Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8714 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ari Wahyudi Hertanto
"This article does trying to give more horizon regarding two mainstreams on ultra virus doctrine's. The conservative propositions is said on (he rigid nature of the doctrine whilst the another has thought on the fllexibility toward the principle. Those flexibility is embarks from their existence which absolutely needs within any modification thats still available. Bur then how far through modification can be done will invite also the relevance factor's itself. In case of any misconduct done (ultra vires) by flee company management (direction boards member's). so it shall punish them under unlimited responsibiliyy and can be personally alleged. The general principle considered is that the company management boards ought to comply and run law and regulations, company by laws. share holders meeting within also norms inside of fiduciary duties doctrine's"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
HUPE-37-1-(Jan-Mar)2007-22
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yandri Sudarso
"Doktrin Ultra Vires adalah suatu doktrin yang menganggap btsal demi hukum (null and void) atas setiap tindakan perseroan yang melebihi batas kewenangan yang diberikan sebagaimana yang disebutkan dalam maksud dan tujuan perseroan pada Anggaran Dasar Perseroan. Doktrin Ultra Vires ini berasal dari konsep hukum Common Law (Inggris). Dalam perkembangannya doktrin Ultra Vires ini semakin ditafsirkan secara lebih releks, tidak bersifat kaki sebagairnana pada awalnya. Hal ini terlihat dari beberapa aspek yaitu: Ultra Vires dalam hubungan dengan anggaran dasar perseroan, Ultra Vires dalam hubungannya dengan peraturan perundang-undangan, Kasus-kasus Ultra Vires yang masih kontroversi saat ini. Bila kita lihat pasal 45 ayat 2 Kitab Undang Undang Hukum Dagang, LN. 1938 Nomor 276 dan pasal 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU Nomor 1/1995, dapat disirnpulkan bahwa Indonesia juga mengadopsi Doktri Ultra Vires dalam perundangundangannya. Namun dalam hal ini, undang-undang tidak mengatur secara jelas akibat hukum bila terjadi perbuatan yang mengandung Ultra Vires tersebut.
Dalam keadaan demikian menurut Prof Dr. Remy Sahdeiny, hakimlah yang akan menentukan dan memutuskan apa akibat hukum dari perbuatan yang mengandung Ultra Vires. Bila dihubungkan dengan contoh kasus yang Penulis kemukakan dalam penelitian ini terlihat bahwa hakim menganggap dan berpendirian bahwa terhadap tindakan yang dilakukan oleh direksi perseroan yang melebihi ketentuan yang telah diatur dalam anggaran dasar perseroan dianggap batal dan tanggung jawabnya beralih menjadi tanggung jawab direksi perseroan secara pribadi. Perseroan adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham-saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksana lainnya. Terlihat banyak pihak yang berkepentingan dengan keberadaan badan hukum perseroan ini. Karena itu diperlukan ketentuan yang tegas untuk mengatur akibat hukum dari perbuatan yang mengandung Ultra Vires demi kepastian hukum. Mengingat sistim hukum Indonesia yang sangat terikat dengan ketentuan hukum yang tertulis maka sangat relevan kiranya bila pembuat undang-undang juga menambahkan ketentuan yang mengatur akibat hukum dari perbuatan yang mengandung Ulra Vires dalam perundang-undangan, khususnya dalam hukum perseroan Indonesia, demi kepastian hukum dalam berusaha."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.
T19385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ewin Eny Sundari
"Pasal 2 dan 12 UU PT menentukan bahwa maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan termuat dalam Anggaran Dasar. Pesatnya kegiatan usaha yang melibatkan PT melahirkan persaingan dan pelanggaran terhadap ketentuan hukum. Akibatnya banyak perseroan yang bertindak di luar Anggaran Dasar (ultra vires). Hal tersebut memunculkan pertanyaan: Mengapa ultra vires ada dalam UV PT?; Mengapa ultra vires dilanggar?; Bagaimana konsekwensi pelanggarannya?; Bagaimana ultra vires dapat menjadi intra vires? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis.
Dalam sejarah perkembangan common law, korporasi dibentuk sebagai subjek hukum (legal entity) berdasarkan charter. Awalnya korporasi bukan subjek hukum yang bertujuan mencari keuntungan. Dalam melakukan kegiatan usahanya dibatasi oleh charter pendiriannya jika bertindak diluar apa yang telah ditentukan oleh charter tindakan tersebut disebut ultra vires. Atas tindakan tersebut hakim dapat membatalkan tindakan (null and void). Korporasi mempunvai empat atribut dasar, yaitu: separate existence; centralized management; transferability of ownership interest; dan limited liability. Di Indonesia, subjek hukum yang memiliki empat atribut dasar tersebut adalah Perseroan Terbatas, yang diatur berdasarkan Undang-Undang nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang tersebut menempatkan maksud dan tujuan perseroan dalam posisi yang sangat penting, yaitu untuk membatasi kegiatan usaha perseroan. Dalam perkembangannya, transaksi perdagangan baik yang dilakukan pemerintah, individu maupun yang dilakukan perseroan (terbatas) makin meningkat.
Transaksi menyediakan keuntungan sebagai daya tarik. Daya tarik ekonomis yang dijanjikan oleh keuntungan tersebut semakin lama menjadi acuan Direksi. Meskipun tidak mengatur ultra vires secara tegas, tetapi doktrin tersebut berlaku di Indonesia untuk: melindungi stake holder perseroan dan memberi batasan kepada Direksi. Perseroan melakukan ultra vires karena: Ketidaktegasan UU Perseroan Terbatas; Profit; dan Ketidakjelasan otoritas yang berwenang menyatakan ultra vires. Dalam praktek, ternyata ultra vires tidak serta merta menyebabkan null and void. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) hanya berwenang melakukan pengawasan terhadap Perseroan Terbatas Terbuka (Tbk). Tindakan ultra vires suatu perseroan dapat menjadi intra vires melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T15421
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alan Frederik
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S22658
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Vinny Sritanti
"Keadaan pailit tidak menyebabkan debitor pailit menjadi kehilangan kecakapannya bertindak karena kepailitan hanya mencakup dan berkenaan dengan harta kekayaan milik debitor pailit, demi hukum kewenangan untuk menguasai maupun mengurus harta kekayaan yang merupakan bagian dari harta pailit beralih kepada Kurator namun kepemilikan harta pailit tetap berada pada debitor pailit.
Pernyataan pailit perseroan tidak dengan sendirinya menyebabkan suatu perseroan bubar demi hukum. Perseroan tetap cakap bertindak yang dalam hal ini diwakili oleh Direksi, untuk itulah keberadaan Direksi sebagai organ perseroan tetap ada. Direksi perseroan tetap berwenang melakukan secara sah setiap perbuatan hukum baik yang berkenaan dengan hak maupun kewajibannya sejauh itu bukan merupakan perbuatan pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Kepailitan hanya berakibat bahwa Perseroan melalui organ-organnya tidak lagi secara sah dapat melakukan perbuatan hukum yang mengikat harta pailit Perseroan, karena kewenangan tersebut telah secara eksklusif ada pada Kurator.
Melihat keadaan di atas, maka tidak dapat dipungkiri adanya tumpang tindih dalam pengelolaan dan pengurusan harta kekayaan yang tercakup dalam harta pailit, yang pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dari tindakan pengurusan yang dalam keadaan normal merupakan tugas Direksi.
Untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang rnuncul dari keadaan tersebut maka perlu dipahami terlebih dahulu secara mendalam konsep dasar dari Perseroan Terbatas dan Hukum Kepailitan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T18385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawati Danansih
"Perseroan Terbatas (perseroan) sebagai badan hukum memiliki pertanggungjawaban yang bersifat terbatas. Sebagai subyek hukum, dia dianggap cakap untuk bertanggungjawab atas segala kegiatannya termasuk bila terjadi kerugian. Pertanggungjawaban demikian seringkali dimanfaatkan pelaku usaha perseroan, dalam hal ini direksi dengan menggunakan perseroan untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk kelangsungan perseroan. Menurut Undang-undang nomor 1 Tabun 1995 tentang Perseroan Terbatas, direksi diwajibkan beritikad balk dalam mengurus perseroan, sehingga pelanggaran terhadapnya merupakan kelalaian dan kesalahan yang harus dipertanggungjawabkan secara pribadi. Namun tentang itikad baik oleh direksi tersebut lebih lanjut tidak ditemui penjelasannya.
Penafsiran yang keliru tentang itikad baik berakibat lolosnya direksi dari pertanggungjawaban atas kerugian perseroan yang disebabkannya (pailit). Padahal pertanggungjawaban direksi penting bagi kreditor ketika budel pailit peseroan tidak mencukupi untuk membayar piutang mereka pada perseroan. Bagaimana sebenarnya tindakan pengurusan direksi dapat dikatakan salah atau lalai mengakibatkan perseroan pailit? Serta bagaimana pertanggungjawaban direksi atas kerugian yang tidak mampu dibayar oleh perseroan akibat kepailitan yang disebabkannya tersebut? Untuk itu penulis melakukan penelitian dengan metode yuridis normatif dengan wawancara: sebagai data penunjang.
Penulis mendapatkan bahan-bahan hukum melalui perundang-undangan, yurisprudensi serta literatur-literatur terkait. Sehingga diketahui bahwa direksi tidak dikatakan lalai atau salah mengakibatkan kepailitan sepanjang direksi beritikad balk dengan acuan duty of care, duty of loyalty dan melaksanakan pengurusan sesuai kewenangan yang diberikan kepadanya (intra vices) yang dapat ditemui pada corporate law system. Namun bila terbukti sebaliknya mengakibatkan perseroan pailit, direksi dapat dimintai pertanggungjawaban secara tanggung renteng melalui proses kepailitan di Pengadilan Niaga. Hal demikian dilakukan agar pemenuhan pembayaran piutang kreditor dapat diiaksanakan secara adil dan seimbang.

The limited liability company as a legal entity enjoys the benefits of limited responsibility. As a subject of Law, it is deemed to have the capacity to bear responsibilities upon its activities including should there rise any deficiency. Such limited responsibility is often miss used by businessmen or entrepreneurs for their own self benefits and not for the company's best interest. Pursuant to Law number I of the year of 1995 regarding The Limited Liability company, the board of directors are obliged by law to have good intentions in managing the company, thus the breach of such shall be deemed as an act of misconduct and negligence which amounts to personal reponsibility. However, the regulation of which remains unclear.
The board of directors responsibility is crucial for creditors especially when the assets of the company is not enough to compensate the creditors, event so the miss-interpretation of good intention still exist and such leads to the unfair acquital of the Board of directors for their misconduct which contributes to the loss of the company (the default of the company). Then, how to determine the faults of the board of directors which leads to the default of the company? Furthermore, how is the mechanism to held the responsibility of the board of directors in the case if the company goes default because of their fault? To answer that problem the writer has conducted researches with the normative juridical method with interviews as supporting data.
The writer obtains her law materials through the regulations, jurisprudence, and also other literatures in connection with this issue. Such is completed so to know that as long as the board of directors exercise its good intention pursuant to the principles of duty of care, duty of loyalty, and exercise its discretion according to the measurements it is given (intra vices) which can be found in the corporate law system, then it will be acquited. However, if the conduct of which can be proven otherwise that leads to the default of the company, then the board of directors can be personally held liable proportionallyby the verdict of the Commercial Court. Such is done to ensure the fair and balanced return of payment from the debtors to the creditors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uun Guniarsih
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T36353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Freddy Harris
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010
346.06 FRE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>