Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177458 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wenty Eka Septia
"Skripsi ini mempelajari dampak lingkungan dari penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang diyakini tidak menghasilkan emisi selama memproduksi listrik. Metode Life Cycle Assessment (LCA) digunakan untuk menghitung dampak lingkungan dari sistem PLTS off grid menggunakan back-up (menggunakan baterai) dan sistem on-grid tanpa baterai. Emisi yang dipancarkan oleh PLTS dibandingkan dengan tiga pembangkit listrik bertenaga konvensional batubara, diesel, dan gas. Hasil penelitian menyebutkan baterai memberikan kontribusi terbesar terhadap potensi dampak lingkungan. Energy Pay Back time (EPBT) sistem PLTS adalah 1,64 tahun. Rekomendasi untuk perbaikan profil lingkungan dari sistem PLTS juga dibahas.

In this study the environmental impacts of photovoltaic solar energy systems which is believed has zero emission while generating electricity are investigated. Using Life Cycle Assessment (LCA) the environmental impacts of Solar Off Grid with back-up systems (using battery) are compared to On-Grid system without battery. Emissions emitted by Photovoltaic systems are also compared with three conventional supply options namely coal, fuel dan LNG gas power supply. Study results show that batteries give the biggest contribution to potential environmental impact. Energy Pay Back Time (EPBT) of photovoltaic system is 1.64 years. Recommendation for improvement of the environmental profile of photovoltaicsystems are also investigated."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1993
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Blessmiyanda
"Wilayah perairan Indonesia yang sangat luas berakibat pada besarnya potensi sumberdaya laut yang ada. Sumberdaya ini perlu diupayakan agar penggunaannya memperhatikan daya dukung dan kelestarian, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Kebutuhan energi listrik di Indonesia terutama di Pulau Jawa yang berfluktuasi dan cenderung meningkat, diperkirakan dalam periode 1986 - 2010 diperlukan tambahan pembangkit listrik sebesar 26.500 MW. Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, Pemerintah melalui Perusahaan Listrik Negara merencanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Tawar yang memiliki kapasitas 2400 MW. PLTGU Muara Tawar yang direncanakan dibangun di atas lahan seluas 39,6512 Ha yang termasuk Desa Segara Jaya dan Desa Pantai Makmur Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat.
Berdasarkan studi Analisis Mengenal Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah dilakukan, jenis kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak pada tahap konstruksi meliputi mobilisasi personil, peralatan dan material, pematangan lahan, pemancangan tiang pondasi dan pembangunan kanal pendingin dan demiaga sementara.
Mengingat aktivitas konstruksi PLTGU ini diperkirakan menimbulkan dampak lingkungan di wilayah pesisir tempat proyek dibangun, maka dilakukan pemantauan pada komponen - komponen lingkungan hidup yang berpotensi menimbulkan dampak. Penelitian lapangan yang dilaksanakan pada tahap konstruksi (Mei 1995 - Mei 1996) meliputi pengamatan dalam bidang Sosial Ekonomi, Kualitas Air Laut, dan Kualitas Udara. Pengamatan ini dilakukan terhadap aspek - aspek dan di lokasi yang diperkirakan mendapatkan dampak langsung dari aktivitas proyek. Hipotesis dari Tesis ini adalah : Konstruksi Proyek PLTGU Muara Tawar akan menimbulkan dampak pada lingkungan pesisir.
Dari penelitian diketahui sebanyak 29,25 % dari total pekerja non skilled diserap dari tenaga local/penduduk disekitar tapak proyek. Penyerapan tenaga kerja lokal ini menyebabkan perubahan lapangan pekerjaan beberapa penduduk yang sebelumnya nelayan menjadi buruh proyek PLTGU. Hasil analisis Statistik menunjukkan tingkat pendapatan penduduk yang bekerja sebagai buruh PLTGU ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan bekerja sebagai nelayan.
Sebagian besar responden ( 91 %) menyatakan tidak keberatan terhadap keberadaan proyek, karena dipandang memberikan kesempatan kerja dan juga memajukan kesempatan berusaha bagi masyarakat setempat. Responden yang keberatan, berpendapat proyek ini membuat laut menjadi lebih dangkal dan berkurangnya hasil tangkapan udang dari pinggir pantai.
Berdasarkan pengukuran kedalaman yang telah dilakukan, menunjukkan adanya pendangkalan perairan. Pendangkalan ini disebabkan proses sedimentasi yang tinggi yang telah terjadi sebelum adanya proyek PLTGU. Proses sedimentasi terlihat dari kandungan bahan padatan tersuspensi (TSS) yang telah melampaui baku mutu menurut Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 0211/1988. Kandungan TSS terbesar terjadi saat kegiatan pengerukan pantai dan pemancangan tiang pondasi. Hasil analisis statistik menunjukkan ada pengaruh dari pembangunan proyek PLTGU Muara Tawar pada tingginya kandungan TSS di perairan .
Hasil pemantauan kualitas air laut, dijumpai adanya beberapa parameter logam berat yang kandungannya meningkat sejak adanya proyek PLTGU bila dibandingkan dengan kondisi sebelum adanya proyek. Parameter logam berat yang meningkat ini adalah Cd, Ni, dan Pb. Kandungan logam berat ini meningkat sebanding dengan meningkatnya curah hujan dan menurun seiring dengan menurunnya curah hujan. Logam berat ini bukan berasal dari proyek PLTGU tetapi menunjukkan limbah perkotaan yang terbawa aliran sungai masuk ke perairan pantai. Keadaan ini diduga juga dipengaruhi oleh berkurangnya hutan bakau yang tumbuh di pantai. Diketahui bahwa salah satu fungsi dari hutan bakau adalah sebagai penyerap lumpur karena adanya sistim akar yang padat sehingga partikel yang sangat halus mengendap di sekeliling akar bakau membentuk kumpulan lapisan sedimen yang sekali mengendap biasanya tidak dialirkan keluar lagi. Logam berat yang terbawa aliran sungai akan tersaring oleh lumpur hutan bakau sehingga tidak masuk ke perairan pantai, namun jika hutan bakau ini musnah, maka aliran sungai yang mengandung logam berat akan langsung masuk ke perairan pantai. Berdasarkan studi yang dilakukan saat AMDAL dijumpai hutan bakau sebanyak 1500 pohon/ha , namun saat penelitian pada tahap konstruksi ini hutan bakau yang ada tinggal 1135 pohon/ha.
Kandungan debu dan tingkat kebisingan terbesar terjadi di lokasi tapak proyek, kemudian semakin menurun pada daerah sekitar tapak dan nilainya kecil di daerah pemukiman yang jauh dari tapak proyek. Disini terlihat bahwa besarnya curah hujan juga ikut berperan terhadap kandungan debu. Pada saat curah hujan tinggi, kandungan debu rendah. Sedangkan saat curah hujan rendah, kandungan debu tinggi bahkan melampaui baku mutu yang ditetapkan menurut Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 660.31/SK1694-BKPMD182.
Persepsi penduduk menunjukkan bahwa mereka yang tinggal di dekat tapak proyek merasa terganggu oleh debu dan kebisingan, sedangkan yang tinggalnya_ jauh dari tapak proyek tidak merasa terganggu. Hasil analisis Statistik menunjukkan adanya pengaruh antara lokasi tempat tinggal penduduk dengan persepsi terhadap gangguan debu, selain itu analisis Statistik menunjukkan bahwa ada pengaruh antara lokasi tempat tinggal penduduk dengan persepsi terhadap gangguan kebisingan.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa konstruksi prayek PLTGU Muara Tawar menimbulkan dampak terhadap lingkungan pesisir.

Impact of the Contstruction of the Power Plant on the Coastal Environment (A Case Study in the Gas-Generated Power Plant at Muara Tawar-Bekasi, West Java)The vast area of Indonesian waters offers a wide variety of natural resources. It is very critical to conserve the use of these resources. The ecosystem along the coastal area is also sensitive due to its natural changes that shape the coastline. There is a steady concern of new development that will endanger the coastal ecosystem. Increasing awareness of the communities of any new development can prevent coastal destruction.
In Java the need of electricity is on the rise. It is estimated that from 1986 to 2010 as much as 26.500 MW is needed. Indonesia is building a gas-generated power plant (Perusahaan Listrik Tenaga Gas Uap or PLTGU) in Muara Tawar with a capacity of 2.400 MW. This plant is constructed on a 396,512 ha land in East Java.
Based on the environmental impact assessment (Analysis Mengenai Dampak Lingkungan or AMDAL) the development of this power plant will affect on the coastal ecosystem and environment. This study was conducted to investigate the impacts of PLTGU on water and air quality, and social economy of the coastal community.
The levels of some heavy metals such as Cd, N, and Pb, have increased since the development of the power plant. It was suspected that the heavy metals originated from the city sewage rather than from the PLTGU. Naturally the mangroves filter these heavy metals. However, the density of mangrove has declined from 1,500 trees/ha to 1,135 trees/ha after the PLTGU project was developed. It was noted that the levels of these heavy metals increased with the increasing amount of rainfall.
Project PLTGU also has affected the noise intensity and dust density around the area. It was found that the dust density and amount of rainfall are inversely related. When there was a high amount of rainfall, the dust density was low, and vice versa. Local communities around the project were greatly affected by the amount of dust and noise intensity. Statistics showed the impact of the dust density problem and of the noise intensity on the residential sites.
It was found that 29.25% of the local non-skilled workers who were fishermen have now become power plant workers. Power plant workers tend to have higher income than the fishermen. Individuals (91%) who are in favor of the power plant project consider that the plant will result in a higher employment rate. However, others feel that the plant will cause sedimentation and reduction in the ocean harvest. Sedimentation due to total suspended solids (TSS) has occurred even before the plant started and its rate will continue to increase as the plant developed.
In conclusion, the development of PLTGU Muara Tawar will impact on its coastal environment.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kania Putri Aurora
"Permintaan listrik di Indonesia terus tumbuh 4,9% per tahun. Dalam menyukseskan Net-Zero Emission, bauran energi terbarukan di Indonesia ditingkatkan. Energi surya adalah salah satu energi baru dan terbarukan (EBT) yang jumlahnya berlimpah di Indonesia dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasil listrik melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Permasalahan utama saat ini adalah dibutuhkan lahan yang luas. Sudah terdapat beberapa solusi, salah satunya adalah implementasi PLTS atap. Salah satu lokasi menarik untuk pemasangan PLTS atap adalah di atas bangunan SPBU. Surabaya merupakan kota yang memiliki potensi besar untuk pemasangan PLTS atap pada SPBU karena memiliki global horizontal irradiation yang cukup tinggi dan jumlah SPBU cukup banyak, yaitu 120 unit SPBU. Penelitian ini membahas tentang analisis risiko investasi PLTS atap pada SPBU di Kota Surabaya, Indonesia. Hasil perhitungan tarif biaya listrik menghasilkan LCOE sekitar 5 cent/kWh untuk setiap SPBU. Hasil perhitungan ekonomi dengan NPV, IRR, PBP, dan PI menunjukkan hasil bahwa pemasangan PLTS atap pada kelima SPBU, yaitu bp, Shell, Pertamina COCO, Pertamina CODO, Pertamina DODO, layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis risiko dengan Monte Carlo menunjukkan bahwa derajat keyakinan parameter NPV, IRR, PBP, dan PI lebih dari 50% untuk kelima SPBU sehingga pemasangan PLTS atap layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, penghematan energi listrik dan biaya panel surya yang termasuk dari CAPEX adalah komponen yang paling berpengaruh terhadap nilai IRR dan PBP sedangkan WACC dan penghematan energi listrik adalah komponen yang paling berpengaruh terhadap nilai NPV dan PI.

Electricity demand in Indonesia continues to grow 4.9% per year. In order to achieve net-zero emissions, Indonesia is increasing its renewable energy mix. Solar energy is one of the most abundant new and renewable energies in Indonesia and can be used as a source of electricity through solar power plants (Solar PV Systems). The main problem is solar PV requires a large area of land. There are already several solutions, one of which is the implementation of a rooftop solar PV. One of the interesting locations for installing a rooftop solar PV is on top of a petrol/gas station building. Surabaya is a city that has great potential for installing rooftop solar PV at gas stations because it has quite high global horizontal irradiation and a large number of gas stations, namely 120 gas stations. This study discusses the risk analysis of rooftop solar PV investment at gas stations in the city of Surabaya, Indonesia. The results of the calculation of the electricity cost rate yield an LCOE of around 5 cents/kWh for each gas station. The results of economic calculations with NPV, IRR, PBP, and PI show that the installation of rooftop solar PV at the five gas stations, namely bp, Shell, Pertamina COCO, Pertamina CODO, Pertamina DODO, is feasible. The results of the risk analysis with Monte Carlo show that the degree of confidence for the NPV, IRR, PBP, and PI parameters is more than 50% for the five gas stations so that the installation of a rooftop PLTS is feasible. Based on the results of the sensitivity analysis, electricity savings and solar panel costs included in CAPEX are the components that have the most influence on the IRR and PBP values, while WACC and electricity savings are the components that have the most influence on the NPV and PI values."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Missrani Bangun
"ABSTRAK
Kebutuhan listrik saat ini semakin meningkat, namun produksi batubara sebagai pembangkit konvensional semakin menipis. Jadi pemerintah sedang menggalakkan penggunaan energi baru dan terbarukan. Sebagai contoh adalah PLTS. Pada penelitian ini akan mengembangkan penelitian sebelumnya dengan fokus pada studi hubung singkat pada sistem tenaga listrik Lombok khususnya pada 3 titik yang berbeda yaitu GI 150 kV Kuta, GI 150 kV Paokmotong, dan 150 kV GI Sengkol. Dimana akan dibandingkan antara tanpa PLTS dan menggunakan PLTS. Beberapa skenario dilakukan dengan memvariasikan kapasitas PV, yaitu 5 MWp, 10 MWp, 15 MWp, dan 20 MWp. Pada penelitian ini dilakukan simulasi dengan bantuan ETAP 12.6.0. Hasil studi yang diperoleh untuk analisis hubung singkat tanpa PLTS adalah 2.546 pada 150 kV GI Kuta; 3.021 di GI Paokmotong; dan 2.861 pada 150 kV GI Sengkol. Pada analisis gangguan hubung singkat menggunakan PLTS didapatkan hasil maksimal sebesar 2.599 pada 150 kV GI Kuta; 3.027 pada 150 kV GI Paokmotong; dan 2.873 pada 150 kV GI Sengkol. Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa tidak ada perubahan yang signifikan pada gangguan hubung singkat.
ABSTRACT
The demand for electricity is currently increasing, but coal production as a conventional generator is running low. So the government is promoting the use of new and renewable energy. An example is PLTS. This study will develop previous research with a focus on short circuit studies on the Lombok electric power system, especially at 3 different points, namely GI 150 kV Kuta, GI 150 kV Paokmotong, and GI Sengkol 150 kV. Where will be compared between without PLTS and using PLTS. Several scenarios are carried out by varying the PV capacity, namely 5 MWp, 10 MWp, 15 MWp, and 20 MWp. In this study, a simulation was carried out with the help of ETAP 12.6.0. The study results obtained for short circuit analysis without PLTS are 2,546 at 150 kV GI Kuta; 3,021 at GI Paokmotong; and 2,861 at 150 kV GI Sengkol. In the short circuit analysis using PLTS, the maximum result is 2,599 at 150 kV GI Kuta; 3,027 at 150 kV GI Paokmotong; and 2,873 at 150 kV GI Sengkol. From the results obtained, it can be seen that there is no significant change in the short circuit fault."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marini Altyra Fakhri
"Indonesia dikenal dengan negara yang berada pada garis khatulistiwa yang memiliki potensi sinar matahari yang besar sehingga bisa di manfaatkan sebagai salah satu sumber energi baru terbarukan di Indonesia, yaitu PLTS Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Guna meningkatkan perkembangan energi baru dan terbarukan, maka diperlukan pihak swasta untuk dapat menjalin kerjsama dan bersedia menanamkan modalnya atau investasi dalam pengembangan energi baru dan terbarukan. Penelitian ini secara umum secara analisis keekonomian menggunakan metode NPV, IRR, Payback Periode, dan WACC terhadap tiga skenario yang berbeda, skenario pertama sesuai dengan harga yang sesuai power purchase agreement PPA pada tahun 2014, skenario kedua melakukan financing scheme dengan diberikannya isentif terhadap perubahan harga beli listrik oleh pemerintah pada tahun 2017, dan skenario ketiga melakukan penyesuain terhadap teknologi solar panel terhadap fluktuatif itensitas radiasi matahari.
Berdasarkan hasil perhitungan keekonomian diperoleh untuk skenario pertama didaptakan IRR sebesar 14,47 dan NPV sejumlah 2.821.177 dengan masa pengembalian selama 6,37 tahun, skenario kedua IRR sebesar 12,27 dan NPV sejumlah 1.304.373 dengan masa pengembalian selama 7,65 tahun, dan skema ketiga dengan IRR sebesar 14,89 dan NPV sejumlah 3.056.457 dengan masa pengembalian selama 6,23 tahun. Untuk Analisis risiko menggunakan metode analisis sensitivitas dan teridentifikasi risiko yang berpotensi dapat menggangu parameter resiko investasi IRR, NPV, dan Payback Periode adalah political risk dan natural and climate risk.

Indonesia is known as a country that is on the equator which has great sunlight potential so that it can be utilized as one of renewable energy source in Indonesia, that is Solar Power Plant. This study is generally analyzed economically using the NPV, IRR, Payback Period, and WACC methods against three different scenarios, the first scenario corresponds to the appropriate power purchase agreement PPA price in 2014, the second scenario financing scheme with the incentive Changes in electricity purchase price by the government in 2017, and the third scenario is adjusting the solar panel technology to fluctuating solar radiation itensity.
Based on the economic calculations obtain for the first scenario is obtain IRR of 14.47 and NPV of 2,821,177 with a payback period of 6.37 years, the second scenario is obtain IRR of 12.27 and NPV of 1,304,373 with a payback period of 7.65 years and the third scenario is obtain IRR of 14.89 and NPV of 3,056,457 with a payback period of 6.23 years.For risk analysis using sensitivity analysis methods and identified risks that could potentially disrupt investment risk parameters IRR, NPV, and Payback Period are political risk and natural and climate risk."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S66805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurahman
"Kebutuhan energi listrik di wilayah Universitas Indonesia semakin lama akan
semakin meningkat, untuk itu perlu adanya upaya didalam peningkatan daya agar
kontinuitas penggunaan energi listrik dapat terjamin. Salah satu upayanya dengan
menganalisa pembangunan salah satu jenis sistem pembangkit baru. Terdapat beberapa
jenis bahan bakar untuk pembangkit, diantaranya adalah tenaga air, tenaga angin, tenaga
surya, tenaga gas dan lain sebagainya. Di lingkungan Universitas Indonesia telah tersedia
pipa gas yang dapat mempermudah didalam pembangunan pembangkit yang baru yaitu
pembangkit listrik tenaga gas. Didalam penulisan ini akan dilihat pemanfaatan
pembangkit listrik tenaga gas didalam mendukung keandalan sistem kelistrikkan di
lingkungan Universitas Indonesia.
Analisis pemanfaatan pembangkit listrik tenaga gas di Universitas Indonesia dilihat
dari sisi keekonomisan dengan melihat nilai NPV dan IRR. Dari hasil analisis keandalan
sistem ketenagalistrikkan Universitas Indonesia dapat disimpulkan nilai yang paling
ekonomis adalah turbin gas dengan kapasitas 8840 KW pada skenario 3 yaitu 40 % PLN
dan 60 % PLTG. Hal ini disebabkan karena memiliki nilai NPV terbesar yaitu sebesar Rp
20.450.200.545 dan IRR sebesar 18 %.

Abstract
Electrical energy needs in the University of Indonesia, the longer it will increase,
therefore, should the effort in improving the electrical energy usage so that continuity can
be guaranteed. One of its efforts to analyze the construction of one type of new generation
systems. There are several types of fuel for generators, such as hydropower, wind power,
solar power, gas power and so forth. At the University of Indonesia has provided gas
pipeline which can facilitate in the construction of two new gas fired power plants. In
writing this would be the use of gas power plants in support of the reliability of the
electrical system at the University of Indonesia.
Analysis of the utilization of gas power plant at the University of Indonesia viewed from
the side of the economy by looking at the NPV and IRR. From the results of the
electricity system reliability analysis, University of Indonesia can be concluded that the
most economic value is the gas turbine with a capacity of 8840 KW in scenario 3 is 40%
and 60% of PLN's power plant. This is due to have the largest NPV value of Rp
20,450,200,545 and an IRR of 18%"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T29346
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Nur Sabrina
"Tarif energi baru dan terbarukan (EBT) adalah kebijakan yang paling umum dan biasanya digunakan di dunia untuk mendorong pengembang swasta memasuki pasar pembangkit listrik EBT. Namun di Indonesia, tarif EBT yang berlaku saat ini berdasarkan Permen ESDM No. 50/2017 dianggap tidak mencukupi menguntungkan bagi pengembang swasta karena tarif EBT berbasis biaya Pembangkit PLN berbasis daerah (BPP, Harga Pokok Produksi) yang kena flat dengan pembangkit bahan bakar fosil, yang saat ini cenderung lebih mahal rendah dibandingkan dengan biaya investasi pembangkit EBT. Karena itu Dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Fotovoltaik Karena kasusnya, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji seperti apa struktur tarif tersebut EBT saat ini sesuai dengan kelayakan finansial dari potensi yang ada Pembangunan PLTS Fotovoltaik tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Pemodelan keuangan disimulasikan untuk dua skenario teknologi berbeda yaitu 1) PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa menggunakan sistem baterai dan 2) PLTS Fotovoltaik on-grid menggunakan sistem baterai. Adapun, hasilnya dari studi ini adalah struktur tarif EBT saat ini, hanya sesuai kelayakan finansial 60% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028 dalam skenario PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa sistem baterai. Sedangkan pada skenario PLTS Fotovoltaik menggunakan sistem baterai, Tarif EBT hanya sesuai dengan kelayakan finansial 24% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028.
ABSTRACT
Tarif energi baru dan terbarukan (EBT) adalah kebijakan yang paling umum dan biasanya digunakan di dunia untuk mendorong swasta memasuki pasar pembangkit listrik EBT. Namun di Indonesia, tarif EBT yang sesuai saat ini berdasarkan Permen ESDM No. 50/2017 respon tidak mencukupi menguntungkan bagi pengembang swasta karena tarif EBT berbasis biaya Pembangkit PLN berbasis daerah (BPP, Harga Pokok Produksi) yang kena flat dengan pembangkit bahan bakar fosil, yang saat ini cenderung lebih mahal dibandingkan dengan biaya investasi pembangkit EBT. Karena itu Dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Fotovoltaik Karena kasusnya, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji seperti apa struktur tarif tersebut EBT saat ini sesuai dengan kelayakan finansial dari potensi yang ada Pembangunan PLTS Fotovoltaik tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019 -2028. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Pemodelan keuangan yang disimulasikan untuk dua skenario teknologi yang berbeda yaitu 1) PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa menggunakan sistem baterai dan 2) PLTS Fotovoltaik on-grid menggunakan sistem baterai. Adapun, hasilnya dari studi ini adalah struktur tarif EBT saat ini, hanya sesuai kelayakan finansial 60% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028 dalam skenario PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa sistem baterai. Sedangkan pada skenario PLTS Fotovoltaik menggunakan sistem baterai, Tarif EBT hanya sesuai dengan kelayakan finansial 24% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028.

Tariff policy is important to induce RE developers to enter the market of electricity power plants. In Indonesia, the developers face uncertainty in business they experienced several changes in tariff structure for the last two years. According to MEMR Regulation No.50/2017, the current tariff structure is not the ideal case since the tariff uses mixed energy generation cost per region as the basis instead of renewable energy generation cost. Therefore, using solar PV generation as the case,this study aims to examine how the current tariff structure fits the potential development of solar PV power plants based on RUPTL 2019-2028. This research will be conducted using financial modeling to look at two scenarios, which are 1) Solar Photovoltaic on-grid without a battery system, 2) Solar photovoltaic on-grid with a battery system. The result of this study is the current tariff structure is only fits 60% of the potential development of solar PV power plants based on RUPTL 2019-2028 in a scenario without battery system and 24% of the potential development of solar PV power plants based on RUPTL 2019-2028 in a scenario with a battery system. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirenden, Chandra Rungngu
"Lokasi pembangunan offshore wellhead platform yang terletak di Laut Jawa tersebut kaya akan radiasi sinar matahari dengan rata-rata pertahun sebesar 5.33 kWh/m²/hari dimana merupakan potensi untuk dapat digunakan sebagai sumber tenaga untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) pada platform tersebut. Berdasarkan penelitian ini, kebutuhan energi listrik pada fasilitas ini sebesar 69.26 kWh per hari dapat disuplai dari pemanfaatan PLTS yang terdiri dari 41 panel surya 325 W dengan luas PV array 92,36 m², inverter 1,17 kW yang digabungkan dengan diesel generator 6 kW. Konfigurasi sistem ini sangat layak untuk dibangun pada Offshore Wellhead Platform karena berdasarkan pengujian kelayakan finansial didapatkan hasil Net Present Value (NPV) Rp. 228.703.185,79, PI (Profitability Index) sebesar 2,28 dan pengembalian investasi terjadi pada 6 tahun dan 2 bulan dimana terjadi lebih cepat dari umur proyek 25 tahun.

The offshore wellhead platform development site located in the Java Sea is rich in solar radiation with an annual average of 5.33 kWh/m²/day which has the potential to be used as a power source to build a solar power plant on the platform. Based on this research, the electrical energy needs of this facility of 69.26 kWh per day can be supplied from the solar power plant which consists of 41 solar panel 325 W with a PV array area of 92,36 m², 1.17 kW inverter combined with a 6 kW diesel generator. This system configuration is very feasible to be built on the Offshore Wellhead Platform because based on the financial feasibility test, the results of the Net Present Value (NPV) is Rp. 228.703.185,79, the Profitability Index (PI) is 2,28 and the Payback Period (PBP) occurs in 6 years and 2 months faster than the project age of 25 years.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Askolani
"Penelitian ini menyelidiki kelayakan tekno-ekonomi dari sistem baterai yang dapat ditukar yang dipasok dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk kapal listrik di Telaga Nirwana, Rote Ndao, Indonesia. Sistem ini terdiri dari baterai lithium-ion dengan kapasitas masing-masing 2,4kWh dan stasiun pengisian PLTS berdiri sendiri yang dapat menghasilkan energi 5kWh setiap hari. Perahu listrik ini beroperasi dengan kecepatan rata-rata 7-9 km/jam, mengkonsumsi daya 2 kW, dan dapat beroperasi hingga enam kali perjalanan setiap hari, dengan durasi masing masing berlangsung sekitar 25 menit. Analisis teknis, yang dikuatkan oleh pemodelan energi dan simulasi yang dilakukan dengan perangkat lunak PVSyst, menunjukkan bahwa sistem ini mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil sekaligus menjaga efisiensi operasi. Levelized Cost of Electricity (LCOE) untuk sistem fotovoltaik diproyeksikan sebesar Rp 3.918,81 per kWh, sementara Levelized Cost of Storage (LCOS) untuk sistem baterai diperkirakan sebesar Rp 5.348,15 per kWh selama durasi proyek 20 tahun. Sistem ini menunjukkan kelayakan ekonomi dengan total investasi awal (CAPEX) sebesar Rp 278 juta, yang mencakup modul surya, pengontrol pengisian daya, dan baterai. Biaya operasional bulanan (OPEX), yang mencakup pemeliharaan dan personil, berjumlah Rp 350.000. Sebuah studi sensitivitas terhadap tarif sewa menunjukkan bahwa titik impas dapat dicapai dalam waktu kurang dari 8 tahun dengan biaya sewa setidaknya Rp 30.000 per penukaran baterai. Proyek ini menggarisbawahi manfaat lingkungan yang substansial, terutama pengurangan 298,27 ton emisi CO2 dibandingkan dengan motor berbahan bakar fosil.

This research investigates the techno-economic viability of a solar photovoltaic (PV) powered swappable battery system for electric boats in Telaga Nirwana, Rote Ndao, Indonesia. The system comprises lithium-ion batteries with a capacity of 2.4 kWh each and an independent photovoltaic charging station that can produce 5 kWh each day. The electric boats, intended for ecotourism, function at an average velocity of 7-9 km/h, consuming 2 kW of power, and may operate up to six journeys daily, each lasting around 25 minutes. Technical analysis, corroborated by energy modeling and simulations conducted with PVSyst software, demonstrates that the system lowers dependence on fossil fuels while preserving operating efficiency. The Levelized Cost of Electricity (LCOE) for the photovoltaic system is projected at IDR 3.918,81 per kWh, whilst the Levelized Cost of Storage (LCOS) for the battery system is assessed at IDR 5.348,15 per kWh over a 20-year project duration. The system demonstrates economic feasibility with a total initial investment (CAPEX) of IDR 278 million, encompassing solar modules, charge controllers, and batteries. Monthly operational expenses (OPEX), encompassing maintenance and personnel, total IDR 350,000. A sensitivity study of rental rates reveals that breakeven can be attained with a community rental charge of at least IDR 30,000 per swap. The project underscores substantial environmental advantages, notably a reduction of 298.27 tons of CO2 emissions in comparison to fossil-fueled motor."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Dewi Nuraini Sasongko
"Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) telah menjadi program prioritas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam upaya penerapan energi baru dan energi terbarukan (EBT). Hal ini pun sejalan dengan komitmen Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin 7 (Energi Bersih dan Terjangkau) dan 13 (Penanganan Perubahan Iklim). Sebagai upaya mendukung hal tersebut, pemerintah aktif mendorong instalasi PLTS atap. Penelitian ini membahas mengenai perancangan penambahan PLTS atap on-grid pada Gedung Energi 625 dengan membandingkan dua spesifikasi modul surya yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perancangan PLTS yang optimal ditinjau dari aspek teknis maupun ekonomi melalui hasil simulasi perangkat lunak PVsyst. Penerapan PLTS atap on-grid tambahan pada Gedung Energi 625 ini diharapkan dapat memberikan penghematan biaya listrik. Dari hasil simulasi, didapat perancangan PLTS atap on-grid tambahan 49,5 kWp yang lebih optimal dengan jenis modul surya JA Solar 550 Wp yang mampu memproduksi energi listrik, yaitu sebesar 72,8 kWh/tahun serta performa rasio sebesar 0,832. Selain itu, mampu memenuhi 28,6% kebutuhan listrik per bulan. Proyek memiliki asumsi lifetime selama 25 tahun. Dari sisi ekonomi, perancangan PLTS tersebut memiliki nilai Net Present Value (NPV) sebesar Rp488.504.798, Internal Rate of Return (IRR) sebesar 11,6%, Payback Period (PP) pada tahun ke-9, Benefit Cost Ratio (BCR) sebesar 1,38, Levelized Cost of Energy (LCOE) sebesar Rp1.121,53/kWh, dan biaya investasi sebesar Rp711.025.000.

The development of PV (Photovoltaic) rooftops has become a priority program for the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) in the effort to implement new and renewable energy (EBT). That is in line with the commitment to Sustainable Development Goals (SDGs), precisely Goal 7 (Affordable and Clean Energy) and Goal 13 (Climate Action). As part of these efforts, the government actively promotes the installation of PV rooftops. This study discusses the design of an additional on-grid PV rooftop on Gedung Energi 625 by comparing two different solar modules spesifications. This study aims to determine the optimal design of solar PV regarding technical and economic aspects through the results of PVsyst software simulations. Implementing this additional on-grid PV rooftop on Gedung Energi 625 is expected to provide cost savings on electricity. From the simulation results, a more optimal on-grid rooftop PV design of 49.5 kW was obtained with the JA Solar 550 Wp solar module type capable of producing 72.8 kWh/year electrical energy and a performance ratio of 0.832. Apart from that, it can meet 28.6% of monthly electricity needs. The project has an assumed lifetime of 25 years. From an economic perspective, the PV design will have a Net Present Value (NPV) of IDR 488,504,798, an Internal Rate of Return (IRR) of 11.6%, a Payback Period (PP) of 9 years, a Benefit Cost Ratio (BCR) of 1.38, a Levelized Cost of Energy (LCOE) of IDR 1,121.53/kWh, and investment costs of IDR 711,025,000."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>