Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65881 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rif`atul Mahmudah
"Politik anggota koalisi pendukung pemerintahan SBY dalam Hak Angket Bailout Bank Century. Koalisi lazimnya dibentuk untuk memberi dukungan atas kebijakan yang dilakukan pemerintah. Namun, dalam hak angket tersebut, tujuan itu tidak tercapai karena sikap anggota koalisi dalam mendukung kebijakan tersebut tidak mampu mencapai mayoritas ketika dilakukan voting. Terdapat tiga kondisi yang memengaruhi terjadinya perbedaan sikap tersebut di antaranya adalah pembentukan koalisi yang mencakup bentuk koalisi yang terbentuk serta penggunaan sistem pemerintahan presidensial dan sistem kepartaian multipartai, pola interaksi partai politik termasuk di dalamnya kesepakatan dalam koalisi serta positioning partai, baik dalam koalisi maupun di hadapan publik. Kekuatan partai politik di DPR tidak menjadi jaminan bagi partai untuk mampu menjadi pengontrol dalam koalisi. Terdapat kondisi lain terkait tiga hal tersebut di atas yang juga memengaruhi sehingga inkompatibilitas perpaduan sistem presidensial dan sistem multipartai tidak menjadi satu-satunya sebab.

Representative's Right of Inquiry on Investigation of Century Bank Case among political parties that are member of coalition supporting SBY government. The coalition is customarily formed to provide support for the government's policy. However, it was not achieved in the right of inquiry because of the members of coalition's stances in supporting the policy couldn't able to reach majority when voting conducted. There are three conditions that affect stance differences: the formation of coalition that includes form coalition formed, the use of presidential system of government and multi-party system, and the interaction pattern of political parties which the coalition agreement and the positioning of the party either in coalition or in public are included in it. The power of political party in House of Representative is not a guarantee for a party to be able to be the controller in coalition. There are conditions related to three things mentioned above are also affecting so that the blend incompatibility presidential system and a multiparty system is not the only cause."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwina Ega Aryani
"Penelitian ini membahas mengenai koalisi diantara Partai Gerindra, PKS, dan Partai Demokrat pada Pemilukada Kota Depok Tahun 2015. Fokus penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat proses yang mendorong partai untuk membentuk atau tergabung dalam suatu koalisi. Koalisi yang terbentuk diantara ketiga partai tersebut merupakan sebuah upaya kerja sama dalam memenangkan Idris Abdul Shomad dan Pradi Supriatna. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam dan dilengkapi dengan data sekunder lainnya. Dari penelitian ini ditemukan bahwa survei calon kandidat dan pengaruh dari interaksi partai baik secara internal maupun interaksi partai dengan pihak luar sangat mempengaruhi sikap partai dalam membentuk koalisi.

This research analyzes the coalition among Partai Gerindra, PKS, and Partai Demokrat in Pemilukada Kota Depok in year 2015. The focus of this research is to explain that there is a process that encourage parties to form or to join a coalition. The coalition that was formed by mentioned parties is a form of cooperation in order to make Idris Abdul Shomad and Pradi Supriatna the winner of the Pemilukada. This research used qualitative method with in-depth interviews and other secondary data. The research finds out that survey for candidates and the effect of interaction, both internally and externally, by the party are extremely effecting the party preference on making coalition."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suryani
"Penelitian ini dilatar belakangi oleh fenomena tentang elektabilitas partai-partai politik Islam (PKS, PPP, PAN, dan PKB) yang semakin menurun dalam setiap pemilu. Hal tersebut ditandai dengan perolehan suara di pemilu yang cenderung tidak mengalami peningkatan yang berarti. Dengan menggunakan teori triad koalisi dari Theodore Caplow (1956) yang membahas tentang size of party power sebagai dasar pembentukkan koalisi dan penentuan posisi daya tawar politik anggota koalisi, teori tentang arena koalisi dari Heywood dan Arendt Liphart yang membahas tentang pentingnya kesamaan ideologi dalam koalisi, teori tentang tipologi partai politik dari Almond yang dikaitkan dengan konsep tentang partai Islam dari Vali Nasr, penelitian kualitatif ini menganalisis masalah yang berkaitan dengan konstruksi bangunan koalisi yang dibentuk (KIH dan KMP) dengan melihat posisi PKS, PPP, PAN dan PKB didalamnya. Dengan mengaitkan masalah tentang adanya kesamaan dasar nilai ideologi partai dan karaktaer basis massa yang sama, penelitian ini juga menganalisis masalah tentang penyebab partai partai politik Islam tidak membangun satu koalisi bersama untuk menghadapi Pemilihan Presiden 2014 untuk mengajukan tokoh politik Islam sebagai calon Presiden dan wakil presiden. Penelitian ini menemukan bahwa orientasi policy seeking yang mengedepankan ideologi sebagai motivasi dalam membentuk koalisi, sudah tidak lagi dianggap penting. identifikasi kekuatan perolehan suara partai politik seperti yang dijelaskan oleh Caplow menjadi satu satunya strategi dalam pembentukkan koalisi. Akibatnya, pragmatisme semakin kuat dengan office seeking yang menjadi orientasi dalam berkoalisi, soliditas menjadi lemah dan partai politik bisa dengan mudah keluar masuk koalisi. Konflik internal partai, menjadi salah satu penyebab lemahnya daya tawar politik partai di dalam koalisi yang dimasuki karena dianggap mengancam elektabilitas capres dan cawapres yang diajukan. Tidak terbangunnya koalisi di antara partai politik Islam disebabkan karena orientasi ideologi yang berbeda, lebih dominannya pragmatisme politik dan tidak adanya figur elite politik Islam yang bisa menjadi pemersatu kekuatan Islam politik yang terpecah. Implikasi teoritis dari penelitian ini menunjukkan bahwa size of party power seperti yang dikemukakan oleh Caplow dalam pembentukkan koalisi hanya dijadikan sebagai strategi untuk mengumpulkan kekuatan partai dalam kontestasi. Karakter massa dan latar belakang nilai ideologi yang sama tidak dimanfaatkan oleh partai politik untuk melakukan bargaining dalam internal koalisi dalam penentuan keputusan penting. Secara teoritis, seperti yang dikemukakan oleh Caplow, masing-masing anggota koalisi memiliki daya tawar berdasarkan besaran kekuatan suara yang dimiliki. Namun secara faktual, posisi tawar PKS, PPP dan PAN di KMP sangat minim dan lemah, Begitu juga dengan PKB di KIH, walau menjadi partai kedua terbesar di KIH, lemahnya daya tawar politik PKB membuat calon waki presiden yang diajukan PKB tidak diputuskan mendampingi Joko Widodo sebagai calon presiden

This research is motivated by the phenomenon of the electability of Islamic political parties (PKS, PPP, PAN, and PKB) which is decreasing in every election. This is indicated by the number of votes in the general election which tends not to increase significantly. By using the triad coalition theory from Theodore Caplow (1956) which discusses the size of party power as the basis for forming coalitions and determining the political bargaining power position of coalition members, the theory about the coalition arena from Heywood and Arendt Liphart which discusses the importance of ideological similarities in coalitions, theory Regarding the typology of political parties from Almond associated with the concept of an Islamic party from Vali Nasr, this qualitative study analyzes problems related to the construction of the coalition buildings formed (KIH and KMP) by looking at the position of PKS, PPP, PAN and PKB in it. By linking the problem of the similarity of the basic ideological values ​​of the party and the same mass-based character, this study also analyzes the problem of why Islamic political parties did not build a coalition together to face the 2014 Presidential Election to nominate Islamic political figures as presidential and vice presidential candidates. This study found that the policy seeking orientation, which puts forward ideology as a motivation in forming coalitions, is no longer considered important. identification of the voting power of political parties as described by Caplow is the only strategy in forming coalitions. As a result, pragmatism is getting stronger with office seeking being the orientation in coalitions, solidity is getting weaker and political parties can easily enter and exit coalitions. Internal party conflicts are one of the causes of the weak political bargaining power of parties in the coalition entered because they are considered to threaten the electability of the proposed presidential and vice-presidential candidates. The non-establishment of coalitions among Islamic political parties is due to different ideological orientations, more dominant political pragmatism and the absence of Islamic political elite figures who can unify the forces of divided political Islam. The theoretical implication of this research shows that the size of party power as proposed by Caplow in forming a coalition is only used as a strategy to gather party power in the contestation. The character of the masses and the background of the same ideological values ​​are not used by political parties to bargain within the internal coalition in determining important decisions. Theoretically, as stated by Caplow, each member of the coalition has bargaining power based on the amount of voting power they have. But in fact, the bargaining position of PKS, PPP and PAN in KMP is minimal and weak. Likewise with PKB in KIH, despite being the second largest party in KIH, PKB's weak political bargaining power has prevented the vice presidential candidate proposed by PKB to accompany Joko Widodo as a presidential candidate."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Illiyina
"Tesis yang merupakan kajian interdisipliner antara kajian lembaga negara dengan kajian politik ini membahas perkembangan koalisi partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat dalam era reformasi. Penelitian ini menganalisis dinamika koalisi partai politik dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan fungsi legislatif di Indonesia. Dalam menganalisis dinamika koalisi partai politik dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia penulis menemukan bahwa konfigurasi partai politik dan koalisi partai politik yang terbangun turut mempengaruhi pelaksanaan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan pendekatan perundang-undangan (statutory approach), dan pendekatan kasus (case approach) ini merekomendasikan perlunya koalisi berbasis kesamaan ideologi dan haluan (platform) politik diantara partai politik yang berkoalisi, menata pelembagaan koalisi yang mapan, menata ulang format pemilu dalam arti luas.

This thesis is an interdisciplinary study between state organ studies and political studies that discusses the development of political party coalition in reformation era of the House of Representative of the Republic of Indonesia. In analyze the dynamic of political party coalition and its influence to application to the House of Representative function in Indonesia, the author find that the configuration of political party and political party coalition that was built also influences the function of the House of Representative of the Republic of Indonesia. The research conducted by statutory approach and case approach recommend that need to set up the coalition base on similarity ideology and political platform among political party in coalition, to institutionalizing of establish coalition and reformulation of general electoral design in broader sense."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31445
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Suhawi
"Penelitian tentang "Peranan Partai Politik Era Reformasi Terhadap Integrasi Nasional yang metigambil studi kasus PDT Perjuangan dan PK Sejahtera" ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan peranan parpol dalam mengintegrasikan aspirasi masyarakat didalam menjaga kohesifitas bangsa Indonesia; Mengkaji peranan PDI Perjuangan dan PK Sejahtera dalam meningkatkan aspek integrasi nasional; Serta mengkaji implikasi reformasi bagi ketahanan nasional dimana PDI Perjuangan dan PK Sejahtera menjadi aktor demokrasi yang diakui secara konstitusional.
Penelitian memakai metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan permasalahan secara asosiatif kepada PDI Perjuangan dan PK Sejahtera dimana sumber data berasal dart sumber primer dan sumber sekunder. Penelitian dilakukan dengan menggunakan indikator ideologi, pola rekrutmen, pola pengorganisasian, sebaran dukungan, kebijakan dari kedua partai terutama yang terkait dengan integrasi nasional.
Adapun teori atau pendapat para ahli yang digunakan untuk melakukan penelitian berkisar seputar teori peranan, partai politik, integrasi nasional, dan ketahanan nasional, sehingga diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Fertama, Parpol era reformasi melaksanakan peran integrasi nasional melalui fungsinya sebagai sarana komunikasi, sosialisasi, rekrutmen politik, dan pengatur konflik serta tetap menjadi sarana artikulasi dan mengaggregasi kepentingan. Namun peranan parpol era reformasi terhadap integrasi nasional mengalami pent roan kualiths karena perluasan partisipasi masyarakat tidak berbanding lures dengan kemampuan sumberdaya parpol, termasuk lembaga-lembaga negara lainnya; Kedua, PDI Perjuangan dan PK Sejahtera memiliki peran panting bagi terwujudnya integrasi nasional. PDI Perjuangan sebagai partai terbuka dapat menunjang penguatan aspek integrasi nasional Indonesia sebagai bangsa majemuk. Begitu pula dengan PK Sejahtera, karena ia mengikuti kaidah - kaidah demokrasi didalam memperjuangkan tujuan idiilnya; Ketiga, Euforia politik selama reformasi menjadikan negara pada posisi tidak stabil akibat ledakan partisipasi rakyat yang tidak mampu dikelola oleh institusi politik yang ada. Hal demikian disadari oleh partai - partai politik era reformasi, karma itu ia melalui kadernya di badan legislatif mulai membuat regulasi jurnlah partai melalui pemilu agar bisa menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi ketahanan nasional bersendikan demokrasi. Artinya, parpol era reformasi insyaf akan pentingnya sistem multi partai terbatas (proporsional) dalam rangka konsolidasi demokrasi sehingga tercipta kohesi sosial dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Terkait dengan temuan penelitian ini, peneliti merekomendasikan agar peranan parpol era reformasi terhadap integrasi nasional bisa lebih optimal, maka setiap parpol perlu segera berbenah did dengan meningkatkan sumber days yang dimiliki sehingga dapat mengelola partisipasi masyarakat dan mampu melembagakan konflik atau kepentingan yang sating bersaing. Oleh sebab itu, parpol juga perlu mengetahui lingkup serta intensitas perbedaan agama dan etnis, kesenjangan antara kelompok tradisional dan kelompok modem, kesenjangan antara perkotaan dan pedesaan, termasuk ideologi - ideologi yang saling bersaing. Karena semua itu hams diagregasi dan diartikulasikan oleh parpol yang eksis dalam pentas politik nasional. Apalagi jumlah parpol selama transisi demokrasi sangat tergantung pada fragmentasi yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Dengan begitu, parpol era reformasi melalui lembaga legislatif dan eksekutif hazes memastikan bahwa ia melaksanakan perannya dalam memperkuat integrasi nasional dimana secara gradual mengurangi emosentrisme yang mengancam integrasi nasional melalui Undang-undang tentang partai politik dan pemilihan umum.

The research about " The Role Of Political Party Era Reform To National Integration taking case study of PDI Perjuangan and PK Sejahtera conducted with the objective as a mean to describe the role of political party in integrating society aspiration in taking care of Indonesian nation cohesively; Studying the role of PDI Perjuangan and of PK Sejahtera in improving the national integration aspects; And also to study the reform implication to national resilience whereas PDI Perjuangan and of PK Sejahtera become democracy actors confessed constitutionally.
The research uses qualitative method by using approach of analysis description where the source of data came from the primary and the secondary sources. The research conducted by using ideology indicator, pattern of recruitment, organizational pattern, dispersion support, policy of both party - especially which related to national integration.
As for opinion or theory of experts used to conduct research gyrate in around role theory, political party, national integration, and national resilience. So that it obtained the following conclusion: First, political parties in reform era has been doing the role of national integration through communication medium function, socialization, political recruitment, conflict management, and remain consistent in being articulation medium and interest of aggregation. But the quality of the role of political parties in reform era to national integration is declining because the expansion of people participation is not directly proportional with capability and capacity of parties resources, including other state institutions; Second; that both parties have their important roles to form the National integration. PDI Perjuangan as an open party can support reinforcement of national integrity aspects to Indonesia as a plural nation. So does with the PK Sejahtera, because it follows democracy methods in achieving its ideal target; Thirr Political Euphoria during reform will make unstable state on course effect of people participation explosion which unable to be managed by existing political institution. This condition is realized by political parties in reform era; therefore, through their cadre in legislative institution, they begin to make regulation of parties number through the election in order to create more conducive climate of national resilience based on democracy. It means that political parties have realized the importance of definite multi parties (proportional) in order to make democracy consolidation so it can be created social cohesion that involve people participation.
Related to the invention of this research, the researcher recommends that in order to make the role of political parties in reform era to national integration more optimum, each party needs to improve themselves by increasing their resources so they are capable to manage people participation and also able to institute the conflicts or compete interests. Therefore, political parties need also to know the scope and the intensity of ethnic and religion diversity, the gap between traditional and modem group, the gap between city and rusticity, including the compete ideologies, because those all factors must be aggregated and articulated by political parties that exist in national political stage. Moreover, number of political parties within democracy transition is much depend on the fragmentation happened between society. Therefore, political parties in reform era through Legislative and executive institution must ensure that they can implement their role in strengthening national integration and gradually decreasing that menace national integration through political party regulations and general election.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T24551
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erfandi
"Eksistensi penderogasian HAM melalui penyederhanaan partai politik dalam dialektika negara hukum (rechstaat) mulai banyak dikaitkan dengan konsep ketatanegaraan yang demokratis, baik dalam masa demokrasi tidak langsung (undirect democration) atau pada masa demokrasi langsung (direct democration) di Indonesia, realitas ini ditandai dengan munculnya Parlimentary Treshold dalam UU Pemilu dan UU partai politik.
Untuk memfokuskan pembahasan diatas, terutama yang berkaitan dengan korelasi HAM dan Partai Politik dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. maka perlu dibatasi dengan metode yuridis normatif dengan menelaah kepustakaan dan perundang-undangan yang berhubungan dengan HAM dan Partai politik, serta mempertajam analisa secara komprehensif untuk memberikan solusi terhadap kebuntuan ketatatanegaraan Republik Indonesia saat ini dengan menggunakan Metode preskriptif evaluatif. Berhubungan dengan penegakan HAM melalui penyederhanaan partai politik akan banyak menimbulkan permasalahan ditengah maraknya sistem multi partai.
Disatu sisi banyaknya partai politik dalam sistem presidensial akan berimplikasi terhadap efektifitas kinerja parlemen dan Presiden dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Disisi lain adanya pembatasan partai politik ditengarai sebagai bentuk pembatasan HAM terhadap setiap indifidu yang justru bertentangan dengan semangat hak asasi untuk terlibat dalam pemerintahan. Tidak cukup hanya berdasarkan atas Konvenan Internasional Pasal 4 yang melegitimasi adanya pemabatasan terhadap hak sipil politik atau bersandarkan kepada Pasal 28 J yang menagtur pembatasan HAM, melainkan dibutuhkan perundang-undangan yang mengatur lebih teknis tentang mekanisme penderogasian terhadap partai politik, baik melalui syarat pembentukan partai dan/atau syarat masuknya partai politik ke parlemen sehingga akan berdampak pada kinerja di parlemen dan efektifitas sistem presidensial yang sudah ada.
Konsep penderogasian tersebut, tidak hanya berhenti melalui penderogasian terhadap partai politik melainkan dilanjutkan dengan penyederhanaan fraksi di parlemen sebagai wujud balances system di parlemen. Pembentukan dua fraksi, posisi dan oposisi sangat penting dilakukan untuk efektifitas pemerintahan dalam sistem presidensial dengan sistem multi partai seperti Indonesia ini.

The Existence of Human Rights derogation through political party simplification in Law State (rechstaat) dialectics has been started to be associated with the democratic constitutional concept, either in indirect democracy era or direct democracy era in Indonesia. This reality is marked by the emergence of Parliamentary Threshold in Election and Political Party Laws.
To make focus the above discussion which is primarily about the correlation between Human Rights and Political party in Indonesian Constitutional System, the limitations are made. The research is limited by means of Juridical Normative Method by reviewing the literature and the laws that are related to Human Rights and Political Party. Moreover, it is also important to sharpen the analysis comprehensively to give the solution towards the impasse of current Indonesian Constitutional System by using Prescriptive Evaluative Method.
Human Rights establishment through the simplification of political party will trigger many problems in the midst of multi-party system. On one side, the amount of political parties in presidential system will have an implication towards the effectiveness of parliamentary performance and president in running their duties and functions. On the other side, the existence of political party limitation is suspected as the form of Human Rights restraint towards each individual which is contradict with the spirit of right to involve in governmental ruling. The 4th article of international covenant which is legitimate the existences of the political civil right limitation or the 8th J article of Human Rights restriction Laws are not enough. In spite of that, the laws which regulate about derogation mechanism more technically toward political party are needed. They are needed either through the requirement of party establishment and/or the requirement of political parties? inclusion into parliament, thus it will have an impact towards their performance in the parliament and the effectiveness of the current presidential system.
That derogation concept is not only stopped through the political parties derogation but also continued with the simplification of factions in the parliament as the form of balanced system in the parliament. The establishment of two factions, position and opposition is very important for government effectiveness in presidential system with multi-party system such as in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34842
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gunawan Suswantoro
"Penelitian ini berupaya untuk memahami agenda partai politik nasionalis dan Islam dalam menyikapi boleh tidaknya bekas anggota PKI dan organisasi massanya dan yang terlibat langsung G30S/ PKI ikut serta dalam pemilu atau mendapatkan haknya untuk dipilih. Dinamika politik yang teljadi selama pembahasan inilah yang menarik untuk diteliti.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Teori Fungsi Parpol dari Carl J. Friedrich, Teori Kekuasaan dari Weber, Teori Keterwakilan dari Miriam Budiardjo, Teori Kebijakan dan Agenda dari Dewey serta Teori Konflik dalam melihat pemilahan struktur masyarakat Indonesia dari Clifford Geertz. Dari teori-teori tersebut bisa dilihat bagaimana masing-masing partai politik yang terlibat dalam pembahasan RUU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD ini memainkan peran, fungsi, maupun agenda politiknya guna memperoleh kekuasaan dan menambah jumlah keterwakilannya di parlemen. penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan lebih menekankan pada analisis penulis terhadap data dan referensi yang diperoleh melalui wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya agenda politik yang dimainkan oleh semua partai politik baik yang berlatar belakang ideologi nasionalis maupun Islam. Agenda politik itu menyangkut potensi tambahan perolehan suara yang dapat diperoleh PDI Perjuangan jika usulannya untuk menghapus salah satu aturan RUU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD ini disetujui. Butir aturan yang dimaksud adalah pasal yang mengatur persyaratan calon anggota legislatif yang berbunyi:
Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam "G30S/ PKI " atau organisasi terlarang Iainnya.
Pencantuman syarat itulah yang kemudian ditentang oleh Fraksi PDI Perjuangan meski ditentang oleh fraksi-fraksi lain. Harus diakui, semua partai politik yang terlibat dalam penyusunan RUU tentang Pemilihan Umum DPR, memainkan agenda kepentingannya masing-masing. Latar belakang kesamaan ideologi, agama, kesamaan plat form, atau kedekatan besaran perolehan jumlah kursi masing-masing partai politik sangat kental mewarnai kesepakatan-kesepakatan substansi yang dibahas dalam RUU Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Terkait dengan implikasi teori dalam penelitian ini, maka semua teori yang digunakan sebagai alat analisis dikuatkan atau confirm dengan temuan di lapangan...

This research aims to understand the agenda of nationalist and Islamic political parties in facing the issue of ex-communist party member and other its mass organisation to involve in election or get back their right to be chosen. The dynamic of the issue is interesting to explore.
Theories applies in the research are theory of function of political party from Carl Friedrich, theory of power from Webber, theory of representation from Miriam Budiardjo, theory of policy and agenda from Dewey, and theory of conflict to identify the structure of Indonesian society from Clifford Geertz. From those theories it can be seen that each parties involved in the coditication of the law of election for DPR, DPD and DPRD play their own role, function, or also political agenda to get more power and increase their numbers in the parliament. This research applies qualitative research method and emphasizes on analysis of data and reference from interview.
The result shows that there is political agenda played by all nationalist or Islamic political parties. The political agenda relates to the raise of voters gained by PDI for Struggle if their proposal to avoid one of the article in the law. The article arranges the requirements of candidates of legislative member as, They are not ex-member of prohibited organisation that is Indonesian Communist Party, or not directly or indirectly involve with the tragedy of G30S/PKI or other prohibited organisations.
The insertion of that requirement is opposed by PDI for struggle; however its position is also opposed by other parties. In fact, all political parties involved in the codification of the law play their own political agenda. The background of ideology, religion, platform, or their representation in the parliament influences the substantial agreements in the codification. Relate to the implication of theories mentioned above, all of the theories applied in the research relevant with the fact found in the research....
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21455
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meissy Sabardiah
"Partai Politik memegang peranan penting dalam upaya mewujudkan demokrasi di suatu negara, mengingat kedudukannya sebagai peserta pemilihan umum yang berusaha menjaring suara dan aspirasi masyarakat untuk meraih kekuasaan dalam negara dan mewujudkan aspirasi tersebut dalam kebijakan publik. Dengan diundangkannya Undang-undang No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik maka terhadap parpol dapat diajukan gugatan perwakilan masyarakat sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran Undang-undang oleh partai politik tersebut, dimana apabila terbukti maka terhadap partai yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi diantaranya sanksi pencabutan hak partai politik untuk ikut serta dalam pemilu. Proses penjatuhan sanksi di atas dilakukan setelah melalui proses peradilan di Mahkamah Agung yang diatur lebih lanjut melalui PERMA No. 2 tahun 1999 Tentang Pengawasan Partai Politik sebagai pedoman dalam melaksanakan proses peradilan termaksud. Pengaturan ini tidak mengatur Hukum Acara apa yang dijadikan acuan dalam memeriksa, menyidangkan dan memutus perkara tersebut. Namun dalam kasus, mekanisme peradilan terhadap gugatan atas partai politik dilakukan dengan berpedoman pada Ketentuan H.I.R dan ketentuan dalam PERMA No. 2 tahun 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Effendi Anas
"Dari perspektif Emitai Etzioni dalam buku "Organisasi modern" sebuah organisasi dikatakan efektif manakala fungsi yang melekat pada dirinya dapat dilaksanakan dengan baik. Sebaliknya bila fungsi-fungsi itu tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya maka partai tersebut dikatakan tidak efektif. Pelaksanaan fungsi sebagai ukuran dari efektifitas sebuah organisasi disebabkan karena pada dasarnya fungsi merupakan manifestasi dari pelaksanaan tujuan organisasi.
Beberapa pengamat politik di Indonesia mengambil kesimpulan bahwa, perkembangan organisasi sosial politik selama Orde Baru tidak dapat memerankan fungsi-fungsinya secara maksimal. Hal ini didasarkan kepada fakta bahwa semenjak Orde Baru negara tampil sebagai kekuatan yang dominan bahkan organisasi sosial politik menjadi fenomena kelembagaan yang muncul dari domain negara bukan dari domain masyarakat sehingga keberadaan organisasi politik sangat tergantung dan dipengaruhi oleh negara.
Untuk mengetahui tingkat efektifitas fungsi organisasi sosial politik dilakukan dengan metode survei melalui observasi lapangan dengan melihat praktek kinerja organisasi, di samping itu ditempuh pula wawancara mendalam dengan kalangan tokoh serta mempelajari keputakaan yang berkaitan dengan perkembangan organisasi sosial politik sekaligus diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas organisasi dengan pendekatan ekploratif untuk mencari tahu sebab-sebab atau pengaruh terhadap efektifitas fungsi organisasi tersebut.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dari 8 fungsi yang diteliti dengan studi kasus Partai Persatuan Pembangunan ditemukan bukti bahwa 4 fungsi dapat dikatakan berhasil dilaksanakan secara efektif yaitu : fungsi rekrutmen politik, partisipasi politik, sarana pembuat kebijakan dan sarana pengatur konflik, sedangkan 4 fungsi lainnya tergolong gagal dilaksanakan oleh organisasi ini meliputi : fungsi sosialisasi politik, komunikasi politik, agregasi dan artikulasi kepentingan serta fungsi kontrol terhadap eksekutif. Fungsi yang berhasil dan fungsi yang gagal tersebut di atas secara cukup signifikan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal organisasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>