Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213142 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Fildza Hasna Nur Shabrina
"ABSTRAK
Masyarakat nelayan merupakan salahsatu kelompok masyarakat yang paling rentan akan kemiskinan. Beragam program pembangunan yang telah dilakukan pemerintah pada kelompok masyarakat ini ternyata masih banyak menemui kegagalan. Literatur dan penelitian sebelumnya melihat kegagalan ini karena adanya kesalahan eksternal yang menghambat mobilitas eksternal sebagai salahsatu faktor penghambat pembangunan, serta adanya faktor lain yang kini harus mulai diperhitungkan dalam melihat kesejahteraan masyarakat nelayan. Perspektif itu adalah modal sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik modal sosial nelayan memang terbilang tinggi, namun tingkat kesejahteraannya masih rendah. Ini membuat hubungan antara modal sosial dan kesejahteraan ternyata masih sangat rendah.

ABSTRACT
Fishermen community has become one of the most vulnerable communities towards poverty. Various policies and programs have been implemented, yet none seem to have work. Previous literature and research shows that this might have something to do with the external factors that stunted the community rsquo s vertical mobility, and some also shows that the absence of social capital as a key factor in the planning process of the policies, played quite a significant part. The result of this research, however, shows that fishermen communities indeed have a high level of social capital, yet their welfare level is low. Thus the correlation between the two is not significant, and in some cases, almost non existent."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efitri Yuliana
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Wahyu Ramadhani
"ABSTRAK
Tingkat kemiskinan anak yang lebih tinggi dibandingkan tingkat kemiskinan penduduk menunjukkan anak lebih rentan terhadap dampak kemiskinan. Anak-anak yang tumbuh dalam rumah tangga miskin cenderung tidak dapat menikmati berbagai hak dasar dan berpotensi menghambat tumbuh kembangnya. Penelitian dengan data Susenas Provinsi DKI Jakarta memiliki dua tujuan yaitu mengukur tingkat deprivasi hak-hak dasar anak serta menguji faktor karakteristik rumah tangga yang memengaruhi status kemiskinan anak di Provinsi DKI Jakarta. Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan pertama adalah dengan MODA, sementara untuk menjawab tujuan kedua adalah dengan regresi logistik. Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 22.0 menunjukkan tingkat deprivasi terbesar yang dialami oleh anak di Provinsi DKI Jakarta adalah pada dimensi kesehatan dengan 33,41%, diikuti dimensi perumahan sebesar 32,37%, dimensi makanan dan nutrisi dengan 25,92%, kemudian dimensi fasilitas dengan 24,15%, dimensi pendidikan dengan 23,33%, dan yang terendah dimensi perlindungan anak dengan 3,95%. Pengukuran kemiskinan anak dengan metode MODA menunjukkan terdapat 10,25% anak miskin yang terdeprivasi minimal pada 3 dimensi dan 3,56% anak miskin yang terdeprivasi pada minimal 4 dimensi. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa faktor karakteristik rumah tangga yang memengaruhi status kemiskinan anak di Provinsi DKI Jakarta adalah pendidikan kepala rumah tangga, status bekerja ibu, dan jumlah anggota rumah tangga. Kemiskinan anak di Provinsi DKI Jakarta harus segera diatasi, diantaranya dengan memberikan prioritas terhadap dimensi yang memiliki tingkat deprivasi terparah yaitu dimensi kesehatan dan dimensi perumahan. Peningkatan angka imunsasi dasar lengkap pada anak usia balita serta memperbanyak penyediaan hunian vertikal bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dapat menjadi prioritas untuk segera dilaksanakan.

ABSTRACT
Child poverty rates that are higher than population poverty rates indicate that children are more vulnerable to the effects of poverty. Children who grow up in poor households tend to not be able to meet various basic rights and potentially inhibit their growth and development. Research with data from Susenas of DKI Jakarta Province has two objectives namely measuring the level of deprivation of basic rights of children, then testing the factors of household characteristics that influence the child poverty in DKI Jakarta Province. The analytical method used to answer the first objective is MODA, while to answer the second objective is logistic regression. The results of data processing using SPSS 22.0 showed the greatest deprivation rate experienced by children in DKI Jakarta Province was on the health dimension with 33.41%, followed by housing dimensions by 32.37%, food and nutrition dimensions with 25.92%, then dimensions facilities with 24.15%, education dimensions with 23.33%, and the lowest dimensions of child protection with 3.95%. The measurement of child poverty by the MODA method yields a rate of 10.25% of poor children who are minimally deprived of 3 dimensions and 3.56% who are deprived of at least 4 basic rights dimensions. The results of the logistic regression analysis showed that the factors of household characteristics influence the poverty status of children in DKI Jakarta Province are the education of the head of the household, the working status of mothers, and the number of household members. Child poverty in DKI Jakarta Province must be ended immediately through giving priority to dimensions that have the worst levels of deprivation. Increasing the number of complete basic immunizations for children under five years old and increasing the provision of vertical housing for people with middle to lower income can be a priority for immediate implementation.

 

"
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2019
T51681
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eizar Aswad
"Penelitian ini membahas hubungan modal sosial terhadap peningkatan kompetensi mahasiswa di Rumah Kepemimpinan Regional 1 Jakarta pada periode pembinaan tahun 2016-2018. Pentingnya penelitian ini didasari pada temuan studi sebelumnya mengenai peran modal sosial dalam meningkatkan kesejahteraan dalam pembangunan sumber daya manusia. Teknik pengumpulan data menggunakan survei kepada 37 responden yang dipilih melalui total sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara modal sosial terhadap peningkatan kompetensi mahasiswa di Rumah Kepemimpinan Regional 1 Jakarta dengan nilai signifikansi sebesar 0,006 yang artinya terdapat hubungan antar variabel, dengan kekuatan hubungan positif sedang yakni 0,440. Terdapat 2 dimensi modal sosial yang berhubungan positif, pertama karena tingkat kepercayaan pada Rumah Kepemimpinan Regional 1 Jakarta cukup tinggi dengan nilai signifikansi 0,045 serta dimensi kelompok dengan nilai signifikansi 0,004.

This study discusses the relationship of social capital to increase student competence in Rumah Kepemimpinan Regional 1 Jakarta in the period of coaching in 2016 2018. The importance of this study is based on the findings of previous studies on the role of social capital in improving welfare in human resource development. Data collection techniques used a survey of 37 respondents selected through total sampling. The results showed that there is a relationship between social capital to increase student competence in Rumah Kepemimpinan Regional 1 Jakarta with a significance value of 0,006 which means there is a relationship between variables, with the power of moderate relationships positive is 0,440 . There are 2 dimensions of social capital that are positively related, first because of the degree of confidence Trust in Rumah Kepemimpinan Regional 1 Jakarta high enough with significance value 0,045 as well as group dimension with significance value 0,004.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baudrillard, Jean, 1929-2007
Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006
339.47 BAU st
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nandita Nur Zahrani
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perilaku konsumsi di kalangan generasi Z melalui live shopping Shopee pada pembelian skincare, saat ini masyarakat melakukan konsumsi barang karena keinginan (desire) alih-alih kebutuhan (needs). Studi-studi terdahulu menemukan bahwa hadirnya Shopee sebagai platform belanja online meningkatkan minat beli konsumen dan terjebak dalam gaya hidup konsumtif. Studi terdahulu membahas bagaimana konsumen Shopee membeli produk yang sedang tren atau viral, termasuk skincare. Namun, studi-studi terdahulu belum membahas peran live shopping Shopee sebagai media belanja online mendorong perilaku konsumsi barang karena keinginan (desire) alih-alih kebutuhan (needs). Melalui konsep needs vs desire mengenai perilaku konsumsi masyarakat dari Zygmunt Bauman, studi ini berargumen bahwa hadirnya fitur live shopping di e-commerce Shopee mengkondisikan pergeseran pola perilaku konsumsi masyarakat yang sebelumnya untuk memenuhi keinginan, kini berganti menjadi memenuhi hasrat, emosional, bahkan untuk identitas diri. Untuk melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dan melakukan pengumpulan data dengan metode in-depth interview terhadap generasi Z dengan rentang usia 19 - 23 tahun. Pengumpulan data juga dilakukan dengan metode observasi digital dan studi literatur. Hasil temuan penelitian ini menyatakan terdapat pergeseran aktivitas konsumsi masyarakat yang sebelumnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan, kini menjadi untuk memuaskan emosionalnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang terdapat dalam live shopping Shopee yaitu tergiur dengan produk viral, terdapat harga murah, bundling produk, voucher, hingga praktisnya pembayaran, membuat keinginan informan untuk berbelanja meningkat. Masyarakat juga merasa tidak puas dan ingin mencoba produk skincare dengan jenis dan brand yang berbeda. Pembelian skincare dengan fitur live shopping kemudian membuat konsumen merasa seperti melakukan berbelanja langsung ke Offline Store. Hal ini menunjukkan pembelian produk skincare untuk memenuhi keinginan (desire), bukan kebutuhan (needs) dan akhirnya terjerat dalam gaya hidup yang konsumtif.

This research aims to explain consumption behavior among generation Z through live shopping Shopee when purchasing skincare. Currently, people consume goods because they want rather than need. Previous studies have found that the presence of Shopee as an online shopping platform increases consumers' buying interest and makes them trapped in a consumerist lifestyle. Previous studies discussed how Shopee consumers buy products that are trending or viral, including skincare. However, previous studies have not discussed the role of Shopee live shopping as an online shopping medium that encourages goods consumption behavior out of desire rather than need. Using the need vs desire concept regarding people's consumption behavior from Zygmunt Bauman, this study argues that the presence of the live shopping feature in Shopee e-commerce has conditioned a shift in people's consumption behavior patterns which were previously to fulfill desires, now have changed to fulfilling desires, emotions, even for self-identity. To conduct this research, researchers used qualitative research methods and collected data using in-depth interviews with generation Z with an age range of 19 - 23 years. Data collection was also carried out using digital observation methods and literature studies. The findings of this research state that there is a shift in people's consumption activities, which were previously carried out to fulfill their needs, now to satisfy their emotions. This is caused by several factors in Shopee live shopping, namely being tempted by viral products, low prices, product bundling, vouchers, and the convenience of payments, making the informant's desire to shop increase. People also feel dissatisfied and want to try skincare products with different types and brands. Purchasing skincare with the live shopping feature then makes consumers feel like they are shopping directly at an offline store. This shows that purchasing skincare products is to fulfill desires, not needs and ultimately becomes entangled in a consumptive lifestyle."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Gede Agung Artha Kusuma
"Sebagai salah satu titik utama dalam proses customer journey, interaksi antar konsumen dalam komunitas berbasis sosial media berperan krusial sebagai sistem penciptaan brand meaning, dan juga berpotensi mengarahkan perilaku konsumen. Dikarenakan perannya yang esensial, maka mengevaluasi dinamika interaksi antar konsumen adalah dasar dari desain penelitian ini. Sebagai salah satu teori yang sesuai untuk mendalami dinamika komunitas brand online, maka pada studi ini, teori social capital digunakan untuk menelaah akumulasi sumber daya sosial yang terjadi pada tingkatan kolektif dan juga individu, serta dampaknya pada jangka panjang terhadap brand.
Untuk mengkontraskan tingkatan social capital, makai penelitian ini mengkombinasikan elemen social capital yang terakumulasi secara kolektif dan berimplikasi secara personal. selanjutnya tiga jenis motivasi intrinsik sebagai anteseden untuk mewakili karakteristik pengguna sosial media secara umum. Sebagai konsekuensi akhir, perilaku loyalitas terhadap brand dan komunitas digunakan sebagai konstruk yang menegaskan implikasi jangka panjang. Hasil pengolahan data yang bersumber dari 540 responden, menyatakan bahwa akumulasi social capital hanya akan terjadi jika adanya partisipasi anggota kepada suatu konten atau interaksi sesama anggota. Untuk pengguna yang hanya menyerap informasi, walaupun keberadaan mereka meningkatkan profil komunitas, tidak mampu berkontribusi kepada pembentukan sumber daya kolektif. Selanjutnya sumber daya yang terakumulasi akan memberdayakan individu-indvidu untuk mengadopsi dan menginterpretasi nilai-nilai terkait brand dan akhirnya mengarahkan kepada suatu perilaku loyal kepada brand dan komunitas.

In the concept of the customer journey, interactions among customers on social media stand out as a critical point, playing a crucial role in shaping brand meaning and influencing consumer behaviors. Given its significance, this study is grounded in evaluating the dynamics of consumer interactions within the context of a virtual community. Social capital is chosen as a suitable theory for studying the mechanics of online brand communities, examining the accumulation of social resources at both the collective and individual levels. Furthermore, it delves into its long-term impact on the brand.
To contrast the levels of social capital, this study integrates the elements of social capital that are collectively accrued and examines their impact on an individual level. Additionally, three types of intrinsic motivations are incorporated to convey the general characteristics of social media users. The ultimate outcomes are loyalty behaviors toward the brand and the community. The results of the data analysis, derived from 540 respondents, indicate that the accumulation of social capital is contingent upon active and continuous participation from community members. While passive members may increase community profiles in terms of numbers, merely acquiring information inactively does not contribute to the development of collective resources. Additionally, the accumulated social resources guide individuals toward a commitment to adopting and interpreting brand values, ultimately leading to loyalty behaviors towards both the brand and the community.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martin, Suryajaya
Yogyakarta: Resist Book, 2013
330.01 MAR a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Revin Muhammad Alsidais
"Modal sosial merupakan konsep yang sangat populer dalam Kajian Pembangunan Internasional. Didaulat sebagai ‘mata rantai yang hilang dalam pembangunan’ oleh Bank Dunia, konsep tersebut telah digunakan untuk menjelaskan keberhasilan dan kegagalan proyek-proyek pembangunan internasional, sekaligus menjadi landasan bagi agenda pembangunan internasional di abad ke-21. Meskipun begitu, konsep yang dipopulerkan oleh Robert Putnam tersebut tidak memiliki definisi yang jelas, sehingga digunakan secara berbeda oleh berbagai akademisi dan praktisi pembangunan. Tulisan ini menggunakan pendekatan tinjauan metanaratif untuk meninjau ragam pandang modal sosial dibahas dalam Kajian Pembangunan Internasional. Berdasarkan 42 literatur teoritis dan empiris yang dikelompokan berdasarkan klasifikasi tipologi, penulis mengidentifikasi tiga metanarasi paradigmatik, yaitu: 1) “Modal Sosial sebagai Prakondisi Pembangunan”; 2) “Modal Sosial sebagai Variabel Potensial Pembangunan; dan 3) “Modal Sosial sebagai ‘Kuda Troya’”. Tulisan ini menemukan bahwasanya diskursus modal sosial dalam pembangunan internasional didominasi oleh konseptualisasi paradigma rasionalisme individualis yang dilandaskan pada individualisme metodologis dan teori pilihan rasional. Tulisan ini juga menemukan kecenderungan literatur untuk mengesampingkan konteks sosial, kultural, dan politik. Pada konteks agenda pembangunan internasional, modal sosial juga diasosiasikan dengan Konsensus Pasca-Washington, depolitisasi, serta neoliberalisme. Difusi diskursus modal sosial dimungkinkan oleh struktur relasional aktor-aktor internasional dalam kerangka governmentalitas yang tertanam di dalam global governance.

Social capital is a very popular concept in International Development Studies. Deemed ‘the missing link of development’ by the World Bank, it has been used to explain the successes and failures of international development projects, as well as used as the basis for the international development agenda. However, this concept that was popularised by Robert Putnam doesn’t have a clear definition, thus it has been used diversely by various international development academics and practitioners. This article aims to review the different ways social capital is discussed in International Development Studies using a metanarrative approach. From 42 theoritical and empirical works that are classified using typology, we are able to identify three metanarratives: 1) “Social Capital as the Precondition of Development”; 2) “Social Capital as a Potential Variable for Development”; and 3) “Social Capital as a ‘Trojan Horse’”.. We found that the discourse of social capital in international development is dominated by the conceptualisation from the individualist rationalism paradigm—one that is based upon methodological individualism and rational-choice theory. We also found a tendency within the literature to ignore social, cultural, and political contexts. In the context of international development agenda, social capital is associated closely with Post-Washington Consensus, depoliticisation, and neoliberalism. The diffusion of social capital discourse is made possible by the relational structure of international actors within the framework of governmentality embedded in global governance."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>