisasi. 4) Modal sosial akan muncul dengan kuat pada saat terjadi keterbatasan air di musim kemarau, yang terlihat dalam pembagian air yang adil dan merata di kalangan anggota P3A. 5). Keterbatasan modal alam terwujud dalam kepemilikan lahan yang sempit oleh para anggota P3A.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu terdapat adanya sinergi modal sosial, modal fisik, modal manusia dan modal alam dalam pengelolaan irigasi, dan pada dasarnya dalarn pengelolaan irigasi harus terjadi sinergi antar modal tersebut untuk rnenghasiika,i kinerja jaringan yang semakin meningkat. Sinergi yang paling kuat terjadi adalah antara modal sosial dengan modal alam, sedangkan sinergi yang paling lemah adalah liner antara modal sosial dengan modal manusia. Untuk itu sinergi yang paling penting adalah sinergi yang paling lemah karena sinergi inilah yang merupakan prioritas untuk diperkuat guna mewujudkan pengelolaan irigasi yang optimal, dengan tidak meninggalkan perkuatan sinergi antar modal lainnya.
Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas, diusulkan saran-saran yaitu : perlu adanya bimbingan, pelatihan dan pendampingan dalarn berorganisasi dan peningkatan kemampuan teknis baik untuk pengurus maupun anggota, guna memperkuat sinergi modal sosial dengan modal manusia. Juga perlu dilakukan penguatan status manajemen organisasi P3A/GP3A/IP3A untuk memperkuat sinergi yang terjadi antara modal sosial dengan modal fisik. Selain itu diusulkan para anggota P3A membentuk koperasi untuk meningkatkan kesejahteraannya sehingga mendukung kegiatan pengelolaan irigasi. Saran-saran yang diusulkan telah dituangkan dalam bentuk proposal kegiatan pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A dalam rangka mendukung program pennyerahan kewenangan pengelolaan irigasi (turn over program)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12382
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"A research of river water quality for irrigation purposes was conducted in West Java-Indonesia. Water samples from seven rivers and fourteen locations were taken and analyzed in the field and laboratory."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>