Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111296 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Arsitektur rumah adat Lipo Kirek bagi masyarakat di desa Hewokloang dirancang bukan saja sebagai satu konstruksi fisik, tempat berdiam atau tempat tinggal, tetapi bermakna sebagai sosio cultural yang merangkum pelbagai dimensi hidup manusia, sebagai mahluk sosio religious yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan social dan kepercayaan masyarakat yang bersangkutan. Dalam kehidupan masyarakat arsitektur rumah adat memiliki fungsi dan peran ganda selain berfungsi sebagai tempat pertemuan untuk bermusyawarah, sebagai tempat untuk berkomunikasi dengan wujud tertinggi yang bersifat misteri dan tidak dapat dijangkau oleh manusia. Rumah adat dibangun berdasarkan norma-norma tertentu yang dilandasi oleh kondisi lingkungan, pengetahuan, kepercayaan dan tradisi. Penelitian arsitektur rumah adat Lipokirck meliputi struktur, teknik pembangunan, persiapan serta pelaksanaan upacara yang menyertainya."
902 JPSNT 21(1-2) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Manalu, Dame
"Sebagai salah satu negara dengan jumlah gunung api aktif terbanyak di dunia Indonesia berisiko tinggi pada ancaman letusan vulkanik Berdasarkan penelitian hampir 60 dari total populasi hidup di 16 kawasan gunung api aktif di berbagai wilayah kepulauan di Indonesia Masyarakat yang tinggal di wilayah gunung api dan masih mempraktekkan cara hidup tradisional dianggap memiliki risiko tinggi karena praktik tradisional dapat mempengaruhi resiliensi mereka untuk menghadapi ancaman bencana Studi ini bertujuan untuk mengkaji faktor ekologi sosial yang berkontribusi terhadap usaha resiliensi masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana Gunung Api Rokatenda Palue untuk menuju kemampanan Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif kualitatif Teori sistem ekologi sosial dalam perspektif resiliensi menjelaskan kompleksitas hubungan yang dinamis antara manusia dan lingkungan terutama pada masyarakat adat yang hidupnya bergantung pada sumber daya alam Teori ini digunakan dalam mengidentifikasi kerentanan dan mengkaji aspek ekologi sosial yang mendukung dan menghambat resiliensi masyarakat adat di Dusun Koa yang tinggal di kawasan rawan bencana Gunung Rokatenda di Kabupaten Sikka NTT Studi ini menunjukkan bahwa aspek ekologi sosial yang terdapat pada masyarakat adat sangat berpengaruh pada kerentanan dan kapasitas dalam menghadapi potensi ancaman letusan gunung api.

As one of the countries with the largest number of active volcanoes in the world Indonesia is at high risk of the threat of volcanic eruption Based on previous studies it was stated that nearly 60 of the total population living in 16 areas of active volcano in various islands of Indonesia People who live in the area of the volcano and still practice the traditional way of life considered as high risk community because it may affect their resilience to face the threat of disaster This study aims to analyze social ecological factors that contribute to resilience efforts toward sustainability of the community living in disaster prone area of Rokatenda Volcano in Palu 39 e Island This study applied a qualitative approach with qualitative descriptive method Social ecological systems theory in the perspective of resilience explains the complexity of the dynamic relationship between man and the environment especially in the indigenous communities whose life depend on natural resources The theory is applied in identifying the risks and analyzing social ecological aspects as supporting and hindering factors for community resilience in indigenous people of Koa who live in the disaster prone area of Mount Rokatenda This study showed that social ecological aspects existing in an indigenous community was highly influence the vulnerability and capacity of the community to face a potential threat of volcanic hazard."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Edrida
"ABSTRAK
Penelitian ini mengeksplorasi tentang pengembangan ekonomi kreatif berbasis pemberdayaan masyarakat pengrajin tenun komunitas Kaine rsquo;e. Di samping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui fungsi kelembagaan Komunitas Kaine rsquo;e dalam mengembangkan hasil kerajinan tenun ikat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan dengan upaya pengembangan ekonomi kreatif berbasis pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan dan program dengan melibatkan kolaborasi Quadruple Helix yakni sinergi empat aktor yakni pemerintah, swasta, akademisi dan komunitas. Metode Penelitian yang dilakukan melalui wawancara mendalam, pengamatan dan dokumentasi. Tempat penelitian berada di Desa Teun Bain, Kabupaten Kupang.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengrajin tenun komunitas Kaine rsquo;e mendapatkan dukungannya berupa pelatihan dan pembinaan dari Pemerintah daerah yaitu melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan, YSKK, Pelatihan dan Pembinaan serta keikutsertaan dalam pameran, pengusulan hak paten, dan peningkatan kecintaan masyarakat terhadap hasil kerajinan di daerahnya. Hambatan yang dihadapi pengrajin tenun adalah keterbatasan bahan baku, permodalan dan pemasaran. Hubungan kerjasama Komunitas Kaine rsquo;e dengan YSKK melalui bantuan pemasaran tenun dan manajemen organisasi, sedangkan hubungan komunitas Kaine rsquo;e dengan academia yaitu dengan mendapatkan pengetahuan tentang kualitas tenun, sedangkan dengan komunitas tenun lainnya yakni tergabung dalam gerakan MAMPU Majukan Perempuan Miskin . Selanjutnya peserta pelatihan juga telah memperoleh alternatif sumber pendapatan baru dari produk yang dihasilkan dalam pelatihan jika dilihat dari segi potensi pendapatan potential income.

ABSTRACT
This research explores the development of creative economy based on community empowerment. Besides, this study also aims at determineing the social networking community of Kaine 39 e in developing handicraft weaving. This study uses qualitative data conducted by the efforts of creative economic development based on community empowerment through training and collaborative program involving the Quadruple Helix synergy of four actors namely the government, private sector, academia and the community. This research uses in depth interviews, observation and documentation. The location of research is in the village of Teun Baun, Kupang. The results shows that the weaving community Kaine 39 e get the support in the form of training and development from local government through the Department of Trade and Industry, YSKK, Training and Development as well as the participation in the exhibition, proposing patents, and increased love of society for handicrafts in the region. Barriers faced weaving is that it has limited raw materials, capital and marketing. Community cooperation relationship with YSKK Kaine rsquo e weaving through marketing assistance and organizational management, community relations while Kaine rsquo e with academia is to gain knowledge about the quality of weaving, whereas the other weaving communities that are members of the movement ABLE Advance Poor Women . Furthermore, trainees also have obtained alternative sources of new revenue from products produced in training when viewed in terms of revenue potential potential income ."
2017
T46848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahmud
"Krisis moneter yang menimpa bangsa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 hingga akhir tahun 2000 ini, belum ada tanda-tanda akan berakhir, bahkan telah berubah menjadi krisis multidimensi. Krisis tersebut, selain berdampak pada perubahan tatanan dalam segala aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, juga telah mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah angka kemiskinan. Sebelum terjadinya krisis atau tepatnya akhir tahun 1996, jumlah penduduk miskin tercatat 21.854.800 jiwa (11 %) dan total pend uduk Indonesia (BPS, 1997,25-26). Namun dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan hasil Susenas BPS, sampal Juni 1998, jumlah penduduk yang berkategori miskin meningkat cukup tajam yakni mencapai 79,40 juta jiwa. Ini berarti, dalam kurun waktu kurang dan dua tahun, pertambahan angka penduduk miskin mencapai 363,30 %.
Tetapi yang Iebih menarik diperhatikan untuk dikaji dan diteliti dan peningkatan jumlah angka kemiskinan tersebut, adalah realitas dan dimensi masalahnya. Kemiskinan ternyata tidak hanya dialami dan didominasi oleh penduciuk yang berlatar belakang pendidikan rendah, tidak memiliki ketrampilan dan keahlian, tidak mempunyaí pekerjaan tetap, malas, bodoh dan hal-hal lain yang telah didirikan dan diidentikkan dengan keberadaan orang-orang miskin, sebagaimana anggapan yang berlaku selama ini.Tetapi juga bisa menimpa dan menghimpit masyarakat yang memiliki ketrampilan an keahlian di bidang tertentu serta memiliki tingkat ketekunan dan keuletan yang tinggi dalam bekerja.
Diantara masyarakat yang memiliki ketrampilan dan keahlian serta keuletan dan ketekunan dalam bekerja itu, namun masih dihimpit oleh masalah kemiskinan adalah masyarakat Desa Banyumulek Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB, dimana sebagian besar penduduknya bermata pencahaniar' sebagai pengrajin gerabah. Salah satu indikator bahwa pekenjaafl mereka didasarkan atas ketrampilan dan keahlian yang disertai dengan keuletan dan ketekunan dalam bekerja, aclalah gerabah-gerabah yang dihasilkan oleh pengrajin telah menembus pasar mancanegara dan suclah rnendapatkan pengakuan standar mutu internasional, dengan diterìmanya Iso 9002 pada awal tahun 2000 ini. SelaIn itu, gerabah juga merupakan salah satu komoditas eksport dan Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan nilai devisa yang dihasilkan menempati urutan ketiga setelah komoditas mutiara dan batu apung. Hanya saja, ketrampilan dan keahlian yang dimiliki pengrajin tersebut belum dapat mengangkat dan mengeluarkan mereka dan situasi cian himpitan kemiskinan yang dialaminya.
Berbagai upaya dan program telah diluncurkan, balk oleh pemenintah maupun swasta untuk memberdayakan pengrajin. Misalnya melalui program IDT, Diktat, pemagangan dan bantuan modal usaha, namun belum menghasilkan manfaat yang optimal bagi peningkatan kesejahteraan hidup pengrajin. Ironisnya lagi, program-progam yang diluncurkan tersebut, manfaatnya Iebih banyak dirasakan oleh pengusaha gerabah atau pemifik modal (‘bos', istitah setempat) yang memodali pengrajin dalam berusaha.
Penelitian ini menemukan bahwa salah satu hal mendasar yang menyebabkan pengrajin tidak bisa keluar dan lilitan kemiskinan adalah terbatasnya kemampuan mereka dalam mengakses pasar secara Iangsung, baik pada tingkat pasar domestik maupun pacla pasar globaL Keterbatasan ¡ni, setain dipicu oleh SDM pengrajin yang masih Iemah dalam membangun relasi dengan dunia di luar lingkungannya, juga karena ketiadaan modal (finansial) yang menunjang dan mendukung upaya dimaksud. Kelemahan pengrajin ini dimanfaatkan secara optimal oleh pengusaha gerabah untuk mencari keuntungan yang sebesar besarnya. Termasuk dalam menetapkan harga secara sepihak. Dengan demikian, pengrajin tidak memiliki 'bargaining position' yang signifikan atas pelaku pasar gerabah.
Berdasarkan temuan tersebut, dipandang perlu bagi semua pihak terutama pemerintah dan lembaga-lembaga pemberdaya lainnya termasuk LSM dan pengusaha gerabah untuk memperkuat komilmennya dalam upaya mengentaskan kemiskinan pengrajin. Dengan adanya komitmen yang kuat, diharapkan tercipta komunikasi dan kerjasama serta koordinasi yang sinergis dan produktif dalam rangka pembinaannya, dengan tetap memperhatikan dimensi pemberdayaan, guna menunjang upaya pengentasan kemiskinan pengrajin secara komprehensif dan berkesinambungan. Selain ¡tu, perlu juga dipikirkan untuk mendirikan pusat informasi pasar gerabah yang bisa langsung diakses oleh pengrajin. Penelitian yang diabstraksikan di atas bersifat deskriptif kualitatit, sehingga dalam pelaksanaannya tidak menguji suatu teori atau pun hipotesis tertentu. Melainkan hanya mempelajari dan mencani sebab sebab kemiskinan pengrajin, disamping menjawab pertanyaan mengapa program pemberdayaan yang diluncurkan belum melepaskan mereka dan kemiskinan. Karena ¡tu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raymond Bona Tua
"Paradigma pembangunan sekadar berbasis materialistis dan hanya berfokus pada capaian pertumbuhan ekonomi telah meminggirkan manusia sebagai subjek khususnya perempuan. Pembangunan infrastruktur energi dan kelistrikan yang buta gender bukan memberikan manfaat kepada perempuan melainkan menghasilkan tekanan tambahan. Penelitian ini bertujuan mengungkap implikasi pembangunan fasilitas listrik berbasis komunitas terhadap kapabilitas perempuan di kampung adat, utamanya persoalan akses dan partisipasi dalam pembangunan, pemaknaan perubahan dari listrik dan pembentukan kapabilitas perempuan. Penelitian ini menggunakan teori kapabilitas yang disandingkan dengan teori interseksionalitas dan pemikiran feminisme postkolonial untuk menganalisis temuan-temuan empirik. Metodologi penelitian kualitatif dilakukan melalui analisis data sekunder, observasi, dan wawancara mendalam terhadap lima perempuan subjek utama serta dua orang subjek pendukung. Lokasi penelitian dilakukan di kampung adat Ubu Oleta, desa Weetana, kecamatan Laboya Barat, Sumba, Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini menemukan bahwa akses dan prasarana masih buruk dan minim partisipasi perempuan dalam proses pembangunan. Perempuan di kampung adat masih belum dapat memanfaatkan kehadiran listrik secara optimal. Aturan adat berupa belis merupakan hambatan dalam pertisipasi, akses, dan pemanfaatan listrik bagi perempuan. Perempuan di kampung adat selain mengalami diskriminasi akibat aturan adat, sebagai individu dengan beragam identitas, juga mengalami tekanan secara interseksionalitas struktural, politik, dan representasional. Temuan yang juga penting adalah perempuan tetap mampu mengaktifkan faktor-faktor konversi lingkungan, sosial, dan personal dalam mencapai fungsi kapabilitas mereka sebagai perwujudan penggunaan listrik. Kendala struktural aturan adat dan belis menjadi hambatan utama dalam mencapai fungsi kapabilitas mereka, karena berbagai diskriminasi yang muncul dari praktik adat tersebut, menyebabkan beban ekonomi yang menjurus ke pemiskinan terstruktur. Rekomendasi utama adalah mengupayakan revitalisasi aturan adat terkait belis dan meningkatkan peran partisipasi perempuan yang hakiki dalam proses pembangunan energi.

The development paradigm that based on materialism is only focuses on achieving economic growth, which has tendency to marginalize people especially women. Gender- blind development of energy and electricity infrastructure does not provide benefits to women but creates additional pressure. This study aims to reveal the implications of the development of community-based electricity facilities on women's capabilities in traditional villages, especially the issues of access and participation in development, the significant of changes from electricity and the development of women's capabilities. This study utilize capability theory alongside intersectionality theory and postcolonial feminist thinking to analyze empirical findings. The qualitative research methodology was carried out through secondary data analysis, observation, and in-depth interviews with five women as the main subjects and two informants as supporting subjects. The research location was carried out in the Kampung Adat Ubu Oleta, Desa Weetana, kecamatan Laboya Barat, kabupaten Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur. This research found that access and infrastructure were poor and women's participation in the development process was insignificant. Women in kampung adat are still unable to optimized utilization of electricity. The customary rule in the form of belis is an obstacle in the participation, access and utilization of electricity for women. In addition women are experiencing discrimination due to customary rules, women in kampung adat, as individuals with various identities, also experience pressure from structural, political and representational intersectionality. An important finding is that women are still able to activate environmental, social and personal conversion factors in achieving their capability function as a result utilization of electricity. Structural constraints on customary rules and belis are the main obstacles in achieving their capability function, because various discriminations that arise from these customary practices cause an economic burden that leads to structured impoverishment. The main recommendations are seeking to revitalize customary rules regarding belis and increase the role of women's participation in the energy development process."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairun Nisya
"=Terdapat beberapa model lokalisasi norma yang dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana norma global dapat diaplikasikan ke sub nasional. Dari berbagai model tersebut, terdapat beberapa komponen yang membedakan satu dengan lainnya. Makalah ini bertujuan untuk melakukan konseptualisasi sebuah model lokalisasi norma yang menjelaskan penerimaan kelompok LGBTQ+ di Sikka, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. komunitas LGBTQ+ di Indonesia telah menerima penolakan dalam lingkungan social, politik, dan religious. Namun, di Sikka, kelompok LGBTQ+ dapat diterima oleh maysarakat yang religious.  Artikel ini menggunakan sebagai komparasi dasar untuk membentuk sebuah model lokalisasi norma yang bersesuaian dengan keadaan Sikka. Penelitian ini mengidentifikasi bahwa kepribadian dasar masyarakat merupakan kunci terpenting dalam membentuk keadaan ideal untuk menerima norma global dan penerimaan keluarga perlu diperhitungkan untuk mengukur cangkupan penerimaan norma global. Penulis juga menganalisis bahwa norma global yang dibentuk oleh pengalaman barat tidak bersesuaian dengan kebutuhan penerimaan komunitas LGBTQ+ di Sikka.

There are various models of norm localisation that can explain a process in which a global norm is being applied to a local setting. There are several different elements in every model. This paper aims to conceptualise a norm localisation model that is applied to the case of LGBTQ+ acceptance in Sikka, East Nusa Tenggara, Indonesia. LGBTQ+ community has been met with rejection in social, political, and religious communities in Indonesia. However, the case in Sikka shows that LGBTQ+ can be accepted by the people of a religious town in Indonesia. This research used norm vernacularisation and norm localisation models as a basic comparison to the conceptualised model of Sikka. This study identified that the basic personality of the people is the most important key in creating an accepting environment for a global norm and family acceptance needs to be put into account to measure the depth of the acceptance of a global norm. It is also analysed that a global norm that is shaped by the Western experience does not serve the needs of acceptance of LGBTQ+ community in Sikka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Baiq Tiara Putri Melenia
"Evaluasi ini bertujuan untuk melihat proses pengelolaan program desa wisata oleh BP Dewi Tetebatu. Tujuan lainnya yaitu untuk mengetahui keberhasilan desa wisata berdasarkan aspek partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini karena keterlibatan masyarakat dalam proses pengembangannya penting untuk memicu desa wisata yang partisipatif. Studi sebelumnya terkait evaluasi desa wisata fokus pada hasilnya saja, sehingga penting untuk mengevaluasi proses pengelolaan programnya. Maka, evaluasi ini akan berfokus pada evaluasi proses pengelolaan desa wisata oleh BP Dewi. Studi ini menggunakan metode means-ends structures untuk mengetahui kesesuaian program dengan tujuan awalnya. Metode ini tepat digunakan karena mampu membantu peneliti melihat proses input hingga impact suatu program. Hasil evaluasi berdasarkan metode ini menunjukkan bahwa proses pengelolaan desa wisata oleh BP Dewi di Tetebatu sudah berjalan baik. Melalui program SMI dan BAS, BP Dewi berhasil membuat masyarakat mampu mengelola dan mempromosikan destinasi wisatanya. Terkait tata kelola, masyarakat sudah mampu memberikan hospitality sesuai standar kepada pengunjung. Kemudian, pelaku wisata sudah mampu mempromosikan usahanya secara mandiri maupun kolaborasi dengan agen perjalanan wisata. Hasil ini tercapai karena partisipasi aktif masyarakat dalam setiap proses pengelolaan desa wisata.

This evaluation aims to see the process of managing the tourism village program by BP Dewi Tetebatu. Another goal is to determine the success of the tourism village based on aspects of community participation and empowerment. This is because community involvement in the development process is important to trigger a participatory tourism village. Previous studies related to the evaluation of tourism villages focus on the results only, so it is important to evaluate the program management process. Thus, this evaluation will focus on evaluating the process of tourism village management by BP Dewi. This study uses the means-ends structures method to determine the suitability of the program with its initial objectives. This method is appropriate to use because it is able to help researchers see the input process to the impact of a program. The results of the evaluation based on this method show that the process of tourism village management by BP Dewi in Tetebatu has been running well. Through the SMI and BAS programs, BP Dewi succeeded in making the community able to manage and promote their tourist destinations. Regarding governance, the community has been able to provide hospitality according to standards to visitors. Then, tourism actors have been able to promote their businesses independently and collaborate with travel agents. These results were achieved due to the active participation of the community in every process of managing the tourism village."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yoltuwu, Johozua M.
"Akibat krisis moneter dan ekonomi yang sedang terjadi di Indonesia maka jumlah rumah tangga miskin di kabupaten Belu mencapai 90% atau 39.914 KK dari 52.672 KK, sedangkan pertumbuhan ekonomi kabupaten Belu hanya mencapai -5,64%. Oleh karena itu, mengatasi persoalan kemiskinan bagi pemerintah kabupaten Belu merupakan masalah yang mengedepan untuk ditangani. Di sisi lain, kabupaten Belu mempunyai potensi dalam bidang pertanian atau agrobisnis khususnya usaha penanaman kacang tanah, kacang hijau dan bawang merah, namun nampaknya potensi ini belum dapat dikembangkan secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Lahirnya program PPK yang dirancang oleh pemerintah untuk diterapkan pada daerah-daerah miskin dengan cara pemberian bantuan modal usaha serta penyediaan sarana prasana penunjang kegiatan ekonomi melalui fasilitas pemerintahan kecamatan dianggap sebagai media belajar bagi masyarakat dan aparat ditingkat lokal. Untuk itu program seperti ini menjadi harapan baru bagi masyarakat kabupaten Belu untuk mengatasi kemiskinan penduduknya. Namun demikian, persoalannya adalah bagaimana program PPK yang mengandung unsur-unsur pemberdayaan tersebut diimplementasikan di kabupaten Belu dan bagaimana pula dampak program tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal ini perlu diketahui dengan maksud untuk memahami peran serta masyarakat (kelompok sasaran) dalam mensukseskan program yang berada dalam ruang lingkup kaordinasi kecamatan serta dimaksudkan pula sebagai evaluasi untuk mengefektifkan pelaksanaan program.
Tipe penelitian yang dipakai adalah diskriptif evaluatif, hal ini dipakai karena akan memaparkan efektifitas kegiatan program PPK Pendekatan penelitian yang digunakan logical framework yang dilihat dari segi input (masukan), output (hasil) effect (pengaruh langsung) dan impact (dampak) atau kenyataan yang sesungguhnya dihasilkan oieh kegiatan program diiapangan. Lokasi penelitian ini di kabupaten Belu Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan mengkonsentrasikan di kecamatan Lamaknen. Penelitian dilakukan dari bulan September sampai dengan Nopember 2000. Orang-orang yang diwawancarai ditelusuri dengan menggunakan teknik snowboll dan yang dijadikan informan adalah penerima program, tokoh masyarakat (tokoh informal) dan aparat pemerintah lokal (tokoh formal).
Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa kegiatan sosialisasi program dilaksanakan secara terbuka meialui lembaga-lembaga yang telah ada di masyarakat, serta lewat brosur dan papan informasi. Namun penerimaan terhadap informasi program kurang dapat diterima secara maksimal oleh kelompok sasaran, karena brosur-brosur program yang diberikan menggunakan bahasa Indonesia, sementara banyak diantara kelompok sasaran yang masih buta hurup dan tidak dapat berbahasa Indonesia. Informasi program PPK akhirnya menjadi terbatas dikalangan tertentu atau hanya diterima oleh mereka yang mempunyai pendidikan. Dalam perencanaan pelaksanaan, kelompok sasaran menentukan rencana program fisik dan non fisik. Dari segi sarana fisik yang direncanakan oleh kelompok sasaran adalah berupa pipanisasi air den irigasi serta pembuatan jalan, sedangkan dalam merencanaan kegiatan usaha ekonomi produktif adalah mengembangkan atau membudidayakan kacang tanah dan bawang merah. Pembangunan fisik ternyata lebih berhasil dari pada kegiatan usaha ekonomi produktif.
Usaha ekonomi produktif gagal karena harga kacang tanah dan bawang merah sangat murah atau harga jualnya tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan oleh penerima program. Dengan murahnya harga komoditi kacang tanah yang modal awalnya dari dana PPK maka penerima program tidak mampu mengembalikan pinjaman dana perguliran secara tepat waktu, sehingga yang semula dana/modal dapat bergulir kepada masyarakat lainnya menjadi tidak berputar secara cepat atau mengalami kemacetan. Pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh pelaksana program, pada akhirnya menjadi terfokus pada target pengembalian dana perguliran dari pada memfokuskan kepada kondisi keberdayaan masyarakat. Untuk itu, dalam program ekonomi produktif perlu dipertimbangkan pula keadaan penerimaan pasar dari produk yang dihasilkan oleh penerima program dan diperlukan pula kepastian harga dari pemerintah terhadap hasil produksi kelompok sasaran."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T10287
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>