Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riten Literatur
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2009
927 RIT m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bhakti Eko Nugroho
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rifa Alimul Hikmah
"Skripsi ini membahas tentang sistem pengobatan tradisional ala Mbah Dulyamin yaitu idhon-idhon dan membahas alasan yang menyebabkan warga Desa Tanggung Harjo menggunakan sistem pengobatan tradisional Mbah Dulyamin ini untuk mengatasi masalah kesehatan. Pengumpulan data dilakukan di Desa Tanggung Harjo, Kecamatan Grobogan, Kabupaten Purwodadi Grobogan, Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui pengamatan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengobatan Mbah Dulyamin dapat bertahan dan masih digunakan oleh warga karena adanya kecocokan antara konsep Mbah Dulyamin dengan konsep warga. Konsep yang menganggap bahwa mahluk gaib dan tukang tenung dapat menimbulkan penyakit pada seseorang. Sistem pengobatan yang dilakukan Mbah Dulyamin adalah dengan mendengarkan suara hati Mbah Dulyamin sendiri. Suara hati Mbah Dulyamin ini dapat mengobati berbagai macam penyakit, baik penyakit secara fisik maupun mental. Mbah Dulyamin juga melayani jasa konsultasi jimat, konsultasi psikilogis (kejiwaan), konsultasi jodoh, konsultasi spiritual dan sebagainya. Warga Desa Tanggung Harjo menganggap Mbah Dulyamin sebagai seseorang yang patut dibanggakan karena Mbah Dulyamin bisa mengobati berbagai macam penyakit dan memberi rasa aman bagi warga yang ada di Desa Tanggung Harjo tersebut. Oleh karena itu, Mbah Dulyamin merupakan seseorang yang dijadikan sebagai panutan bagi warga Desa Tanggung Harjo. Selain itu, lingkungan sosial juga melatarbelakangi pengambilan keputusan pasien untuk berobat ke Mbah Dulyamin.

This thesis discusses about a traditional healing system of Mbah Dulyamin is called idhon-idhon and the reasons why the villagers of Desa Tanggung Harjo use the healing system for cope their health. The data collection was conducted in the Tanggung Harjo village, Grobogan subdistrict, Purwodadi district, Central of Java by using a qualitative approach through in-depth interviews and observation. The result of the study show us that the healing system of Mbah Dulyamin is still survive and used by the villagers of Desa Tanggung Harjo because there is a suitable between the villagers’ concept of Desa Tanggung Harjo with Mbah Dulyamin’s concept. This concept tell us that the supernatural and witches can make someone be illness. Healing system of Mbah Dulyamin is based on Mbah Dulyamin’s conscience guidance. Mbah Dulyamin’s conscience can heal various of illness. Mbah Dulyamin is also open his hand for fetish, psychology, fience, spiritual consultation and many others. The Villagers of Desa Tanggung Harjo see Mbah Dulyamin as a admirable person because he can heal various illness and make the villagers of Desa Tanggung Harjo feel safe. In other hand, the social environment becomes the factor for the people’s decision to seek healing belongs Mbah Dulyamin."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S43982
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirdhanto Hadicaksono Sik
"ABSTRAK
Tesis ini menggambarkan tentang konflik sosial yang terjadi terkait dengan sengketa lahan antara PT.Pelindo II dengan ahli waris Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad atau yang kemudian dikenal dengan nama ?Mbah Priok?. Konflik sosial yang terjadi kemudian mengalami puncaknya dengan terjadinya bentrokan antara massa dari simpatisan ahli waris makam ?Mbah Priok? dengan petugas Satpol PP dibantu Polisi dan unsur lainnya pada 14 April 2010. Kerusuhan yang terjadi saat pembongkaran makam ?Mbah Priok? ini, kemudian menimbulkan korban meninggal dunia dan luka-luka, selain juga kerugian materil. Maka untuk menyelesaikan konflik seperti ini, diperlukan upaya penanganan agar persitiwa ini tidak meluas, sehingga menimbulkan masalah baru. Sesuai dengan Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, maka Polri dalam kapasitasnya sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat, mempunyai andil untuk menyelesaikan konflik tersebut dalam rangka meredam, dan membantu penyelesaian konflik dengan damai dan tanpa ada pihak-pihak yang dirugikan. Polres Pelabuhan Tanjung Priok kemudian berusaha menjadi mediator untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dengan mengedepankan upaya mediasi yang diwujudkan dalam bentuk dialog yang mempertemukan para pihak yang berkonflik. Proses dialogis tersebut dilandasi oleh 3 (tiga) prinsip utama yang menjadi pijakan Polres Pelabuhan Tanjung Priok, yakni Integritas, Independensi dan kesabaran serta ketulusan. Dengan 3 prinsip utama tadi dan juga kesolitan dari tim kerja yang dibentuk, maka terjadilah kesepatan bersama antara para pihak yang dituangkan dan ditandatangani sebagai bentuk dari resolusi damai yang dikedepankan oleh Polres Pelabuhan Tanjung Priok dalam menyelesaikan konflik yang terjadi.

ABSTRTACT
This Tesis describes the social conflict that arose in relation to the land dispute between PT. Pelindo II with the heirs of Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad or otherwise known as ?Mbah Priok?. The social conflict culminated with a clash that occurred between the massed supporters of the heirs to the tomb of Mbah Priok and the Civil Service Police Unit (Satpol PP) officers assisted by the Police and other elements on April 14, 2010. The riot that took place during the eviction of the Mbah Priok tombstone caused deaths and injuries as well as material damage. Therefore, in resolving such conflict, efforts in handling of clashes are needed to prevent the spreading which in turn leads to a new problem. In accordance with Law Number 2 Year 2002 concerning the State Police of the Republic of Indonesia, the State Police in its capacity as servant, protector, and guardian of the people has a role in resolving the conflict so as to subdue it and assist in resolving the conflict peacefully and without inflicting loss upon any party. The Tanjung Priok Port Resort Police attempted to become a mediator to settle the conflict by putting forward a mediation effort of engaging the conflicting parties in a dialog. The dialog process was based on 3 (three) main principles that serve as the foundation of the Tanjung Priok Port Resort Police, namely Integrity, Independence, and patience as well as sincerity. With these 3 main principles and the solidity of the work group that was formed, a collective agreement was reached between the parties which was put forth and signed as a form of peaceful resolution that was put forward by the Tanjung Priok Port Resort Police in resolving the conflict.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seoul: Pulbiy, 2009
R KOR 951.9 IYA XIII
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Yi, Cheol-sun
Gyonggi-do Koyang-si: In'gan sarang, 2010
KOR 320.951 9 NAM y
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suyami
Yogyakarta: Kepel Press, 2016
899.221 SUY k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Radhitya Wicaksono
"Kegiatan penertiban lahan makam Mbah Priok merupakan pelaksanaan Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 132 Tahun 2009 tentang Penertiban Bangunan yang didirikan di atas Tanah PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Serfitikat Hak Pengelolaan Nomor 1/Koja Utara seluas 1.452.270 m2 yang terletak di Jalan Eks TPU Dobo, Kelurahan Koja, Kota Administrasi Jakarta Utara. Dalam kegiatan proses penertiban lahan makam Mbah Priok yang terjadi pada tanggal 14 April 2010, mendapat perlawanan dari jamaah makam dan masyarakat sekitarnya yang diikuti dengan tindakan kekerasan dan pembakaran, sehingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian harta benda.
Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: (a) Tidak mempertimbangkan masukan dari Muspiko terutama Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok, berkaitan dengan informasi intelejen yang menyatakan bahwa terdapat kekuatan masa yang sudah mempersiapkan perlawanan terhadap kegiatan penertiban; (b) Rencana penertiban yang disusun oleh Satpol PP DKI Jakarta dan pemberitahuan waktu pelaksanaanya terlalu singkat, sehingga tidak memberikan kesempatan yang cukup bagi pelaksana penertiban untuk mendalami rencana dimaksud; (c) Kurangnya pengorganisasian dan pemberian briefieng yang jelas kepada segenap unsur pelaksana penertiban yang melibatkan Satpol PP dari 6 (enam) wilayah kota di Provinsi DKI Jakarta dengan jumlah yang cukup besar; (d) Tidak disiplinnya anggota Satpol PP, sehingga tidak mengedepankan tindakan yang persuasif humanis, tetapi justru melakukan tindakan kekerasan terhadap massa, sehingga memancing solidaritas massa untuk melawan petugas, dan (e) Lemahnya pengendalian petugas Satpol PP selama pelaksanaan kegiatan penertiban berlangsung, akibatnya menyebabkan penghentian pelaksanaan penertiban tidak segera diikuti dengan penarikan petugas Satpol PP di lokasi kegiatan penertiban.
Selama pelaksanaan kegiatan penertiban yang dilaksanakan oleh Satpol PP, Polres Pelabuhan Tanjung Priok telah melaksanakan pengamanan dan berhasil meminimalisir jatuhnya korban baik pada pihak Satpol PP maupun pihak jamaah makam/masyarakat yaitu dengan cara: (a) Kapolda Metro Jaya koordinasi dengan Gubernur DKI Jakarta, dan menyarankan agar pelaksanaan penertiban dihentikan karena situasi sudah tidak terkendali dan mengakibatkan jatuhnya korban; (b) Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok menindaklanjuti perintah Kapolda Metro Jaya untuk menghentikan jalannya penertiban yang semakin tidak terkendali, dan melaksanakan koordinasi dengan Kasatpol PP di lapangan; (c) Meminta kepada Habib Rizieq untuk menenangkan massa yang berada di lokasi serta bantuan tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat lainnya guna mencegah pemberangkatan/peregeseran massa dari wilayah lain menuju lokasi penertiban yang didorong oleh rasa solidaritas; (d) Melakukan evakuasi terhadap Satpol PP dengan bantuan Kapal Ditpolair Polda Metro Jaya ke Pondok Dayung.

Policing activities cemetery land Mbah Priok is the implementation of the Governor of DKI Jakarta No. Instruction. 132 of 2009 on the Control Building is founded on the Land PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Serfitikat Rights Management North 1/Koja No. 1,452,270 m2 area, located at Jalan Ex TPU Dobo, Village Koja, North Jakarta. In the process of policing activities Mbah Priok cemetery land that occurred on April 14, 2010, received resistance from the congregation and the community surrounding the tomb, followed by acts of violence and arson, resulting in loss of life and property loss.
The condition is caused by several factors, including: (a) Not considering input from Police Chief Muspiko especially Tanjung Priok Port, relating to intelligence information stating that there is a future force that is preparing for resistance to the enforcement activities; (b) policing plan prepared by Satpol PP DKI Jakarta and its implementation time was too short notice, so it does not provide sufficient opportunities for administrators to explore policing plan; (c) Lack of organization and administration briefieng clear to all elements of executive policing involving Satpol PP of 6 (six) areas of the city in DKI Jakarta Province with a sizeable amount, (d) No discipline Satpol PP, so it does not put forward a persuasive action humanist, but rather the act of violence against the masses, so that the lure of mass solidarity against the officers, and (e) Lack of official controls Satpol PP during the implementation of policing activity takes place, consequently result in termination implementation of policing is not immediately followed by the withdrawal of personnel on site Satpol PP policing activities.
During the execution of enforcement activities undertaken by Satpol PP, Port of Tanjung Priok Police have been carrying out security and managed to minimize casualties on both sides Satpol PP nor the congregational cemetery/community is by way of: (a) the Metro Jaya police chief in coordination with the Governor of DKI Jakarta, and suggested that the implementation of policing has not stopped because of the situation under control and resulted in casualties, (b) Chief of Police of the Port of Tanjung Priok follow up on the Polda Metro Jaya chief orders to discontinue the course of policing an increasingly uncontrollable, and coordinate with Kasatpol PP in the field, (c) Urge the Habib Rizieq to appease the masses who are in the location and the help of religious leaders and other community leaders to prevent the departure/mass shift from other regions to the location of the control that is driven by a sense of solidarity, (d) evacuation of PP with the help of Ship Satpol Ditpolair Polda Metro Jaya into Rowing.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29910
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M Misbahul Amri
"ABSTRAK
Disertasi ini bertujuan untuk memahami arti ritual ?Mungel? wayang Mbah
Gandrung, pemertahanan, dan pewarisannya. Ritual tersebut berpusat di Desa
Pagung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri. Untuk itu, dilakukanlah penelitian
kualitatif dengan pendekatan etnografi dalam perspektif ?drama sosial?. Temuan
penelitian menunjukkan bahwa ?Mungel? adalah ?gelaran? ritual bukan ?tontonan?.
Oleh sebab itu, ?Mungel? menggunakan ?bingkai spiritual? untuk ?melaju?.
?Bingkai? tersebut berkembang menjadi ?sosial-spiritual? ketika ?gelaran?
dilaksanakan untuk rangkaian ?Grebeg Suro?. Meskipun demikian, ?Mungel? masih
dinilai sakral dan ?mandi? oleh sebagian pendukungnya, tetapi, oleh yang lain,
dinilai sebagai tindak budaya kreatif dengan meritualkannya. Meskipun demikian, ia
layak diangkat sebagai salah satu identitas budaya daerah dan tempatnya dijadikan
museum hidup oleh kedua kelompok tersebut, sehingga perlu dipertahankan dan
diwariskan

ABSTRACT
This dissertation aimed at understanding the meanings of wayang Mbah Gandrung?s
?Mungel? ritual, its safeguarding and its transmission. The ritual center is Desa
Pagung, Sub-Disctrict of Semen, Kediri District. For this purpose, ethnographic
research has been carried out. Assessed from the persective of ?social drama?, this
research has found out that ?Mungel? is a ritual, not an entertaintment. Therefore, it
uses ?spritiual frame? to ?flow?. However, it changes into ?social?spiritual frame?
when ?Mungel? takes place in ?Grebeg Suro? ceremony. Still, people consider it
either as sacred and efficaious or creative act retualized. However, it is worth taking it
as one of the regional cultural identities and the pavilion as an indigenous museum
need preserving as well as transmitting."
2016
D2182
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>