Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 206283 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yosef Dedy Pradipto
"To inherit something if it is not genetically is believed to be a culture. Knowledge is culture since it is not genetically acquired. When we are discussing the -function of knowledge that means we are discussing the `culture', because knowledge is transferred by socialization, and human get it by learning process.
Knowledge in its formation is connected to power. One of the processes in formation of knowledge is through education and power is represented by the state and its government with its regulations reinforced. In education, curriculum is the reflection of power.
The government issues the national curriculum, applied throughout the country. In the implementation, the uniformity can not be fully applied. The due to the various situation and condition in every region. Alternative education is considered to be against uniformity in the implementation of national curriculum. Alternative education is also viewed as power in education.
Power contest is the condition that comes along with the formation of knowledge. Power contest appears when knowledge is constructed, deconstructed, and reconstructed. All happen within the constellation of power.
The concept of contest is used to illustrate the struggle, the fight, competition and debate when knowledge is in formation within the constellation of power.
Teaching through schools is one of the ways to formation of knowledge. In formation of knowledge, state with its national curriculum seems to stand in one side while, children, parents, peer groups, milieu, NGOs, and media are in the other side. Power contest seems to give certain color when alternative education is set in the context.
SDKE Mangunan is a type of alternative education that we can use to illustrate power contest between education and the state in the formation of knowledge. Romo Mangun with his curriculum for SDKE Mangunan has to face the state which implements national curriculum. Children just have to face their teachers in class. This will become more complicated with the presence of others like parents, peer groups, milieu and media.
"
2004
D591
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Devita
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai fenomena putus sekolah pada pemuda di Johar Baru, serta bagaimana pendidikan yang sesuai untuk mengakomodasi kebutuhan hidup mereka. Studi-studi sebelumnya membahas mengenai putus sekolah pada komunitas marjinal, pendidikan alternatif dan komunitas marjinal, dan sekolah komunitas sebagai upaya pengembangan komunitas. Problematika pendidikan yang dihadapi oleh pemuda marjinal dalam konteks komunitas masyarakat marjinal kota seringkali dikaitkan dengan keadaan ekonomi yang kurang, namun lebih dari itu, mereka dihadapkan dengan kompleksitas opresi dari struktur dominan hingga komunitas sejawatnya sendiri.Opresi-opresi tersebut merupakan salah satu pemicu terjadinya deprivasi budaya, sebuah aspek kulturaldari sisi pemuda marjinal kota yang belum dilihat secara komprehensif dalam penelitian-penelitian sebelumnya.Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis aspek kultural penyebab putus sekolah pada pemuda marjinal kota serta mencari tahu pendidikan seperti apa yang sesuai dengan budaya dan kebutuhan mereka. Peneliti berargumen bahwa deprivasi budaya pada pemuda putus sekolah marjinal kota merupakan penyebab utama putus sekolah, sehingga pendidikan alternatif yang berakar dari komunitas dan mendukung kebutuhan masyarakat marjinal kota merupakan pendidikan yang cocok untuk mengakomodasi kehidupan mereka. Peneliti melihat salah satu bentuk pendidikan alternatif di Johar Baru yaitu Sekolah Komunitas Johar Baru memiliki potensi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, teknik pengambilan data melalui observasi, studi kasus dan pustaka, wawancara mendalam dengan pemuda putus sekolah, serta informan kunci di Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. 

ABSTRACT
This study discusses the phenomenon of dropping out form school of young people in Johar Baru, as well as what is the most suitable education to accommodate their life needs. Previous studies discussed casses of dropping out in marginalized communities, alternative education and marginal communities, also community schools as an effort to develop the community. The educational problems faced by marginalized youth in the context of urban marginal communities are very complex because not only their lack in economy, but they are also faced with oppression from the dominant structure, even their own peer communities. These oppressions are one of the triggers of the culture of silence, a cultural aspect of the urban marginal youth that has not been seen comprehensively in previous studies. The aim of this study is to analyze the cultural aspect of the cause of dropping out of school in the urban marginalized youth in Johar Baru, and to find out what kind of education which would suit their culture and needs. The researcher argues that cultural deprivation is the major cause of dropoutsinurban marginalized youth. Therefore, an alternative education which rooted in the community and supporting their needs isone of the waysthat can accommodates their life needs as an urban marginal community. The researcher sees one form of alternative education in Johar Baru named the Johar Baru Community School which has that potential. This study uses qualitative research methods, whereas data collection techniques through observation, case studies and literature, in-depth interviews with school dropouts, and key informants in Johar Baru Subdistrict, Central Jakarta. "
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara R.P. Ajisuksmo
"Untuk mengakui dan memenuhi hak-hak anak, pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA)
tahun 1990 dan mensahkan UU No 23 tentang Perlindungan Anak tahun 2002. Pasal 28 dari KHA menyatakan bahwa
negara-negara peserta mengakui bahwa setiap anak mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan, mewujudkan hak
tersebut secara bertahap berdasarkan pada kesempatan yang sama. Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa pendidikan
dasar adalah wajib dan harus diberikan secara cuma-cuma, dan negara harus menyelenggarakan berbagai bentuk
pendidikan lanjutan. Dalam kenyataan, masih banyak anak yang tidak dapat mengikuti pendidikan karena kemiskinan
orang tua mereka yang memaksa mereka untuk bekerja guna menopang ekonomi keluarga. Padahal dengan bekerja,
anak tidak mempunyai cukup waktu untuk belajar dan mengembangkan seluruh kemampuan dan keterampilan mereka.
Survei ini bertujuan untuk memberikan gambaran deskriptif mengenai tingkat dan status pendidikan, serta bentuk
pendidikan alternatif yang diikuti oleh anak-anak yang dikategorikan sebagai anak-anak yang membutuhkan perlindungan
khusus. Selain itu, survei ini juga mencoba untuk mengidentifikasikan pihak-pihak mana saja yang ada di sekitar anak
yang membantu membayar SPP mereka. Survei ini melibatkan 165 anak yang berusia di bawah 18 tahun yang
merupakan dampingan dari 7 (tujuh) LSM di Jakarta, Bogor, dan Surabaya yang menjadi mitra kerja PLAN
International.
In order to recognize and to fulfill the children’s rights, as well as to protect them, the Indonesian Government ratified
the Convention on the Rights of the Children (CRC) in 1990 and approved Law No. 23 on Child Protection in 2002.
Article 28 of CRC states that the states parties recognize that the right of the children to have education, and to achieve
this right progressively on the basis of equal opportunity. This statement implies that states parties shall make primary
education compulsory, available and free to all. The states parties shall also encourage the development of different
forms of secondary education. In fact, many children could not participate in and therefore should drop out from their
basic education because their very poor parents. Instead, they have to work to support their family’s life. This survey
was intended to give a descriptive overview of the educational status and level, as well as to offer forms of alternative
education for children who are categorized as in needs of special protection (CNSP). In addition, this survey was
intended to identify individuals or institutions that the poor children school tuition. This survey involved 165 children
below 18 years of age who were assisted in by 7 (seven) NGOs in Jakarta, Bogor, and Surabaya which have a
partnership with PLAN International."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Clara R.P. Ajisuksmo
"Akibat kemiskinan orang tua, anak harus berada di jalan atau bekerja untuk ikut membantu menunjang ekonomi
keluarga. Sebagai konsekuensi, anak harus meninggalkan bangku sekolah. Padahal, menurut pasal 28 dari Konvensi
Hak Anak (KHA) pendidikan merupakan salah satu hak anak yang harus dipenuhi, dan negara wajib untuk
memfasilitasi pemenuhan hak tersebut melalui penyelenggaraan program pendidikan dasar wajib bagi semua anak tanpa
kecuali secara cuma cuma. Pendidikan luar sekolah merupakan program pendidikan alternatif, yang ditujukan agar anak
jalanan dan pekerja anak tetap dapat memenuhi hak mereka akan pendidikan. Penelitian ini ditujukan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam merancang dan melaksanakan program
pendidikan luar sekolah bagi anak yang putus sekolah, seperti anak jalanan dan pekerja anak. Penelitian ini juga
bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan bagi para tutor yang mendampingi pekerja anak dan anak jalanan
melalui program pendidikan luar sekolah yang dilaksanakan. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, dilakukan FGD dan
wawancara mendalam kepada pendiri, staf dan pengurus LSM penyelenggara program pendidikan luar sekolah bagi
anak jalanan dan pekerja anak, para tutor yang mendampingi kegiatan belajar anak, dan anak jalanan serta pekerja anak
yang mendapat manfaat langsung dari program pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh LSM.
Due to poverty, children have to be on the street or involve in child labour to support the families’ economy to survive.
As a consequence, children have to drop their school activities out. Refering to article 28 of the Convention of The
Rights of The Children (CRC) children have the right to education and the states party recognizes to achieving this right
by providing primary education compulsory and available free on the basis to equal opportunity. Non formal education
is an alternative education for street children and working children, intended for them to fulfill their right to education.
The aim of this study is to identify important factors that are essential for designing and implementing educational
program for out-of school children, such as street children and working children. In addition, this study is intended to
identify training needs for tutors who facilitate street children and working children in their non formal education
program. In order to achieve the research objectives, series of FGDs and in depth interviews with staff of NGO working
with out-of school children, tutors who facilitate children’s learning processes, and street children and working children
as the beneficiaries of the non-formal education program implemented by the NGO."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sujono Samba
Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Studi (LKiS), 2007
371.04 SUJ l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rosa Tosaini
"Indonesia merupakan negara terbesar yang mempunyai jumlah anak jalanan atau anak terlantar, di mana umumnya mereka tidak bersekolah atau putus sekolah. Krisis ekonomi yang terjadi diyakini berpengaruh besar terhadap peningkatan jumlah anak ini. Pada tahun 1998, Menteri Sosial menyatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah anak jalanan sekitar 400%. Pengaruh globalisasi yang berkembang dengan pesat, serta teknologi yang berkembang pesat, transfer ilmu pengetahuan dapat berkembang dan berpengaruh pada sistem pendidikan yang ada, baik antar negara maupun antar bangsa. Hal ini dapat dilihat dari realitas masalah pendidikan anak di Indonesia.
Berdasarkan Iatar belakang tersebut, pokok pemasalahan dalam tesis ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana mengaitkan konsep pedagogi pengharapan Paulo Freire dengan solusi pemecahan masalah pendidikan anak jalanan? Permasalahan pokok tersebut akan diuraikan menjadi dua masalah, yaitu: Pertama, apa konsep pendidikan Paulo Freire tentang pedagogi kaum tertindas itu? Kedua, kenapa pedagogi pengharapan Paulo Freire dapat digunakan sebagai transformasi sosial anak jalanan?
Kerangka teori yang digunakan, yaitu konsep pendidikan Paulo Freire didasarkan pada pandangan mengenai manusia dan dunia Menurutnya, kodrat manusia itu tidak hanya "berada-dalamm-dunia", melainkan juga "berada-bersama-dengan-dunia" (being in and with the world) (Paulo Freire, 1972: 71). Di samping itu, bahwa pengharapan sebagai kebutuhan ontologis, menurut Paulo Freire, memerlukan praktik supaya dapat menjadi sesuatu yang konkret historis (Paulo Freire, 1999: 8).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pertama, berdasarkan filsafat pendidikan kontemporer dan paradigma pendidikan kritis Paulo Freire, konsep pendidikan Paulo Freire tentang kaum tertindas dapat dijelaskan dengan memahami empat unsur, yaitu dengan memahami budaya bisu kaum tertindas, konsientisasi pedagogi kaum tertindas, pendidikan hadap-masalah sebagai pembebasan kaum tertindas, dan pendidikan pengkodean sebagai praksis kaum tertindas.
Kedua, pedagogi pengharapan, menurut Paulo Freire, mempunyai dua unsur. Pertama, sikap kritis, atau tidak puas, dengan kenyataan yang sudah ada Kalau kita tidak kritis dan sudah puas, pengharapan tidak dibutuhkan, hanya menyesuaikan diri dengan status quo. 2) Kepercayaan. Dalam pendidikan kaum tertindas, kepercayaan dipahami sebagai dunia yang penuh dengan penderitaan orang tertindas yang dapat berubah. Karena itu, konsep pedagogi pengharapan Paulo Freire dapat menjadi altematif pemecahan masalah pendidikan anak jalanan melalui munculnya kesadaran dan pengharapan yang didasarkan pada transformasi sosial dari struktur-struktur yang tidak adil kepada dunia yang lebih adil dan baik."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: Bank Dunia, 2005
370.9598 Ind
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"ulisan ini dimaksudkan menggambarkan keterkaitan antara ketenagakerjaan , pendidikan dan kemiskinan yang merupakan tantangan tersendiri dalam penetapan kebijakan pembangunan masa depan. Isu pengembangan strategi dan kebijakan pembangunan pendidikan pendidikan di harapkan tidak hanya tertuju pada persoalan mikro semasa yaitu proses pendidikan itu sendiri...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Rivai
"Pengobatan alternatif denganjumlah dan nama yang beragam merupakan realita yang ada di masyarakatsejak dahulu. Keberadan pengobatan alternatif di masyarakat memang pada masa pembangunan yang mementingkan layanan sarana seperti Puskesmas dan Posyandu sepertitidakterdengar. Pendirian sarana kesehatanoleh pemerintah yang selama bertahun-tahun dilakukan untuk menjangkau masyarakat agar dapat menjangkau akses layanan kesehatan ternyata tidak menyebabkan keberadaan pengobatan alternatif hilang. Krisis moneter yang berlangsung pada tahun 1997 merupakan contoh bagaimana keberadan pengobatan alternatif justru berkembang dan populer. Di tengah perkemangandan popularitas pengobatan-pengobatan alternatif yang adaternyata ada sebuah pengobatan yang dalam perkembangannya didasari oleh semangatuntuk menjalankan kembali ajaran-ajaran Islam. Semangat untuk mempromosikan ajaran Islam dalam bidang pengobatankepada masyarakatinilahyangdapat menjadi motivasiuntukterus bertahan dan berkembang. Pengobatan itu adalah bekam.
Dalam penelitian ini, Bekam dan Ruqyah Center (BRC) Jakarta merupakan contoh sebuah lembaga pengobatan yang mendasarkan pengobatannya dengan klaim sebagai lembaga yang melaksanakanpengobatan sesuai sunnah ajaran Islam. Niat ini nampaknya cukupberalasan, sebab BRC bukan hanya sekedar hadir di masyarakat tetapijuga sebagai wujud dan upaya mereka untuk menjadi lawanpengobatan yang menurut mereka tidak Islami dan menyimpang dari ajaran Islam. Peneliti mendapatkan bahwa dalam perkembangannya mereka melakukan suatu upaya inovasi yang dalamcontoh dalam tiga informan bukan hanya mampu mendapat pasien pelanggan dari kalangan Muslim saja, namun juga kalangan non-muslim sebagai pasien setia mereka.
Alternative medicine with varying number and its name is a reality inthe society. The availability of alternative treatment in the community was at the time of development that emphasizes services of healthfacilities by the government over the years done to reach the public in order to reach access to health services does not make the existence of alternative medicine is lost. The monetary crisis which took place in 1997 is an example of how the existence ofalternative medicinebecame popular. In the popularity of some alternative treatments for some people there is one of them which has a spirit to promote Islamic teachings in the field of the treatment. That spirit take a momentwhen reformation era which jus has started and always show their existence in society. The treatment is bekam (cupping).
Research study by mein Bekam and Ruqyah Center (BRC) in Jakarta in this case is an example of an institution that bases its treatment with bekam. As an institutionwhichclaimsimplementappropriatetreatment Sunnah Islamic teachings seems quite reasonable, becausethe BRC is not just present in society but also as beings and their attempts to become the opposite treatment that they think is un-Islamic and deviated from Islamic teachings. Researchers found that in their efforts to promote bekam assharia are not only able to receive patients from Muslim customers, but also among non-Muslims as their patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S8276
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>