Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148333 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Miskarina Della Yolanda
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Miskarina Della Yolanda
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S6472
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa
"Dunia motor di Indonesia identik dengan kaum laki-laki. Pada umumnya, keterlibatan perempuan di dalam dunia motor atau biasa dikenal dengan istilah Lady Biker mendapat label dari masyarakat sebagai perempuan maskulin yang memiliki sifat kelelakian, keberanian, kekuatan, kegarangan dalam berpakaian dan berpenampilan. Padahal seorang Lady Biker menunjukkan sisi feminin dan masih menjalankan kodratnya selayaknya seorang perempuan, seperti masih mengenakan rias wajah dan melakukan perawatan kecantikan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana Lady Biker di dalam komunitas MotoLadies Indonesia maupun saat berada di jalan menampilkan identitas mereka melalui atribut keselamatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi yang mencakup wawancara mendalam dan observasi partisipan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan mengenakan atribut keselamatan, membuat identitas gender mereka jadi tersamarkan. Ini berkaitan dengan cara pandang mereka mengenai tubuh dan penampilan berpakaian berdasarkan konsep gender feminin dan maskulin yang sudah tertanam di dalam diri mereka. Penelitian ini menemukan bahwa Lady Biker mengenakan helm sebagai “casing” atau tameng untuk menunjang performance mereka di masyarakat. Identitas mereka kemudian tidak terlepas dari tindakan performatif seperti yang dijelaskan Butler (1988), yang terus dilakukan secara berulang pada community stage dan daily stage.

The world of motorbikes in Indonesia is synonymous with men. In general, the involvement of women in the world of motorbikes or commonly known as Lady Biker is labeled by the community as masculine women who have male characteristics, courage, strength, ferocity in dress and appearance. Even though a Lady Biker shows her feminine side and still carries out her nature like a woman, like still wearing make- up and doing beauty treatments. This study aims to describe how Lady Biker in the Indonesian MotoLadies community as well as on the road displays their identity through safety attributes. This study uses a qualitative method with an ethnographic approach that includes in-depth interviews and participant observation. The results of this study indicate that wearing safety attributes will disguise their gender identity. This has to do with the way they look at their bodies and their appearance in clothes based on the concept of feminine and masculine gender that has been embedded in them. This study found that Lady Biker wore a helmet as a "casing" or shield to support performance theirin society. Their identity is then inseparable from performative actions as explained by Butler (1988), which continues to be repeated on the community stage and the daily stage."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaniasari
"Dalam masyarakat Indonesia, masalah-rnasalah kegaiban telah lama diyakini dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari (Bastaman, 1995; George, 1995; Kartoatniojo, 1995). Fenomena-fenomena seperti "orang pandai" yang membantu menemukan barang hilang, menyembuhkan penyakit yang tidak berhasil disembuhkan ilmu kedokteran moderen, atau meramal nasib dan kejadian di masa mendatang membuat orang terheran-heran mendengarnya, namun tidak terlalu meragukan kebenarannya, karena tahu bahwa memang ada hal-hal seperti itu yang terjadi dalam masyarakat Indonesia (Noesjirwan, 1992). Untuk selanjutnya dalam penelitian ini, fenomena-fenomena sedemikian disebut sebagai fenomena paranormal.
Di Jakarta khususnya, yang boleh dianggap sebagai miniatur Indonesia, fenomena ini juga tampak jelas. Pertemuan antara berbagai budaya tradisional Indonesia dengan budaya moderen dari negara Barat ternyata tidak menyebabkan fenomena ini luntur begitu saja. Pendidikan moderen serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata masih menyisakan tempat terhadap penghayatan pada hal-hal yang sulit dinalar.
Mengapa orang-orang (Jakarta) dapat "beramai-ramai" mempercayai fenomena paranormal '?. Menurut Danandjaja (1994), di Indonesia, peran masyarakat terhadap pembentukan individu sebagai mahluk individual dan mahluk Sosial boleh dibilang signifikan. Kepercayaan atau keyakinan terhadap fenomena paranormal diteruskan secara turun-temurun. Sampai sekarang masih dilakukan upacara ritual pada kelahiran, kematian atau pernikahan. Sejak dulu, tokoh formal, atau agent yang bertugas menjalankan berbagai ritual dan rnenyampaikan pentingnya mempertahankan berbagai ritual ini adaiah pemuka adat, dukun, ketua suku / marga atau pemimpin upacara adat. Di Jakarta saat ini, boleh dibilang, peran agent tersebut di atas tidak dominan lagi, mungkin karena kemajemukan suku yang ada di dalamnya. Apabila dihubungkan dengan keadaan ini, tentunya pertanyaan yang timbul adalah, jika tidak dari agent ini, dari mana lagi ?. Apakah ada agent selain para pemuka adat, dukun, ketua suku / marga atau pemimpin-pemimpin upacara adat ?.
Menurut Young (1958), Hogg & Abrams (1988), Auerbach (1991) dan George (1995), faktor demografis, ekonomi, orangtua, teman sebaya, guru dan media massa dapat berperan sebagai ?story-teller", maksudnya penyampai tradisi ke generasi berikutnya Apakah tradisi tersebut kemudian akan dianut oleh individu atau tidak, berhubungan dengan pola asuh, pengalaman, tingkat pendidikan, tipe kepribadian dan usia individu.
Selain itu, menurut George (1995), setiap belief, termasuk belief terhadap fenomena paranormal dianut karena dianggap dapat memenuhi kebutuhan individu yang menganutnya. Salah satu kebutuhan manusia yang hakiki adalah untuk memahami dunia dan menjelaskan posisinya dalam alam semesta ini (Young, 1958). Tanpa pemahaman atau kedua hal tersebut, dalam hidupnya, individu akan disorientasi dan tidak berdaya.
Mendukung pernyataan di atas, Schumaker dalam George (1995) menyatakan bahwa kebutuhan akan beiief terhadap fenomena paranormal ini sangat mendasar. Dengan demikian, individu memiliki predisposisi untuk menganutnya. Dalam kehidupannya, individu mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, seperti kelahiran, kematian, penyakit, kelaparan dan lain-lain , yang rnembuat individu tidak berdaya karena tidak dapat menjelaskan atau memahami fenomena-fenomena tersebut. Oleh karena itu penjelasan dan pemahaman yang ?masuk akal? adalah dengan menyerahkan pengalaman-pengalaman tersebut sebagai hal-hal yang ?tidak masuk akal?.
Sesuai dengan konsep tersebut adalah pandangan Psikologi Transpersonal yang menyatakan bahwa pada setiap individu ada dorongan ke arah transendensi diri dan perkembangan spiritual (Noesjirwan, 1992). Yang dimaksud dengan transendensi diri adalah penghayatan mistis, penghayatan penyatuan diri dengan sesuatu yang Maha Besar, atau sesuatu yang maha Iuas (kesadaran kosmik). Singkatnya, secara teoritis, dengan memang adanya predisposisi Serta dorongan transendensi, maka dapat dimengerti mengapa manusia mempercayai isu-isu yang justru tidak dapat dijelaskan dengan logika / rasio.
Penelitian ini sendiri mencoba menjuruskan permasalahan kepada mahasiswa yang tinggal di Jakarta Selatan tahun pertama, atau pada masa penelitian ini telah duduk di semester dua sebagai subyek penelitian. Menurut (Tumer & Helms, 1987), pada masa ini, pengetahuan, aspirasi dan nilai-nilai tertentu dari mahasiswa seringkali masih arnbigus dan diwarnai oleh pengetahuan, aspirasi dan nilai-nilai orangtua. Padahal, untuk sepenuhnya menjadi bagian dari kehidupan dewasa, mahasiswa perlu belajar untuk menentukan tujuan hidupnya dengan cara lebih banyak mengenai tentang dirinya dan dunia. Di lain pihak, sebagai bagian dari masyarakatnya, mahasiswa agaknya sulit untuk terlepas dari kekerabatan dan konsep-konsep dalam masyarakat yang disampaikan oleh orangtuanya.
Dengan dinamika sedemikian, maka dalam penelitian deskriptif ini, ingin diketahui bagaimana gambaran belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal dan apakah ada hubungan antara belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal dengan belief orangtuanya. Selain itu, dalam penelitian deskriptif ini, ingin digali pula faktor-faktor lain apa saja yang mungkin berhubungan dengan belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal ini.
Untuk menjawab permasalahan penelitian, digunakan Paranormal Belief Scale-Revised (PBS-R) dari Tobacyk (1988). Instrumen ini terdiri dari tujuh dimensi fenomena paranormal, yaitu Traditional Religious Belief Psi, Witchcraft, Superstition, Spiritualism, Extraordinary and Extraterrestrial Life Forms dan Precognition. PBS-R ini telah direkomendasi untuk digunakan dalam penelitian-penelitian mengenai Belief terhadap fenomena paranormal. Alasannya adalah karena instrumen ini memiliki reliabilitas serta validitas yang telah teruji, khususnya untuk penggunaan silang budaya dalam kebudayaan Barat.
Hasil utama penlitian ini menunjukkan gambaran belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal. Bagi mahasiswa, ternyata Traditional Religious Belief dan belief terhadap fenomena paranormal adalah dua hal yang berbeda. Artinya, di satu pihak, mahasiswa memiliki belief Ketuhanan yang tinggi, dan di lain pihak, juga sekaligus memiliki belief terhadap fenomena paranormal. Dalam mempercayai fenomena paranormal, mahasiswa juga cenderung mempertanyakan apakah fenomena tersebut dapat dibuktikan secara ilmiah atau tidak. Oleh karena itu dapat dimengerti apabila mahasiswa memiliki belief yang tinggi terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan manusia menyadari atau mendapatkan informasi dari dunia sekitarnya tanpa menggunakau kelima aindera sensoris yang telah dikenal, misalnya membaca pikiran orang lain. Atau pada kemampuan manusia mempengaruhi orang lain, obyek atau suatu peristiwa di sekitarnya tanpa menggunakan tenaga iisik, seperti kekuatan batin, tenaga dalam, dan sebagainya. Di samping itu, mahasiswa juga cenderung percaya pada hal-hal yang berhubungan dengan santer, sihir atau guna-guna.
Di lain pihak, mahasiswa cenderung tidak percaya pada tahyul, peramalan nasib dan bentuk-bentuk mahluk hidup yang tidak lazim. Dari hasil penelitian bahwa mahasiswa cenderung mempertanyakan bukti ilmiah, paling tidak kemungkinan terjadinya suatu peramalan. Mahasiswa paling kurang percaya pada tahyul, daripada dimensi-dimensi belief terhadap fenomena paranormal yang lain. Begitu pula dengan peramalan nasib. Bagi mahasiswa, nasib atau masa depan lebih berhubungan dengan konsep reliji atau Ketuhanan. Selain itu, mereka menganggap bahwa peramalan nasib tidak lebih dari sekedar rubrik zodiak di majalah-majalah, dalam arti lebih cenderung tidak dapat dipercaya kemungkinan terjadinya.
Hasil lain yang didapat dari penelitian ini adalah mengenai hubungan antara belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal dengan belief orangtuanya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa memang ada hubungan antara belief mahasiswa dengan belief orangtuanya. Selain itu, ternyata tidak ada perbedaan yang signifkan antara belief mahasiswa dengan belief orangtua secara keseluruhan. Artinya, belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal secara umum relatif sama dengan belief orangtuanya.
Walaupun berhubungan, namun dalam hal tahyul, belief mahasiswa berbeda dengan belief orangtua mereka. Dari perbedaan mean antara mahasiswa dan orangtua, dapat dikatakan bahwa mahasiswa lebih tidak percaya pada tahyul daripada orangtua mereka. Hal ini mungkin dapat dijelaskan sebagai berikut. Tampaknya, mahasiswa telah menunjukkan pemikiran-pemikiran yang makin sistimatis dan analitis dalam memahami konsep-konsep gaib, khususnya fenomena paranormal. Di satu sisi, mahasiswa bersikap skeptis, namun di lain pihak ia masih terikat dengan tradisi dan ikatan-ikatan primordial (Poespowardojo, 1993). Suatu kondisi yang sangat khas Indonesia (Koentjaraningrat, 1975:320), di mana hubungan sosial di antara keluarga batih amat erat. Dengan demikian, transmisi budaya dalam keluarga amat intens, tennasuk transmisi sistim belief.
Mengenai faktor-faktor lain yang mungkin berhubungan dengan belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal dapat diuraikan sebagai berikut. Faktor-faktor yang tidak berhubungan secara signifikan pada belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal dalam penelitian ini adalah : usia, jenis kelamin, asal suku / ras, lama tinggal di Jakarta, latar belakang bidang studi, pengetahuan mahasiswa tentang fenomena paranormal (menurut persepsi mahasiswa yang bersangkutan), urutan kelahiran, serta persepsi orientasi belief terhadap fenomena paranormal pada salah satu orangtua. Faktor yang terakhir dimanifestasikan dengan pertanyaan terbuka dalam kuesioner tentang alasan pemberian set kuesioner kepada ayah atau ibu.
Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan antara lain adalah agama. Seperti yang dilcatakan oleh Koentjaraningrat (1995), dalam beberapa kebudayaan Indonesia, ritual agama seringkali bercampur dengan budaya. Hal ini yang mungkin berperan dalam kemungkinan adanya kecenderungan subyek menyetarakan ritual agama dengan kepercayaan rakyat. Sedangkan, faktor yang berhubungan terbalik secara signifikan adalah jumlah saudara sekandung. Artinya, makin sedikit jumlah saudara sekandung yang dimiliki, makin besar kemungkinan subyek memiliki belief yang tinggi terhadap fenomena paranormal."
1997
S2476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winter, Léon de, 1954-
Amsterdam: 1995, In Deknipscheer
BLD 839.313 6 WIN l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Aditianto
"Rumah tinggal merupakan salah satu produk arsitektur yang saat ini sudah banyak digeluti oleh para praktisi. Dewasa ini, muncul rumah-rumah tinggal yang dianggap memiliki desain minimal serta kembali menjelma sederhana dalam hal bentuk, material, dan kualitasnya. Fasad sebagai representasi arsitektur juga merupakan bagian dari karakter rumah tinggal. Skripsi ini merupakan studi sekaligus berperan sebagai kritik arsitektur untuk mengungkap fenomena rancangan fasad rumah tinggal yang didominasi oleh dinding.
Tujuannya adalah untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi pemikiran dan menggali kesadaran arsitek hingga menghasilkan desain tersebut. Studi kasus ditinjau dengan teori critical regionalism yang mengacu pada konteks perancangan. Pendekatannya dilakukan dengan interpretasi deskriptif berdasarkan kajian literatur, observasi lapangan, dan dialog dengan praktisi.

House is one of architectural products which became common for those who practiced in architecture. Nowadays, houses appear with minimal design and embodied in simple way. That simplification applicated in form, material, and spatial quality. Facade as representation and emphasized architecturally, actually is the part of house‟s character. This paper is a kind of study, as well as criticism in architecture, to reveal the phenomenon of the house‟s facade design that dominated by the wall.
The purpose of this study is to understand the background of architect‟s way of thinking, notions and considerations. It also to looking in self-consiousness design process that resulting on the design. The case study will be made based on some points in critical regionalism theory which refer to site‟s context. The approaches conducted by qualitative interpretative descriptive based on study of theoy, literature review, field observation, and interview with the architect.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feby Febrina
"Perkembangan teknologi membawa perkembangan komunikasi interpersonal , salah satunya online dating yang digunakan untuk mencari pasangan. Menggunakan pendekatan kualitatif, dengan studi literatur dan observasi yang dilakukan kepada 1 pasangan, perempuan WNI berusia 21tahun dan laki-laki WNA berusia 26 tahun, penulisan ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat bagaimana pelaku online dating mengurangi ketidakpastian dalam menjalankan komunikasi hubungan interpersonalnya. Hasil penulisan menemukan bahwa atraksi interpersonal diantara keduanya lebih cenderung kepada faktor personal. Semakin tinggi uncertainty yang dirasakan, semakin sedikit self-disclosure yang dilakukan. Peningkatan pada uncertainty reduction juga terjadi seiring meningkatnya uncertainty.

The development of technology brings interpersonal communcation developments, one of them is online dating that used for seeking partners. Using a qualitative approach, with literature study and observation, that had been done to a couple, 21 years old Indonesian young woman and 26 years old Dutch young Man, this writing aims to see how online dating participant reducing the uncertainty in their interpersonal communication and relationship. The result is that interpersonal attraction between them more likely to be personal factors. The higher the perceived level of uncertainty, the lower self-disclosure is done. The increase in uncertainty reduction also occurred with increasing uncertainty.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S6839
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Rodina
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
S6748
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Hafidaty Rahma Kautsar
"ABSTRAK
Urbanisasi di perkotaan dicurigai sebagai faktor penyebab perubahan iklim. Penelitian ini ingin menganalisis dampak urbanisasi terhadap iklim perkotaan di Jabodetabek selama tahun 1980-2015. Tujuannya ialah untuk mengetahui pola urbanisasi, pola iklim dan dampak pola urbanisasi terhadap iklim perkotaan. Penelitian dilakukan dengan pendekatan sites and situation, uji statistik Mann Kendall, Regresi Data Linear, Regresi Data Time Series dan Regresi Data Panel. Hasil menunjukkan terjadi peningkatan dari kepadatan penduduk, lahan terbangun, dan sub-urbanisasi urban sprawl dari Jakarta ke Bodetabek, dan membentuk konurbasi. Pola iklim menunjukkan faktor geografis, seperti ketinggian dan kedekatan dengan laut maupun pegunungan, serta dominasi penutup lahan rural/urban mempengaruhi trend suhu, tetapi kepadatan penduduk tidak mempengaruhi suhu. Dampak urbanisasi terhadap iklim perkotaan yaitu pada dataran rendah Jakarta, sebelum dominasi urbanisasi terjadi memiliki suhu yang cukup tinggi. Namun keberadaan urbanisasi dengan semakin dominasi lahan terbangun semakin mempertinggi suhu udara. Semakin ke arah selatan dari Jakarta, perubahan suhu tidak terlalu signifikan, dikarenakan merupakan dataran tinggi yang pada awalnya memiliki suhu lebih rendah. Sebagai rekomendasi, perlu penegasan pengendalian iklim melalui kontrol perubahan penutup lahan, diantaranya menciptakan green-building, membatasi pembangunan, merevitalisasi sabuk-sabuk hijau di Jabodetabek, sehingga konurbasi lanjutan dapat dicegah.

ABSTRACT
Urbanization in urban areas is suspected as the cause of climate change. This study wanted to analyze the impact of urbanization on urban climate in Jabodetabek during 1980 2015. The goal is to know the pattern of urbanization, climatic patterns and the impact of urbanization patterns on urban climate. The study was conducted by sites and situational approaches, statistical tests Mann Kendall, Linear Data Regression, Time Data Series Regression and Data Panel Regression. The results show an increase of population density, land builds, and sub urbanization urban sprawl from Jakarta to Bodetabek, and forming conurbations. Climatic patterns show geographical factors, such as altitude and proximity to the sea and mountains, and the dominance of land cover rural urban affect the temperature trend, but the population density does not affect the temperature. The impact of urbanization on urban climate is on the lowlands of Jakarta, before the dominance of urbanization occurs has a high enough temperature. But the existence of urbanization with the increasingly dominance of land awakened increasingly the air temperature. The further south from Jakarta, the temperature change is not very significant, because it is a plateau that initially has lower temperatures. As a recommendation, it is necessary to affirm climate control through the control of land cover changes, such as creating green building, limiting development, revitalizing green belts in Jabodetabek, so that further conurbation can be prevented."
2018
T51423
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>