Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116768 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Henry Soelistyo Budi
Yogyakarta: Kanisius, 2011
808.025 HEN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Inda Citraninda Noerhadi
"Perubahan sosio budaya yang terjadi di Indonesia pada abad ke-20 menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah memasuki era modernisasi. Berbagai unsur dan kebutuhan kehidupan modern, mulai dari sistem industri, teknologi, dan seni, khususnya seni lukis ikut dalam berbagai perubahan dan mengalami pembaruan. Seni baru-yang dikenal sebagai seni modern-memasuki gelanggang kehidupan pada masyarakat Indonesia.
Seni baru itu diciptakan dan dihidupkan oleh sekelompok anggota masyarakat yang membentuk suatu lingkungan tersendiri di kota-kota besar di Indonesia. Mereka yang mengerjakan seni ini pada mulanya berasal dari sanggar-sanggar yang mengajarkan pengetahuan seni modern, dan kemudian masuk ke berbagai perguruan tinggi di kota-kota besar. Sebagaimana terjadi perubahan dan pembaruan di berbagai sektor kehidupan masyarakat, kehidupan seni modern berkembang dalam kehidupan pencipta dan pencintanya. Sejumlah seniman modern yang terdidik kemudian bermunculan dengan membawa fahamnya masing-masing, dan masyarakat elite Indonesia, kaum terpelajar, para 'connoisseurs' menjadikan seni modern sebagai suatu kebutuhan tersendiri.
Sejalan dengan semangat zaman, masa Orde Baru di Indonesia dengan spirit "pembangunan ekonomi" di berbagai sektor kehidupan telah membawa pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat, terutama para pelaku bisnis dan kaum elite. Di era tahun 1980-an, misalnya, kita mulai menyaksikan pertumbuhan sektor kehidupan bisnis yang berpengaruh pada perkembangan ekonomi di Indonesia. Pada beberapa sektor kehidupan bisnis, seperti perbankan, properti, perhotelan, dan sebagainya telah mempengaruhi kehidupan dunia seni lukis modern yang semula masih terbatas peminatnya. Setelah pemerintah melakukan deregulasi sektor perbankan tanggal 1 Juni 1983, dan upaya peningkatan ekonomi Pakto 1988, dengan kebijaksanaan ini telah berdiri bank-bank swasta nasional, baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat, dimana pemberian kredit bank sangat mudah diperoleh, kita mulai menyaksikan munculnya suatu lapisan masyarakat yang berjaya di era ini. Mereka terdiri dari kalangan bisnis, bankir, atau para pengusaha yang sukses.
Kehidupan seni lukis modern Indonesia mau tidak mau terseret ke dalam gelanggang bisnis setelah lapisan masyarakat atas ini mulai membutuhkannya sebagai memiliki nilai investasi di masa depan. Di sisi lain, munculnya gedung-gedung perkantoran baru dan modern, seperti bank-bank dan hotel-hotel berbintang, apartemen-apartemen, menimbulkan kebutuhan yang semakin meningkat akan seni lukis modern. Meningkatnya bursa saham di pasar modal pada akhir 1980-an memberi efek yang besar ke dalam perdagangan seni lukis modern ini ke dalam "boom". Pembutuh lukisan semakin meningkat, dan sejumlah pelaku bisnis mulai terlibat untuk membuka galeri-galeri seni rupa modern yang memperjualbelikan seni ini ke dalam gelanggang bisnis yang milyaran. Timbulnya konglomerasi dan penumpukan modal serta produksi pada segelintir individu atau kelompok pada era ini mengakibatkan kesenjangan ekonomi antara kelompok kaya dan masyarakat miskin, berakibat pula terjadinya kesenjangan sosial.
Situasi di atas saat ini telah kita lihat berlangsung di beberapa sektor ril, antara lain dunia perbankan, pasar modal dan perhotelan. Kegiatan-kegiatan ini sangat terikat pada sistem global dengan bantuan dan sarana teknologi informasi yang memungkinkan dunia bisnis berjalan begitu cepat. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memudahkan konsumen untuk memesan, membeli dan menjual produksi lukisan. Keterkaitan antarnegara dalam kegiatan ekonomi tidak lagi terbatas pada aspek jual beli, tetapi juga pada aspek produksi.
Pembentukan pasar bebas di kawasan ASEAN juga telah memberi dampak bagi perkembangan seni iukis yang merupakan karya intelektual manusia di bidang ilmu seni, saat ini dianggap sebagai komoditas dan melalui perdagangan global memberi peluang pasar yang besar karena memiliki nilai jual yang tinggi. Semua masalah yang berhubungan dengan proses perdagangan karya senipun tidak terlepas dari hukum suatu negara, terlebih lagi apabila karya-karya seni lukis tersebut diperdagangkan antarnegara. Perkembangan ekonomi internasional dengan kecenderungan globalisasi ini jelas akan mempengaruhi perekonomian nasional Indonesia. Banyak peluang tercipta, akan tetapi tidak mustahil akan banyak pula tantangan yang dihadapi.
Berbagai upaya tentu akan dilakukan untuk memperoleh kembali karya seni lukis yang telah dicuri atau hilang, apalagi jika karya tersebut dipalsukan oleh pihak-pihak yang tidak berlangsung jawab, sementara karya-karya lukis modern Indonesia beberapa tahun terakhir ini banyak diperdagangkan di luar wilayah Indonesia. Pada gilirannya diperlukan perlindungan hukum yang efektif dari segala tindak pelanggaran.
Berbagai peristiwa yang menyangkut perdagangan seni lukis menjadi perhatian masyarakat. Di antaranya telah terjualnya sebuah lukisan karya Raden Saleh berjudul "Berburu Rusa" yang dibuat di Paris tahun 1846, melalui Dalai Lelang Christie's di Singapura dengan harga mencapai nilai 5,5 miliar rupiah. Harga lukisan ini memegang rekor tertinggi dengan menyisihkan 135 lukisan karya seniman Indonesia lainnya, serta 34 lukisan karya seniman Singapura dan Malaysia. Dalam lelang tersebut telah terjual pula lukisan karya Hendra Gunawan tanpa tanda tangan dengan harga 1,3 miliar rupiah, dan sebuah?."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
D490
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Salmon, author
"Keberadaan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual umumnya dan Hak Cipta khususnya diperlukan dalam rangka pengembangan industri yang dapat menunjang perekonomian nasional, namun disisi lain perlindungan HKI khususnya Hak Cipta menyebabkan harga produk yang dilindungi menjadi mahal. Sebagai akibatnya banyak terjadi pembajakan termasuk pembajakan Hak Cipta yang semakin hari semakin banyak, antara lain pembajakan rekaman dan musik 91 %, pembajakan buku yang diperkirakan oleh Ketua Umum IKAPI mencapai 79 % dan pembajakan software komputer menurut BSA (Business Software Alliance) sudah mencapai 85 % . Pembajakan HKI sangat merugikan negara dari sektor pajak maupun melanggar HAM Pemegang HKI.
Putusan Pengadilan untuk perkara pidana HKI khususnya Hak Cipta cenderung memutus dengan hukuman yang ringan, sehingga pembajak HKI khususnya Hak Cipta tidak jera melakukan pembajakan mengingat keuntungan yang begitu besar. Pembajak DVD dapat memperoleh keuntungan bersih Rp. 600 juta dari omzet Rp. 1,5 miliar dengan pasar yang jelas dan kuat.
Putusan pidana perkara HKI adalah hukuman penjara dan/atau denda, namun denda tersebut untuk negara, bukan untuk Pemegang HKI, namun demikian apabila putusan perkara pidana ini diganjar dengan hukuman berat dan ditambah dengan hulcuman denda yang besar kemungkinan para pelaku pembajak Hak Cipta ini akan jera, walaupun denda besar itu bukan untuk pemegang HKI akan tetapi secara moral sudah memenuhi HAM pemegang Hak.
Perkara perdata HKI diajukan di Pengadilan Niaga. Putusan perkara perdata lebih efektif dibandingkan dengan putusan perkara pidana, karena dalam perkara perdata, seperti pembatalan HKI dapat juga disertakan gugatan ganti rugi yang harus ditegaskan dalam posita gugatannya. Dengan adanya gugatan ganti rugi tersebut, apabila Hakim mengabulkan seluruhnya atau sebagian gugatan ganti rugi tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa putusan tersebut telah memenuhi HAM Pemegang Hak.

Intellectual Equity Protection Existence generally and Copyrights is specially needed in order to industrial development which can support the national economy, but on the other side protection Intellectual Property Rights (IPR) specially Copyrights cause the product price protected to become costly. As a result a lot of happened by the piracy IPR include inclusive of Copyrights piracy which progressively day of more and more, for example piracy records & music 91 %, book piracy estimated by Head Leader of IKAPI reach 79 % and piracy of software computer of according to BSA (Business Software Alliance) have reached 85 %. Piracy IPR very harming of state from taxation and also impinge the Human Rights of Handle IPR.
Justice Decision to be criminal of IPR especially Copyrights tend to break with the light penalization, so that ploughman IPR specially Copyrights do not discourage to conduct the piracy remember the advantage which big so. Ploughman DVD can obtain; get the clean advantage of 600 million Rupiahs from 1,5 billion Rupiahs of piracy sale with the clear market and strength.
Decision of Crime of case IPR is imprisonment and/or fine, but the [penalty/fine] for the state of, non for the Handle of IPR, but that way if this crime verdict reward with the devil to pay and added with the big fine penalization of possibility of all this Copyrights ploughman perpetrator will discourage, although that big fine non for the handle of IPR of however morally have fulfilled the Human Rights of Rights handle.
Civil dispute of IPR raised in Commercial Justice. Civil Verdict more is effective compared to by a crime verdict, because in civil dispute, like cancellation MR earn is also figured in by a compensatory suing which must be affirmed in its suing. With the existence of the compensatory suing, if Judge grant entirely or some of the compensatory suing hence earn said that by the decision have fulfilled the Human Rights of Rights Handle.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20697
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanda Rizano
"Perkembangan teknologi informasi berdampak terhadap maraknya pembajakan program (software) komputer. Tingkat pelanggaran hak cipta software komputer di Indonesia mencapai 88% (data BSA). Penanganan pelanggaran hak cipta program komputer di DKI Jakarta ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Pelanggaran hak cipta program komputer saat ini ditangani oleh Sat IV/Cyber Crime, sementara untuk pembajakan film dan lagu ditangani Satlllndag. Dalam job description Ditreskrimsus PMJ tidak disebutkan secara jelas, Satuan Operasional mana yang menangani pelanggaran hak cipta program komputer.
Penanganan kasus-kasus pelanggaran hak cipta oleh Ditreskrimsus PMJ membutuhkan pengorganisasian yang efektif dengan penetapan kebijakan alokasi sumberdaya dan pembagian tugas dan tanggungjawab yang jelas serta tidak tumpangtindih (overlapping). Dalam deskripsi kerja yang diterbitkan oleh Dirreskrimsus PMJ, tidak menyebutkan secara eksplisit Satopsnal mana yang berwenang melakukan kegiatan penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus pelanggaran hak cipta program komputer. Ketidakjelasan pembagian tugas dan tanggungjawab penanganan kasus pelanggaran hak cipta tersebut menyebabkan tersebarnya tugas dan tanggungjawab antara Sat Iffndag dan Sat IVICyber Crime dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran hak cipta.
Bagaimana pengorganisasian Ditreskrimsus PMJ dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran hak cipta di wilayah hukum Polda Metro Jaya ? Bagaimana penanganan pelanggaran hak cipta dan apa implikasinya bagi kinerja Ditreskrimsus PMJ ? Kelemahan atau kekurangan apa saja yang ada dalam pengorganisasian Ditreskrimsus PMJ dalam menangani kasus pelanggaran hak cipta ?
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk melaksanakan fungsi dan lembaga tersebut, maka diaturlah susunan organisasi dan tata kerja Polri untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan tugas dan wewenangnya yang disesuaikan dengan dinarnika perkembangan masyarakat. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Polri, maka dipandang perlu menetapkan susunan organisasi dan tata kerja satuan-satuan organisasi pada tingkat Polda. Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep1541XJ2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi pada Tingkat Polda (Lampiran B : Polda Metro Jaya).
Ditreskrimsus PMJ merupakan pemekaran dari Direktorat Reserse Kriminal (Ditreskrim) dan berada di bawah Kapolda Metro Jaya (Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep1541X12002 tanggal 17 Oktober 2002). Ditreskrimsus Polda Metro Jaya diatur dalam Pasal 27 yang mengatur mengenai pengertian, tugas, fungsi, tanggung jawab dan susunan struktur organisasi Ditreskrimsus PMJ. Keputusan Kapolri di atas ditindak lanjuti oleh Kapolda Metro Jaya dengan membuat Surat Perintah Kapolda Metro Jaya No. Pol. : Sprin/36/I/2003 tanggal 15 Januari 2003 tentang Perintah Pelaksanaan Tugas Jabatan Dirreskrimum, Dirreskrimsus dan Dimarkoba serta Surat Perintah Kapolda Metro Jaya No. Pol.: Sprin/03/I/2003, tanggal 28 Januari 2003 tentang Personal Pamen Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Berdasarkan surat perintah Kapolda, Dirreskrimsus membuat Deskripsi Kerja (Job Description) yang mengatur struktur organisasi serfs pembagian tugas dan tanggungjawab, termasuk di dalamnya pembagian tugas Satuan Operasional (Satopsnal) I hingga Satopsnal V.
Ditreskrimsus PMJ melakukan fungsi penyelidikan dan penyidikan di bidang Indusui dan Perdagangan; bidang Fiskal, Moneter dan Devisa; bidang & unbar Daya Lingkungan; bidang Cyber Crime dan bidang Korupsi.
Pengorganisasian Ditreskrimsus PMJ diatur dalam Job Description yang dikeluarkan oleh Dirreskrimsus PMJ tanpa pengukuhan dan validasi dari Kapolda Metro Jaya. Deskripsi kerja (Job Description) tidak mengatur secara tegas pembagian tugas dan tanggungjawab penanganan pelanggaran hak cipta. Pelanggaran hak cipta ditangani oleh Sat IlIndag untuk film dan lagu, serta Sat IV/Cyber Crime untuk program komputer. Pembentukan Sat IV/Cyber Crime tidak didasarkan atas perencanaan yang matang serta tanpa dukungan UU, SDM, teknologi dan anggaran yang memadai. Akibatnya, Sat IV/Cyber Crime tidak dapat bekerja secara efektif dalam menangani kejahatan cyber dan computer. Karena tidak bisa bekerja secara efektif, Sat IV/Cyber Crime ikut menangani pelanggaran hak cipta.
Pengorganisasian Ditreskrimsus PMJ dalam penanganan pelanggaran hak cipta tidak didasarkan alas perencanaan yang matang dengan kajian dan analisis mendalam terhadap persoalan dan kebutuhan organisasi. Pembagian tugas dan tanggungjawab serfs koordinasi antar Satopsnal dalam penanganan hak cipta tidak diatur secara jelas dan tegas. Pembagian tugas dan tanggungjawab bukan didasarkan atas spesialisasi tetapi atas dasar beban kerja. Kegiatan pengawasan dan evaluasi lebih kepada perkembangan kemajuan penanganan kasus.
Penanganan pelanggaran hak cipta oleh Ditreskrimsus PMJ dilakukan oleh Sat Illndag untuk pembajakan film dan lagulmusik dan Sat IVICyber Crime untuk pembajakan program (software) komputer. Perluasan fungsi dan tanggungjawab Sat IV untuk menangani pelanggaran hak cipta program komputer mengakibatkan tugas dan tanggungjawab Sat IV dalam penanganan kejahatan teknologi informasi dan cyber menjadi tidak berjalan secara efektif. Banyak kasus-kasus kejahatan komputer dan cyber yang tidak tertangani polisi, seperti kejahatan perbankan dan pencucian uang (money laundry), perjudian dan pelacuran meialui internet, cyber terrorisme, cyber fraud (penipuan), cyber narcotic, dan lain-lain.
Perlindungan hak cipta oleh Ditreskrimsus PMJ masih terbatas pada kegiatan operasi penjualan atau perdagangan software bajakan di mall-mall atau pertokoan dan belum mampu mengatasi pelanggaran hak cipta melalui cyber.
Dalam penanganan pelanggaran hak cipta, Ditreskrimsus PMJ memiliki keterbatasan sumberdaya manusia, teknologi dan anggaran. Selain itu, perangkat hukum yang mengatur kejahatan cyber juga belum tersedia, sehingga Sat IV/Cyber Crime tidak mampu bekerja secara efektif."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17748
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Sacha Saskia
"ABSTRAK
Indonesia memiliki masyarakat yang kreatif dalam mewujudkan ide-ide ke dalam suatu bentuk yang nyata yang dilindungi Hak Cipta. Lagu adalah bagian dari suatu Karya Cipta. Lagu berupa not, teks, syair, ataupun aransemen. Hak Cipta merupakan Perlindungan Hukum untuk Pencipta Lagu tersebut. Suara Penyanyi dan atau gambar pertunjukkannya mendapat Perlindungan Hak Terkait. Hak Terkait adalah Hak Eksklusif yang dimiliki oleh Pelaku, Produser Rekaman Suara, dan Lembaga Penyiaran untuk memberi izin, atau melarang perbanyakan, penyiaran tanpa seizinnya. Untuk menjadi terkenal, biasanya suara Penyanyi yang direkam oleh Produser Rekaman Suara akan diperbanyak. Produser Rekaman Suara yang merekam lagu tersebut pun harus meminta izin kepada Pelaku untuk memperbanyak lagu, walaupun lagu tersebut direkam olehnya. Dalam prakteknya, seringkali Produser Rekaman Suara memperbanyak lagu Penyanyi tanpa seizinnya, hal ini tidak dapat disalahkan sepenuhnya, karena harus dilihat terlebih dahulu daxi perjanjian dan para pihak yang bersangkutan. Perlindungan Hak Terkait Pelaku di Indonesia sudah didukung oleh Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Namun seringkali terhambat oleh kurangnya pemahaman masyarakat terhadap Undang-undang tersebut. Penulisan ini menggunakan metode penelitian normatif, dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Pelanggaran Hak Terkait Pelaku oleh Produser Rekaman Suara dapat diatasi dengan sosialisasi yang bertahap, diantaranya seminar yang diadakan untuk para pekerja musik, khususnya Penyanyi dan Produser Rekaman Suara, selain itu juga pelatihan khusus kepada aparat penegak hukum, agar Hukum Hak Kekayaan Intelektual khususnya Hak Cipta di Indonesia dapat diterapkan sesuai dengan Undang-undang No. 19 Tahun 2002, serta para Pencipta mendapatkan Hak Ekonominya.

ABSTRACT
Indonesia endowed with creative society capable of bringing the authentic ideas into reality well protected by the copyright law. Musical song in the form of musical symbol, text and lyrics also the arrangement are being part of an artistic piece of work. Copyright is a legal function to perform legal protection to the song writer. Thus for both, either the voice of the singer or the pictures shown on the video clips would subject to related rights. Related rights is an exclusive right possessed by the performer or the actor, the recording producer and the broadcasting institutional to give permission or to forbid any activity related to reproduction or broadcasting the itinerary without any permission. To be remarkably publicly well known the performance of a new comer in the music industry will be recorded and the producer will soon multiply the duplication of the record to gain attention and share in the market. In this fashion, the recording producer performing the recording process must acquire granted permission from the artist to multiply the number of the copies, even though the song was originally recorded by him at the first place. How ever in common practice, there were times when the recording producers doing the multiplication of the record without gaining permission from the artist. Indonesian Legal Copyright Law had been supported by Law No. 19 of 2002 regarding Copyright, an exclusive right to produce copies and to control an original literary of musical or artistic work guaranteed by the Law. Unfortunately this mechanism once in a while hampered by lack of understanding from the society concerning the law at the issue. The violation of related rights can be done by gradually socializing it, a seminar attended by workers in the music industry, especially the singer, and the recording producer, so Copyright Law in Indonesia can be implemented in accordance and compliance with Law No. 19 of 2002, thus the song writer can acquire its economical rewards."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19565
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodiet Prasetya
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27659
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Avira Shahnalia
"ABSTRAK
Kecurangan akademik merupakan salah satu isu penting yang menarik banyak perhatian. Salah satu bentuk kecurangan akademik yang kerap dibahas adalah plagiarisme. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku plagiarisme, salah satunya adalah personal ethics. Rest (1986), merumuskan empat tahap dalam mengambil keputusan etis, tahap tersebut meliputi ethical awareness, ethical judgement, ethical intention, dan tahap terakhir yaitu pelaksanaan tingkah laku. Dua pendorong berbasis kognitif yang paling penting dalam tahap pengambilan keputusan etis adalah proses ethical judgement dan ethical intention (Rest, 1986). Penelitian ini bertujuan untuk melihat variabel mana diantara ethical judgement dan ethical intention yang memiliki pengaruh paling besar terhadap plagiarisme di kalangan mahasiswa. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 504 mahasiswa. Penelitian ini menggunakan Moral Equity Scale (Reidenbach dan Robin, 1990) sebagai alat ukur untuk mengukur variabel ethical judgement dan ethical intention, serta menggunakan alat ukur kecurangan akademik (Septiana, 2016) untuk mengukur variabel plagiarisme. Hasil menunjukkan bahwa ethical intention (B = -.284, p < .05) memiliki pengaruh yang lebih besar daripada ethical judgement (B = .146, p < .05) terhadap perilaku plagiarisme di kalangan mahasiswa. Selain itu, ditemukan informasi tambahan yakni, gender dan IPK memiliki hubungan yang signifikan terhadap plagiarisme. Jenis plagiarisme yang paling sering dilakukan adalah plagiarisme parafrase.

ABSTRACT
Academic dishonesty is one of the most important issues that have attracted researchers' attention. One of the most common form of academic dishonesty is plagiarism. There are several factors that may contributing to plagiarism, one of the factors is personal ethics. Rest (1986), formulated four stages in making ethical decisions, these stages include ethical awareness, ethical judgment, ethical intention, and the last stage is the conduct of behavior. Two of the most noteworthy drivers of cognitive-based ethical decisions making include the processes of making an ethical judgment and constructing an ethical intention (Rest, 1986). This research is intended to see the effect of ethical judgement and ethical intention towards plagiarism among college students. There are 504 participants on this research. This research exerts Moral Equity Scale (Reidenbach dan Robin, 1990) to measure ethical judgement and ethical intention, and used academic dishonesty measurement (Septiana, 2016) to measure plagiarism. The result of this research indicates that ethical intentions (B = -.284, p < .05) have a greater influence than ethical judgments (B = .146, p < .05) on plagiarism among students. It is also discovered that gender and GPA have a significant relationship to plagiarism. The most common type of plagiarism is paraphrase plagiarism. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kejujuran, integritas dan orisinalitas merupakan unsur utama yang perlu diperhatikan dengan seksamapada saat seseorang menciptakan karya seni,sastra maupun karya ilmiah, ketiga hal tersebut seringkali diabaikan sehingga berakibat terjadinya perbuatan plagiarisme yang dampaknya akan merugikanbagi pencipta, penulis ataupun peneliti. KUHP tidak mengenal istilah plagiarisme sebaliknya UUHCtidak menyebut secara eksplisit akan tetapi plagiarisme tersirat dalam pasal 13,14 dan 15 UUHC yangdisebut dengan pengecualian dan pembatasan hak cipta, sedangkan pelanggaran hak cipta dirumuskantersendiri dalam pasal yang berbeda. UU SISDIKNAS menyebut plagiarisme tanpa ada penjelasan lebihlanjut, akan tetapi menyatakan bahwa tindakan plagiarisme dapat dijadikan dasar untuk mencabut gelarakademik seseorang. Sedangkan, PERMENDIKNAS no. 17 tahun 2010 tentang Pencegahan dan PenanggulanganPlagiat di Perguruan Tinggi telah memberikan kejelasan konsep tindakan plagiarisme besertatindakan yang dilarang. Prinsip perlindungan hukum didasarkan pada 5 parameter yaitu Pengakuanhak bagi pencipta , Penetapan plagiarisme sebagai tindak pidana, Perumusan sanksi pidana, Adanyapidana tambahan, Mekanisme penyelesaian sengketa menunjukkan bahwa UUHC sudah memberikanperlindungan hukum bagi pencipta yang paling memadai. Sedangkan UU SISDIKNAS dan PERMENDIKNASNo. 17 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di perguruan Tinggi jugasudah memberikan perlindungan hukum bagi pencipta, penulis dan peneliti di perguruan tinggi terhadaptindakan plagiarisme.
"
340 ARENA 6:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sunia Baharani
"Pada dasarnya, film biopic menampilkan cerita tentang kehidupan atau sebagian kehidupan dari seseorang, yang biasanya adalah orang ternama dalam sebuah film. Pembuatan film biopic tidak selalu mendapatkan izin dari orang yang nyata yang dijadikan inspirasi. Permasalahan ini membuat timbul pertanyaan terkait apakah pembuatan film biopic melanggar hak privasi orang lain dengan adanya penambahan fiksi dan tidak perlunya izin dalam pembuatannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa bagaimana hukum hak cipta dalam mengatur sebuah karya yang mengandung privasi milik orang lain serta apakah menganalisa apakah pembuatan film biopic merupakan sesuatu yang melanggar hak privasi milik orang lain. Jenis penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif, yang dilakukan dengan cara menganalisa bahan-bahan hukum primer berupa peraturan-peraturan, yurisprudensi dan peraturan internasional, serta bahan pustaka atau sekunder berupa buku artikel, jurnal dan sebagainya. Yang kemudian penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam menganalisa data untuk menghasilkan analisis preskriptif dari permasalahan yang ada. Pada kesimpulannya, tulisan ini menemukan bahwa terkait konten dari ciptaan yang berupa fakta, bukanlah sesuatu yang masuk dalam pengaturan dari hukum hak cipta dan selama sebuah fakta didapatkan dengan sah, maka seseorang dapat dengan bebas membuat konten dari fakta tersebut, yang kemudian disimpulkan bahwa hal inilah yang menjadi dasar dari pembuatan film biopic. Hukum hak cipta dan hak privasi dalam penciptaan biopic berlaku tanpa bersinggungan satu sama lain, keduanya memberikan perlindungan, yang satu pada pembuat film yang satu bagi orang terkait yang dijadikan inspirasi.

Basically, biopic movies tell stories about the life or part of life of a person, in which usually a well-known person, in a film. The creation of biopic films does not always get permission from real people who are used as inspiration. This problem raises questions regarding whether the making of a biopic film violates the privacy rights of others by adding fiction and not requiring permission to make it. The purpose of this study is to analyze how copyright law regulates a work that contains the privacy of other people and whether to analyze whether the making of a biopic film is something that violates the privacy rights of other people. This type of research is juridical-normative research, which is carried out by analyzing primary legal materials in the form of regulations, jurisprudence and international regulations, as well as library or secondary materials in the form of books, articles, journals and so on. Which then this research uses qualitative methods in analyzing data to produce a prescriptive analysis of the existing problems. In conclusion, this paper finds that regarding the content of works in the form of facts, it is not something that is included in the regulation of copyright law and as long as a fact is obtained legally, then someone can freely create content from that fact, which is then concluded that this is which became the basis of making biopic films. Copyright law and privacy rights in the creation of biopics apply without interfering with each other, both provide protection, one for the filmmaker and one for related people who are used as inspiration."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>