Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106191 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S6665
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nung Katjasungkana
"Skripsi ini membahas penjelasan buruh terhadap kemiskinan dan tindakan mereka menghadapinya, Permasalahan ini berangkat dari kenyataan adanya ketimpangan dan kemiskinan dalam masyarakat. Dimensi kesadaran dipilih karena masih jarangnya studi mengenainya. Buruh dipilih sebagai subyek studi karena kurangnya studi mengenai buruh di satu pihak, dan di lain pihak, jumlah mereka yang terus meningkat serta arti penting keberadaan mereka mereka secara sosial maupun politik yang juga semakin meningkat. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa buruh menyadari kemiskinannya dan mereka menggunakan beberapa jenis penjelasan mengenai sebab-sebabnya. Terhadap kemiskinan secara umum buruh menganggapnya bersifat alamiah, dalam arti Tuhan-lah yang menciptakan adanya orang kaya dan orang miskin. Akan tetapi kemiskinan yang mereka alami tidak mereka anggap sebagai kehendak Tuhan, melainkan mereka anggap berasal dari dari tindakan majikan yang tidak membayar upah dengan layak karena sikap majikan yang mementingkan diri sendiri. Mereka juga menganggap pemerintah berperan-serta dalam membuat buruh tetap miskin karena pemerintah membiarkan majikan melanggar peraturan peraturan perburuhan. Tindakan mereka umumnya berorientasi pribadi. Lembur dilakukan untuk mendapatkan upah yang lebih banyak. Pengeluaran ditekan serendah mungkin agar bisa menabung. Menabung dilakukan dengan tujuan untuk memupuk modal usaha sendiri. Tindakan kolektif yang ada ialah arisan, yakni suatu sarana menabung bersama. Ini juga dengan bayangan untuk memupuk modal usaha. Tindakan lain ialah membentuk perkumpulan buruh pra serikat buruh. Penjelasan dan tindakan tersebut menunjukkan bahwa di kalangan buruh tidak terjadi hegemoni gagasan dari kelompok sosial dominan. Kesadaran buruh terpecah-pecah, tidak konsisten, satu sama lain secara logis bertentangan. Suatu hal yang dikemukakan oleh teori guasi-hegemoni."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Husni Arifin
"Munculnya pembagian kerja internasional baru (NIDL - New International Division of Labour) dan berbagai deregulasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk menarik investor asing maupun dalam negeri, menyebabkan pesatnya pertumbuhan pabrik-pabrik pasar dunia. Karakteristik utama dari pabrik-pabrik pasar dunia adalah penggunaan teknologi ban berjalan, padat karya, dan preferensi terhadap buruh perempuan. Preferensi pemodal terhadap buruh perempuan karena menganggap perempuan sangat memenuhi syarat dalam strategi penekanan biaya produksi. Proses akumulasi modal dilakukan dengan memanfaatkan ideologi gender dan patriarki yang telah mengakar di masyarakat. Akibatnya, buruh perempuan selalu rentan terhadap bentuk-bentuk eksploitasi dan subordinasi gender. Dalam pengertian ini, hubungan saling mendukung, interplay, dialektika, antara modal dan gender tidak dapat disangkal bermain di sini.
Karena itu, permasalahan utama penelitian ini adalah memeriksa kecenderungan subordinasi gender dalam diri buruh perempuan. Adalah Diane Elson dan Ruth Pearson yang mengemukakan hipotesa tentang tiga kecenderungan subordinasi gender sebagai hasil dari dialektika antara modal dan gender. Keeenderungan mengintensifkan, membusukkan, dan memunculkan kembali bentuk-bentuk subordinasi gender. Dalam memeriksa ketiga kecenderungan tersebut, analisa tidak hanya mefokuskan pada pengalaman kerja perempuan di pabrik, tapi diperiksa juga bangunan relasi gender di rumah tangga sebagai implikasi dari kerja pabrik-an. Dua analisa itu bukan merupakan bagian yang saling terpisah, melainkan suatu gabungan dalam memahami keeenderungan subordinasi gender buruh perempuan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berperspektif gender dan berparadigma kritikal. Pemihakan, standpoint, adalah posisi yang diambil peneliti untuk mengungkap persoalan-persoalan perempuan yang tersembunyi. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara mendalam terhadap buruh perempuan serta anggota keluarganya sebagai sumber primer, yang ditentukan secara purposif dengan tehnik snow ball.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kerja pabrik-an dan implikasinya terhadap relasi gender di rumah memproduksikan kecenderungan subordinasi gender yang tidak dapat dikatakan seragam antara buruh perempuan lajang dan yang menikah. Melalui kerja pabrik-an, keduanya cenderung memunculkan kembali, recompose, bentuk subordinasi gender baru. Keduanya terperangkap di dalam lingkaran kontrol patriarki di pabrik. Walaupun begitu, kerja pabrik-an dapat memberikan otonomi relatif bagi buruh lajang menghadapi otoritas laki-laki di rumah, karena itu cenderung membusukkan, decompose, bentuk-bentuk subordinasi gender yang ada. Sebaliknya, bagi buruh berkeluarga, kerja pabrik-an cenderung me-intensifkan, intense, bentukbentuk subordinasi gender yang ada. Karena pengaruh otoritas laki-laki lain di pabrik dan dipikulnya beban Banda, double burden - sebagai penghasil utama nafkah keluarga dan sekaligus terbebani oleh kerja-kerja domestik.
Diskusi teoritik yang dapat dihasilkan adalah (1) strategi "pecah belah" terhadap kelompok buruh merupakan strategi efektif bagi pemodal untuk menjaga kelancaran akumulasi modal; (2) kerja pabrik-an, kerja upahan, berpotensi membebaskan perempuan dari subordinasi gender, tapi dengan prasyarat tumbuhnya kesadaran gender dalam diri perempuan; (3) tanpa diikuti kesadaran, kerja upahan hanya akan memediasi munculnya subordinasi gender daripada menghilangkannya; (4) analisa tentang kecenderungan subordinasi gender pada diri buruh perempuan, perlu mengkaitkan analisa pengalaman kerja perempuan di pabrik dengan implikasi kerja upahan terhadap relasi gender di rumah.
Rekomendasi yang diusulkan berdasarkan temuan-temuan penelitian, yaitu: (1) resistensi perempuan terhadap dominasi laki-laki melalui kerja upahan, harus didukung oleh unsur-unsur lain, seperti peningkatan tingkat pendidikan, menghindari pernikahan di usia dini, penurunan fertilitas, dan kesadaran gender. Dengan demikian dapat tercipta hubungan antara laki-laki dan perempuan yang egaliter, setara; (2) perlu mengembangkan konsep "perlawanan" (struggle) yang tidak hanya mempersoalkan persoalan ekonomi semata, tapi sebagai suatu cara untuk mengembangkan otonomi diri (self determination); (3) diperlukan intervensi negara untuk memberikan perlindungan, security, bagi buruh perempuan dari bentuk-bentuk subordinasi gender melalui kebijakan-kebijakan perburuhan; (4) perlu mendorong dan mendukung peningkatan kapasitas serikat-serikat buruh dalam membela dan memperjuangan kepentingan dan hak-hak buruh perempuan, partisipasi aktif buruh perempuan dalam kegiatan serikat buruh, dan kontinuitas serikat buruh (5) pendekatan GAD (Gender and Development) dengan strategi pengarusutamaan gender relevan dijadikan basis kebijakan pemerintah (Depnaker) soal perburuhan. Kaitannya terhadap penyelesaian isu-isu struktural perempuan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T12243
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
S6883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Mariani
""Peningkatan terus menerus kemakmuran dengan penekanan semata-mata pada kerja dan konsumsi menyebabkan banyak orang bertanya-tanya hahkan putus asa tentang arti kehidupan seperti itu." (camas Mayer)
Dalam kapaitalisme lanjut, media merupakan obyek konsumsi yang menyita perhatian banyak pihak. Ironisnya, media sebagai obyek konsumsi justru menghampiri subyeknya dengan kelimpahruahan bentuk dan isinya. Media telah mengambil peran penting dalam kehidupan sosial sehingga siapapun tidak kuasa untuk menghindarinya. Bahkan dalam pandangan hegemonian, media merupakan intellectual organic yang memberikan pengaruh dan menindas klas-klas yang sudordinat termasuk kelas buruh di dalamnya.
Kelas buruh merupakan entitas yang identik dengan ketertindasan dan penghisapan secara terus menerus dalam kehidupannya. Proses pemiskinan intelektual kelas buruh dengan banyaknya beban pekerjaan yang ditanggungnya dan pemanfaatan waktu luang yang tidak signifikan dalam menumbuhkan kesadaran kelas menjadikan buruh hanya sebagai alat produksi yang melanggengkan kuasa kapitalisme yang seharusnya diperanginya.
Tesis ini berangkat dari asumsi bahwa setiap buruh mengkonsumsi media, dan disela sifat-sifat kerjanya, praktik konsumsi media sebagai bagian dari budaya konsumsi media pada kelas buruh menunjukkan kekhasan yang menarik untuk dicermati Tesis ini bermaksud mengkritisi budaya konsumsi klas buruh terhadap media dalam sistem yang kapitalistik. Tesis ini tidak bermaksud mengukur dan mencari dampak tertentu dari penggunaan media pada kelas buruh, tetapi hanya memberikan deskripsi sederhana dari budaya mengkonsumsi media dari buruh yang penulis amati.
Untuk tujuan tersebut maka tesis ini menggunakan metode etnografi yang tidak saja melibatkan peneliti dalam keseharian kelas buruh tetapi juga melakukan wawancara untuk melengkapi pengetahuan peneliti tentang budaya konsumsi media pada klas buruh. Dari studi etnografi yang dilakukan, ditemui bahwa kelas buruh tidak benar-benar secara sadar dalam mengkonsumsi media. Konsumsi buruh terhadap media lebih menyerupai transaksi dimana buruh menukarkan waktu luangnya dengan kesenangan-kesenangan yang dikomodifikasi media untuk dapat mengurangi kepenatannya dalam berkerja.
Media yang paling mendapat perhatian dari kelas buruh adalah media penyiaran yaitu televisi dan radio. Sementara surat kabar dan majalah tidak banyak mendapatkan perhatian. Kelas buruh hampir tidak mengkonsumsi buku, film serta tidak menggunakan komputer dalam kesehariannya. Alih-alih praktik penggunaan media itu dapat menumbuhkan kesadaran kelas buruh sebaliknya justru memalingkan kelas buruh dari kondisi-kondisi actual yang menindas mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13893
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Rokhani
"Terbukanya ruang demokrasi dalam dunia peburuhan ditandai dengan diundangkannya Undang-undang No. 21 tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh serta diratifikasinya Konvensi ILO No. 87 tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi. Dengan adanya lebih dari satu serikat buruh, dapat muncul konflik antar SB. Tidak saja antara SB yang baru dengan SB yang lama akan tetapi juga antar SB yang Iahir pada masa sesudah orde baru runtuh. Perbedaan-perbedaan dalam bebagai bidang misalnya strategi perjuangan, rekruitmen anggota, pola kepemimpinan dan idologl, ditambah dengan kemungkinan adanya-friksi yang terus menerus, dan dengan dimungkinkannya SB-SB ini berada dalam satu perusahaan, sehingga friksi tersebut pada tingkatan tertentu dapat berubah menjadi konfIik. Meskipun telah ada undang-undang yang mengatur perselisihan antar SB, studi tentang konflik antar SB sangat menank mengingat serikat buruh sebagai kekuatan politik masyarakat yang seharusnya dapat menjadi kekuatan yang satu dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mencliskripsikan syarat-syarat kondisional yang mendorong timbulnya Iebih dari satu SB dalam satu perusahaan. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya konflik antar SB. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi pendorong integrasi bagi SB dalam satu perusahaan. Menganalisis peranan pemerintah dalam konflik antar SB dikaitkan dengan hak kebebasan berserikat sebagimana diatur dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja Serikat Buruh. Ditinjau dari jenisnya, studi ini termasuk penelitian kualitatif dengan spesifikasi studi kasus Karena yang akan dituiiskan dalam studi ini bersifat penyelidikan, maka yang diperlukan adalah kecukupan informasi unluk dianalisis. Yaitu berbagai persoalan yang mewarnai adanya konflik antar SB. Sedangkan komunitas yang akan menjadi perhatian adalah tiga perusahaan yang memiliki dua serikat buruh, yang berada di Kota dan Kabupaten Tangerang. Dalarn hal ini dipilih adalah perusahaan yang sudah dipastikan mempunyai dua SB dengan pasangan yang cukup variatif. Kepastian ini diperoleh berdasarkan informasi awal yang dikumpulkan oleh penulis pada saat persiapan pembuatan proposal. Pada saal sudah ditetapkan tiga perusahaan yang akan diteliti, ketiga perusahaan adalah penghasil sepatu dengan label intemasional yang cukup ternama yaitu Adidas. Nike dan Reebok. Adapun tiga perusahaan dan nama-nama SB yang dipilih adalah PT. Adis Dimension lndustry footwear (ADF) produsen sepatu Nike, PT. Panarub lndustry Ltd. produsen sepatu Adids dan PT. Dong Joe Indonesia produsen sepatu Reebok. Ketiga perusahaan berlokasi di Kabupaten dan Kota Tangerang.
Dari studi ini disimpulkan bahwa a) Adanya lebih dari satu SB dalam satu perusahaan, selalu diawali adanya salu SB terlebih dahulu. Kemudian karena adanya faktor-faktor pendorong berdirinya SB maka terbeniuk SB yang baru. b) Syarat-syarat kondisional terjadinya perubahan dari kelompok semu menjadi kelompok kepenlingan sebagaimana yang dikemukan oleh Dahendorf, meliputi kondisi teknis organisasi, kondisi politis organisasi dan kondisi sosial orgnisasi dapat dipenuhi oleh SB yang diteliti, disebabkan adanya perubahan secara politis dilingkat kenegaraan. Yaitu adanya kebebasan berserikat yang dijamin oleh undang-undang. c) Masing-rnasing SB berbeda dalam menyikapi konflik antar SB. Untuk dapat menurunkan intensitas konflik antar SB, peranan SB yang dominan dalam jumlah sangat panting dengan mernbangun komunikasi anlar SB dan menjaga agar konflik tetap pada posisi yang fungsional. d) Perbedaan cara berhubungan sosial SB dalam satu perusahaan berpengaruh pada cara mengatasi konflik antar SB. Pada SB yang memiliki profil sosial yang sama, seperti di PT. ADF lebih dapat mengatasi konflik, jika dibandingkan dengan SB yang memiliki profil sosial yang berbeda Seperti yang terjadi di PT. Panamb dan PT. Dong Joe. e) Konflik-konflik yang terjadi antar SB lebih pada konflik emosi dibanding konflik subslansi. Dengan demikian, penyelesaian melalui jalur hukum tidak akan menyelesaikan masalah yang dihadapi. f) Sebagian pengurus SB mampu memanfaatkan konflik unluk membangun kinerja dalam intem orgnisasi, seperti yang terjadi pada SPN dan Perbupas di PT. Panarub. Konflik menyebabkan keduanya berusaha unluk bekerja maksimal guna mempertahankan jumlah anggota bagi SPN dan menambah jumlah anggota bagi Perbupas. Sedangkan yang terjadi di PT. ADF beiusaha meredam konflik dengan cara mengajak kerja sama serikat bumh lainnya dengan cara yang maksimal. Demikian yang terjadi di PT. Dong Joe, konflik antar SB juga mendorong masing-masing serikat berusaha Iebih balk. Dari sisi pengamh antar serikat boleh dikatakan bahwa konflik antar SB yang lerjadi pada ketiga perusahaan adalah konflik yang fungsional khususnya lagi yang terjadi di PT Adis Dimension Footwear (ADF). Akan tetapi tidak demikian halnya jika dilihat dari sisi manajemen mereka cukup kerepotan dalam menghadapi konflik yang terjadi antar serikat pekerja serikat buruh. g) Para pengurus SB di tingkat cabang dan tingkat nasional menganggap konflik antar SB di tingkat pabrik adalah persoalan para pengurus SB tingkat pabrik, sehingga tidak ada petunjuk khusus dari organisasi unluk menghadapi masalah ini. Kalaupun ada keterlibatan para pimpinan serikat buruh hanya dalam bentuk nasihat jika telah terjadi konflik, dan tidak ada strategi khusus yang ditawarkan unluk mengatasi konflik yang terjadi. Sehingga kehadiran pimpinan serikat pekerja tingkat cabang kurang dirasakan manfaatnya khususnya yang dirasakan oleh SPN PT. Panarub sehingga Iebih merasa yakin meminta bantuan penyelesaian pada pemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang. i) Tahapan terjadinnya konflik antar SB yang diteliti tidak melalui tahapan yang seperti terjadi pada konflik sosial yang lain, yang dapat meningkat pada krisis karena adanya tindak kekerasan dan pada akibat konflik. Akan tetapi hanya pada tahap I yaitu oposisi atau ketidak cocokan potensial dan tehap ll yaitu konfrontasi. Namun demikian pola dan tahapan konflik antar SB tidak dapat ditetapkan secara ketat, mengingat kondisinya bisa terus bergerak dari tahap I meningkat menjadi tahap ll dan dapat kembali menajdi tahap I. j) Penye|esaian konflik antar SB juga telah disiapkan peraturan perundangaannya melalui Undang-Undang No. 2 tahun 2004. k) Peran pemerintah dalam di bidang ketenagakerjaan dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten/Kota. Dalam persoalan konflik antar SB peran pemerintah diwujudkan daiam 4 fungsi yaltu sebagai pencatat, Pembina, pengawas dan penyidik. Peran-peran ini diatur dalam tiga Undang-undang yaitu Undang-undang No. 21 tahun 2000 tentang SPISB, Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) l) Sikap manajemen pada umumnya sangat berhati-hati dalam memperlakukan dua SB di perusahaannya. Mengingat ke tiga perusahaan memproduksi sepatu denga merk internasionai yaitu Nike, Reebok dan Adidas, sehingga mereka harus menjaga reputasinya agar tidak dianggap menentang kebebasan berserikat (terkait dengan isu HAM), di sisi lainnya mereka harus menjaga suasana ketenangan berusaha sebagai jaminan bagi partner bisnis mereka. Sehingga para manajemen perusahaan yang diteliti, bertindak sebagai fasilitator/mediator dalam setiap konflik antar SB yang terjadi di perusahaannya. m) meskipun konflik-konflik yang terjadi antar SB dengan intensitas yang tinggi, seperti terjadi di PT. Panarub dan PT. Dong Joe, namun potensiai integrasi antar SB tetap ada mengingat faktor-faktor pendorong terjadinya konflik adalah bukan suatu yang sangat prinsip seperti ideologi atau perbedaan tujuan, akan tetapi lebih pada masalah perbedaan pendapat, perbedaan pandangan, ketidaksesuaian pencapaian tujuan, ketidakcocokan periiaku, pemberian pengaruh negatif dari pihak Iain pada apa yang akan dicapai oleh pihak iainnya, persaingan, kurangnya kerjasama, adanya usaha mendoniinasi dan tidak taat pada tata tertib dan peraturan kerja organisasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1984
S6552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Incentives kerja, adalah segala daya upaya yang dapat merangsang atau mendorong para kerja untuk bekerja lebih giat"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1967
S12782
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
JUPE 20:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>