Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133539 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Zulkarnain
"Untuk keamanan konstruksi bangunan, investigasi perilaku tanah terhadap beban menara dimana pondasi berada perlu dilakukan. Geologi regional menunjukkan bahwa menara berada pada Formasi Jampang Anggota Cikarang (Tmjc) dimana pada lokasi tersebut dikenali dua jenis tipe tanah sebagai alas pondasi yang memiliki parameter tanah yang berbeda. Lanau dan lanau lempungan akan diinvestigasi untuk menggambarkan perilaku tanah terhadap total beban menara yang bekerja. Model numerik dengan software Plaxis digunakan untuk menganalisis perilaku tanah di bawah menara khususnya pada kondisi jenuh dan tidak jenuh air. Analisis dibagi dalam empat langkah yang diasumsikan sebagai implementasi dari langkah-langkah pembangunan. Karena langkah pertama merupakan pemasangan pondasi, maka beban pertama yang diaplikasikan adalah beban vertikal. Fase-fase selanjutnya adalah mendistribusikan beban mati yang berupa beban merata dan beban titik dari menara. Berdasarkan hasil akhir Plaxis, dapat diketahui distribusi dan perpindahan dari seluruh kondisi memiliki pola yang sama. Namun nilai terbesar dari perpindahan dapat jelas ditemukan pada kondisi jenuh dengan nilai sebesar 50,23x10-3 meter sementara pada kondisi tidak jenuh hanya sebesar 44,44x10-3 meter. Selanjutnya, model menunjukkan sebaran titik plastik pada kondisi jenuh lebih besar dari kondisi tidak jenuh air."
[s.l.]: Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan, 2014
537 KLET 13:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Damaryanti Suryaningsih
"Salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu adalah masih kurangnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di Indonesia. Di beberapa propinsi, termasuk propinsi Jawa Barat, angka persalinan yang ditolong oleh dukun bayi, masih tinggi. Untuk itu diperlukan adanya pendampingan bidan di desa pada persalinan yang ditolong oleh dukun bayi, dengan adanya pendampingan tersebut bidan dapat memonitor dukun bayi dan mengambil tindakan bila diperlukan. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, tepatnya di puskesmas induk yang ada di kecamatan tersebut, yaitu puskesmas Cicurug dan puskesmas Cipari.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran pengetahuan, sikap, dan praktek dukun bayi dan bidan di desa dalam kegiatan pendampingan bidan di desa pada persalinan yang .ditolong oleh dukun bayi.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif untuk memperoleh informasi yang mendalam mengenai kerjasama dalam pendampingan bidan di desa pada persalinan yang ditolong oleh dukun bayi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara mendalam dan FGD.
Informan utama pada penelitian ini adalah bidan di desa, dukun bayi terlatih, dan dukun bayi tidak terlatih sebagai obyek penelitian, sedangkan informan pendukung lainnya yaitu kepala puskesmas, bidan, koordinator, kepala seksi KIA Dinas Kabupaten Sukabumi, kepala desa, dan ibu bersalin dengan dukun bayi untuk mendukung dan melengkapi informasi mengenai kerjasama tersebut.
Hasil penelitian adalah:
1. Pengetahuan dukun bayi terlatih dan bidan di desa tentang kerjasama/pendampingan persalinan cukup baik, namun demikian bidan di desa tidak mendampingi setiap persalinan yang ditolong oleh dukun bayi, kecuali bila dukun bayi mengalami kesulitan. Sementara itu dukun bayi tidak terlatih tidak mengetahui adanya bentuk kerjasama dengan bidan di desa.
2. Sikap dukun bayi terlatih di puskesmas Cicurug terhadap hubungan kerjasama dengan bidan di desa umumnya baik, sebaliknya, di puskesmas Cipari kurang baik. Perbedaan ini disebabkan karena di puskesmas Cicurug pernah ada pelatihan dukun dan pertemuan rutin antara bidan di desa dan dukun bayi terlatih yang tetap berlangsung sampai sekarang, tidak demikian halnya dengan puskesmas Cipari selain itu juga disebabkan oleh perbedaan karakteristik antara bidan di desa dan dukun bayi dari segi usia, pendidikan, dan asal daerah.
3. Bentuk praktek kerjasama dukun bayi terlatih dan bidan di desa di puskesmas Cicurug; bidan di desa dipanggil oleh dukun bayi bila yang bersangkutan mengalami kesulitan, sedangkan di puskesmas Cipari, dukun bayi terlatih jarang memanggil bidan di desa, biasanya bila mereka mengalami kesulitan pihak keluarga yang memanggil bidan di desa. Beberapa dukun bayi terlatih baik di puskesmas Cicurug dan Cipari masih merasa kurang puas dalam hal pembagian peran kerjasama dan sistim pembayaran.
Dari fakta di atas dapat disimpulkan bahwa umumnya dukun terlatih sudah mengetahui adanya kerjasama pendamping dalam pertolongan persalinan, namun demikian dalam prakteknya kerjasama tersebut baru terjadi bila dukun bayi terlatih mengalami kesulitan dalam menangani persalinan. Sementara itu dukun bayi tidak terlatih belum mengetahui adanya bentuk kerjasama tersebut.
Saran: Untuk meningkatkan kerjasama antara bidan di desa dan dukun bayi, hendaknya pihak Dinkes menerbitkan kebijakan lokal spesifik yang sesuai dengan budaya setempat, dan hal ini dikoordinasikan di tingkat puskesmas untuk selanjutnya disosialisasikan ke seluruh pihak.

Qualitative Analysis of Assistance from Village midwife in Deliveries Attended by Traditional Birth Attendant at Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa BaratOne of the main causes of the high maternal mortality rate in Indonesia is the inadequate coverage of childbirths attended by health care providers. In some provinces including West Java, numbers of deliveries attended by traditional birth attendants (TBA) is still rated as high. For this reasons, a companion of village midwife is needed by a TBA when attending deliveries to monitor the performance of the TBAs and to take necessary actions when needed. This research was conducted at Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, specifically at the major community health centers, puskesmas Cicurug and puskesmas Cipari.
The purpose of this research is to obtain a clear picture of the level of knowledge, attitude, and practical skills of the TBAs in the subject area in relation to the program of accompanying TBA during birth attendance.
This research uses qualitative approach to collect complete information regarding cooperation between the village midwife and the TBA in deliveries attended by TBA. The data collection methods used in this research is interviews and FGD.
The main targets of information collection in this research are the Village midwife, trained TBAs, and untrained TBAs as object of the research, while the supporting source of information are the midwife coordinator, the Head of KIA at the Health Service Office in Kabupaten Sukabumi, Chief of village, and the women in labor in 2000-2001 attended by TBAs to support the cooperation in information collection project.
The results of the research are:
1. The knowledge of the trained TBAs and village midwife regarding the form of cooperation/labor accompaniment are quite well, however the village midwife is not always present at the childbirths attended by TBA, and are present only when the problems occur. While the untrained TBAs haven't had knowledge regarding the form of cooperation/labor accompaniment by village midwife.
2. The attitude of the trained TBAs and the village midwifes regarding the form of cooperation at puskesmas Cicurug is generally good, while at puskesmas Cipari is seen as not encouraging. The differences of their cooperation are due to some reasons, one of which is the puskesmas Cicurug was once organizing a training for TBAs in, addition to routine meetings, but at puskesmas Cipari such routine meetings have never been held. Aside from this fact, the difference in characteristic of TBA and village midwife such as the differences of age, education, and point of origin also become an issue.
3. The usual practice conducted by the trained TBAs and village midwifes at puskesmas Cicurug in terms of cooperation/labor accompaniment is the TBAs will call the village midwife if she faces difficulties. Whereas at puskesmas Cipari, the trained TBAs seldom ask the village midwife to help. When they have problems with labors, the family of the laboring women will call the village midwife. In terms of work role division and pay system between the village midwife and the TBAs, some trained TBAs both at Puskesmas Cicurug and Puskesmas Cipari are not quite satisfied.
Conclusion: The trained TBAs and the village midwifes have known about the form of cooperation/labor accompaniment, however on usual practice the TBAs will call the village midwife only if she faces difficulties. On the other hand, the untrained TBAs haven't known about the form of accompaniment by village midwifes.
Suggestions: to develop work relationship between the TBAs and the village midwifes, Dinkes should make a local policy which appropriate to their culture and should be coordinate in puskesmas level and will socialize in all level.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T8429
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Simon Priyanto
"Arsitektur tradisional sebagai salah satu prcclak iisik budaya sangat erat hubungammya dengan sistem kepercayaan. Nilai religi pada
produk budaya., yang salah satu di antaranya adalah arsi.aictur.
Mmm pembahan budaya memang nam bisa' diuhat dan .Salah sam sudut pandang saja, karena begitu banyak unsur budaya }a ug berpotensi untuk membah suatu kebudayaan. Pembahan budaya pada dasarnya berasal dari dua macam sumber, yaitu yang herasal dari dalam dan yang berasal dari iuar. Pada pembahasan studi kasus akan teriihat bahwa perubahan nilai religi disebabkan oleh pengaruh dari Iuar.
Sedangkan perubahan budaya yang terjadi di kedua dusun secara umum memiliki faktor pendorong yang berasal dari dalam maupun luar.
Dusun Sungai Ulu Apalin dan Tanjung Kelja diambil sebagai studi kasus karena penulis sempat mengunjungi kedua dusun tersebut dan tinggal selama beberapa waktu di Sana, Keduanya memiliki kondisi yang sangat berbeda, baik dari segi ukuran rumah betang, keadaan betang, dan kemudahan pencapaian Kedua dusun ini menjadi data pembanding yang cukup baik karena keduanya berada di dalam wilayah ketumenggungan yang sama (wilayah adat), dalam desa yang sama (wilayah administrarif pemerintahan), masyarakat da.ri suku yang sama (T amambaloh), letaknya berdekatan, dan mayoritas penduduknya beragama Katolik.
Perubahan nilai religi akan dijadikan fokus pembahasan karena secara spesifik telah merubah beberapa unsur arsitektur, walaupun bukan rumah betang.
Nilai religi berubah sejak agama masuk. Ajaran agama yang masuk pada dasarnya bertentangan dengan kepercayaan tradisional. Namun akhimya agama tersebut bisa diterima dan sampai sekarang berkembang di kedua dusun Perubahan cara pandang masyarakat menyebabkan hal-hal yang pada awalnya dianggap sakral menjadi berlcurang artinya. Hal ini mempengaruhi kondisi iisik bangunan, bahkan menghilangkan beberapa di antaranya. Akibat dari hal tersebut tentu saja secara otomatis tenjadi perubahan pada pola pemukiman. "
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S48350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iberamsjah
"ABSTRAK
Perubahan politik yang terjadi di tingkat nasional pada akhirnya berimbas pada perubahan politik di tingkat pedesaan. Penerapan beberapa kebijakan politik yang merupakan bagian dari proses demokratisasi seperti otonomi daerah atau khususnya otonomi desa, peraturan baru tentang pemilihan umum dan kepartaian berdampak pada perubahan struktur kelembagaan desa dan perilaku politik di dalamnya. Lebih jauh, konstelasi kekuasaan di tingkat desa pun berubah. Perubahan-perubahan ini tampak pada kasus pengambilan keputusan di Desa Gede Pangrango. Studi ini berusaha menjelaskan terjadinya perubahan peran alit desa dalam perubahan politik yang terjadi sejak penerapan otonomi daerah tahun 2000 di Desa Gede Pangrango.
Temuan-temuan yang berhasil diperoleh dari studi ini meliputi hal-hal yang akan dirinci sebagai berikut. Pertama, telah terjadi perubahan sumber dan hubungan kekuasaan elit desa yang berimplikasi terhadap terjadinya pergeseran konstelasi elit desa. Beberapa sumber kekuasaan yang pada masa lalu kuat pengaruhnya bagi kekuasaan elit tertentu, kini berubah melemah. Sumber kekuasaan yang melemah itu misalnya kemampuan bela diri (jawara), adat dan birokrasi. Sebaliknya, ada beberapa sumber kekuasaan yang menguat peranannya dalam konstelasi politik desa, yaitu keterampilan, prestasi, dan dukungan massa atau simpatisan terhadap partai politik. Menguatnya pengaruh keterampilan dan prestasi sebagai sumber kekuasaan ditunjukkan dengan menguatnya pengaruh elit pemuda yang menunjukkan prestasi dan keterampilan menonjol dalam masyarakat. Elit partai politik yang mendapat legitimasi kuat pada pemilu juga menunjukkan peningkatan pengaruhnya dalam politik desa. Sedangkan dalam hubungan kekuasaan, dominasi elit formal desa dalam pembuatan keputusan desa yang tampak pada masa lalu, kini berubah. Kekuasaan elit formal desa telah diimbangi oleh pengaruh elit formal baru di BPD, sebagai lembaga perwakilan desa yang baru, dan ditambah dengan kontrol masyarakat melalui gerakan massa.
Kedua, dalam konstelasi elit desa tersebut, muncul elit formal baru yang memiliki pengaruh besar dalam pengambilan keputusan desa. Dibentuknya BPD sebagai lembaga perwakilan yang lebih otonom dan representatif berdasarkan UU No.22/1999, Kepmendagri No.64/1999 dan Perda Kabupaten Sukabumi No.2/2000, memunculkan tokoh-tokoh masyarakat sebagai elit formal baru mendampingi eksekutif dan birokrasi desa.
Ketiga, telah terjadi perubahan sikap, perilaku dan peranan elit dalam perwakilan desa. Lembaga perwakilan desa pada masa Orde Baru berada pada posisi subordinat di bawah eksekutif desa. Fungsinya tidak lebih dari lembaga yang mengesahkan keputusan eksekutif desa. Setelah penerapan otonomi daerah, lembaga perirakilan menjadi lebih representatifdan otonom dari intervensi kepala desa.
Keempat, dominasi kepala desa terhadap lembaga perwakilan desa telah berakhir. Sebagai dampak dari kemunculan elit formal baru dalam konstelasi politik desa, kel;uasaan kepala desa dapat diimbangi. Dalam beberapa kasus pembuatan keputusan di desa Gede Pangrango, tampak kecenderungan kekuasaan BPD lebih kuat. Dalam rapat-rapat BPD, terdapat temuan kelima, yaitu telah terjadi perubahan dalam proses pembuatan keputusan dari kecenderungan musyawarah-mufakat ke penerimaan pemungutan suara.
Keenam, intervensi pemerintah tingkat atas desa terhadap proses pembuatan keputusan desa telah berakhir. Di desa Gede Pangrango, pemerintah atas desa tidak lagi melakukan intervensi terhadap pembuatan keputusan. Pemerintahan desa menunjukkan kecenderungan otonomi daiam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan desa. Kehadiran pemerintah atas desa dalam rapat-rapat desa bukan dalam rangka mempengaruhi keputusan tetapi lebih bersifat seremonial.
Ketujuh, peranan massa dalam mempengaruhi proses pembuatan keputusan desa telah meningkat. Pada masa Orde Baru, masyarakat tidak pernah menunjukkan kecenderungan untuk melakukan tindakan tindakan dalam rangka mempengaruhi pembuatan keputusan, seperti dengan melakukan demonstrasi. Seiring penerapan otonomi desa, telah terjadi beberapa kali aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat desa untuk mendesakkan agenda kebijakan politik kepada pemerintahan desa dan pemerintah atas desa. Dan yang penting untuk dicatat di sini adalah bahwa peranan mereka dalam mendesakkan agenda kebijakan dapat dikatakan efektif karena kernudian tuntutan yang diajukan dalam demonstrasi ditanggapi serius oleh BPD dengan ,pembuatan beberapa keputusan penting. Ini menunjukkan bahwa peranan massa dalam proses pembuatan keputusan di desa Gede Pangrango telah meningkat.
Secara teoritis, studi ini menunjukkan relevansi dan revisi terhadap beberapa teori yang digunakan, serta mengkonstruksi teori baru tentang kemunculan elit formal baru dalam konstelasi politik desa. Kasus pembuatan keputusan di desa Gede Pangrango menunjukkan relevansi teori sirkulasi elit dari Mosca, Schoorl dan Alfian; tipologi elit berdasarkan sumber kekuasaan seperti dibuat oleh Kappi, Buntoro, Hofsteede dan lberamsjah; serta relevansi teori pembuatan keputusan dari Gibson bahwa pembuatan keputusan merupakan proses dinamis yang dipengaruhi berbagai faktor.
Di samping relevansi beberapa teori di atas, kajian kasus desa Gede Pangrango menunjukkan perlunya revisi terhadap beberapa teori. Dikotomi elit formal-informal yang dilakukan oleh Tjondronegoro, Ismani dan Kuntjaraningrat tidak dapat diterapkan dalam kasus ini. Kemunculan alit formal baru yang memiliki karakter formal, namun memposisikan diri di luar elit formal membuat konsep elit formal dan informal lebur dalam fenomena ini, sehingga teori dikotomis ini tidak dapat diterapkan secara kaku. Sirkulasi elit yang diterjemahkan sebagai pergantian elit oleh Mosca, Schoorl dan Alfian, kurang tepat untuk diterapkan dalam kasus ini karena yang terjadi adalah pergeseran konstelasi elit, bukannya pergantian elit. Selain itu, sumber kekuasaan elit tidak terbatas pada sumber kekuasaan yang diungkapkaan oleh Andrain, Budiardjo, Anderson, Kappi, Buntoro, Hofsteede dan Iberamsjah, tetapi lebih jauh lagi terdapat varian baru sumber kekuasaan, yaitu kepribadian dan kemampuan memecahkan masalah-masalah masyarakat. Temuan studi ini juga menunjukkan bahwa selain scope dan domain of power (Lasswell dan Kaplan) terdapat konsep lain yang penting dalam mempelajari kekuasaan, yaitu saluran kekuasan. Terakhir, pembuatan keputusan di desa yang menurut Wahono cenderung menggunakan mekanisme musyawarah-mufakat, dalam kasus Desa Gede Pangrango ini mengalami pergeseran dengan diterimanya mekanisme voting sebagai salah satu alternatif pengambilan keputusan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
D517
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1982
S6531
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wiriasto Herry Septiadi
"ABSTRAK
Penelitian dengan judul Upaya Meningkatkan Kualitas Derajat Kesehatan Lingkungan Melalui Perubahan Perilaku Kesehatan dengan Studi Kasus Proses Perubahan Perilaku Buang Air Besar pada Masyarakat Dusun Margodadi, Desa Kenongo, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang Jawa Timur ini bertujuan untuk menggambarkan strategi dan tahapan perubahan yang dijalankan warga masyarakat untuk merubah perilaku buang air besar sembarang menjadi perilaku buang air besar pada jamban termasuk membangun jamban keluarga secara swadaya, menggambarkan faktor-faktor yang membuat masyarakat Dusun Margodadi ingin merubah perilaku yang terkait dengan sanitasi dan menggambarkan keberlanjutannya.

Yang menjadi latar belakang dari pemilihan topik pada penelitian ini adalah keberhasilan warga Dusun Margodadi dalam mengadopsi inovasi perubahan perilaku bang air besar di tempat tertutup dan mau membangun jamban secara swadaya tanpa bantuan dari phak luar, dalam waktu yang singkat. Padahal warga Dusun Margodadi telah lama mempunyai kebiasaan buang air besar disembarang tempat. Sementara perubahan perilaku buang air besar adalah salah satu jenis perilaku kesehatan yang termasuk dalam kategori perilaku kesehatan lingkungan. Pembuangan kotoran manusia yang memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu kegiatan dalam rangka usaha perbaikan kesehatan lingkungan. Pelaksanaan sistem pembuangan kotoran manusia sangat erat hubungannya dengan perilaku/kebiasaan manusia itu sendiri. Kebiasaan buang kotoran yang tidak sehat/sembarang tempat dan keadaan sarana jamban yang tidak saniter merupakan penyebab terjadinya pencemaran lingkungan. Oleh sebab itu salah satu upaya meningkatkan kualitas derajat kesehatan lingkungan adalah dengan cara perubahan perilaku buang air besar.

Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sementara jenisnya adalah penelitian yang tergolong penelitian case study. Lokasi penelitian adalah Dusun Margodadi yang terletak di dusun Margodadi, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang Jawa Timur. Jenis sampling (Type of Sampling) pada penelitian ini adalah nonprobability sampling atau nonrandom sampling dan penentuan informan dalam penelitian ini mengggunakan metode Snowball Sampling. Pengumpulan data sendiri pada penelitian ini dilakukan melalui empat cara yaitu pengumpulan data melalui wawancara mendalam (In Depth interview), Group Interview , observasi dan pengumpulan data dengan menggunakan sumber data non manusia (data sekunder) serta di analis dengan menggunakan analisis deskriptif kaulitaif. Pembahasan dalam penelitian ini menggunakan teori "Model Difusi dan lnovasi" dari Rogers dan Shormakers. Model Difusi lnovasi (Rogers dan Shoemaker) menegaskan peran agen-agen perubahan dalam lingkungan sosial, oleh karena itu mengambil fokus yang agak terpisah dari individu sasaran utama. Secara relatif, tetangga, petugas kesehatan atau agen perubahan yang lain ikut membantu menghasilkan perubahan perilaku dengan cara-cara tertentu, misalnya dengan cara meningkatkan kebutuhan akan perubahan, membangun hubungan interpersonal yang diperlukan, mengidentifikasi masalah-masalah dan penyebabnya, menetapkan sasaran dari jalan keluar yang potensial, memotivasi seseorang supaya menerima dan
memelihara aksi dan memutuskan jalinan yang mengembalikan seseorang pada perilaku lama.

Dusun Margodadi adalah salah satu dari tiga dusun yang terdapat di Desa Kenongo. Perubahan perilaku buang air besar pada Masyarakat Margodadi dilakukan oleh petugas sanitarian dengan menggunakan pendekatan Metode CL TS (Community Lead Total Sanitation), yaitu pendekatan dengan proses fasilitasi yang sedehana yang dapat merubah sikap lama, kewajiban sanitasi menjadi tanggung jawab masyarakat. Ada lima tahapan proses yang di alami masyarakat Dusun Margodadi dalam pengadopsian inovasi perubahan perilaku yaitu tahap perkenalan dan menjalin kebersamaan, tahap analisa sanitasi (perjalanan keliling kampung dan pemetaan), tahap pemicuan, tahap rencana kegiatan dan tahap kegiatan lingkungan dan tindak lanjut.

Ada tiga faktor yang mendorong masyarakat Margodadi mengadopsi inovasi perubahan perilaku buang air besar, yaitu faktor predisposisi yang terdiri dari tradisi gotong rotong dan kekeluargaan yang masih kental, sikap dan pengetahuan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, khususnyapengetahuan tentang dampak perilaku BAB ditempat terbuka terhadap kesehatan, pengetahuan tentang kebersihan lingkungan; faktor pendukung/pemungkin yang terdiri dari ketersediaan sarana air bersih, ketersediaan posyandu dengan segala program dan aktivitasnya, ketersediaan kegiatan pengajian rutin dan akses radio dan rasa malu dari masyarakat; dan faktor pendorong yang terdiri dari dukungan dari semua pihak mulai dari Kepala Desa dan aparat desa, tokoh masyarakat, kader sampai petugas kesehatan lingkungan/sanitarian setempat serta kemudahan dalam mendapatkan bahan material.. Hingga saat ini tidak ada satupun warga Margodadi yang kembali ke kebiasaan buang air besar yang lama yaitu di tempat terbuka seperti halaman/pekaranngan rumah dan di kebun. Hal ini disebabkan banyaknya usaha yang dilakukan oleh semua pihak untuk menjaga keberlanjutan perubahan perilaku buang air besar.

Dalam rangka meningkatkan kualitas derajat kesehatan lingkungan dengan adanya perubahan perilaku BAB perlu kiranya dilakukan beberapa tindakan, yaitu : (i) fokus kegiatan tindak lanjut dapat lebih memperhatikan pada aspek bagaimana menciptakan kesehatan lingkungan yang berkualitas. (ii) perlu kiranya pelibatan semua tokoh masyarakat yang ada. dan (iii) perlu dibina anggota masyarakat yang lain untuk dapat menjadi kader-kader yang handal.

"
2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>