Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 226054 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Shita Dharmasari
"Penanganan gejala penyakit tanpa melalui sumber pelayanan medis telah menjadi kegiatan rutin sehari-hari bagi penduduk. Tindakan pertama yang dilakukan untuk mengatasi penyakit adalah dengan pengobatan sendiri (self-medicated). Di Provinsi Lampung sebesar 66,48% masyarakatnya melakukan pengobatan sendiri dan sebesar 87,33% dari masyarakat Kota Bandar Lampung melakukan pengobatan sendiri dengan menggunakan obat modern. Pengobatan sendiri oleh masyarakat tersebut jika dilakukan secara aman, tepat dan rasional akan membantu mengatasi masalah kesehatan ringan atau membantu masyarakat yang tinggal jauh dari jangkauan fasilitas kesehatan sedangkan penggunasalahan obat (drug misuse) justru dapat mengakibatkan ketidakefektifan pengobatan, obat menjadi tidak berguna atau bahkan membahayakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional pada masyarakat Kota Bandar Lampung tahun 2003. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan unit analisa rumah tangga, data primer didapatkan dari responden dengan wawancara menggunakan pedoman kuisioner. Sampel penelitian adalah 170 rumah tangga yang melakukan pengobatan sendiri dalam 3 bulan terakhir di Kota Bandar Lampung pada tahun 2003 yang diambil secara cluster.
Variabel dependent adalah perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional dan sebagai variabel independent adalah faktor predisposisi (usia, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan tentang pengobatan sendiri, keyakinan sakit dan keyakinan pengobatan), faktor pemungkin (pengeluaran), dan faktor penguat (keterpaparan iklan). Analisa data meliputi univariat dengan distribusi frekuensi, mean, median, standar deviasi, dan nilai minimum-maksimum, bivariat dengan uji t independent, uji anova dan regresi tinier sederhana dan multivariat menggunakan regresi liner berganda.
Ditemukan bahwa responden sebagian besar adalah ibu rumah tangga, berusia antara 23 tahun sampai 65 tahun, sebagian besar berpendidikan tamat SLTA, dan sebagian besar kepala rumah tangga yang bekerja sebagai wiraswasta dengan pengeluaran keluarga rata-rata Rp. 828.088; (95% C1765.517 - 890.659).
Dari interval nilai skor perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat-dan rasional yaitu 24 - 72, basil penelitian menunjukan bahwa tidak satupun masyarakat mencapai skor tertinggi clan perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional dan sebanyak 49,5% dad masyarakat Kota Bandar Lampung mempunyai skor perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional dibawah rata-rata. Variabel yang masuk dalam model setelah dikontrol dengan variabel lain, yang berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional adalah tingkat pendidikan, tingkat pengeluaran, pengetahuan tentang pengobatan sendiri dan keyakinan pengobatan dengan variabel yang paling dominan adalah tingkat pendidikan.
Dengan hasil penelitian ini dapaf disarankan tentang perlunya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pengobatan sendiri melalui kampanye (pemasaran sosial) pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional secara lebih meluas dengan lebih memperhatikan tingkat pendidikan terutama pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, dan masyarakat dengan pendapatan yang rendah. lnformasi yang disertakan dalam kemasan obat (patient package insert) hendaknya berisi informasi yang bisa dimengerti oleh masyarakat bukan merupakan istilah medis.
Daftar Pustaka: 59 (1971-2002)
Factors Related to the Safe, Accurate, and Rational Self Medication Within Community Bandar Lampung City in The Year 2003 Self-medication for symptoms has become common behavior among the member of community. The first health seeking action undertaken by most people to overcome disease is through self-medication. In the Province of Lampung about 66,8% of household undertake self medication and about 87,33% at Bandar Lampung City has used modern medicine as self medication. This self-medication, if performed safely, accurately, and rationally, would help to overcome mild health problems or help the people who live far from the health facilities. The misuse of drugs could cause ineffective medication; drugs become useless and could even become dangerous.
The objectives of this study are to find out the factors related to safe, accurate, and rational self-medication behaviors. This study employed cross sectional approach design with households as the unit of analysis. Primary data are acquired from the respondents through interviews using questionnaire as the guidelines. The sample of this study are 170 households who perform self medication in the recent three months in Bandar Lampung City in 2003 which are taken through cluster sampling method.
The dependent variable is safe, accurate, and rational self-medication behaviors and as the independent variables are: predisposing factors (age, sex, marital status, family members' number, education level, job, knowledge of self medication, perceived illness and medication assurance), enabling factors (i.e., household expenditure), and reinforcing factors (i.e., advertisement influence). Data analysis consist of statistics distribution of frequency, mean, median, standard deviation, and minimum and maximum values, bivariat analysis is using independent t test, ANOVA test, and simple linier regression, and multivariate analysis is using multiple limier regression.
It is discovered that most of the respondents are mothers, aged between 23 to 65 years old, most with high school educational background, and most are head of the families working in the public sectors with average household expenditure around Rp. 828.088, - (95% CI between 765.517-890.659).
Behavior score interval of the safe, accurate and rational self-medication is 24 -72. The result of the study shows that none of the respondent acquired the maximum score of safe, accurate, and rational self-medication and about 49,5% of the respondent have the score below the average. The variables which enter the model after being controlled by other variables, which relates to safe, accurate, and rational self medications are educational level, knowledge of self medication, and medication belief The level of education has been found to be the most determinant factor.
From the result of this study it could be advised of the needs to improve the public knowledge of self medication through a safe, accurate, and rational self medication campaign (social marketing) by giving more attention to those of lower educational level and the with low income. The information embedded on the patient package insert should better consist of information that could be understood by the public, using common terminology/language.
Bibliography List: 59 (1971-2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11242
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Efy Afifah
"Di Indonesia saat ini masalah PMS-HIV/AIDS merupakan hal yang patut diwaspadai dan diantisipasi lebih dini, mengingat prevalensinya meningkat terus-menerus dari tahun ke tahun. Posisi Indonesia yang sangat strategis ini dianggap rentan terhadap terjadinya endemi penyakit HIV/AIDS. Salah satu faktor yang berperan dalam penanggulangan PMS-HIV/AIDS adalah perilaku pencarian pengobatan. Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan rendahnya perilaku pencarian pengobatan pada kelompok pria.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan pada pria dengan PMS-HIV/AIDS di Jakarta, Surabaya dan Manado, dengan menggunakan data sekunder dari Behavioral Surveillance Survey PMS- HIV/AIDS tahun 2000 yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia didukung USAID. Rancangan penelitian ini adalah studi potong lintang (Cross sectional Study), dengan pengolahan data menggunakan analisis regresi logistik ganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi perilaku pencarian pengobatan kurang baik pada responden sebesar 75,3%. Tidak ada hubungan yang bermakna antara umur, status perkawinan, sumber informasi dengan perilaku pencarian pengobatan. Variabel pengetahuan dan pendidikan berhubungan bermakna dengan perilaku pencarian pengobatan dan tidak ada interaksi antara pendidikan dan pengetahuan. Responden yang berpengetahuan kurang berpeluang melakukan pencarian pengobatan kurang baik 1,8 kali (95% CI: 1,1724-2,6442) dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan baik setelah dikontrol variabel pendidikan. Sedangkan berdasarkan latar belakang pendidikan formal yang telah ditamatkan, ternyata responden yang berpendidikan rendah berpeluang melakukan pencarian pengobatan kurang baik 1,7 kali (95% CI: 1,0236- 2,5805) dibandingkan responden yang berpendidikan tinggi setelah dikontrol variabel pengetahuan.
Dari penelitian ini disarankan perlunya dilakukan penelitian selanjutnya untuk menggali lebih dalam alasan respoden yang tidak melakukan pencarian pengobatan. Perlu penyuluhan yang lebih intensif, konsisten dan berkelanjutan dengan cara menyebarluaskan informasi dengan memanfaatkan media yang diminati. Bagi pemerintah perlu menjadikan program tetap dan pengalokasian dana tidak hanya untuk pengobatan juga untuk pelayanan kesehatan dan konseling.
Daftar pustaka: 58 (1979-2002)

The Factors Related to Health Seeking Behaviour of Men with STD - HIV/AIDS in Jakarta, Surabaya and Manado (Secondary Data Analysis, USAID, 2000)Nowdays, STD ? HIV/AIDS in Indonesia; are issues we have to anticipate and alert earlier, considering the prevalence increases from year to year. The strategic position of Indonesia is considered susceptible to the pandemy of HIV/AIDS. One of the involving factor HIV/AIDS is health seeking behavior. Previous studies showed the low of health seeking behavior in men's group.
This study is aimed to discover the factors related to health seeking behavior of men with STD ? HIV/AIDS in Jakarta, Surabaya, and Manado by using secondary data analysis from behavioral surveillance survey of STD ? HIV/AIDS in 2000 that was conducted by the center of health research, University of Indonesia by USAID support. This study using cross sectional design, and data processing with multiple logistic regression analysis.
The result of this study shows that the proportion of men health seeking behaviour is poor (75,3% respondents). There are no relationship between age, marital status, information sources with the health seeking behavior. The variables of education and knowledge related with health seeking behavior and there is no interaction between education and knowledge. The respondents with low knowledge have the possibilities of poor health seeking behavior 1,8 times (95% CI 1,I725 --2,6442) compared with those who have good knowledge after being controlled by the education variable. Meanwhile, based on the formal educational background that the respondents got through, those who have low education have the possibilities of health seeking behavior 1,7 times (95% 1,00236 - 2,5805) compared with those who have higher education after being controlled by knowledge variable.
This study recommends the need of further research to discover more detailed explanations why respondents do not seek for health care, and need more intensive, consistent and continually health education by spreading out information by using the interested media. It is necessary for government to make the prevention program of STD ? HIV/AIDS as an annual program and the fund allocation is not only for medication but also for the health and counseling services."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12712
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumanggor, Rusmin
"Pemilihan judul ini dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa kesehatan termasuk kebutuhan pokok. Hal yang menarik, mengapa pengobatan tradisional lewat racikan langsung unsur-unsur alam "natural" bersama upacara religi "supernatural" atau ramuan tradisional yang secara lokal disebut dengan pulungan roha-roha/pulungan hutahuta" masih diminati masyarakat Barus, di saat dunia mengalami kemajuan pesat dibidang pengobatan modern. Komunikasi relatif terbuka ke dunia luar. Buktinya agama-agama besar dapat menjadi anutan mayoritas masyarakatnya. Kristen, Islam disamping agama lokal Sipele Begu. Pranata pengobatan modern: Puskesmas, klinik-klinik pribadi dokter, bidan dan mantri hadir disini. Berada kota yang berpeluang bagi perubahan. Apalagi hampir di setiap desa terdapat warga masyarakat yang memiliki pesawat TV dengan parabolanya.
Dari itu yang menjadi permasalahan dalam disertasi ini adalah eksistensi pengobatan tradisional masih sangat kuat di kalangan masyarakat Barus di tengah-tengah era pembangunan kesehatan modern hingga sekarang. Karena itu pertanyaan penelitian ialah mengapa pengobatan tradisional masih dominan di kalangan masyarakat Barus? Mengapa mereka memilih model penggunaan ramuan tradisional seperti itu? Kepercayaan apa yang terdapat di baliknya? Bagaimana agama-agama yang dianut masyarakat bisa permisif terhadap model pengobatan setempat? Seberapa dalam keterkaitannya dengan nilai-nilai kebudayaan yang berlaku pada masyarakat tersebut? Atas rangkaian itu, penulis berhipotesa bahwa pengetahuan masyarakat Barus tentang kosmologi yang bersumber dari penafasiran mereka atas lintas berbagai agama dan kepercayaan yang diyakininya membawa kerukunan dan kedamaian hidup, menjadi pedoman umum mereka dalam melakukan interpretasi dan kegiatan pengobatan tradisional.
Tujuan yang ingin dicapai adalah substansi kebudayaan berupa pengetahuan dan kepercayaan yang mendorong praktek penggunaan ramuan tradisional dalam sistem pengobatan tradisional warga masyarakat Barus, sebagai kajian teoritis. Sementara signifikansinya berguna dalam memahami makna keragaman kebudayaan berkaitan dengan masalah biologi, psikologi dan sosial dalam pengobatan serta perencanaan SKN (Sistem Kesehatan Nasional) untuk kepentingan terapan.
Kerangka teori. Dalam pengembangan kerangka teori, dimulai dengan kajian atas tulisan para ahli tentang sistem kebudayaan yang meliputi ide sebagai intinya, aktivitas dan benda-benda kebudayaan berupa hasilnya. Dilanjutkan dengan analisa terhadap berbagai tulisan tentang sistem kepercayaan (belief system) yang meliputi kosmologi, makrokosmos dengan kekuatan gaibnya , dan mikrokosmos dalam kaitannya dengan pandangan mengenai kesehatan, penyakit dan penyembuhannya. Juga dikaji bagaimana hal itu berproses menjadi nilai kebudayaan kesehatan dalam masyarakat.
Karena data temuan memperlihatkan bahwa masyarakat Barus menggunakan ramuan tradisional tumbuh-tumbuhan, hewan, benda, diiringi dengan mantra dan jampi (tab's dart tonggo) Berta unit (kusuk) untuk hampir semua jenis penyakit maka teori yang relevan dikaji dalam penelitian ini adalah teori pengobatan lewat cairan "Hurnoral Medicine Theory" yang dikembangkan Hippocrates 460-357 SM dan teori pengobatan lewat manipulasi kekuatan gaib dan pemujaan secara agama 'Magico-Religious Medicine Theory" yang diketengahkan oleh Rivers 1864-1972 . Seberapa jauh faham ini berlaku atau menyimpang di Barus. Dengan kata lain kemungkinan bahwa di Barus memiliki teori tersendiri.
Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya kemapanan, penyerapan dan perubahan dalam pengobatan tradisional, juga dikaji teori perubahan kebudayaan dari Spradley, Boehisantoso, Suparlan, Kalangie dan Bodhihartono yang intinya sebuah kebudayaan akan mengalami perubahan jika ada: keharusan untuk adaptasi; inovasi; difusi dan terterima oleh masyarakat pendukungnya.
Pendekatan. Sesuai dengan data yang dibutuhkan adalah sistem kepercayaan dan pengobatan tradisional masyarakat yang mengacu pada pandangan mereka sendiri tentang dunianya maka pendekatan yang digunakan adalah "emik". Karena gejala perilaku kesehatan ini tidak akan dapat menjawab dirinya sendiri seutuhnya tanpa melihat kaitannya dengan gejala lainnya dalam satu sistem kebudayaan, dimana harus dilihat hubungannya dengan sistem kepercayaan dan unsur kebudayaan lainnya secara menyeluruh, maka pendekatan dalam pengumpulan data dilakukan secara "halistik" dan "sistemik".
Metode. Sesuai pendekatan tersebut maka metode yang digunakan bersifat kualitatif. Sehiugga yang dituju tersentral pada data yang sifatnya esensial dan substansial. Dan itu dalam pengumpulan data dilakukan lewat wawancara, diiringi observasi terlibat dengan frekuensi tinggi dan intensif, ditambah dengan photografi. Sementara informan terdiri dari para data 'dukun', pasien dan keluarganya, petugas pengobatan modern, orang tua-tua, pimpinan formal dan informal yang terdapat di Barus."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
D446
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumanggor, Rusmin
"ABSTRAK
Pemilihan judul ini dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa kesehatan termasuk kebutulian pokok. Hal yang menarik, mengapa pengobatan tradisional lewat racikan langsung unsur-unsur alam "natural" bersama upacara religi "supernatural" atau ramuan tradisional yang secara lokal disebut dengan pulungan roha-roha/pulungan hutahuta" masih diminati masyarakat Barus, di saat dunia mengalami kemajuan pesat dibidang pengobatan modern. Komunikasi relatif terbxika ke dunia luar. Buktinya agama-agama besar dapat menjadi anutan mayoritas masyarakatnya. Kristen, Islam disamping agama lokal Sipele Begu. Pranata pengobatan modern: Puskesmas, klinilc-klinik pribadi dokter, bidan dan mantri badir disim. Berarti kota yang berpeluang bagi perubahan. Apalagi hampir di setiap desa terdapat warga masyarakat yang memiliki pesawat TV dengan parabolanya.
Dan itu yang menjadi permasalahan dalam disertasi ini adalah eksistensi pengobatan tradisional masih sangat kuat di kalangan masyarakat Barus di tengah-tengah era pembangunan kesehatan modern hingga sekarang.
Karena itu pertanyaan penelitian ialah mengapa pengobatan tradisional masih dominstn di kalangan masyarakat Barus? Mengapa mereka memilih model penggunaan ramuan tradisional seperti itu? Kepercayaan apa yang terdapat di baliknya? Bagaimana agama-agama yang di anut masyarakat bisa permisif terhadap model pengobatan setempat? Seberapa dalam keterkaitannya dengan nilai-nilai kebudayaan yang berlaku pada masyarakat tersebut?
Atas rangkaian itu, penuhs berhipotesa bahwa pengetahuan niasyarakat Barus tentang kosmologi yang bersumber dari penafsiran mereka atas lintas berbagai agama dan kepercayaan yang diyakininya membawa kerukvinan dan kedamaian hidup, menjadi pedoman umum mereka dalam melakukan interpretasi dan kegiatan pengobatan tradisional.
Tujuan yang ingin dicapai adalah substansi kebudayaan berupa pengetahuan dan kepercayaan yang mendorong praktek penggunaan ramuan tradisional dalam sistem pengobatan tradisional warga masyarakat Barus, sebagai kajian teoritis. Sementara sifnifikansinya berguna dalam memahami makna keragaman kebudayaan berkaitan dengan masalah biologi, psitologi dan sosial dalam pengobatan serta perencanaan SKN (Sistem Kesehatan Nasional) untuk kepentingan terapan.
Kerangka teori. Dalam pengembangan kerangka teori, dimnlai dengan kajian atas tuliean para ahli tentang sistem kebudayaan yang meliputi idea sebagai intinya, aktivitas dan benda-benda kebudayaan berupa hasilnya. Dilanjutkan dengan analisa terhadap berbagai tvdisan tentang sistem kepercayaan (belief system) yang meliputi kosmologi, makrokosmos dengan kekuatan gaibnya , dan mikrokosmos dalam kaitannya dengan pandangan mengenai kesehatan, penyakit dan penyembuhannya. Juga dikaji bagaimana hal itu berproses menjadi nilai kebudayaan kesehatan dalam masyarakat.
Karena data temuan memperhhatkan bahwa masyarakat Barus menggimakan ramuan tradisional tumbuh-tumbuhan, hewan, benda, diiringi dengan mantra dan jampi (tahas dan tonggo) serta urut (kusuk) untuk hampir semua jenis penyakit, maka teori yang relevan dikaji dalam penehtian ini adalah teori pengobatan lewat cairan "Humoral Medicine Theory" yang dikembangkan Hippocrates 460-357 sM dan teori pengobatan lewat manipulasi kekuatan gaib dan pemujaan secara agama "Magico-Religious Medicine Theory" yang diketengahkan oleh Rivers 1864-1972 . Seberapa jauh faham ini berlaku atau menyimpang di Barus.
Dengan kata lain kemungkinan bahwa di Barus memiliki teori tersendiri. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya kemapanan, penyerapan dan perubahan dalam pengobatan tradisional, juga dikaji teori perubahan kebudayaan dari Spradley, Boehisantoso, Suparlan, Kalangie dan Bodhihartono yang intinya sebuah kebudayaan a lean mengalami perubahan jika ada: keharusan untuk adaptasi; inovasi; dihisi dan terterima oleh masyarakat pendukungnya. Pendekatan. Sesuai dengan data yang dibutuhkan adalah sistem kepercayaan dan pengobatan tradisional masyarakat yang mengacu pada pandangan mereka sendiri tentang dunianya, maka pendekatan yang digunakan adalah "emik". Karena gejala perilaku kesehatan ini tidak akan dapat menjawab dinnya sendiri seutuhnya tanpa melihat kaitannya dengan gejala lainnya dalam satu sistem kebudayaan, dimana harus dilihat hubungannya dengan sistem kepercayaan dan unsur kebudayaan lainnya secara menyeluruh, maka pendekatan dalam pengumpulan data dilakukan secara "hohstik" dan "sistemik".
Metode. Sesuai pendekatan tersebut, maka metode yang digunakan bersifat kuahtatif. Sehingga yang dituju tersentral pada data yang siffltnya esensial dan substansial. Dari itu dalam pengumpulan data dilakiikan lewat wawancara, diiringi observasi terhbat dengan frekuensi tinggi dan intensif, ditambah dengan photografi. Sementara informan terdiri dari para datu dukun', pasien dan keluarganya, petugas pengobatan modern, orang tua-tua, pimpinan formal dan informal yang terdapat di Barus.
Wilayah dan kehidupan masyarakat Barus. Wilayah Barus memiliki kekayaan flora dan fauna dan sumberdaya laut dan potensi hidrogen. Semua ini menjadi dasar mata pencaharian penduduk. Kaya dengan simpanan situs kepurbakalaan Tiongkok, Persia/Timur Tengah dan India maupun artefak karya putra Barus sendiri. Dalam lintasan sejarah, Barus terkenal dengan ke-bahari-an, j^QQ^aritiman, perdagangan, kota penuh misteri, mitos dan legendaris. Diperkirakan 6000 Tabun sM telah ada kehidupan manusia di Barus.
Sewaktu penulis melakukan penelitian tahun 1995 , di Desa Lobu Tua sedang diadakan Perayaan Peringatan Lobu Tua 5000 tahun yang dihadiri oleh Penganut dan Pemuka Agama Islam, Kristen dan Sipele begu setempat dan Pemda Tk. II. Demikian diyakini masyarakat Barus sekahpun tidak semua di dukung oleh data akurat dilihat dari pendekatan ilmiah yang selama ini digunakan untuk Barus.
Dari sudut perdagangan, dari Barus sangat terkenal kapur barus (getah/kristal sejenis kayu) asH dari Barus yang bernama hayu hapur, kemenyan dengan nama haminjon, dll. Khusus kapur barus dari wilayah inilah berkembang ke seluruh dunia. Hal ini penulis yakini dengan melihat nama kapur barus terpakai di negara manapun dalam rangka menyebutkan kapur barus yaitu dasar kapxir dan penuhs hubungkan dengan proposisi Boedhisantoso el."Perkembangan kebudayaan di suatu masyarakat tidak satupun yang lepas dari pengaruh kebuadayaan lainnya karena keterbatasan setempat." Dengan kata lain "Tidak akan lahir satu kosa kata sesuatu bahasa masyarakat di suatu wilayah pendukung kebudayaan, jika disitu tidak terdapat sumberdaya 'resources.
Dari segi keagamaan, di Barus telah lama hidup agama lokal yaitu Sipele Begu (pembauran animisme, dinamisme dan pohteisme). Kemudian dipengaruhi kosmologi Tionghoa kuno agama RU hingga Prasejarah yang belakangan berwujud agama seperti Taoisme dan Konfusionisme oleh Tsyou dan Kong Fu Tse dengan adanya kepercayaan Shang Ti (dapat kesaktian dari Tuhan) dan Hong (Raja Setan) pada masyarakat Barus. Kemudian dipengaruhi agama Hindu dan Budha dari India tetapi tidak utuh dan tak bertahan lama. Selanjutnya masuk agama Yahudi kalau tidak dan masa Nabi Musa dengan kitabnya Taurat atauprm setidaknya dari masa Nabi Daud dengan kitabnya Zabur.
Terakhir masuk Islam dan Kristen pembawa ajaran Monoteisme. Kecuah Kristen, semua mi tergambar pada kosmologi dan kedukunan Barus. Dari Barus ini terkenal dua ulama dan ilmuan besar dizamannya yaitu Hamzah Fansuri dan Abdurrauf Al-fansuri. Keduanya pernah mengajar di Banda Aceh/Kutaradja-lama, sekitar abad 17 dan Abdurrauf Alfansuri diabadikan namanya pada Perguruan Tinggi Negeri terkenal di Banda Aceh dengan mengambil nama tempat pemukimannya yaitu Universitas (Tengku/Kiyai/Ulama-pen) Syiah Kuala Darussalam. Adapun keorganisasian sosial yang hidup hanyalah keagamaan dan oTTii kopGrasx luar d-o-lzhQii/ tlcl tolu sGcaxa informal dan infGnsl^* Transportasi SGtampat, ada dangan jalan kaki, kuda, SGpada, rakit, motor dan mobil angkutan antar kocamatan dan Ibu kota. SomGntara kesenian adalab gondang, opara, sikambang, tarian-tarian malayu, ukirukiran dan ornaman. Bahasa adalah bahasa Tapanuli, Malajm/Pasisir dan Pakpak Dairi.
Palayanan kesehatan modarn tardiri dari Puskesmas dan Balai Kesahatan, Klinik pribadi dangan tanaga para doktar, mantri/parawat dan bidan. Adapun jumlah doktar 4 orang, bararti 1: 19.018 panduduk. Bidan 19 orang, bararti 1: 782 KK dan parawat 45 orang, bararti 1; 1690 panduduk. Sadangkan jumlah datu kasaluruhannya (kacuali 8 dasa yang tidak mangirimkan nama datunya), 242 orang dangan parincian 186 di Barus 56 di Manduamas. Bararti satu datu untuk 314 pandudiik. Satiap Dasa mamiliki ± 5 datu.
Dari sagi pemerintahan, di Dasa Lobu Tua ditamukan sabuah bantang yang diperkirakan abad ke 8 - 12, tempat raja dsin keluarganya yaitu orang Arab. Ada juga yang mangatakan pada abad ka 10 (929 M) Barus sabagai Ibu kota Sriwijaya. Kamudian pada abad ka 11 s/d 16 Barus dikuasai raja-raja Acah. Abad ka 17 Balanda masuk dan juga rajaraja Minangkabau hingga abad ka 19. Sahingga raja-raja lokal dibawah jajahan itu. Abad ka 20 Jepang dan Sakutu masuk, dan parang kamardakaan olah rakyat. !Merah putih barkibar, raformasi barjalan, Barus tinggal kanangan dan nyaris tarlupakan.
Kehidupan Ma^yarakat Barus dapat dilihat dari babarapa sudut. Mata pancaharian pada umumnya adalah tani sawah, nalayan dan tukang secara musiman. Jika dilihat dari tingkat pandapatan penduduk, kuahtas pariimahan masyarakat, pamilikan lahan, transportasi dan tarnak, Barus targolong miskin dan sangat miskin. Pandangan hidup dan keteraturan dalam kehidupan. Adapun paiidangan hidup "world view"/"Weltanschauung" masyarakat Barus yakni gigih maraih kahormatan, kakayaan dan katurunan yang manyabar. Tujuan akhir yang ingin dicapai dari sini, pada tingkat personal dapat hidup sampuma. Semantara di tingkat sosial dimilikinya horas 'keutuhan' sabagai centra dari core culture masyarakat Barus. Tempat mawujudkannya adalah melalui pranata keorganisasian sosial dalihan na tolu 'tiga tungku' yang tardiri dari saudara samarga, pihak marga pamberi wanita dan pihak marga panarima wanita. Disini terjadi penggalangan potensi setiap adanya kewajiban dan hak dalam menghadapi suka d\ika dalam hidup kekerabatan, termasuk soal kesehatan dan pengobatan. Semua ini diyakini sesuai yang dicontohkan Tiihan dan arwah leluhur.
Masyarakat pesisir menghubimgkannya dengan jaringan "sumando": orang tua, mertua, anak menantu, abang ipar, adek ipar, cucu, dll. Dikaitkan pula dengan nilai-nilai budi pekerti ajaran Islam. Kosmologi asli masyarakat Barus terdapat pada Pustaha 'kumpulan ilmu' Batak, yang terbuat dari kulit ka5ni. Isinya meUputi: tumbaga huling 'dinding baja' yang mencakup; keagamaan, kerajaan dan adatistiadat. Satu lagi adalah sura agong 'pikiran dalam kegelapan', yang mencakup: paperangan, pekerjaan dan kedukunan, Semua ini adalab sesuatu yang masib gelap untuk diasumsikan dan diprediksi. Melalui pembabasan dalam sura agong inilab akan terang jalan keluarnya. Penganut Sipele Begu menganggap ini sebagai kitab suci. Sementara ummat Islam dan Kristen yang memilikinya memandang sebagai kitab pusaka yang mengandung tuab atau kesaktian "mana". Baik untuk memabami tumbaga huling maupun untiik sura agong, ablinya adalab datu.
Adapun isi kosmologi mebputi kebidupan di dunia macrokosmos yaitu tempatnya berbagai kekuatan supernatural dengan alam gaibnya. Tempat ini terdiri dari dunia atas dan dunia bawab. Ada pula kebidupan di Dunia Tengab atau mikrokosmos sebagai natural tempat tinggalnya manusia, tmnbub-tumbuban, bewan, benda-benda dengan rob serta kesaktian "mana" masing-masing. Manusia adalab anak cucu dari Tuban yaitu dari anak Tuban yang pertama turun ke Bumi "Boru Deak Parujar dan Raja Odap-odap" di kaki gunung "Pusxik Bubit" di pinggiran Danau Toba. Lokasi inilab yang disebut "Batakna" yaitu areal perumaban cucunya Tuban Pencipta. Inilab dasar kata "Batak".
Sementara yang beragama Islam dan Kristen nama-nama Tubannya berubab, akan tetapi makbluk gaib lainnya dan manusia, tetap sama. Baik eksistensi maupun fungsinya. Warga masyarakat Barus juga mempunyai sistem kategorisasi dan keteraturan hidup. Alam supernatural dan natural adalab tempat pencipta dan ciptaannya. Alam juga memiliki jenis, sifat berpasangpasangan, bertentangan maupun netral. Ada Tuban Pencipta, Tuban- Tuban Ciptaan-Nya, Anak-Anak Tuban, Pembantu, setan (di udara, darat, laut dan pelimbaban), jin (di laut), rob (manusia, bewan, tumbubtumbuban dfjn benda). Alam natural terdiri dari benda bumi (dengan kandungan besi, air, tanab, udara/angin), bulan (yang melabirkan ikbm sejuk), mata bari (yang melabirkan ikbm panas), dan bintang (pemberi tanda dan arab).
Keteraturan hidup dapat dicapai lewat manjalankan bak dan kewajiban antara diri dengan lainnya. Jika tidak terjadilab gangguan bidup berupa ketidak barmonisan. Diantara akibatnya adalab terserang penyakit wabah "epidemi" secara massal, penyakit akut atau kronis maunpun beresiko kematian keluarga serta pribadi.
Konsepsi tentang kesehatan. Konsepsi masyarakat Barus tentang sehat, yaitu: sehat badan, jiwa dan roh. Badan bisa menikmati makan dan mengeluarkan sisanya tanpa kelainan perasaan dari kenikmatan biasa. Mampu berketurunan, bersih, dapat melakukan tugas sehari-hari. Mwa dapat berpikir lurus, perasaan gembira, beribadah sesuai perintah Tuhan. Tidak mudah dimasuki makhluk halus. Rohnya sanggup memikul beban yang ditimbulkan oleh kegiatan phisik dan jiwa.
Sumber kesehatan dapat diperoleh dari perlindungan, usaha diri sendiri dan tidak ada pengguna black-magic yang mengganggu. Konsepsi masyarakat Barus tentang sakit adalah kebalikan dari keadaan di atas tadi yang intinya dapat melakukan tugas sehari-hari. Warga masyarakat juga melakukan kategorisasi penyakit. Sakit badan meHputi penyimpangan dari segi bobot, bentuk, dan rasa. Sakit jiwa mehputi keturiman, setan/jin dan perbuatan sendiri. Sementara itu sumber penyakit ada yang dari Tuhan, makhluk halus, manusia dan berbagai kekuatan alam.
Masyarakat Barus juga mempunyai konsep tentang penyembuhan yaitu prinsip penyembuhan kembah kepada penyebab peny^t tadi.
BabV
Penyembuh tradisional "Datu" dalatn masyarakat. Orang-orang yang dipercayai imtuk menganalisa pengobatan lewat penggimasin ramuan tradisional yang diirmgi sejumlah aktivitas ritual dan seremonial kepercayaan tertentu, disebut datu.
Datu terdin dari beberapa hategori. Berguru dan bukan berguru tetapi lewat kemasukan, mimpi maupim bisikan hati. Kategori yang disebut terakhir mi umumnya tidak mau disebut datu. Alasannya datu yang berguru cendrung melekat pada dirinya kemampuan mengobati dan membuat penyakit sementara mereka tidak. Datu terdiri dari datu bolon 'dukun besar' dan datu gelleng 'dukun kecil'. Ada juga yang disebut datu parangas-angas, menguasai banyak atau hanya satu ilmu pengobatan, tetapi sangat telaten atau beken.
Motivasi jadi datu mehputi; pewarisan budaya, perhndungan, sosial kemanusiaan, keamanan, ekonomi, dan bakat. Khusus yang berguru, proses belajar mengajar antara guru dengan murid berlangsung secara rabasia (esoterik) dan umumnya satu persatu. Murid melihat cara datu berpraktek, mencatat nama-nama obat, mantra dan jampi yang digunakan untuk setiap jenis penyakit serta menghafalnya.
Sesudah jadi datu, tidak boleh sombong, tidak materiahs, penyabar, dan makanan pemberian pasien tidak boleh dikonsumsi sendiri tetapi dibagi-bagikan kepada kerabat, tetangga, disamping dengan pasien sGndixi. B©rarti ada nilai psmbinaan. kButuhan tsritorial..
Selanjutnya terlihat pula historis dan huhungan antara Datu dengan Pasien dan Keluarganya dan dengan Masyarakatnya. Hubungan datu, pasien dan kelurganya sangat akrab. Pengobatan selalu diawali dengan tarombo 'membuka silsilah kekerabatan dan hubungan kemargaan'. Adapun acuan pedotnan kegiatan hadatuon meliputi. Pustaha yang isinya berupa Hmu-ilmu Batak yang dipengaruhi pula oleh berbagai sumber yakni kosmologi dan sistem kepercayaan Tiongkok kuno (dengan adanya tertera di Pustaha konsep shang ti 'kesaktian yang dititiskan penguasa langit terhadap seseseorang'. Selanjutnya oleh agama Yahudi, kalaupun tidak dimulai dari agama yang dibawa Nabi Musa dengan kitabnya Tairrat seminimalnya dari agama yang dibawa Nabi Baud dengan kitabnya Zabur (dengan tercantumnya di Pustaha pernyataan "Debata Batara Guru mertua dua Raja Sulaiman"lp\itra. Nabi Daud).
Seterusnya adalah dari Qur 'an dan Hadits (Islam), Tajul Muluk (Taj Al Mulk) oleh Ulama-ulama Islam, Rangkaian ritual dan do'a -do'a mujarrabat oleh 'ulama-ulama Islam, mantra dan jampi serta ramuan lewat mimpi, mantra dan jampi serta ramuan seketika dari bisikan hati, do'a dan ramuan dari kemasukan. Terakhir adalah kumpulan catatan datu-datu . Ada yang dari kosmologi dan sistem kepercayaan Tiongkok kuno (dengan adanya mantra dan jampi yang diawah dengan Hong! (Raja Setan! menurut para datu) yang dalam kosmologi dan teologi Tionghoa kuno bernama "Kwang Khong" dibaca "Kwan Hong" (Dewa Neraka). Selebihnya adalah mantra dan jampi rekayasa berupa inovasi dari para datu itu sendiri lewat berbagai pedoman di atas.
Bab VI
Penggunaan ramuan tradisional dalam pelestarian kehidupan dan upaya penyembuhan. Masyarakat menyatakan ini semua sebagai pengobatan "parubaton". Dalam pelestarian kehidupan, ramuan tradisional digunakan untuk: pengembangan (konstruktif) bagi kesehatan,. antara lain uras jabu 'membersihkan rumah' dan partahanan pamatang 'menyegarkan badan'; mengatasi berbagai masalah berupa pencegahan (preventif) pribadi seperti, terkena darah sial, keluarga seperti memindahkan kubiuran anggota keluarga sesuai mimpi kerabat, masyarakat seperti, penentuan waktu turun ke sawah.
Bagi penyembuhan (kuratif) mehputi: Penyakit alami "na somal/angin" seperti perubahan cuaca, ± 93 macam penyakit. Penyakit rekayasa manusia "pambaenan ni halak" /"black-magic" ± 12 macam seperti hona rasun. Kemudian penyakit intervensi makhluk gaib/supernatural "sahit sian ginjang/alogo" yang mehputi dari arwah leliihur, setan, jin atau Tuhan pencipta ± 13 macam seperti, na denggan basa/na elok baso/bunga.
Penggunaan ramuan tersebut dilatarbelakangi oleh pengetahuan mereka tentang kandungan ramuan tradisional yang bersumber dari pandangan teologi, konsep-konsep natural/sekuler serta pengetahuan pelaksana pengobatan modern yang ada di Barus.
Kandungan pada ramuan tradisional meniurut masyarakat: zat penambah, pengurang, pengimbang, pembunuh bakteri, makna simboHs, pembujukan, pengusiran penyakit atau sumbernya. Dari 129 species, 128 genus serta 74 family tumbuh-tumbuhan yang telah teridentifikasi khasiatnya menurut pengobatan modern, 51 species (39,5%), 60 genus (46,8%), 25 family (33,7%) terdapat persamaan pandangan dengan pengobatan tradisional, disamping berbagai perbedaan. Seperti, bulung ni sia (Adenostemma lavenia) sama-sama dinyatakan bisa mengobati penyakit mata, demam, diare, batuk Han penyakit perut.
Datu juga mempxmyai tehnik diagnosa dan pengobatan lewat ramuan tradisional. Prosedure dan peralatan diagnosa dilakukan dengain: menatap wajah dan tubuh pasien saja; memakai kunjdt; menggnnakan geleta atau stoples; gerakan beliung; menabiar beras; kemasan sirih; jeruk purut atau jeruk nipis; kemasukan; mimpi; bisikan/gerakan hati. Mengiringi ramuan tradisional adalah ritual dan seremonial dari magik-religi. Ritual dimaksud adalah upacara yang bersifat tatacara pemujaan, persembahan dan peribadatan. Seremonial, adalah upacara yang bersifat perayaan.
Prinsipnya, ritual dan seremonial dari magik-reHgi mesti dirangkaikan kepada setiap penggunaan ramuan tradisional. Alasannya, disatu sisi, alam memihki kekuatan dahsyat yang tersembun5d diluar kenyataan sehari-hari. Dari itu magik saat diperlukan dapat dimanfaatkan. Di sisi lain, difahami bersama, semua alam datang dari Maha Pencipta. Bahkan seluruh datu dan bukan saja datu penganut agama Sipele Begu tetapi sebahagian datu (Islam dan Kristen) menyatakan kitapun bahagian dari Tuhan. Oleh karena itu kita mesti minta kepada Tuhan atas penggunaan semua ciptaannya imtuk obat supaya dapat keberkahan. Permintaan itu dilakukan dalam bentuk tabas (jampi) dan tonggo (mantra) dengan konsentrasi tinggi "haripat". atau makrifat. Kalau haripat-nya tinggi, yang berbicara itu bukan lagi kita (datu) tetapi sudah Tuhan. Jadi "kata-kata itulah Tuhan dan Tuhan adalah kata-kata itu" (Hata i Do Debata, Debata do hatai/Keccek kito tu anyo Tuhan,Tuhan anyo keccektu). Nampaknya pernyataan ini ada hubungan dengan ajar an Sipele Begu disatu sisi, faham tasauf "Wahdatul Wujud" Hamzah Fansuri di sisi lain. Sehingga menggambarkan berpengaruhnya kedua faham tersebut ke dunia hadatuon di Barus. Adapun model tahas dan tonggo meliputi: bujukan, kemarahan dan rajukan serta pengusiran. Sebagai contoh:"... Binsumirloh dirahaman dirahamin... rangkaian jampi dan mantra.. sah" (keluarlah).
Lebih lanjut dapat pula kita ketahui adanya persentuhan sistem pengobatan tradisional dengan sistem pengobatan modern dalam keyakinan dan praktek pengobatan masyarakat Barus. Adapnn sejumlah alasan yang melatarbelakangi kepercayaan warga masyarakat terhadap efektifitas pengobatan tradisional, sbb: Karen a badan manusia terdiri dari isi (zat) alam, dan isi alam dan Tuhan, dimana manusia juga pimya hubungan dengan kekuatankekuatan gaib lainnya selain Tuhan, maka ramuan tradisional yang asalnya dari bumi dan juga ciptaan Tuhan, pasti ramuan tradisional tersebut sesuai dengan kesehatan manusia. Ramuan tradisional ini gabimgan dari isi/zat pada alam diperkuat dengan mantra dan jampi termasuk do'a, diiringi dengan urut badan pasien sebagai syarat sampainya ramuan ke tubiih dan jiwa pasien lewat mediator yaitu datu. Adapun kemudahan ramuan tradisional menurut masyarakat Barus, obatnya mudah didapat di sekitar rumah sendiri, tetangga, desa, desa lainnya atau hutan sekeliling wilayah Kecamatan. Kunjimgan ke datu, hubungannya penuh keakraban dan biaya terjangkau. Sekahpun bahan ramuannya terkadang agak mahal, tapi sasaran pengobatannya lebih meyakinkan dibandingkan dengan pengobatan modern. Di sisi lain, menyangkut sistem pengobatan modern dalam kehidupan masyarakat. Pertama, pengobatan modern telah masuk sejak 1920-an. Namun hingga tahun 1960-an warga masyarakat jarang sekah yang mau berobat ke Puskesmas Balai Kesehatan , mantri maupun bidan.
Pada tahun 1970-an untuk sejumlah jenis penyakit dalam kasus sangat terdesak sudah banyak yang mulai ke Puskesmas, mantri atau bidan. Tahun 1980-an berkembangnya Puskesmas dan Program KKB, warga masyarakat semakin dekat dengan jasa pengobatan modern. Diakui ada sejumlah kemudahan pelayanan sistem pengobatan modern. Obat-obatnya telah dikemas, tidak perlu dicari lagi. Sejumlah penyakit cepat dapat disembuhkan seperti mencret, demam karena influensa, menghentikan pendarahan waktu luka.
Kelemahan pada sistem pengobatan modern menurut masyarakat mehputi: obat-obatnya sering agak usang dan cepat cair berderai; sejumlah penyakit black-magik dan supernatural, tidak dapat disembuhkan pengobatan modern; pelaksana pengobatan modern masih banyak yang tidak mau kompromi penuh kesombongan. Namim demikian menurut para datu dan sejumlah pasien, prospek hubungan pengobatan modern dengan pengobatan tradisional, sudah terlihat akan ada titik terang. Buktinya akhir-akhir ini sejumlah penyakit yang tidak tertanggulangi oleh pelaksana pengobatan modern, diserahkan dan setidaknya ada juga yang sekedar dianjurkan ke datu. Dengan demikian sekalipun masih banyak hal dan wilayah di tanah air yang mesti distudikan, akan tetapi jika contoh ini terpolakan, langkah ke arah kerjasama, menimjukkan kegembiraan sesuai harapan Sistem Kesehatan Nasional (SE[N).
Bab VIII
Akhirnya dapat diketahm pertalian: pandangan hidup, kosmologi, sistem-sistem kepercayaan dan sistem pengobatan tradisional pada masyarakat Barus. Kebudayaan dan kepercayaan berfungsi terhadap penggunaan ramuan tradisional. Kebudayaan telah memberikan persingkat berupa model-model pengetahuan sebagai pedoman kehidupan umum. Sementara kepercayaan memberi kajian keyakinan tentang hubrmgan dunia nyata dengan nirnyata lewat hak dan kewajiban yang tertuang dalam ritual dan seremonial. Salah satu unsur terkait dengannya adalah soal kesehatan, penyakit dan penyembuhan.
Core culture masyarakat Barus adalah haras 'keutuhan hidup' yang akan tercapai hanya dengan sarimatua 'kesempirrnaan hidup' lewat perolehan kehormatan, kekayaan, dan keturunan yang menyebar dan inovatif.
Untuk kesempurnaan hidup perlu dibina kehangatan hubimgan makhluk hidup di diuna tengah dengan Tuhan di dunia atas dan dengan roh-roh orang yang telah mati di dunia bawah. Ketiga dunia ini diikat oleh satu pohon besar. Disinilah perlunya upacara yang bersifat ritual dan seremonial beserta pengorbanannya.
Kaitannya terhadap penggunaan ramuan tradisional tumbuh dari pandangan bahwa semua yang ada di bumi adalah ciptaan Tuhan untuk menghidupi manusia. Dan semua kehidupan diikat dengan tumbuhan sebagai landasan filosofis kehidupan dan pengobatan masyarakat Barus. Ketidak^eimbangan semua unsru melahirkan penyakit pada manusia. Oleh karena itu, dalam upaya penyembuhan harus juga menggunakan ramuan tradisional. Karena semua punya roh, roh ramuan perlu dibujiik dan dimohon keizinan pemanfaatannya. Dari itu perlu rangkaian tabas 'mantra' dan tonggo 'jampi'.
Dari uraia tadi dapat pula kita deskripsi teori sistem pengobatan tradisional yang berlaku pada masyarakat Barus yang mendukung hipotesis dalam disertasi ini. Hipotesis yang berbunjd pengetahuan masyarakat Barus tentang kosmologi yang bersumber dari penafsiran mereka atas lintas berbagai agama dan kepercayaan yang diyakininya membawa kerukunan dan J^^danxaian hidup^ mcnjadv psdanxan^ "LLtnum m^j^cka daLatn m^IfakiLkan interpretasi dan kegiatan pengobatan tradisional, terbukti dalam penelitian ini. Yaitu, sistem pengobatan tradisional pada masyarakat Barns merupakan likwidasi kepercayaan tentang huknm alam (natural) dengan kepercayaan religi (supernatural) secara ganda dan sinkretis kedalam idea hingga aktivitas pengobatan dan pembuatan obat. Berarti keran^a teori pada Bab I terbukti dalam penelitian, dengan beberapa perubaban yaitu, rob manusia, tumbuban, bewan, benda, ikut mempengarubi kondisi kesebatan, penyakit dan penyembuban yang tadinya tidak terpikirkan oleb penxdis. Kerangka teori finalnya terlibat
Halam Bab VIII.
Oleb karena terdapatnya kepercayaan antar lintas dari penganut rebgi (Islam, Kristen, Sipele Begu) dalam penggunaan mantra dan jampi untuk pengobatan, dimana masyarakat pengguna dan para datu mengakm keberadaan eksistensi Tuban antar penganut Agama dan dapat digunakan imtuk menolong dalam upaya pengobatan lewat mantra dan jampi kepada Tuban penganut agama lain itu sebagai tetangga Tubannya, disamping dipercayai ada xmsur alam yang berpengarxib terbadap kesebatan yang berpangkal dari alam tumbub-tumbuban, hewan dan benda sertamerta robnya, maka teori pengobatan tradisional yang berlaku di Barus adalab "henotheism-natural medicine theory" atau "teori pengobatan lintas kepercayaan dan alamiah". Berarti penggabungan konsep teori Hippocrates dan Rivers.Menyinggang teori perubahan dari Spradley, Boedhisantoso, Suparlan, Kalangie dan Boedhihapitoao, dari konsep horas, terjadi penyerapan keyakinan religi terhadap pengobatan. Metode pengembang agama-agama besar yang masuk ke Barus yang lebih bersifat sosiologis ketimbang teologis, membuat sinkretisme agama-agama termasuk pengarunya terhadap memahami upaya pengobatan. Sulitnya warga masyarakat menerima pengobatan modern, karena konsepnya sangat jauh dari sistem kepecayaan masyarakat. Karena itu umur penggobatan tradisional ini masih sangat lama.
Bab IX
Kesimpulan. Dalam berbagai penubsan teori pengobatan tradisional sebelumnya rasanya belum pernab ada yang mengetengabkan teori ini. Demikianlab ringkasan sebagai pengantar untuk mengetabui irraian lebib rinci dalam sembUan bab disertasi ini. Semoga ada manfaatnya."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
D406
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uha Suliha
"ABSTRAK
Latar belakang masalah adalah bahwa :
Program pernberantasan tuberkulosis telah dimulai secara intensif sejak tahun 1969 melalui kegiatan vaksinasi BCG, penemuan & pengobatan penderita, penyuluhan kesehatan serta evaluasi. Tingginya angka prevalensi tuberkulosis di Indonesia menunjukkan bahwa upaya pemberantasan belum mencapai hasil yang diharapkan. Kegagalan pengobatan tuberkulosis paru lebih banyak disebabkan oleh faktor non rnedis dari pada faktor medis.
Beberapa penelitian menemukan bahwa kegagalan pengobatan disebabkan oleh faktor perilaku penderita itu sendiri dimana penderita tidak patuh berobat.
Pengobatan jangka pendek selama 6 bulan saat ini merupakan pengobatan yang sedang diterapkan dalam upaya pemberantasan tuberkulosis di Indonesia. Rumah Sakit Persahabatan sebagai pusat rujukan penderita tuberkulosis paru telah menggunakan pengobatan jangka pendek dengan paduan obat anti tuberkulosis RHZ, secara khusus belum pernah mengadakan penelitian tentang perilaku kepatuhan datang kontrol penderita dengan pengobatan jangka pendek tuberkulosis paru
Yang dimaksud perilaku kepatuhan datang kontrol dalam penelitian ini adalah patuh/tidak patuh penderita terhadap anjuran untuk datang kontrol ke poliklinik selama 6 bulan pengobatan. Disebut patuh bila datang kontrol secara kontinu setiap bulan selama 6 bulan pengobatan, dan disebut tidak patuh bila tidak datang kontrol, terlambat lebih dari 2 minggu, datang kontrol tetapi tidak kontinu.
Tujuan penelitian untuk 1) Mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan, sikap, persepsi, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jadwal kontrol berobat pada penderita tuberkulosis paru baik yang patuh maupun yang tidak patuh datang kontrol. 2). Mengetahui apakah ada pengaruh faktor pengetahuan, sikap, persepsi, pendidikan, pekerjaan,pendapatan serta faktor jadwal kontrol berobat terhadap perilaku kepatuhan datang kontrol.
Disain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian dilakukan di poliklinik unit paru Rumah Sakit Persahabatan. Sampel adalah penderita baru tuberkulosis paru pada bulan Agustus-September-Oktober 1990 dengan pengobatan jangka pendek, berusia 15 tahun keatas, pada saat penelitian berdomisili di wilayah DKI Jakarta.
Pengolahan data menggunakan komputer dengan program SPSS. Dilakukan uji statistik kemaknaan dengan chi square dan uji multiple logistic regression.
Hasil penelitian ini adalah : 1). Pengetahuan secara keseluruhan dan pengetahuan tentang gejala batuk lebih dari 2 minggu, usaha agar sembuh, lamanya pengobatan ada hubungan dengan perilaku kepatuhan datang kontrol. Pengetahuan secara keseluruhan berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan datang kontrol dengan kontribusi 1.7610. 2). Sikap secara keseluruhan tidak ada hubungan sedangkan sikap terhadap datang kontrol sesuai ketentuan, ternyata ada hubungan dengan perilaku kepatuhan datang kontrol. Sikap secara keseluruhan tidak berpengaruh, sedangkan sikap terhadap datang kontrol sesuai ketentuan berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan datang kontrol dengan kontribusi 4.2934. 3). Jadwal kontrol berobat ada hubungan dan berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan datang kontrol dengan kontribusi 3.1240. 4). Persepsi, pendidikan, pekerjaan, pendapatan ternyata tidak ada hubungan dan tidak berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan datang kontrol. 5). Power adalah 62.82% .
Dari hasil penelitian ini dapat disampaikan saran kepada pengelola PKMRS rumah sakit Persahabatan hkususnya di poliklinik unit paru agar penyuluhan kesehatan kepada penderita tuberkulosis paru lebih ditekankan pada materi tentang gejala batuk lebih dari 2 minggu, usaha agar sembuh dan lamanya pengobatan.
Selanjutnya saran disampaikan kepada team dokter poliklinik unit paru Rumah Sakit Persahabatan agar program pengobatan selama 6 bulan diinformasikan kepada penderita sampai dengan menentukan jadwal kontrol berobat secara tertulis, jadwal tersebut merupakan lembaran kartu yang waktunya telah disepakati antara dokter dan penderita. Kartu jadwal tersebut dibuat rangkap dua, masing-masing untuk dibawa penderita dan dilampirkan pada dokumen medik.
Kepada ternan sejawat yang berminat kiranya dapat mengadakan penelitian lanjutan untuk 1). mencari jawaban mengapa penderita yang pengetahuan tinggi lebih banyak yang tidak patuh dan mengapa penderita yang mengetahui jadwal kontrol lebih banyak yang tidak patuh. 2). mencari faktor lain yang mempengaruhi perilaku kepatuhan datang kontrol dimana dalam
penelitian ini belum dapat diidentifikasi mengingat dari persamaan logistic regression didapat nilai constant= 0.1711.
Daftar bacaan : 51 (1965 .. 1990)"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jathu Dwi Wahyuni
"Perilaku seseorang dalam bertindak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik intrinsik ataupun ekstrinsik (Handoko, 1992 ). Begitu pula perilaku wanita dalam memilih dan rnenggunakan IUD. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan dan penggunaan IUD, dilakukan penelitian deskriptif eksploratif terhadap wanita diatas 25 tahun yang saat ini masih menggunakan IUD. Analisa data menggunakan rumus statistik mean dan modus. Instrumen penelitian yang dipakai berupa data demografi dan pernyataan yang berisi alasan pemilihan dan penggunaan IUD. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap pemilihan dan penggunaan IUD pada wanita diatas 25 tahun yang adalah kemampuan (90,91%), pengetahuan (72,73%), dan kemauan (27,27%)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5091
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
"Tenaga keperawatan adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan dibidang keperawatan yang didapat melalui pendidikan dibidang keperawatan (Undang-Undang No 23 Tahun 1992). Akademi Keperawatan merupakan institusi yang mendidik tenaga keperawatan. Di Provinsi Banten terdapat lima institusi Akademi Keperawatan. Jumlah tenaga keperawatan sebagaimana di Indonesia secara keseluruhan masih kurang dan distribusinya tidak merata, demikian pula di Provinsi Banten. Adapun yang menjadi masalah ialah kendati tenaga keperawatan masih dibutuhkan baik untuk konsumsi dalam maupun luar negeri, peminat untuk mengikuti pendidikan di bidang ini relatif masih rendah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan hubungan antara faktor-faktor yang sudah diprediksi seperti umur, jenis kelamin, minat terhadap profesi perawat, persepsi lapangan kerja, persepsi pendidikan lanjut, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pengaruh keluarga, informasi pendidikan, prestasi belajar di sekolah asal dan asal sekolah dari mahasiswa Akademi Keperawatan dengan keputusannya-untuk memilih mengikuti pendidikan Akademi Keperawatan. Penelitian ini dilakukan di seluruh Akademi Keperawatan di Provinsi Banten tahun 2002. Penelitian ini non eksperimental dimana datanya bersifat primair dan dikumpulkan secara potong lintang (cross sectional). Sedangkan sampel penelitian diambil dari populasi mahasiswa tingkat satu dari lima institusi Akademi Keperawatan di Provinsi Banten berjumlah 170 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan menggunakan kuesioner. Data diolah dengan bantuan komputer.
Analisis univariat dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari semua responden, lebih dari setengah memiliki minat tinggi untuk masuk Akademi Keperawatan (53,5%).
Dari analisis bivariat, didapatkan 3 variabel yaitu variabel umur (p value=0,017), variabel pendidikan orang tua (p value=0,014) dan variabel pengaruh keluarga (p value= 0,031), yang mempunyai hubungan secara statistik bermakna untuk mengikuti pendidikan di Akademi Keperawatan. Sedangkan variabel jenis kelamin, persepsi lapangan kerja, persepsi pendidikan lanjut, pekerjaan orang tua, informasi pendidikan, prestasi belajar dan anak sekolah tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan keputusan mengikuti pendidikan Akper.
Analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik menemukan 6 variabel yang memiliki p value <0,25 yaitu variabel umur (p=0,010), minat (p=0,142), persepsi kerja (p=0,104), pekerjaan orang tua (p O,149), pengaruh keluarga (p-0,025) dan prestasi belajar/NEM (p=0,169). Setelah dilakukan analisis ternyata ada 3 variabel (umur, persepsi kerja dan pengaruh keluarga) secara statistik signifikan dengan keputusan untuk mengilkuti pendidikan Akademi Keperawatan.
Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan keputusan seseorang untuk mengikuti pendidikan di Akademi Keperawatan, maka penelitian ini juga dapat memberi saran terutama kepada Pusdiknakes dalam membuat kebijakan penerimaan mahasiswa baru perlu persyaratan yang lebih luas tidak hanya STTS dan tinggi badan. Perlu dilakukan pemeriksaan psikologis dan membuat buku panduan/informasi tentang pendidikan kesehatan, bahkan melakukan promosi melalui media cetak maupun elektronik masih dibutuhkan. Untuk institusi pendidikan Akper agar dalam penerimaan mahasiswa baru memberikan informasi yang memadai sedini dan seluas mungkin dan melakukan pemeriksaan psikologis. Untuk mensosialisasikan profesi keperawatan perlu menyebarluaskan buku panduanlinformasi pendidikan perawat dengan bekerja sama dengan asosiasi profesi perawat.
Untuk menghasilkan kesimpulan yang lebih representatif perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan desain yang berbeda sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih lengkap tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan keputusan seseorang memilih mengikuti pendidikan Akademi Keperawatan.
Daftar pustaka : 36 (1976-2001)

Background Factors of Decision at Nursing Academy in Banten Province Year 2002 Nursing personnel is someone equipped with knowledge and skills in nursing field obtained through education in nursing discipline (Government Regulation No. 23 1992). Nursing Academy is an institution which educate nursing personnel, there are five Nursing Academy in Banten Province. In general, there is a lack of nursing personnel and the distribution is unequal. That problem also occurred in Banten Province. One cause of this problem is lack of willingness to attend nursing education despite its high demand both nationally and internationally.
The aim of this study is to understand the relationship between predictable factors such as age, sex, aspiration toward nurse profession, perception toward job, perception toward higher education, parents' education, parents' job, family influence, educational information, previous educational achievements, and previous school and the decision to attend the education in nursing academy. This study was conducted in five nursing academies in Banten Province in the year 2002. Design of this study is non experimental with primary data collected cross-sectionally. Sample was 170 first year students from five nursing academies in Banten Province. Data collected by questionnaires and analyzed by using computer.
Univariate analysis showed that more than half (54.1%) of respondents had relevant decision to attend nursing academy.
Bivariate analysis shows that there are 3 variables, that are age (p value-0.007) pwnts' education (p value=0.075), Arid family influence (p value=0.031), associated with aspiration td attend the educaaidh at nursing academy. On the other hand, the variables of sex, work field perception, advance education perception, parents' occupation, educational information, school achievements, and school graduating had no significant statistic relationship on decision to attend nursing academy.
Multivariate analysis using logistic regression resulted in 6 variables with p value 0.25, that are age (p value= 0.075), interest (p value=0.142), working perception (p value=0.104), parents' occupation (p value-0.149), family influence (p value=0.025), and educational achievements (p value-0.169). Further analysis shows there are 3 variables (age, working perception, and family influence) that are statistically significant with aspiration to attend education in nursing academy. This was in accordance to fact that nursing profession was widely perceived as females profession, thus it is heavily biased by gender.
The results of this study lead to suggestions, especially for Pusdiknakes as to extend the conditions of entry for nursing academy, not just limited to previous school certificate and predetermined height as usually applied. There is a need to conduct a psychological testing and providing guide and information book on health education even promoting using mass media and electronics still needed. In the field of nursing education, nursing academics should provide early information, conduct psychological test, and socializing information on nursing profession by distributing guide/information book on nursing education. To draw a more representative conclusion, further research using different design is necessary. Thus more information about factors that influence decisions to attend nursery academy could be collected."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T8232
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>