Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7405 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosa
I 899.22 R 319 t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Helvy Tiana Rosa
Bandung: Bitread Publishing, 2017
899.212 2 HEL t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"tulisan ini membahas tentang upacara Nengget?gambaran kehidupan perempuan-perempuan di Tanah Karo, tanah yang saat ini dikenal karena sedang dilanda oleh bencana alam erupsi Gunung Sinabung. Konstruksi patriarki dalam istiadat dan budaya Tanah Karo berkontribusi dalam melegalkan opresi terhadap hak-hak asasi perempuan. Tulisan ini akan membahas bagaimana dominasi patriarkal dalam adat istiadat perkawinan yang dibangun melalui model relasi tradisional yang melegitimasi konsep kepemilikan seutuhnya oleh laki-laki terhadap properti, status, peranan dan tubuh perempuan. Pada akhir tulisan ini akan dibahas bagaimana pengaruh dari model relasi tersebut terhadap kekerasan rumah tangga yang dialami oleh perempuan-perempuan di Tanah Karo."
390 JP 20:1(2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Satria Darmalaksana
"Film horor merupakan genre film yang menghadirkan ketakutan kepada penonton melalui aspek naratif dan sinematografis. Ketakutan tersebut dimanifestasikan dalam bentuk yang beragam, seperti ketakutan terhadap kematian, kegelapan, keangkeran rumah, termasuk perempuan. Perempuan kerap dihadirkan sebagai sosok yang menakutkan di dalam film horor baik secara visual maupun aural karena film horor pada umumnya menggunakan pandangan laki-laki. Salah satunya adalah film Perempuan Tanah Jahanam (2019) karya Joko Anwar. Maka dari itu, tesis ini disusun untuk menunjukkan manifestasi ketakutan terhadap perempuan yang dihadirkan di dalam film Perempuan Tanah Jahanam dalam mengukuhkan dominasi maskulinitas. Tesis ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan kajian sinema struktural dan gynaehorror. Analisis dalam tesis ini menggunakan teori sinema Joseph M. Boggs dan Dennis W. Petrie untuk melihat struktur teks dan strategi naratif film serta konsep gynaehorror Erin Harrington dan konsep Visual PleasureLaura Mulvey untuk melihat perempuan monster yang mengukuhkan dominasi maskulinitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teks menghadirkan beberapa pola sebagai kekhasannya, seperti opresi, represi, dan objektivikasi perempuan oleh laki-laki hanya kamuflase untuk menyembunyikan pertarungan perempuan melawan perempuan, hubungan antartokoh memperlihatkan bahwa pada mulanya perempuan merupakan pihak terancam lalu berubah menjadi pihak mengancam, ambivalensi rumah sebagai ruang privat dan publik sekaligus, malam hari sebagai waktu teror terjadi, serta sinematografis yang menekankan perempuan mempunyai kekuatan supranatural yang menjadikannya mengerikan. Tidak hanya itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ideologi teks menghadirkan manifestasi perempuan monster yang menakutkan melalui ketubuhannya yang dianggap menjijikkan dan hina, melalui potensinya melakukan kastrasi, dan melalui gagasan keibuan yang ideal. Dengan demikian, ketakutan terhadap perempuan memang ditampilkan di dalam film Perempuan Tanah Jahanam (2019) karya Joko Anwar untuk menunjukkan keberpihakannya kepada dominasi maskulinitas sebagai ideologi teks dengan menggambarkan perempuan sebagai monster.

Horror movie is a film genre that presents fear to the audience through narrative and cinematographic aspects. This fear is manifested in various forms, such as the fear of death, the dark, the awesomeness of the house, including women. Women are often presented as frightening figures in horror movies, both visually and aurally because horror movies generally use a male perspective. One of them is the Perempuan Tanah Jahanam (2019) movie by Joko Anwar. Therefore, this thesis is structured to show the manifestation of the fear of women presented in the Perempuan Tanah Jahanam movie in strengthening the domination of masculinity. This thesis uses a qualitative research method with a structural cinema study approach and gynaehorror. The analysis in this thesis uses the cinema theory of Joseph M. Boggs and Dennis W. Petrie to see the text structure and narrative strategy of the film as well as Erin Harrington's gynaehorror concept and Laura Mulvey's Visual Pleasure concept to see the female monster who reinforces the dominance of masculinity. The results of this study indicate that the text presents several patterns as its peculiarities, such as oppression, repression, and the objectification of women by men is just a camouflage to hide women's fights against women, the relationship between characters shows that initially women are the threatened party and turn into threatening parties, home ambivalence as a private and public space at the same time, night as a time of terror, as well as cinematography which emphasizes that women have supernatural powers that make them terrible. Not only that, the results of this study also show that the ideology of the text presents the manifestation of a scary monster woman through her body which is considered disgusting and despicable, through her potential for castration, and through the ideal of motherhood. Thus, the fear of women is indeed shown in the Perempuan Tanah Jahanam (2019) movie by Joko Anwar to show its side with the dominance of masculinity as a text ideology by depicting women as monsters."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfaidah Said
"Indonesia adalah negara yang sebagian besar masyarakatnya hidup dari sektor agraris. Olehnya itu tanah merupakan salah satu sumber hidup dan mata pencaharian. Tanah sebagai harta dan modal yang sangat panting. Selain itu pula, tanah terkait dengan harkat dan martabat seseorang jika ditinjau dari aspek religius, hukum dan adat istiadat. Keterkaitan tanah dengan adat istiadat dapat dilihat dalam sistem perkawinan dalam masyarakat suku Bugis-Makassar. Salah satu syarat dalam perkawinan suku Bugis-Makassar adanya mahar. Mahar yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada perempuan dalam bentuk tanah.
Permasalahan dalam penelitian ini sejauh mana pemahaman perempuan atas tanah pemberian, bagaimana implementasi hak-hak perempuan atas tanah pemberian, bagaimana akses dan kontrol perempuan atas tanah pemberian dan bagaimana kebijakan pemerintah tentang tanah pemberian ini.
Analisis berpusat pada budaya patriarki dan bias gender yang terkonstruksi dalam keluarga suku Bugis-Makassar, dan konsep pemilikan tanah pemberian dikaitkan dengan Undang-undang Pokok Agraria. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif berperspektif perempuan. Penggunaan metode kualitatif dimaksudkan untuk mengungkapkan pengalaman dan permasalahan perempuan yang menerima tanah pada waktu menikah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan dalam perkawinan suku Bugis-Makassar sudah memahami sejak awal yaitu pada proses pelamaran bahwa ia akan menerima tanah sebagai mahar dalam perkawinannya. Pemahaman ini sebagai langkah awal untuk mengetahui hak-hak perempuan atas tanah tersebut. Terdapat tiga pola dalam pemilikan perempuan atas tanah pemberian yaitu (1) pemilikan tanah pemberian secara penuh; maksudnya memiliki sertifikat serta menikmati hasilnya (2) pemilikan tanah pemberian hanya sebagian; maksudnya tidak memiliki sertifikat tetapi menikmati hasilnya dan (3) pemilikan tanah pemberian hanya sebagai simbol, maksudnya tidak memiliki sertifikat dan juga tidak menikmati hasilnya. Paling dominan adalah pola yang kedua, pemilikan hanya sebagian saja. Berdasarkan pola pemilikan tersebut akses dan kontrol perempuan atas tanah dapat terjawabkan. Pada pola pemilikan 1 dan 2 perempuan mempunyai akses dan kontrol, sedang pada pola ketiga, perempuan sama sekali tidak mempunyai akses maupun kontrol. Kontrol perempuan atas tanah terbagi dua yaitu kontrol atas penikmatan dan kontrol atas pemilikan. Perempuan sebagai pemilik tanah yang diterimanya pada waktu menikah belum terlindungi oleh hukum dalam hal ini Undang-undang pokok Agraria, karena untuk mendaftarkan tanah tersebut masih diperlukan surat keterangan hibah dari pihak laki-laki sebagai pemberi kepada perempuan.

Land as Dowry in Marriage; Case Study Women from Bugis-Makssar Ethnic Group in South Sulawesi Receiving Land in Marriage Indonesia is a nation with most of its people making a living from Agricultural sector. Therefore, a plot of land constitutes one of living and livelihood sources_ Land is a very important property and capital. In addition, land is related to someone's pride and dignity if it is viewed from the aspects of religions, laws and traditional custom. Relatedness of land and traditional custom can be seen in the marriage system in the community of Bugis-Makassar ethnic group. One of the requirements in the marriage of Bugis-Makassar ethnic group is the existence of dowry. The dowry given by a man to a woman in the form of land. The study aims to gain insights of women's concepts of a gift land, implementation of women's right over the land, women's access and control to the land and the government's policy regarding the land.
The analysis focuses on patriarchal culture and constructed gender bias in the Bugis-Makassar family, and the concept of ownership of the given land related to Law on Agrarian Principles. This study uses qualitative study method with women's perspective. The use of the qualitative method is aimed at exploring experience and problems of women receiving land when getting married.
The results of study indicate that women in the marriage of Bugis-Makassar ethnic group have acknowledged that they will receive land as dowry since they were being proposed. This acknowledgment is considered as early step to recognize women's rights over the land. There are three (3) patterns in the women's ownership over the given land, namely (I) fully given land ownership; it means that they posses land certificate and take the harvests; (2) partly given land ownership; it means that they do not posses the land certificate but they take the harvests and (3) the given Iand ownership as a symbol only; it means that they neither possess the land certificate nor take the harvests. The foremost if of the second pattern, the land shall be only partly owned. In the ownership pattern Nos I and 2 the women have access and control, while in the pattern no. 3 the women have no access and control at all. The women's control over the land is divided into two, i.e. control over the harvest and control over the ownership. Women's rights over the the land as dowry have not been protected by Law in this case Law on Agrarian Principles because to register the land, it still needs formal and written statement from the man giving the land.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T10785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Mochtar, 1922-2004
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
899.221 LUB p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Maman Suherman
Jakarta: POP, 2016
899.221 MAM p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Women at Air Sugihan are unique. They are able to sustain life under harsh natural conditions. Red swamp water, uncultivated peat lands, ashes from the burned forest as a result of simple and cheap land clearing technique; as well as debt ..."
305 JP 20 (3) 2015
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmariza
"Meskipun secara hukum perempuan dan laki-laki dijamin mempunyai hak yang sama dalam pendidikan seperti tertulis di dalam pasal 31 UUD 1945, pasal 5,6 dan 7 Undang - Undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang - Undang nomor 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, tetapi dalam kenyataan pendidikan perempuan Indonesia masih tertinggal dari laki-laki baik dilihat dari tingkatannya maupun bidang ilmu yang ditekuni.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa ketertinggalan perempuan dalam pendidikan lebih banyak disebabkan oleh faktor nilai budaya yang bias jender yang disosialisasikan di dalam keluarga, sekolah, masyarakat, maupun media massa. Beberapa Penelitian menemukan bahwa keluarga mengutamakan pendidikan (yang lebih tinggi) bagi anak laki-laki, karena anak laki-laki diharapkan dapat mendukung orang tua secara ekonomi pada masa tua. Sedangkan keengganan orang tua untuk "menanamkan modal" untuk pendidikan anak perempuan, disebabkan adanya anggapan bahwa orang tua tidak dapat menikmati investasi yang ditanam karena anak perempuan setelah menikah akan meninggalkan rumah orang tua mereka untuk mengabdi kepada keluarga suami (Budiati, 1991; Johnson, 1992). Hal tersebut bertolak belakang dengan kenyataan yang dihadapi oleh anak perempuan dalam masyarakat Minangkabau, di mana anak perempuan sangat diharapkan di dalam keluarga untuk mendukung orang tua pada masa tua. Sedangkan anak laki-laki setelah menikah akan meningggalkan rumah orang tua untuk bertanggungjawab terhadap istri dan anak-anaknya (Miko,1996). Namun demikian, dibandingkan dengan anak laki-laki, pendidikan anak perempuannya masih lebih rendah terutama pada tingkatan sekolah menengah ke atas.
Hal tersebut mendorong penulis untuk mengetahui dan memahami lebih dalam bagaimana persoalan yang dihadapi anak perempuan Minangkabau berkaitan dengan pendidikannya. Mengingat perubahan sosial yang terjadi telah mengakibatkan berkurangnya (hilangnya) faktor-faktor sosial budaya yang mendukung status dan kedudukan perempuan Minangkabau dewasa ini.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data yang utama. Sebagai pendukung digunakan teknik observasi, dan studi pustaka dan studi dokumen. Penelitian dilakukan di desa Singgalang Kecamatan X Koto Propinsi Sumatera Barat. Subyek penelitian adalah anak perempuan dengan status pendidikan yang berbeda, yaitu: Putus Sekolah, SMP, SMEA, SMA, dan Pesantren Putri. Di camping itu, wawancara juga dilakukan dengan kedua orang tua responder, saudara laki-laki, mamak, tokoh masyarakat (Ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai), dan Pejabat Kandepdikbud Kecamatan X Koto.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari hubungan kekerabatan mamak-kemenakan suku-salko, induak bako-anak pisang, dan andan pasumandan, maka status dan kedudukan anak perempuan menjadi lemah, kerena hubungan kekerabatan ini di desa penelitian sudah renggang. Anak perempuan tidak lagi dapat mengharapkan dukungan dari mamaknya, karena sudah teijadi pergeseran peran mamak di dalam masyarakat Minangkabau.
Selanjutnya bila dilihat dari hubungan kekuasaan di dalam keluarga, kedudukan perempuan (anak perempuan) juga semakin lemah. Pergeseran peran mamak, semakin berkurangnya harta pusaka yang semula menjadi andalan ekonomi dan kemandirian perempuan, serta pola keluarga inti semakin memperkokoh kedudukan suami (sumando) di dalam keluarga. Ditemukan bahwa ayah/suami merupakan pengambil keputusan utama terhadap persoalan persoalan di dalam keluarga termasuk terhadap anak perempuan Di samping ayah, anak laki-laki merupakan orang yang berkuasa terhadap anak perempuan, sedangkan Ibu nampak kurang mempunyai kekuasaan di dalam keluarga, karena hampir semua keputusan di dalam keluarga diputuskan oleh ayah.
Bila dilihat dari pembagian kerja di dalam keluarga, perempuan (anak perempuan) adalah orang yang bertanggungjawab penuh terhadap pekerjaan rumah tangga (kerja reproduktif). Tidak terlibatnya laki-laki dalam pekerjaan ini karena dalam masyarakat Minangkabau ada hambatan budaya tentang yang pantas dan tidak pantas dikerjakan oleh laki-laki Minang apalagi bila ia menjadi Sumando atau penghulu kaum, ketidakpantasan mengerjakan pekerjaan rumah menjadi semakin kuat. Sosialisasi peran reproduktif ini sangat ditekankan kepada anak perempuan, sehingga tidak jarang hal ini berdampak buruk terhadap pendidikan anak perempuan.
Mengenai pendidikan anak perempuan di dalam keluarga, pada umumnya anak perempuan tidak merasakan adanya diskriminasi dalam pendidikan, namun mereka merasakan adanya perbedaan penilaian terhadap anak perempuan yang bersekolah dengan anak laki-laki yang bersekolah, karena perbedaan tujuan menyekolahkan anak perempuan dan anak laki-laki. Anak perempuan cenderung memilih sekolah yang sesuai dengan jendernya, serta ada kecenderungan anak perempuan terkungkung dengan stereotip jender dalam memandang pendidikan. Ayah, dan saudara laki-laki mempunyai peran yang besar dalam pendidikan anak perempuan karena mereka mempunyai wawasan yang luas, tetapi tidak demikian dengan ibu mereka. Keadaan ini tidak terlepas dari faktor "merantau" yang merupakan sesuau yang khas bagi laki-laki Minang.
Beberapa faktor yang menjadi hambatan dalam pendidikan anak perempuan didesa penelitian di antaranya adalah: Adanya sikap subinisif anak perempuan terhadap hal-hal yang selama ini di dominasi oleh laki-laki seperti ilmu pasti dan teknik, tradisi kawin muda dan stigma gadih gadang indak balaki, beban pekerjaan rumah tangga yang sepenuhnya dibebankan kepada anak perempuan, rendahnya motivasi dan kesadaran anak perempuan dan orang tua akan manfaat pendidikan bagi anak perempuan, tradisi merantau yang khas bagi laki-laki, kebijakan pendidikan yang belum sepenuhnya sensitif jender, sistem NEM dan rayonisasi, serta kondisi pendidikan penduduk desa Singgalang yang masih relatif rendah."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>