Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98083 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S6658
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
S6784
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirna Tiurma Alvernia
"Produk biskuit dan permen adalah produk yang sebagian besar dibeli oleh anak-anak sendiri. Anak-anak sebagai konsumen utama yang memiliki karakter cepat bosan, peniru yang sempurna dan memiliki loyalitas yang rendah yang artinya mudah berpindah ke produk lain yang sejenis menjadi topik yang menarik untuk diteliti lebih dalam. Anak-anak melakukan aktivitas pembelian produk-produk tersebut dalam keseharian mereka. Anak-anak pun sudah dapat menjadi pembeli yang mandiri tanpa konsultasi dengan orang tua mereka. Uang jajan yang diberikan oleh orang tua biasanya merupakan sumber pendapatan mereka. Menurut survei dari Frontier, Marketing Consultant, 87% orang tua memberikan jajan dalam bentuk uang saku harian. Demikian juga halnya dengan hasil penelitian karya akhir ini, responden sebesar 87% memperoleh uang jajan secara harian dari orangtua mereka. Biskuit seperti yang kita ketahui bersama bukanlah makanan pokok seperti nasi yang harus dikonsumsi setiap hari oleh setiap orang untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Biskuit merupakan salah satu bentuk makanan ringan (snack) yang dapat dinikmati setiap saat oleh konsumen tanpa mengenal waktu tertentu dan tempat khusus untuk mengkonsumsinya. Menurut Sumber yang diperoleh dari Euromonitor, Garuda Food, Gabungan Asosiasi Perusahaan dan Minuman Indonesia (Majalah Mix, 2006) market size volume biskuit sebesar 199,563 ton dan terus bertumbuh, menurut proyeksi tahun 2007 sebesar 76.40%, sehingga dapat dikatakan pasar biskuit di Indonesia sangat besar, terus bertumbuh dan anak-anak menjadi konsumen utamanya perlu diperhatikan sungguh-sungguh.
Pembelian biskuit tidak memerlukan proses pemikiran yang terlalu lama dan sulit. Biskuit yang banyak diminati oleh konsumen cilik ini termasuk dalam kategori low involvement product. Pertimbangan pembelian oleh anak-anak itu sendiri apakah dipengaruhi oleh orang tua, kemasan produk, rasa, tempat pembelian, harga, teman dan faktor lain menyatu dalam pemikiran anak-anak sebagai pembeli independen. Sebagai pembeli yang independen anak-anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi mereka dalam mengambil keputusan pembelian. Berdasarkan teori perilaku konsumen, konsumen dipengaruhi oleh stimulus-stimulus yang datang dari luar konsumen baik berupa rangsangan pemasaran (marketing stimuli) yang diciptakan oleh perusahaan pembuat biskuit dan dari rangsangan lain (other stimuli) lingkungan seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya (Kotler, 2007, Tj., 266). Kedua stimuli tersebut bercampur/terkombinasi dengan karakter dan psikologi anak-anak. Anak-anak adalah subyek yang sudah dapat bertanggung jawab pada setiap proses pembelian, yang berarti ikut terlibat pada kegiatan pemasaran. Proses pembuatan keputusan sendiri tidak luput menjadi perhatian, mulai dari problem recognition, pencarian informasi, dan penilaian alternatif, pembuatan keputusan sampai post purchase, dari indikasi pernyataan apakah anak-anak puas atau tidak dan motivasi apa yang mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut. Dari hasil penelitian melalui penyebaran kuesioner, terkumpul informasi bahwa responden dipengaruhi oleh beberapa faktor stimuli marketing, diantaranya faktor televisi yang memiliki tingkat paling tinggi dalam hal pemberian informasi nama/merek sebuah biskuit, yaitu sebesar 73.5%. Dari atribut produk yaitu variasi rasa dan rasa yang enak, sebesar 83% merupakan faktor yang sangat menonjol yang dicari responden dalam membeli biskuit. Motivasi yang dipunyai anak-anak sebelum membeli biskuit adalah keinginan untuk mencari makanan tambahan, dari penelitian ini diperoleh jumlah yang tinggi sebesar 59.6%. Dari faktor lain seperti karakter anak dan psikologi konsumen adalah kehidupan sosialnya dipengaruhi oleh teman dan orang tua. Yang menarik dari penelitian ini, kebanyakan anak sulung lebih dapat memutuskan pembelian tanpa bertanya dulu kepada orang tuanya. Hasil penelitian lain pun ditemukan bahwa karakter responden (pasar anak-anak) memiliki kelemahan dari sisi loyalitas dan konsistensi mereka. Ketika mereka menempatkan suatu merek sebagai top of mind dalam kesadaran merek mereka, dan memberi pilihan nama suatu biskuit yang mereka sering beli, namun pada saat Peneliti memberikan secara bentuk fisik kemasan biskuit dari berbagai macam merek sesuai dengan pilihan kuesioner, 72% anak-anak tidak memilih merek yang mereka pilih dalam top of mind dan merek yang mereka sering beli pada isian kuesioner. Contohnya ketika seorang responden menempatkan biskuit merek Oreo sebagai produk top of mind-nya kemudian memilih Biskuat sebagai biskuit yang paling sering dibeli pada kuesioner namun mengambil biskuit TimTam pada saat dihadapkan pada pilihan produk yang ditampilkan Peneliti. Ketidakkonsistensian responden ini mempertegas bahwa produk biskuit sebagai kategori produk low involvement memang tidak melalui tahap prosedur pengambilan keputusan yang sulit dan responden mencari variasi rasa atas produk yang mereka konsumsi sebelumnya. Seperti yang telah diuraikan diatas, faktor yang memperngaruhi anak-anak dari segi fitur produk adalah rasa, kemudian orangtua, teman dari faktor sosial (other stimuli) dan Iklan. Faktor Iklan masih dianggap penting dan harus tetap dilakukan dalam penyampaian komunikasi juga sebagai pembentuk brand awarenes dan ekuitas merek sebuah biskuit. Aktivasi above the line ini mempunyai benefit dapat menjangkau target audience dalam jumlah besar dan dalam waktu yang bersamaan. Dari penelitian diperoleh informasi responden memilih waktu yang tepat mengkonsumsi biskuit yang memiliki frekuensi tertinggi adalah pada saat menonton televisi, jadi kesempatan ini sebaiknya dipergunakan perusahaan pembuat biskuit untuk mengkomunikasikan merek biskuit dengan menambah slot frekuensi iklan muncul di televisi dan iklan dengan nilai kekeluargaan sangat diminati responden.

Biscuits and candies are products that are mostly bought by children. Children as the main buyers have the characteristics of easily become bored, perfect imitators and have poor loyalty, meaning the easily move to other products of similar kinds are an interesting topic for deeper researches. Children do the activities of buying such products in their daily life. They become independent buyers without consulting with their parents. Pocket money provided by parents usually becomes the sources of income. A survey by Frontier showed 87% of the parents give money for snacks in the forms of daily pocket money.
Biscuits as we all know are not the main staple such as rice to be consumed daily in order to meet the biological needs. Biscuits are snacks that can be consumed at any time without considering any particular time and place to consume them. According to Sources: Euromonitor, Garuda Food, Gabungan Asosiasi Perusahaan dan Minuman Indonesia (Majalah Mix, 2006) biscuit market size volume is 199,563 ton and will be growing up, based on 2007 projection will be 76.40%, so we can said biscuit market is very big and will increase and we have to be focused on children as its main consumer. Buying biscuits does not need a long time or difficult methods to decide. Biscuits as they are more enjoyed by junior consumers are included in the low involvement products. The considerations by the children either being influenced by parents, product package, taste, buying place, price, friends or other factors blend in the mind of the children as independent buyers.
As independent buyers, children are influenced by a number of factors in making their buying decision. According to the consumer behavioral theory by Kotler (2007, Translation, 266), consumers are influenced by external stimulants in the forms of either marketing stimuli created by biscuit companies or other stimuli such as economic, political, social and cultural stimuli blended/combined into the characters and psychology of the children. Children are subjects who are able to take the responsibility in every buying process, meaning they are involved in the marketing activities. The self decision making process is interesting, beginning from problem recognition, searching for information, alternative assessment, decision making, purchasing, whether or not they are satisfied and the motivation that drives them in making the decision. Survey through questionnaires show the results that the respondents are influenced by a number of marketing stimuli, including among others television taking the highest position in spreading the information of name/brand of a biscuit, 73.55%. From product attributes namely the variety of tastes and the delicious taste, 83% constitutes the outstanding factors sought after by the respondents in buying biscuits. The motivations that drive the children to buy biscuits are the desire to seek additional food. The survey showed that this factor count for 59.6%. With respect to factors such as the characters and psychology, the children are socially influenced by friends and parents. The interesting thing in the survey is that most eldest children are more able to decide to buy without consulting with their parents. Other survey showed that with respect to characters of the respondents (children market); children are poor in loyalty and consistency. When they put a brand as top of mind in their brand awareness, and choose a name of biscuits they often buy, but at the time the Researcher give them the physical package of biscuits of various brands according to the questionnaire choice, 72% of the children did not choose the brand they have in the top of mind and the brand that they often buy. For example, when a respondent place a biscuit of Oreo brand as the top of mind product, then choose Biskuat as frequently bought biscuit in the questionnaire but then took TimTam when facing the choices of products presented by the Researcher. This respondent inconsistency confirms that biscuits as low involvement products do not go through difficult decision making procedures, and respondents seek variety of tastes and products that they have consumed before.
Factors that influence the children with respect to product features are the taste, then parents, friend and advertising. The advertising factor is still deemed important and to be continuously conducted in delivering the communication in addition to being the brand awareness and brand equity of a biscuit. This above the line activity gives some benefits as it reaches the target audience in a large quantity at the same time. Survey showed that respondents choose the appropriate time to consume biscuits when watching television. Therefore, this is the best time for biscuit companies to communicate their biscuit brands through television.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T23950
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Keberhasilan tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh keberhasilan tumbuh
kembang pada tahap sebelumnya. Apabila orang tua tidak dapat melalui krisis pada
tumbuh kembang normal anak yang seharusnya mendapat perhatian dari orang tua,
seperti reaksi sibling rivalry, maka anak dapat mengalami gangguan tumbuh kembang di
masa yang akan datang. Penelitian ini berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya reaksi sibling rivalry pada anak yang terdiri dari faktor eksternal (positif dan
negatif). Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi terjadinya reaksi sibling rivalry pada anak dengan
menggunakan desain deskliptif eksploratif. Jumlah responden pada penelitian ini adalah
7 orang dan menggunakau teknik purposive sampling. Alat pengumpul data berupa
kuesioner yang terdiri dari 18 item yang diberikan kepada orang tua yang memiliki anak
usia 1-3 tahun dan memiliki adik infant. Hasil penelitian menunjukkan 57% pendidikan
responden adalah SMA/SMEA dengan pekerjaan terbanyak sebagai ibu rumah tangga
100%. Sebanyak 28,6% responden terdapat anggota keluarga lain yang tinggal dalam
satu rumah. Hasil analisa data dengan uji analisa deskriptif mean terhadap 7 orang
responden menunjukkan bahwa terjadinya reaksi sibling rivalry dipengaruhi oleh faktor
eksternal (positif dan negatif). Persiapan orang tua terhadap toddler untuk meminimalkan
terjadinya reaksi sibling rivalry mempengaruhi penerimaan toddler terhadap adiknya. Hal
ini ditunjukkan dengan sekitar 89% responden selalu mengharapkan kelahiran toddler,
sekitar 100% responden menyarankan tidak mendapat kesulitan dalam menjawab
pertanyaan toddler tentang kehamilannya dan reaksi sibling yang ditampilkan 86%
toddler tidak menjadi pendiam/biasa saja setelah memiliki adik."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5209
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Atis Tardiana
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang diperkirakan mempengaruhi perempuan usia kerja 15 - 60 tahun, untuk memilih status bekerja. Dalam penelitian ini diperkirakan ada lima kemungkinan seorang perempuan usia kerja 15-60 tahun dalam menentukan status bekerjanya yaitu (1) tidak bekerja (our of labor), (2) bekerja sebagai buruh/pegawai di luar rumah (on-site employee), (3) bekerja berusaha sendiri di luar rumah (on-site self employed), (4) bekerja sebagai pegawai/buruh di rumah (home-based employee), (5) bekerja berusaha sendiri di rumah (home-based self employed) yang selanjutnya dijadikan variabel terikat.
Faktor-faktor tersebut adalah faktor-faktor individu seperti umur, lama tahun sekolah; faktor-faktor keluarga seperti keberadaan ART balita, keberadaan ART 6-17 tahun, keberadaan ART umur 65+ (lansia), keberadaan ART cacat, Serta faktor ekonomi yaitu pendapatan dan lokasi, yang selanjutnya alam penelitian ini dijadikan variabel bebas.
Analisis yang digunakan adalah regresi mulitinomial logistik. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil survei Jaminan Sosial Ekonomi Indonesia Tahun 2001.
Penelitian ini memperlihatkan yaitu: Pertama, faktor-faktor lama tahun sekolah, keberadaan ART 6-17, keberadaan ART 65+, keberadaan ART cacat, secara statistik tidak signifikan. Kedua, umur membentuk hubungan seperti U terbalik, dan signifikan untuk status bekerja on-site self employed dan home-based self employed. Ketiga keberadaan ART balita signifikan terhadap status bekerja on-size employee dan home-based employee. Keempat faktor ekonomi yaitu pendapatan dan lokasi signifkan untuk seluruh status bekerja kecuali tuuuk status bekerja home-based employee falctor lokasi tidak berpengaruh signilikan. Kelima faktor pendapatan mernbentuk hubungan U terbalik dimana pada titik tertentu probabilitasnya akan menurun.
Probabilitas status bekerja perempuan yang mempunyai balita baik di kota dan di desa menurut umur, memperlihatkan pola yang sama. Dimana status bekerja on-site employee, setting dengan bertambahnya umur semakin menurun, sedangkan untuk status on-site self employed berlaku sebaliknya, setting dengan bertambahnya umur probabilitasnya semakin tinggi. Untuk Propinsi Jawa Tengah dan Sumatra Utara probabilitas status bekerja home-based self employed, seiring dengan bertambahnya umur probabilitasnya semakin naik.
Probabiltas status bekerja perempuan dengan kondisi yang sama menurut lama tahun sekolah secara umum memperlihatkan, seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan perempuan yang mempunyai balita di kota dan di desa cenderung tidak bekerja (out of labor ). Tetapi untuk Propinsi Jawa Tengah dan Sumatra Utara seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan cenderung ke arah berusaha sendiri di rumah (home-based self employed).
Probabilitas status bekerja perempuan di kota dan di desa yang mempunyai balita menurut pendapatan, secara keseluruhan mempunyai pola yang sama. Dimana probabilitas tertinggi pada tingkat pendapatan rendah. Dari status bekerja on-site employee cenderung berubah seiring dengan meningkatnya pendapatan ke on-site self emlpoyed."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T10894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Andrini
"ABSTRAK
Setelah menikah dan memiliki anak, setiap pasangan suami istri memiliki peran
dan tanggungjawab bam yaitu sebagai orangtua. Menjadi orangtua tidak mudah karena
menuntut penyesuaian diri yang berkesinambungan. Proses-proses menjadi orangtua
dengan tujuan untuk mengarahkan anak menjaiani tiap tahapan perkembangar.nya
sehingga ia dapat bersosialisasi di masyarakat, disebut sebagai parenting (Hamner &
Turner, 1990).
Dalam menjaiani tjgas dan perannya tereebut muncul gangguan-gangguan yang
menimbulkan masalah. Salah satu gangguan dari parenting adalah peristiwa perceraian.
Perceraian dianggap setjagai peristiwa yang menimbulkan tekanan pada individu dan
memiliki dampak negatif pada penyesuaian diri (Moeljadi, 1991). Perceraian tidak saja
membah peran dan tanggungjawab suami istn tetapi juga keluarga sebagai keselumhan
sistem.
Dengan bercerai, terjadi bentuk keluarga bam yaitu Orangtua tunggal. Dikatakan
bahwa orangtua tunggal wanita iebih merasakan tekanan daripada orangUia tunggal
pria. Pada periode setahun pertama orangtua tunggal wanita mengaiami masa
penyesuaian diri yang tertjerat yaitu penyesuaian diri sebagai ibu yang mengasuh anak
dan pencari nafkah. Walaupun ada dampak negatifnya, perceraian dapat menjadi solusi
positif daripada memberi iingkungan yang bumk untuk anak. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan adanya perbaikan kualltas hidup orangtua tunggal wanita dan anakanaknya.
Bahkan ada beberapa keluarga orangtua tunggal wanita yang memiliki anakanak
berprestasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Iebih dalam faktor-faktor apa yang
mempengamhi parenting orangtua tunggal wanita yang bercerai . Bagaimana proses
yang terjadi sehingga ada orangtua tunggal yang sukses dan ada yang tidak. Penelitian
ini menggunakan teori model proses dari Jay Belsky (1984) untuk memudahkan proses
anallsa data.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara dan
observasi sebagai alat pengumpul data. Sampel yang digunakan 3 orang dengan kriteria
telah bercerai 1-5 tahun dan memiliki anak usia 3-8 tahun saat bercerai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengamhi parenting
adalah sejarah perkembangan, tenmasuk disini latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, hubungan perkawinan, hubungan dengan orang lain dan saudara,
pekerjaan, dan hal-hal yang dapat dianggap sebagai dukungan maupun tekanan.
Kepribadian menjadi faktor yang paling banyak menentukan parenting, sedangkan
karakteristik anak walaupun memiliki pengaaih tetapi tidak sebesar faktor kepribadian.
Hasil penelitian juga menunjukkan kekhasan dari masing-masing individu dalam
menjalankan perannya sebagai orangtua tunggal. Pola parenting yang sama dapat
dilatarbelakangi proses-proses yang berbeda. Faktor lain yang tidak disebutkan oleh Jay
Belsky maupun peneliti barat lainnya adalah faktor agama.
Hal yang disarankan untuk penelitian berikutnya adalah, meneliti responden
dengan karakteristik berbeda, maupun mengadakan perbandingan dengan budaya lain."
1998
S2728
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S8863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samini
"Koperasi Asuransi Indonesia (KAI) sebagai badan usaha yang berbentuk koperasi dan bergerak di bidang usaha asuransi jiwa mempunyai keuntungan dalam bidang pemasaran yang tidak dimiliki oleh perusahaan asuransi jiwa lainnya. Tetapi produksi program asuransi perorangannya (Asper) dari tahun 1984 sampai dengan tahun 1988 tidak pernah mencapai yang telah ditetapkan, sedangkan untuk program asuransi kumpulan (Askum) selalu melampaui target produksi yang ditetapkan. Hal ini mendorong penulis untuk meneliti faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya target produksi program Asper tersebut. target produksi produksinya.
Berdasarkan penelitian yang bersifat deskriptif analitis, melalui pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan wawancara dengan pimpinan serta beberapa kepala bagian KAI, diketahui bahwa unsur-unsur marketing mix sebagai faktor yang dapat dikendalikan, dan secara langsung dapat mempengaruhi tingkat penjualan polis asuransi jiwa dilaksanakan dengan baik oleh KAI, terutama faktor distribusi dan promosi, sehingga target produksi yang ditetapkan untuk program Asper tidak pernah tercapai. Faktor lain yang mempengaruhi belum tidak tercapainya target produksi Asper adalah penentuan target produksi yang tidak mempertimbangkan jumlah agen (aparat dinas luar) yang ada, tetapi mempertimbangkan jumlah agen (aparat dinas luar) yang seharusnya ada dalam struktur organisasi, kenyataannya, badan pelaksana KAI tidak mampu merekrut agen (aparat dinas luar) sesuai dengan jumlah agen (aparat dinas luar) yang seharusnya ada dalam struktur organisasi, sehingga target yang ditetapkan pengurus KAI terlalu tinggi untuk. Sedangkan dicapai oleh badan pelaksana KAI. Untuk menghindari kegagalan dalam mencapai target produksi di masa yang akan datang, penulis menyarankan agar dalam proses penentuan target produksi diadakan nasi antara pengurus dengan badan pelaksana KAI, koordisehingga terdapat kesesuaian jumlah agen (aparat dinas luar) dengan target produksi yang ingin dicapai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
S9054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurshesari Budiasriati B.
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana manajemen perusahaan di Indonesia mengambil keputusannya terkait dengan pembagian dividen, berdasarkan profitabilitas, dividend yield, likuiditas, dan perubahan harga saham perusahaannya. Penelitian ini dilakukan dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan dalam indeks LQ 45 dalam kurun waktu tahun 2004-2006.
Dari 74 perusahaan yang memenuhi persyaratan dalam penelitian ini, didapatkan kesimpulan bahwa besarnya dividen per lembar saham pada suatu periode dipengaruhi secara signifikan oleh profitabilitas, dividend yield, dan return saham pada periode sebelumnya. Profitabilitas dan dividend yield memiliki pengaruh yang positif, sedangkan return saham berpengaruh secara negatif terhadap dividen per lembar saham pada periode setelahnya. Likuiditas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap dividen per lembar saham.

The purpose of this study is to examine how Indonesian firms? managements make their decisions regarding dividend payout, based on companies? profitability, dividend yield, liquidity, and stock price change. This study is conducted using OLS (Ordinary Least Square) method. Sample used in this study is the companies listed in LQ 45 index between years 2004-2006.
From 74 companies which fulfill the requirements for this study, the conclusion is that the amount of dividend per share in one period is significantly affected by last period?s profitability, dividend yield and stock return. Profitability and dividend yield have positive effect, while stock return has negative effect on the next period?s dividend per share. Liquidity has no significant effect on dividend per share."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Indah Prathiwie
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3248
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>