Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194967 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1980
S6507
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mikael Samin
"ABSTRAK
Migrasi merupakan aliran sumberdaya manusia dari suatu lingkungan hidup (ekosistem) ke lingkungan hidup (ekosistem) lainnya dalam suatu wilayah negara. Migrasi juga merefleksikan keseimbangan aliran sumberdaya manusia dari suatu wilayah ke wilayah lainnya (Firman, 1994). Migrasi umumnya selalu cenderung dari wilayah atau kawasan (ekosistem) yang lingkungan hidupnya masih minus ke wilayah atau kawasan (ekosistem) yang lingkungan hidupnya lebih mantap keadaan sosial-ekonominya. Jadi, migrasi merupakan tanggapan atau reaksi migran atas ketidakmantapan (ketimpangan) lingkungan sosialekonominya di daerah asal, atau lingkungan hidup daerah asal tidak berfungsi secara balk bagi kehidupan para migran. Sementara itu ada anggapan para migran bahwa terdapat kemantapan ekosistem di luar daerahnya yang akan menjadi daerah tujuan migrasinya itu.
Pola migrasi di Indonesia kelihatannya masih bersifat Jawa sentris, artinya sebagian besar migran dari seluruh wilayah di Indonesia menuju ke Jawa dan sebagian besar migran dari Jawa menuju ke wilayah-wilayah di Jawa juga, terutama terpusat ke kota-kota besar (kota metropolitan).
Pemusatan arus migrasi ke kawasan (ekosistem) kota metropolitan ini menunjukkan suatu pengutuban (polarisasi), yang menyebabkan kepadatan penduduk Pulau Jawa, terutama di kawasan kota metropolitannya lebih tinggi daripada daerah-daerah lainnya. Hal ini lebih nampak lagi di wilayah Kota Metropolitan Jakarta, kepadatan penduduknya pada tahun 1993 mencapai 11.183 jiwa/km2 dengan pertumbuhan penduduknya pada periode 1980-1990 sebesar 2,41 persen dan pada tahun 1990-1993 sebesar 2,12 persen per tahun, yang merupakan wilayah propinsi dan kawasan kota metropolitan terpadat dan terbesar pertumbuhan penduduknya di Indonesia. Kepadatan dan pertumbuhan penduduk Kota Metropolitan Jakarta yang tinggi ini sebagai suatu akibat dari penduduk yang pindah ke kota tersebut lebih banyak yang mampu menetap daripada pindah kembali ke daerah asal atau ke daerah lain.
Kemampuan menetap migran ke suatu lingkungan tempat tinggal menimbulkan terkonsentrasinya sumberdaya manusia paaa satu ruang kehidupan, yang sudah tentu pada gilirannya agihan penduduk tidak merata dan seimbang di setiap wilayah dan kawasan, pemanfaatan sumber daya lingkungan hidup juga tidak merata dan perhatian terhadap pembangunan wilayah pun tidak merata dan seimbang.
Terkonsentrasinya sumber daya manusia di kota-kota besar (kota metropolitan) sering diikuti dengan meningkatnya gejala perusakan dan pencemaran lingkungan hidup, seperti tekanan terhadap lahan perkotaan, meningkatnya produksi limbah, rusaknya air tanah, masalah sanitasi atau kesehatan masyarakat, timbulnya pemukiman liar dan kumuh, dan sebagainya. Di samping itu, meningkatnya angkatan kerja yang belum dapat terserap dalam kesempatan kerja yang produktif, timbulnya kesenjangan taraf hidup antar kelompok masyarakat dan tekanan-tekanan sosial psikologis lainnya, baik dialami masyarakat kota umumnya maupun yang dialami oleh masyarakat migran sendiri.
Berdasarkan kenyataan di lapangan terdapat indikasi bahwa kemampuan menetap masyarakat migran asal Manggarai ke Kota Metropolitan Jakarta, khususnya yang menetap di Jakarta Timur tergolong cukup tinggi. Tingginya kemampuan menetap masyarakat migran ini erat kaitannya dengan lingkungan sosial-ekonomi migran, baik sewaktu di daerah asal maupun setelah menetap di kota metropolitan. Atas dasar hal tersebut maka disusun hipotesis kerja, yakni kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh kesempatan kerja sewaktu di daerah asal, kesesuaian (kepuasan) dengan lapangan kerja di lingkungan daerah asal, status sosial-ekonomi sewaktu di daerah asal, pola konsumsi sewaktu di daerah asal, nilai kemakmuran (ekonomis) wilayah yang diharapkan migran di daerah asal, nilai pemilikan lahan usaha di daerah asal, kesempatan kerja setelah menetap di kota metropolitan, kesesuaian (kepuasan) dengan lapangan kerja di lingkungan kota metropolitan dan sekitarnya, status sosial-ekonomi setelah menetap di kota metropolitan, pola konsumsi setelah menetap di kota metropolitan, nilai kemakmuran (ekonomis) yang diharapkan migran di kawasan kota metropolitan dan sekitarnya, peranan infrastruktur penunjang mata pencaharian terhadap kegiatan ekonomi migran di wilayah kota metropolitan.
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kotamadya Jakarta Timur sebagai bagian dari Wilayah Kota Metropolitan Jakarta dengan populasi sebanyak 294 migran asal Suku Manggarai yang memenuhi beberapa kriteria yang telah ditetapkan. Dari populasi tersebut terpilih sampel sebanyak 62 orang migran atau 21,09 persen yang berdomisili di Kelurahan Palmeriam Kecamatan Matraman. Sampel ini merupakan sampel wilayah yang ditentukan secara purpossive (purpossive area sampling) untuk menentukan lokasi sasaran penelitian dan sekaligus menentukan jumlah migran sebagai responden.
Untuk memperoleh data, maka digunakan daftar pertanyaan (kuesioner) dan wawancara secara mendalam. Sedangkan untuk menganalisis data digunakan analisis deskripsi atau interpretasi dan pemahaman dengan hantuan tabeltabel. Selain itu juga dianalisi.s dengan uji statistik Korelasi Rank Spearman dengan memperhatikan faktor koreksi T terhadap ranking berangka sama dan untuk menguji signifikansinya menggunakan rumus "distribusi student's t".
Dari hasil analisis data ditemukan bahwa :
1. Masyarakat migran asal Manggarai ternyata mempunyai niat untuk bertahan hidup (menetap selamanya) pada lingkungan hidup (ekosistem) Kota Metropolitan Jakarta dari pada pindah lagi ke daerah asal atau ke daerah lain. Hanya 3,23 persen dari responden yang berniat untuk pindah kembali dan 22,58 persen yang masih ragu-raga. Hal ini diperkuat pula dengan lama menetap mereka di Kota Metropolitan Jakarta yang tergolong cukup lama (5 tahun ke atas) yakni sebanyak 59,68 persen dan adaptasi sosial-ekonomi yang cukup tinggi dan tinggi yakni sebanyak 62,90 persen dari responden.
2. Nilai budaya Manggarai dalam kegiatan sosial--ekanomi seperti gotong-royong dalam rangka pengumpulan dana, kegiatan arisan, hidup damai dengan sesama warga masyarakat di lingkungan sekitar, gensi (gengsi) atau ritak (main), rantang rugi (takut rugi) dan rantang rabo (takut dimarahi) serta saling membantu dalam mencari pekerjaan merupakan nilai-nilai yang memperkuat strategi adaptasi sosial-ekonomi para migran (ata long).
3. Berdasarkan tolok ukur yang telah ditetapkan, maka kemampuan menetap migran asal Manggarai di lingkungan Kota Metropolitan Jakarta, khususnya di Wilayah Jakarta Timur, dapat dikategorikan cukup tinggi. Hanya 32,26 persen dari responden yang termasuk kategori rendah.
4. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh rendahnya tingkat kesempatankerja migran sewaktu di daerah asal
5. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh ketidaksesuaian atau ketidakpuasan migran dengan lapangan kerja di lingkungan daerah asal (thit < ttah(a0,05;6o)).
6. Tingginya kemampuan menetap migran ke kotametropolitan dipengaruhi oleh sangat rendahnya status sosial-ekonomi migran sewaktu di daerah asal (thit { ttab(ao,05;60))
7. Kendatipun pola konsumsi (tingkat konsumsi dan tingkat kebutuhan hidup) migran sewaktu di daerah asal rendah atau kurang baik, tetapi tidak mempengaruhi tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan (thit > ttab(a0,05;60)
8. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh sangat rendahnya nilai kemakmuran (ekonomis) wilayah yang diharapkan migran di daerah asalnya (thit {tab(a0,05;60))
9. Walaupun rendahnya atau kurang baiknya nilai pembukaan lahan usaha migran di daerah asalnya., tetapi tidak mempengaruhi tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan (thit > ttah(a0,05;60)).
10. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh tingginya kesempatan kerja migran setelah menetap di kota metropolitan (thit > ttab(a0,05;60))
11. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh adanya kesesuaian atau kepuasan migran dengan lapangan kerja migran di lingkungan kota metropolitan (thit >ttab(0,Q5;6O)).
12. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh tingginya status sosial-ekonomi migran setelah menetap di wilayah kota metropolitan (thit } ttab(a0,05;60)).
13. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh tingginya atau baiknya pola konsumsi migran setelah menetap di kota metropolitan (thit > ttab(G0,05;60))
14. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh tingginya nilai kemakmuran (ekonomis) wilayah yang diharapkan migran di kota metropolitan (thit > ttab(ao,o5;6o)).
15. Tingginya kemampuan menetap migran ke kota metropolitan dipengaruhi oleh besarnya peranan infrastruktur penunjang mata pencaharian yang terdapat di kawasan kota metropolitan terhadap kegiatan ekonomi migran (thit } ttab(a0,05;60)).

ABSTRACT
Migration is a flow of human resource from one ecosystem to another ecosystem in an area of a country. Migration also reflects the balanced flow of human re-source from one area to another (Firman, 1974). Generally, migration usually tends to move from regions or areas (ecosystem) with a living environment that is minus to regions or areas (ecosystem) with social-economic environment that are better/stable. Thus, migration is a response or reaction of migration on the social-economic environment's imbalance of the original region, or biological environment of the original region that is not able to function properly for migrants to live. Meanwhile. Migrants assume that there is ecosystem stability outside of their region that will be the target of their migration.
The migration patterns in Indonesia is still centrally/ located in Java, which means that most of the migrant from all regions in Indonesia migrate to Java and most migrants from Java also migrate to certain regions around Java, particularly big cities (metropolitan cities).
The concentration of migration flow in metropolitan areas (ecosystem) implies a polarization, which causes population density in Java, particularly in the metropolitan area, which is found to be more dense than other regions. This is, especially more dominant in Metropolitan Jakarta the population density of which reaches 11.183 people/km2, with its population growth in 1980--1990 around 2.41 percent and 1990--1993 was 2.12 percent a year. This makes Jakarta as the most dense province and metropolitan area, with the highest population growth in Indonesia.
This high growth and density of population is the result of the fact that most migrants who move to this city have the ability to find a place and reside in the city than move back to their original or other areas.
The ability of migrants to reside in certain neighborhood causes human resource concentration in certain living spaces, and of course, the distribution of population is not equal or balanced in each region or area. Thus, the use of living natural resource will not be equal, as well as the attention to development will not be equal or there is imbalance.
The concentration of human resource in big cities (metropolitan cities) is usually followed by a phenomenon of biological destruction and contamination, such as the increase of household' waste production, damage of ground water, illegal settlement or slum areas, etc. Besides, the increase of laborers that cannot be absorbed by productive work opportunities, disparity of standard of living among societal groups and other social-psychological pressures, both have been experienced by both the rural society and migrant society a like.
Based on the reality in the field, there are indications that the residing ability of Manggarainese migrant society in Metropolitan Jakarta, particularly in East Jakarta is found to be high. The high ability of this migrant society has close correlation with the social-economic environment of the migrants, both when being in their original region and after residing in the metropolitan city. Based on that case, it is hypothesized that the ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by work opportunities in their original region (when they were still in their original area), their satisfaction on work opportunities in their original region, their social-economic status in their original region, consumption patterns when they were in their original region, the values of prosperity (economical values) they expected in their original region, the values of work field in their original region, work opportunities they have after residing in metropolitan city, their satisfaction on work opportunities around the metropolitan city, social-economic status after residing in metropolitan city, pattern of consumption after residing in metropolitan city, the values of prosperity expected by the migrants from metropolitan city, the role of supportive infrastructure like the means of making a living toward economic activities in metropolitan city.
This research was carried out in the Region of East Jakarta Municipality as a part of the Metropolitan City of Jakarta, with some 294 Manggrainese migrants who satisfied determined requirements. From those population, the selected samples were 62 migrants or 21.09 percent of the total population who reside in Kelurahan Palmeriam Kecamatan Matraman. This purposive area sampling is aimed at deter-mining the target location for research and the number of migrants as the respondents.
A Questionnaire was used to obtain the data, and detailed interview was carried out as well. While for data analysis, descriptive analysis was used. Whereas interpretation and comprehension are presented through tables. Data analysis was also done by using Rank Spearmen Statistical Correlation testing by seeing correlation factor T on similar number of rank, and " distribution of student's "t" formula is used to test its significance.
Through the analysis, it is found that:
1. Manggarainese migrant society have purpose to reside in the biological environment (ecosystem) of Metropolitan Jakarta, rather than moving back to their original region. Only 3.23 percent of the respondents are eager to move back, and 22.58 percent of respondents are still in doubt. This is also. stressed by the fact of length of living or residing in Metropolitan Jakarta (above 5 years) the percentage of which is 59.68 percent, social-economic adaptation is also high enough; this makes 62.90 percent of respondents.
2. Cultural values in social-economic activities, such as cooperation in collection of funds, arisan and living harmoniously with tribes around their neighborhood, as well as creating mutual help in finding jobs opportunities. These are the values that help to strengthen their strategy in social-economic adaptation.
3. Based on the determined measurement, the ability of Manggrainese migrants to reside in the neighborhood of Metropolitan Jakarta, particularly in East Jakarta,is categorized as fairly high. Only 32.26 percent of all respondents are categorized to be low.
4. The high ability of migrants to reside in Jakarta is influenced by the low work opportunities available in their original region (th<<< tab (Q 0.025;60).
5. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by dissatisfaction or incompatibily of migrants' on available work opportunities in their original region (th,, < tab (.0.05;60)).
6. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by their very low social-economic status in their respective original region (thit < tsab (a 0.050)).
7. Although the consumption pattern (rate of consumption and rate of living necessity) of migrants in their original region is low or worse, but it does not influence the high ability to reside in the metropolitan city(thit < tsab (a 0.05:50))
8. The high ability of migrants to reside in metropolitan city is influenced by their very low prosperity values (economic) of the region expected by the migrants in their original region (this < tsab)
9. The low values of field possession in their original region, such does not influence the high ability to reside in metropolitan city(thit 7 tthb (x0.05;50))
10. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced bythe high work opportunities after the migrants settled in the metropolitan city `thit> stab (a O.05;6d)
11. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by the suitability and satisfaction of migrants in the work opportunities availablein the metropolitan city (this > stab (a 0.05;0))
12. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by migrants social-economic status after residing in the metropolitan city(thit> CI; (a 0,05;50)
13. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by the better consumption pattern after residing in the metropolitan city(t it > tsah (a 0.05;60))
14. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by the high prosperity values (economic) in the area expected by migrants in themetropolitan city (this > tsab (a 0.050))
15. The high ability of migrants to reside in the metropolitan city is influenced by the high supportive infrastructure of the metropolitan city for economic activities of the migrants (thit > tteb (a 0.50;60)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S5583
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lakmiwardani Slametmuljana
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S6667
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Joko Sri Haryono
"ABSTRAK
Sejak beberapa dasawarsa terakhir ini di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, telah terjadi peningkatan arus migrasi yang cukup pesat. Peningkatan arus migrasi tersebut terutama terjadi dari daerah pedesaan menuju ke daerah perkotaan. Sehubungan dengan itu berbagai studi dan penelitian yang berkenaan dengan gejala migrasi tersebut telah sering dilakukan oleh para ahli, baik menyangkut tentang daerah asal migran maupun daerah tujuan. Namun demikian, dari berbagai studi yang telah dilakukan ternyata belum banyak yang menggunakan analisis jaringan sosial untuk memahami kehidupan para migran.
Tesis ini bermaksud ingin membahas tentang bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi jaringan sosial para pelaku migrasi sirkuler asal Desa Kepatihan, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri yang bermigrasi ke Jakarta. Jaringan sosial yang dimaksud adalah jaringan sosial yang bersifat informal yang di lakukan para pelaku migrasi dalam rangka memperoleh sumber daya sosial ekonomi dan mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapinya di kota tujuan.
Penelitian ini menemukan bahwa umumnya migran sirkuler asal desa Kepatihan selalu mengembangkan dan memelihara jaringan sosial dengan sesama migran se desa asal. Jaringan sosial tersebut merupakan salah satu strategi yang penting dalam upaya mereka untuk mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi para migran, dan dalam upaya untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya. Pentingnya membentuk dan memelihara jaringan sosial bagi para migran terutama dirasakan pada saat seseorang pertama kali berangkat bermigrasi, saat-saat awal seorang migran mengadaptasikan diri di tempat tujuan, maupun sebagai salah satu sarana untuk meraih kesuksesan dalam mencari nafkah di kota.
Penelitian ini juga menemukan bahwa berdasarkan status sosial ekonomi pelaku migrasi sirkuler, ada dua bentuk jaringan sosial yaitu jaringan sosial yang bersifat horisontal, di mana pelaku migrasi yang terlibat jaringan sosial memiliki status sosial ekonomi yang sepadan; dan jaringan sosial vertikal, di mana pelaku migrasi yang terlibat jaringan sosial memiliki status sosial ekonomi yang tidak sepadan. Kedua bentuk jaringan sosial tersebut umumnya berbasis pada hubungan-hubungan yang bersifat kekerabatan dan campuran antara hubungan kekerabatan dan ketetanggaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Sutji Rochani D., author
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh beberapa variabel sosial ekonomi dan demografi terhadap jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh wanita migran risen dan wanita non migran risen di DKI Jakarta. Data yang digunakan dalam menganalisis bersumber pada Survai Prevalensi Indonesia 1987 untuk daerah DKI Jakarta.
Dasar yang digunakan untuk menganalisis, adalah kerangka pemikiran Ronald Freedman (1975) yang mengembangkan suatu model yang disebut The sosiological analysis of fertility levels. Freedman menggunakan dasar pemikiran Davis and Blake dalam ruang lingkup sosiologis yang lebih luas. Variabel independen terdiri dari variabel sosial ekonomi, antara lain adalah pendidikan isteri/responden, pendidikan suami, pekerjaan suami, status bekerja isteri, tempat tinggal isteri waktu berumur kurang dari 12 tahun, status migrasi isteri/responden dan variabel demografi lainnya adalah umur isteri, umur kawin pertama, serta lama kawin. Sedangkan yang digunakan sebagai variabel dependen adalah jumlah anak yang dilahirkan hidup sampai saat survai.
Hasil analisis tesis ini adalah
1. Umur dan lama kawin mempunyai hubungan positif dengan paritas yang dipunyai baik wanita migran risen maupun wanita non migran risen.
2. Umur kawin pertama mempunyai hubungan negatif dengan paritas yang dipunyai baik wanita migran risen maupun wanita non migran risen.
3. Pendidikan isteri, wanita migran risen yang tamat SMA atau lebih mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan paritas wanita migran risen yang tamat SMP atau kurang. Sedangkan wanita non migran risen dengan pendidikan yang lebih rendah yaitu tamat SMP atau lebih cenderung mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan wanita non migran risen yang berpendidikan tamat SD atau kurang.
4. Pendidikan suami dari wanita migran tampaknya tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap paritasnya, sedangkan pendidikan suami wanita non migran cenderung mempunyai hubungan negatif terhadap paritasnya.
5. Wanita migran yang tidak pernah bekerja cenderung mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan paritas wanita migran status kerja lainnya. Dan wanita non migran yang bekerja terus (maksud bekerja terus adalah sebelum kawin sampai saat wawancara masih bekerja) mempunyai paritas lebih sedikit dibandingkan dengan paritas wanita non migran status kerja lainnya.
6. Pekerjaan suami terlihat tidak mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap paritas yang dimiliki wanita migran maupun wanita non migran.
7. Tempat tinggal waktu kecil dari wanita migran cenderung tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap paritasnya, sedangkan wanita non migran yang waktu kecil tinggal di kota besar mempunyai paritas lebih banyak dibandingkan dengan paritas wanita non migran yang waktu kecil tidak tinggal di kota besar.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rengkung, Leonardus Ricky
"ABSTRAK
Kemiskinan dapat dikatakan sebagai suatu situasi serba kekurangan yang menyebabkan ketidakmampuan manusia dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Menurunnya penduduk miskin dari 70 juta pada tahun 1970 menjadi 27 juta pada tahun 1990 merupakan hasil nyata dari pelaksanaan berbagai program pembangunan. Meskipun telah jauh berkurang, jumlah penduduk miskin tersebut masih cukup besar, sehingga diperlukan upaya khusus untuk menanggulanginya.
Sejak tahun 1994, pemerintah meluncurkan program khusus sebagai tambahan dari program yang telah ada yaitu program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Program ini dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan penduduk miskin dalam berusaha. Guna mempercepat upaya tersebut disediakan dana sebagai modal kerja bagi penduduk miskin untuk berusaha sehingga mereka bisa membangun dan mengembangkan kemampuan dirinya. Sifat dari usaha yang digerakkan dengan dana bantuan program IDT ini dapat dikatakan sebagai suatu jenis usaha kecil karena melibatkan tenaga atau pekerja yang sedikit dengan jumlah modal yang diusahakan relatif sedikit.
Kesuksesan usaha yang digerakkan dengan dana IDT tentunya tergantung dari beberapa faktor yang ada, baik eksternal maupun internal, misalnya adanya penganalisaan lingkungan usaha, kemampuan kewirausahaan, adanya penentuan strategi usaha, pengelolaan modal yang baik, serta adanya manajemen yang baik.
Dengan mempertimbangkan uraian di atas, maka penelitian ini mencoba untuk melihat tingkat keefektifan pengelolaan dana IDT di Kabupaten Minahasa serta faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi tingkat kesuksesan dana IDT. Faktor¬-faktor tersebut adalah ada tidaknya manajemen (planning, organizing, coordinating, staffing dan controlling), ataupun kewirausahaan (entrepreneurship) yang dimiliki para pelaku usaha serta apakah para pelaku usaha mampu melihat lingkungan usahanya (market, consumen, technology dan location analysis) sehingga dapat menentukan jenis usaha yang sesuai. Selain itu, akan dilihat juga pengaruh dari keterlibatan pendamping serta tingkat pendidikan yang dimiliki para pelaku usaha.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah multi stage purpose sampling dengan didasarkan pada kelompok masyarakat (Pokmas) pada desa/kelurahan di Kabupaten Minahasa yang menerima dana IDT dari tahun anggaran 199411995, 1995/1996 dan 199611997. Unit analisa dalam penelitian ini adalah Kelompok Masyarakat (Pokmas).
Dalam penelitian ini dibutuhkan data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan berdasarkan wawancara langsung dengan memakai kuesioner serta observasi langsung terhadap lingkungan usaha kelompok. Dalam menguji keakuratan dan kualitas daftar pertanyaan dilakukan Pilot Test yang dilanjutkan dengan Uji Reliabilitas dan Validitas.
Beberapa analisa dan uji statistik yang digunakan adalah analisa deskriptif, pendugaan parameter, teknik korelasi dan analisa logistik. Analisa deskriptif dimaksudkan untuk melihat gambaran setiap variabel bebas (faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi pengelolaan dana IDT) serta variabel tak bebas (sukses dan gagal). Pendugaan parameter bertujuan untuk melihat perbedaan rata-rata masing-masing variabel bebas dari populasi sukses dan gagal. Penghitungan korelasi dimaksudkan pertama, untuk melihat hubungan antar variabel bebas terutama untuk mendeteksi adanya multicollinearity serta kedua, untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas. Dalam penelitian ini digunakan analisa logistik, karena dependent variable yang bersifat binary choice (sukses dan gagal).
Hasil studi menunjukkan bahwa dari 112 Pokmas yang diteliti terdapat 64 Pokmas yang sukses sedangkan yang gagal berjumlah 48 Pokmas. Berdasarkan pendugaan estimation of population keefektifan pengelolaan dana IDT berkisar antara 53% sampai 69% (untuk a=10%) dan 51% sampai 71% (untuk a=5%).
Tingkat pemahaman para pelaku usaha untuk proses manajemen, secara rata-rata memiliki kemampuan 'cukup' untuk planning, organizing, coordinating, staffing dan controlling. Dalam proses analisa lingkungan usaha, para pelaku usaha secara rata-rata juga memiliki kemampuan 'cukup' baik untuk market, consumer, technology dan location analysis. Jika dilihat dari kemampuan kewirausahaan para pelaku usaha dapat dikatakan bahwa dan 112 responden yang diteliti, terdapat 61 (54%) pelaku usaha yang memiliki kemampuan kewirausahaan dan 51 (46%) pelaku usaha yang tidak memiliki kemampuan kewirausahaan. Kemampuan pendidikan para pelaku usaha jika dilihat dari lamanya duduk di bangku pendidikan, paling banyak pada jenjang 9 sampai 10 tahun, sedangkan prosentase keterlibatan pendamping dalam membimbing para pelaku usaha, umumnya pada kategori 'lebih rendah', atau tidak sepenuhnya membimbing para pelaku usaha.
Hasil analisa secara partial menunjukkan bahwa semua faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi keefektifan pengelolaan dana IDT ternyata memiliki kontribusi atau korelasi yang cukup signifikan dalam mempengaruhi keefektifan pengelolaan dana IDT. Namun, basil analisa dengan model logistik secara 'forward stepwise' menyimpulkan bahwa peluang sukses pelaksanaan usaha yang dijalankan Pokmas hanya dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu Planning (perencanaan), Organizing (organisasi), Consumen (konsumen) dan Kewirausahaan (kewirusahaan). Adanya kolinearitas yang cukup tinggi antar variabel bebas menyebabkan tidak signifikannya variabel bebas lainnya dalam mempengaruhi keefektifan pengelolaan dana IDT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun usaha yang dijalankan oleh Pokmas adalah usaha yang berskala kecil, namun pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan praktik pengelolaan usaha berskala besar yang mempertimbangkan faktor proses manajemen, analisa lingkungan usaha, kewirausahaan dalam upaya membantu menyukseskan usaha yang dijalankan Pokmas.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Habsari Kuspurwahati
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1982
S16701
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>