Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196193 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S7625
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mujiarjo
"Studi ini mengungkap apa sebenarnya Pedagang Kaki Lima (PKL) terkait tindakan okupasi ruang publik perkotaan yaitu trotoar dan jalan. PKL sebagai pelaku usaha sektor informal adalah elemen bagi bergulirnya ekonomi perkotaan. Keberadaannya ikut mendukung kegiatan sektor formal di samping menjadi penyedia komoditas berharga murah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Karena disadari bahwa PKL ikut berperan dalam ekonomi perkotaan, Pemerintah Kota merasa perlu membina mereka agar berkembang dan mandiri dan mampu menembus 9pasar bersama usaha di sektor formal.
Regulasi Pemerintah dalam legalisasi PKL sangat rinci namun tidak diimplementasikan dalam kebijakan spasial, sehingga PKL mengokupasi ruang publik perkotaan. Tindakan ini berstatus illegal karena tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Kota. Namun karena ruang publik yang diokupasi adalah lokasi ideal bagi PKL, mereka akan tetap bertahan dengan cara berlindung kepada aparat pemerintah dengan memberikan imbalan sesuai kesepakatan. Meskipun demikian okupasi tetap merupakan tindakan melanggar peraturan yang rawan terpinggirkan.
Keberadaan PKL diruang publik ini juga merupakan bentuk ruang yang dipersepsikan berbeda dari yang dikonsepsikan. Okupasi trotoar dan jalan juga merupakan representasi ruang sosial yang terbangun dari praktik pertukaran antara PKL dengan pelanggan masyarakat perkotaan yang tidak terwadahi dengan tepat. Maka dengan mengacu pada teori Lefebvre : Produksi Ruang, gejala ini dapat dijelaskan sebagai masukan untuk acuan dalam proses konsepsi ruang, yang akan mengarahkan pada wujud lingkung bangun yang memberi persepsi akan guna ruang yang sesuai untuk merepresentasikan hubungan sosial yang diwadahinya.

This study reveals what actually hawkers or Pedagang Kaki Lima (PKL) related to occupational measures of urban public space and street pavement. PKL as informal sector businesses are the elements for the passing of the urban economy. Supporting the existence of formal sector activities in addition to low-cost commodity providers for Poor People. Since it was realized that the PKL participating in the urban economy, the city felt the need to nurture them to grow and self-reliant and able to penetrate the market with the formal business sector.
Government Regulation in the legalization of PKL are very detailed but not although conscious violation of the rules remain as PKL who occupied the location is most ideal for his business. Strategies to survive in the preferred location to do the street vendors to government officials is to take refuge with the reward according to agreement.
The presence of PKL is also a form of public room space is perceived is different from that conceived. Occupational sidewalks and roads are also a representation of social space that is built up from the practice of exchange between the PKL with customers but is not contained properly. Referring to the theory of Lefebvre: Production of Space, this phenomenon can be explained as an input for reference in the conception of space, thus leading to a form suitable environment up to represent social relationships.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T30085
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edovita
1990
S2311
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Nadilla
"Ruang kota selalu menjadi minat bagi siapa saja yang ingin memasuki dan beraktivitas didalamnya. Hal tersebut menyebabkan banyak ruang di kota yang dimodifikasi dan beralih fungsi menjadi tidak semestinya memungkinkan adanya kegiatan dari sektor informal. Pedagang Kaki lima merupakan salah satu pelaku sektor informal yang membawa permasalahan pada ruang kota dengan melakukan modifikasi atau yang sering kita sebut Apropriasi. Oleh karena itu saya mencoba untuk mencari tahu apa yang dilakukan pedagang kaki lima terhadap ruang kota dengan teori dasar apropriasi suatu ruang public di ruang kota. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk melihat bagaimana pedagang kaki lima memanfaatkan, membentuk, mengalterasi, dan mengapropriasi suatu ruang urban secara temporer dibalik "ketakutan" atas legalitas kegiatan yang mereka lakukan. Metode yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan kajian literatur tentang teori apropriasi ruang public, sejarah fenomena pedagang kaki lima di ebberapa negara, keterkaitan & kontribusi pedagang kaki lima sebagai sektor informal terhadap kota, serta identifikasi karakteristik pedagang kaki lima. Hasil kajian literatur dan studi kasus yang dilakukan menunjukkan bagaimana bentuk fenomena apropriasi dari informalitas tersebut berpengaruh pada pola penataan ruang kota.

Urban spaces has always been an interest for anyone who wants to enter and have activities in it. This causes a lot of space in the urban modified and changed functions to be inappropriate, allowing activities from the informal sector. Street vendors are one of the informal sector actors who bring problems to urban spaces by making modifications or what we often call “spaces appropriations”. Therefore, I tried to find out what street vendors did to urban space with the basic theory of appropriating a public space in urban space. The purpose of writing this thesis is to see how street vendors use, shape, alter, and adapt an urban space temporarily behind the "fear" of the legality of their activities. The method used in writing this thesis is by reviewing literature on the theory of appropriation of public space, the history of the phenomenon of street vendors in several countries, the relationship and contribution of street vendors as the informal sector to the urban, as well as identifying the characteristics of street vendors. The results of the literature review and case studies conducted show how the form of the appropriation phenomenon of informality affects the pattern of urban spatial planning."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Noviana
"Skripsi ini membahas tentang penertiban pedagang kaki lima di Kawasan Pasar Kebayoran Lama. Tujuan utama dalam skripsi ini adalah mendeskripsikan implementasi Perda tentang penertiban pedagang kaki lima dan mendeskripsikan hambatan apa saja yang ditemui dalam mengimplementasikan Perda tentang penertiban pedagang kaki lima. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian menyarankan bahwa Pemerintah perlu membuat SOP (Standar Operating Procedure), memberikan penambahan jumlah sumber daya manusia dan sanksi-sanksi yang tercantum di dalam Perda harus dijalankan.

This research tried to explore the street vendor's orderliness in Traditional Market of Kebayoran Lama. The main purposes of this research are to describe the implementation of the street vendor's orderliness and to describe the obstacles of its implementation. This research uses the qualitative approach. Based on the result of this research, the Government needs to formulate Standard Operating Procedure (SOP) regarding the local regulation No. 8 of 2007 law enforcement, increasing human resources in numbers and forcing the punishment which written on the regulation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S8784
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Puteri Miranti Nigrum
"Pembangunan pusat perbelanjaan kini banyak bemmnculan dimana-mana dalam konsep International Trade Centre {ITC). Salah satu ciri khas ITC adalah banyaknya pedagang berkumpul dalam satu area, menjual produk-produk yang sama antara satu pedagang dengan pedagang lainnya. Kesediaan para pedagang berkumpul bersama-sama dalam satu area dan menjual produk yang sama merupakan inti penelitian ini. Fenomena ini dapat lebih diamati di ITC Roxy Mas sebagai pusat perdagangan ponsel terbesar di Jakarta.
Para pedagang di ITC Roxy Mas tidak hanya terdiri atas pedagang ponsel, tetapi Juga distributor, penyedia jasa perbaikan ponsel, dan penyedia jasa upgrade fitur-fitur ponsel, penyedia voucher sim card, hingga pedagang khusus aksesoris ponsel. Masing-masing pihak tersebut berkumpul di ITC Roxy Mas dalam suasana kompetisi dan kerja sama. Pusat perdagangan ponsel di ITC Roxy Mas ini diawali dengan hadimya 13 unit kios. Minat para pedagang untuk beralih ke jenis usaha perdagangan ponsel makin meningkat ketika menghadapi kenyataan bahwa salah satu unit kios bisnis ponsel di ITC Roxy Mas temyata laris dan ramai oleh pengunjung. Kondisi ini memberikan stimulasi tersendiri kepada pedagang-pedagang disekitamya sehingga mereka mulai berpikir untuk berganti jenis usaha dan berencana mengikuti jejak.
Di dalam komunitas para pedagang, dimungkinkan adanya tokoh-tokoh kunci sebagai pemimpin. Adapun peran tokoh kunci yaitu jika tokoh tersebut membuka usahanya di salah satu pertokoan, maka pedagang lainnya akan mengikuti. Tokoh-tokoh kunci dianggap membawa hoki, bisa bagi-bagi cuan atau untung, berpengalaman dan memiliki daya cium bisnis yang tajam. Secara keseluruhan bisnis perdagangan tidak hanya melibatkan faktor pedagang dan lingkungannya, akan tetapi perilaku konsumen dalam berbelanja turut mempengaruhi keputusan pedagang dalam memilih lokasi bisnis.
Pada akhimya penelitian ini menghasilkan enam hipotesis yang kemudian hanya tiga hipotesis terbukti, setelah dilakukan wawancara kepada pedagang dan konsumen lTC Roxy Mas. Pengujian hasil wawancara dilakukan dengan uji signifikan Chi-Square. Hipotesis pertama menyangkut tentang peran tokoh kunci, yaitu pedagang ponsel membuka toko di ITC Roxy Mas karena mengikuti anjuran para tokoh kunci di lokasi mereka berdagang sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang ponsel di lTC Roxy Mas, tidak ada yang membuka toko atau kios ponsel disebabkan karena adanya anjuran tokoh kunci. Oleh karena itu hipotesis ini tidak didukung dengan data.
Hipotesis kedua (a) membahas tentang kerja sama antar pedagang, seperti pedagang ponsel membuka toko di ITC Roxy Mas karena mereka tertarik akan banyaknya distributor, pedagang, dan penyedia jasa-jasa lain yang masih berkaitan dengan ponsel untuk berkumpul bersama Wawancara dengan pedagang ponsel temyata tidak memperkuat hipotesis ini. Sebagian besar partisipan yaitu sebanyak 77,27 % menyatakan bahwa pada saat mereka membuka toko atau kios ponsel di ITC Roxy Mas, belurn ada distributor.
Kerja sama antar pedagang masih dilanjutkan dengan hipotesis kedua (b) yaitu pedagang ponsel membuka toko di ITC Roxy Mas karena dimungkinkan saling pinjam-meminjam barang antar sesama pedagang. Seperti pada pengujian hipotesis sebelumnya, hipotesis ini tidak didukung data karena sesama pedagang bekerja sama hanya jika stok barang mereka habis. Kemudahan untuk saling pinjam-meminjam barang antar sesama pedagang, tidak menjadi pertimbangan mereka untuk membuka lTC Roxy Mas.
Observasi terhadap pedagang pionir merupakan inti dari hipotesis ketiga yang berbunyi, pedagang ponsel membuka toko di ITC Roxy Mas karena melihat keberhasilan pedagang pionir ponsel di ITC Roxy Mas. Hipotesis ini akhimya dapat didukung dengan data yang didapatkan dari hasil wawancara terhadap pedagang. Sebanyak 72,73% partisipan memiliki kenalan yang lebih dahulu membuka toko ponsel di ITC Roxy Mas dan kemudian berhasil. Hal ini mempengaruhi partisipan tersebut untuk membuka toko atau kios ponsel di lTC Roxy Mas.
Hipotesis keempat dimana pedagang ponsel membuka toko di ITC Roxy Mas karena mereka percaya bahwa konsumen mencari tempat berbelanja ponsel yang one-stop shopping, dapat didukung dengan data yang diperoleh. Hasil wawancara dengan seluruh partisipan pedagang ponsel menyatakan bahwa mereka meyakini bahwa konsumen menyukai gaya berbelanja one­ stop shopping seperti di lTC Roxy Mas.
Analisis terhadap perilaku konsumen dalam berbelanja diuraikan sebagai hipotesis kelima, yaitu konsumen menyukai berbelanja di ITC Roxy Mas karena tempat tersebut merupakan one-stop shopping untuk memenuhi kebutuhan mereka akan ponsel. Sebanyak 83,33% partisipan konsumen yang diwawancara mengemukakan bahwa mereka selalu mencari ponsel di lTC Roxy Mas karena tempat tersebut terdiri dari banyak toko dan kios yang menjual ponsel sehingga mereka memiliki banyak pilihan. Disamping itu partisipan juga dapat menghemat waktu karena dalam satu kali petjalanan mereka bisa memilih bermacam-macam barang. Oleh karena itu hipotesis ini didukung dengan situasi dan kondisi di lapangan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Basuki
"ABSTRAK
Seklor informal sebagai salah satu cara mencari nafkah di sebuah kota menjadi sebuah atau bahkan satu-satunya pilihan bagi kaum migran ataupun para pengangguran di Jakarta yang semakin bertambah.Kemudahan untuk memasuki, kecilnya modal yang diperiukan, serta rendahnya tingkat ketrampilan yang dibutuhkan 1,» it di sektor ini ngapjadikan sgktQr¢ini5sebpah¢ pIIihan yang menarik.
Keberadaan pedagang kaki lima, sebagai bagian dari sektor ekonomi informal semakin menjamurdi Jakarta. Hampir di setiap ruang publik yang diisi oleh pedagang kaki lima. Pertambahan ruang publik yang hampir tidak ada, serta semakin banyaknya pedagang kaki lima telah membuat Jakarta menjadi sebuah kota yang semrawut.
Kinilah saatnya kita merenungkan kembali mengapa pedagang kaki lima timbul di sebuah kawasan ? Bagaimana keadaan sebuah ruang publik setelah kedatangan pedagang kaki lima ?"
2000
S48221
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Starlita
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S6675
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
S6893
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hando Wibowo
"Dalam kehidupan pedagang kaki lima di lingkungan Terminal Lebak Bulus Kodya Jakarta Selatan, terdapat corak keteraturan sosial yang terjadi dari hasil interaksi hubungan-hubungan sosial antara individu-individu atau kelompok yang berkepentingan sebagai pengguna fasilitas terminal, yang dipengaruhi oleh adanya hubungan patron Klien yang dijadikan pedoman, diyakini dan disepakati untuk dipatuhi dan dioperasionalkan dalam kegiatan perdagangan kaki lima. Metodologi yang digunakan adalah etnografi untuk mengungkapkan pola-pola keteraturan sosial yang terjadi dan dilakukan oleh para pedagang kaki lima dalam upayanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Corak keteraturan sosial yang terdapat dalam kehidupan pedagang kaki lima adalah persaingan sehat, kerjasama dan tolong menolong. Keteraturan mengenai tempat lokasi lapak pedagang kaki lima yang lain, tidak akan ditempati atau direbut tanpa seizin pemilik lapak/lokasi dagang. Keteraturan dalam pembayaran pungutan baik resmi maupun tidak resmi diartikan sebagai jaminan keamanan dan ketenangan dalam berusaha. Waktu yang digunakan untuk berdagang menyesuaikan dengan jenis dagangan dan tempat atau lokasi berdagang. Sebuah komunitas yang mampu mengatur keteraturan sosial dalam kehidupannya melalui pranata yang diyakini kebenarannya dan dipatuhi, memerlukan pelayanan tugas polisi dalam kualitas dan kuantitasnya. Sebaliknya komunitas yang cukup kompleks di mana pranata yang berlaku tidak fungsional digunakan sebagai acuan dalam mengatur dan menjaga berlakunya keteraturan sosial, akan sangat memerlukan petugas kepolisian dalam mengatasi berbagai masalah sosial. Untuk menyusun strategi pembinaan masyarakat yang profesinya sebagai pedagang kaki lima dan corak keteraturan sosialnya dipengaruhi oleh para patron. Maka program Polmas tingkat Pospol (Pos Kepolisian), dapat menyertakan peranan para patron, dalam penciptaan situasi keamanan yang kondusif."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24557
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>