Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 223318 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purba, Victor
"Undang-undang No. 5 Tahun 1999, yang baru diberlakukan disambut baik oleh kalangan dunia usaha. Hal ini dianggap baik karena di waktu yang lalu, seolah-olah kesempatan berusaha telah dimonopoli oleh kelompok tertentu. Namin demikian, hal itu tidak terlalu tepat. Untuk sebagian kecil mungkin terjadi, apalagi untuk usaha pemerintah (BUMN) telah melakukan monopoli. Ditinaju dari segi eknomi, monopoli dilakukan oleh 1 (satu) perusahaan dan sangat sulit perusahaan lain untuk masuk ke dalam pasar. Secara keseluruhan kalau dilihat keadaan pasar di Indonesia, tidak tepat telah terjadi monopoli, kecuali untuk kepentingan negara dan masyarakat. Mengenai monopoli ini, UU No. 5 tahun 1999 mengaturnya dalam pasal (17) dan disinyalir kurang mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum masyarakat. Uraian berikut dapat menjadi pertimbangan untuk perubahannya."
Hukum dan Pembangunan, 2001
HUPE-31-1-Mar2001-112
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fauzan Andika Azmi
"Skripsi ini membahas pengaturan mengenai industri komoditas pangan beras di Indonesia dikaitkan dengan dugaan praktek persaingan usaha tidak sehat, dugaan pelanggaran pasal 19 Huruf C Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa yang diduga dilakukan oleh PT Indo Beras Unggul ditinjau dari Teori Hukum Persaingan Usaha dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehatdan Bagaimana regulasi dan struktur pasar industri komoditas beras di Indonesia dibandingkan dengan negara Vietnam. Sulitnya pengawasan, keterbatasan dana subsidi pemerintah serta lambatnya peningkatan teknologi pertanian menyebabkan implementasi kebijakan produksi beras nasional belum berjalan secara efisien dan efektif. PT Indo Beras Unggul tidak terbukti melakukan pelanggaran Pasal 19 Huruf C Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. Karena dugaan pelanggaran Pasal 19 huruf C yang dilakukan oleh PT IBU tidak memenuhi tiga dari total 5 unsur pasal yang harus dipenuhi. Kebijakan-kebijakan perberasan Vietnam yang lebih berfokus kepada petani membuat kualitas dan kuantitas produk beras Vietnam menjadi tinggi dan layak dicontoh oleh Pemerintah Indonesia.

AbstractThis bachelor thesis discusses about the Allegation of Violation of Chapter 19 Letter DUU No. 5 Tahun 1999 about limiting sales ad or distribution by PT Indo Beras Unggul In Indonesian Rice Industryanalized by the antitrust theory and Undang Undang No. 5 Tahun 1999about the Prohibition of The Monopoly and Anti Competitive Practices. This study is normative juridicial research using primary and secondary data. The result of the research shows that the practice thas was done by PT Indo Beras Unggul is a common and provitable business strategy and theindication to alleged a presence of limiting sales and or distribution practice in rice commodity industry are based on the weak evidence of the many huller rsquo s loss that said was caused by the limiting sales and or distribution of other business entity by PT Indo Beras Unggul.in the end, this allegation is not substantial enough to be a basis of alleged a presence of limiting sales ad or distribution practices based on Chapter 19 Letter DUU No. 5 Tahun 1999.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Flaurencia Aninta
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan hukum persaingan usaha mengenai penetapan tarif angkutan kontainer dan posisi asosiasi usaha dalam hukum persaingan usaha. Hasil dari penelitian menemukan bahwa Organda dinyatakan sebagai pelaku usaha, sementara Organda tidak melakukan kegiatan ekonomi sehingga tidak memenuhi pasal 1 ayat (5) UU No.5 Tahun 1999. Selain itu, penelitian menemukan bahwa tarif angkutan kontainer di Pelabuhan,Belawan ditetapkan berdasarkan negosiasi antara perusahaan pengguna jasa dan penyedia jasa. Perjanjian penetapan harga dijadikan sebagai batas atas saat negosiasi. Hal ini melanggar pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

The purpose of this thesis is about establishment tariff container and position trade association, in the point of view in Indonesia’s antitrust regulation. The result from this analysis found that Organda is defined as business man, although Organda doesn’t do economic activity, so it doesn’t violate Article 1 point 5 Law No.5 Year 1999. Another result found that tariff transportation of container in Belawan Port is established based by negotiation between service user and service provider. Price fixing agreement is used as tariff maximum in negotiation. The price fixing agreement must be violating Article 5, Law No.5 Year 1999 about Anti-monopoly and Prohibition of Unfair Competition.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58588
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Wiranti
"Monopoli merupakan suatu hal yang tidak melanggar hukum karena dapat terbentuk dari efisiensi pelaku usaha dalam menjalankan proses produksinya. Namun penyalahgunaan Posisi Monopoli atau yang disebut sebagai Praktik Monopoli dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, sebaliknya merupakan suatu hal dilarang secara tegas melalui Pasal 17. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan Posisi Monopoli tidak hanya berdampak langsung kepada konsumen, melainkan juga berdampak negatif kepada kesejahteraan pasar secara keseluruhan. Tesis ini membahas interpretasi eksploitasi konsumen dalam substansi Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menurut perspektif Hukum Persaingan Usaha. Tesis ini juga membahas mengenai interpretasi eksploitasi konsumen tersebut dalam Putusan KPPU tentang Praktik Monopoli, yaitu pada Putusan Nomor 07/KPPU-L/2007 tentang Dugaan Pelanggaran oleh Kelompok Usaha Temasek, Putusan Nomor 11/KPPU-L/2008 tentang Pengelolaan Air Bersih di Pulau Batam, dan Putusan Nomor 20/KPPU-I/2009 tentang Jasa Pelayanan Taksi di Bandara Internasional Juanda Surabaya. Penelitian Tesis ini menggunakan metode deskriptif-analisis. Dimana hasil penelitian menyimpulkan bahwa penilaian eksploitasi konsumen dalam substansi Pasal 17 menurut perspektif Hukum Persaingan Usaha dapat dilakukan melalui penilaian terhadap 2 (dua) unsur, yaitu; eksploitasi konsumen dengan membatasi pilihan konsumen atas barang dan jasa melalui Hambatan Masuk (Barriers to Entry) dan eksploitasi konsumen melalui penetapan harga jual yang tinggi. Sementara interpretasi eksploitasi konsumen dalam Putusan KPPU tentang Praktik Monopoli juga menerapkan penilaian terhadap 2 (dua) unsur tersebut, yaitu pada Putusan Nomor 07/KPPU-L/2007 tentang Dugaan Pelanggaran oleh Kelompok Usaha Temasek, Putusan Nomor 11/KPPU-L/2008 tentang Pengelolaan Air Bersih di Pulau Batam, dan Putusan Nomor 20/KPPU-I/2009 tentang Jasa Pelayanan Taksi di Bandara Internasional Juanda Surabaya.

Monopoly was not seen as a law violation, because it could be formed from the efficiency in production process. Meanwhile, the abuse of Monopoly Position or what we know as Monopoly Practices in the Law Number 5 Year 1999 is harmful and legally restricted through Article 17. The negative effects of Monopoly Practices will impact directly to consumer and overall market poverty. This study discussed about the interpretation of consumer exploitation in Article 17 Law Number 5 Year 1999 under Competition Law?s Perspective and about the interpretation of consumer exploitation in KPPU?s Decision on Monopoly Practice, which are the Decision Number 07/KPPU-L/2007 about Violation Allegation by Temasek, Decision Number 11/KPPU-L/2008 about Clean Waters Management in Batam, Decision Number 20/KPPU-I/2009 about Taxi Service in Juanda International Airport, Surabaya. All of those, studied by using the descriptive-analysis method. The result of this study concluded that the assessment of consumer exploitation in the substance of Article 17 under the Competition Law?s Perspective, could be evaluated through 2 (two) conducts, which are; consumer exploitation by limiting their choice of goods and services through the creation of Barriers to Entry, and consumer exploitation by excessive pricing. Meanwhile, the interpretation of consumer exploitation in KPPU?s Decision on Monopoly Practice also assessed those 2 (two) conducts in the Decision Number 07/KPPU-L/2007 about Violation Allegation by Temasek, Decision Number 11/KPPU-L/2008 about Clean Waters Management in Batam, Decision Number 20/KPPU-I/2009 about Taxi Service in Juanda International Airport, Surabaya.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42200
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nangoy, Sandra
"Penerapan ketentuan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (?UU Arbitrase?) telah menimbulkan kontroversi akibat ketentuan tersebut tidak konsisten dan tidak ada aturan yang tegas. Penelitian ini bermaksud untuk mencari korelasi yang tepat terhadap penerapan Pasal 70 dihubungkan dengan penjelasan pasal itu sendiri dan penjelasan pada bagian umum UU Arbitrase sehingga dapat menjamin tercapainya kepastian hukum keadilan bagi para pihak bersengketa. Permasalahan mendasar adalah apakah alasan untuk mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase bersifat limitatif atau non-limitatif, dan bagaimana pembuktian alasan-alasan tersebut apakah diperlukan keputusan Pengadilan terlebih dahulu atau tidak. Bagaimana sikap Mahkamah Agung terhadap pembatalan putusan arbitrase ini, apakah telah memenuhi asas kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif. Penulis menemukan bahwa ternyata ketentuan Pasal 70 dan putusan Mahkamah Agung tentang permohonan pembatalan putusan arbitrase ini sangat beragam dan tidak konsisten sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan keadilan. Dilain pihak, aturan tentang upaya hukum untuk pembatalan putusan arbitrase juga tidak bisa dihapuskan sama sekali karena bisa terjadi putusan arbitrase diambil dalam keadaan yang salah sehingga dapat menimbulkan ketidakadilan apabila putusan tersebut tetap dipertahankan. Oleh karenanya perlu dilakukan perbaikan atas aturan arbitrase yang mengatur tentang upaya hukum pembatalan putusan sehingga dapat tercapainya kepastian hukum dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.

The application of the provisions of Article 70 of Law No. 30 Year 1999 Regarding Arbitration and Alternative Dispute Resolution (?Arbitration Act?) has caused controvercy due to such article are inconsistent and there is no strict rule. This research intends to find out the correlation of the application of Article 70 associated with its elucidation and the general description of the Arbitration Act, to ensure the achievement of legal certainty and justice for disputing parties. The fundamental issues in respect of the annulment of arbitral award is whether the reasons of annulment is qualified limitative or non-limitative and whether is required prior final court decision or not. What is the opinion of the Supreme Court on such annulment of the arbitral award which has fulfilled the principle of legal certainty and justice for disputing parties. This research was conducted with juridical normative research methods. Authors found that the Article 70 and Supreme Court?s decision regarding the annulment of the arbitral award has caused legal uncertainty and injustice due to being indistinct and inconsistent. On the other hand, the rule of law remedy for the annulment of the arbitral award could not be eliminated completely because there are still any conditions where the arbitral award was taken in the wrong circumstances that can lead to uncertainty and injustice when the award is retained. Therefore, it is necessary to improve the arbitration rules which regulates legal remedy of application of the annulment of the award to ensure the legal certainty and justice in society.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Yoesani
"Electronic auction has been exercised by PTI Garuda indonesia in various cases and specially in procurement on advertising agency services. The author opinion here is that the auction 's approach which has been conducted by the company had resulted also budget's efficiency beside another fair steps. The steps are initiated by online registration and many provisionals requested before. Afterward the auction itself ran in bidding toward procurement of good and service justly. transparently and efficiently with also comply under the Law number 5 year 1999 particularly to article 3 the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
HUPE-36-1-(Jan-Mar)2006-107
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Saritua, Goklas
"UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan dasar hukum dalam penanganan perkara pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha di Indonesia yang telah mulai berlaku efektif sejak tanggeal 5 Maret tahun 2000. UU tersebut dimaksudkan untuk menegakan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha dan konsumen dalam kaitannya dengan kepentingan persaingan usaha itu sendiri sehingga memberikan jaminan kepastian hokum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UU No. 5 Tahun 1999 dapat dilihat bahwa UU tersebut tidak hanya mengatur mengenai hukum materil saja, tetapi juga mengatur mengenai hukum acara atau hukum formil yang berlaku dalam penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia. Adanya pengaturan hukum materil dan hukum formil dalam satu UU tersebut terjadi karma dalam ketentuan yang khusus itu terdapat hal-hal barn yang tidak diatur dalam ketentuan sebelumnya, yaitu misalnya seperti mengenai hukum acaranya yang berkaitan dengan substansi maupun kelembagaannya. Beberapa ketentuan baru yang berkaitan dengan hukum acara yang ada dalam UU No. 5 Tahun 1999 tersebut antara lain adalah mengenai batas waktu penyelesaian perkara, peranan KPPU sebagai penyelidik, dan adanya upaya hukum keberatan atas putusan KPPU.
Dalam praktiknya temyata penegakan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menghadapi suatu tantangan yang berkaitan dengan ketentuan beracara yang ada selama ini yang diakibatkan oleh adanya perbedaan penafsiran dan pemahaman terhadap ketentuan-ketentuan yang kurang jelas dalam UU No. 5 Tabun 1999 diantara pihak-pihak yang berkaitan dengan penegakan UU tersebut, yaitu misalnya antara KPPU, kepolisian, hakim dan pengacara. Sebagai suatu UU yang masih relatif baru, UU No. 5 Tabun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih belum teruji benar pelaksanaannya karena sampai saat ,ini belum mempunyai test case yang sempurna sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 5 Tabun 1999 itu sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut, kasus Tender Penjualan Saham PT. IMSI merupakan ujian awal, karma dalam kasus tersebut telah dilakukan keberatan atas putusan KPPU ke tiga PN yang berbeda dan juga telah dilakukan kasasi atas putusan ketiga PN tersebut ke MA. Dalam kasus tersebut terdapat perbedaan penafsiran dan pemahaman antara KPPU dengan PN dan perbedaan penafsiran dan pemahaman diantara PN itu sendiri. Perbedaan pemahaman antara KPPU dengan PN adalah yang berkaitan dengan kewenangan atau kompetensi dari KPPU dalam memeriksa dan memutus kasus tersebut, sedangkan perbedaan penafsiran atau pemahaman diantara PN itu sendiri adalah yang berkaitan dengan pemahaman terhadap proses pemeriksaan dalam keberatan serta pengertian dari keberatan itu sendiri.
Adanya perbedaan penafsiran terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU No. 5 Tahun 1999 dalam kaitannya dengan hukum acara tersebut pada akhirnya akan menyebabkan UU tersebut tidak efektif dan tidak memberikan jaminan kepastian hukum. Oleh karena itu untuk jangka panjang UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat hams direvisi atau diamandernen, terutama yang berkaitan dengan hokum acaranya, sehingga UU tersebut dapat berlaku efektif dalam penegakan hokum persaingan usaha di Indonesia. Sedangkan untuk jangka pendek MA dapat mengeluarkan suatu Peraturan (PERMA) atau Surat Edaran (SEMA) yang mengatur mengenai penegakan UU No. 5 Tahun 1999. Selain itu dalam hal ini jugs diperlukan kesamaan persepsi atau pemahaman diantara pihak-pihak yang berwenang dalam penegakan UU No. 5 Tahun 1999 sesuai dengan ketentuan yang ada dalam UU tersebut, yaitu KPPU, Kepolisian, Kejaksaan dan PN, dalam penyelesaian perkara persaingan usaha tidak sehat sehingga dapat menghindari dualisme penyidikan atau pemeriksaan yang hasilnya dapat saling bertentangan satu sama lain."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T16395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khristine Agustina
"ABSTRACT
Sejak disahkan, masih banyak ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang diabaikan oleh pelaku usaha. Salah satunya adalah pencantuman klausula baku dalam karcis parkir. Apabila terjadi kehilangan kendaraan yang diparkir, selama ini konsumen menjadi pihak yang selalu dirugikan, karena pelaku usaha penyedia jasa layanan parkir menolak untuk memberikan ganti rugi dengan alasan bahwa hal tersebut merupakan tanggung jawab konsumen sebagaimana klausula yang tercantum dalam karcis parkir. Untuk itulah dilakukan penelitian mengenai perlindungan bagi konsumen pengguna jasa layanan parkir terhadap pengunaan klausula baku dalam karcis parkir berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) di wilayah kota Jakarta untuk menjawab beberapa permasalahan yaitu, bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen pengguna jasa layanan parkir terhadap penggunaan klausula baku dalam karcis parkir berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 di Jakarta, jasa layanan parkir yang ada saat ini termasuk dalam perjanjian sewa menyewa atau penitipan, dan apakah Perda No.5 Tahun 1999 tentang Perparkiran bertentangan dengan UUPK. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan dengan alat wawancara dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa konsumen pengguna jasa layanan parkir kendaraan bermotor seringkali merasa dirugikan dengan penggunaan klausula baku dalam karcir parkir, karena jika terjadi kehilangan kendaraan yang diparkir, konsumen akan menemui kesulitan untuk menuntut ganti rugi, karena pelaku usaha selalu berdalih bahwa kehilangan kendaraan yang diparkir adalah tanggung jawab konsumen sendiri, sesuai ketentuan dalam karcis parkir, sehingga di sini tidak ada perlindungan hukum bagi konsumen pengguna jasa layanan parkir. Hubungan hukum yang terjadi dalam jasa layanan parkir adalah perjanjian sewa menyewa, karena didalam sewa menyewa terdapat proses pembayaran yang dilakukan oleh konsumen kepada pelaku usaha atas jasa sewa lahan parkir tersebut. Perda DKI Jakarta saat ini masih bertentangan dengan UUPK, dalam hal mengesahkan klausula baku. Kondisi ini perlu dibenahi misalnya dengan mencantumkan hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha dalam karcis parkir, disamping perlunya secara selektif dan efisien dilakukan sosialisasi UUPK di kalangan masyarakat konsumen dan pelaku usaha.

ABSTRACT
Act No. 8/1999 on Consumer Protection (ACP) still contains some provisions disregarded by business people since it was legalized in 1999. One of the disobedient actions is the standard clause inclusion on the parking ticket. So far, if the vehicle parked is missing, consumer becomes the disadvantaged party, because the parking service provider refuses to disburse compensation by the reason that the consumer is also responsible for the safety of his or her vehicle, according to the clause attached on the parking ticket. Considering the background, a research on legal protection for the parking service users against the use of standard clause added on the parking ticket according to the Act No. 8/1999 on Consumer Protection (ACP) in Jakarta City was carried out, to response few questions, how legal protection for the parking service users against standard clause added on the parking ticket according to Act No.8/1999 in Jakarta, the parking service in Jakarta is included in leasing contract or deposited contract, and does jurisdiction laws of Jakarta No.5/ 1999 contradictory with consumer protection. Data in use are primary and secondary data. Primary data are obtained from field research using interview and questionnaire instrument, while secondary data are taken through literature study. The result of the research indicates that consumer as the user of the parking service sometimes to feel a loss with the uses of the standard clause added on the parking ticket, because if the vehicle parked is missing, the consumer will have difficulty to disburse compensation, because the parking service provider always prevaricate that the loss of parked vehicle is become the consumer?s responsibility itself, according to the clause attached on the parking ticket, so there is no legal protection for the consumer as the user of the parking service. The parking service in Jakarta is included in leasing contract, because there is a payment process which done by consumer to the parking service provider. Jurisdiction laws of Jakarta at this time still contradictory with the consumer protection that which in ratification on standard clause. This condition needs to be fixed, such as with inserting the consumer and the parking service provider?s rights and compulsory, beside that it is necessary to socialization the Act Consumer Protection (ACP) in consumer and provider?s society with selective and efficient.
"
2010
T26649
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>