Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20448 dokumen yang sesuai dengan query
cover
William
"Penyakit demam berdarah (dengue) merupakan masalah kesehatan yang serius dan hingga saat ini belum ada langkah spesifik untuk mengobati penyakit ini. Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (DENV), suatu flavivirus yang terselubung oleh envelope. Infeksi DENV dimulai dengan inisiasi proses fusi antara envelope virus dengan membran sel host, transfer materi genetik ke dalam sel target yang diikuti dengan replikasi serta pembentukan virus baru. Proses fusi ini dimediasi oleh peptida fusi yang diperkirakan merupakan suatu segmen antara residu D98-G112 pada protein envelope (E) DENV. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa peptida fusi ini tersembunyi di dalam suatu cavity dan akan diposisikan pada ujung domain II protein E DENV akibat perubahan konformasi sewaktu proses fusi terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk merancang peptida siklis disulfida yang dapat menempati cavity ini dan berinteraksi dengan peptida fusi, sehingga mengganggu perubahan konformasi yang terjadi dan menginhibisi proses fusi.
Pendekatan komputasi dilakukan untuk memprediksi afinitas dan stabilitas antara ligan peptida siklis disulfida dengan protein E DENV. Simulasi molecular docking dan molecular dynamics dilakukan dengan software MOE 2008.10. Screening terhadap 1320 ligan menghasilkan 3 ligan terbaik, CLREC, CYREC dan CFREC yang dapat berinteraksi dengan cavity target dan juga segmen peptida fusi. Ketiga ligan ini menunjukkan afinitas yang baik dengan target berdasarkan nilai energi bebas ikatan dan interaksi protein-ligan yang terbentuk. Stabilitas kompleks protein-ligan dianalisis dengan metode molecular dynamics. Hasil simulasi molecular dynamics menunjukkan bahwa hanya CLREC yang menunjukkan kestabilan konformasi protein-ligan dan mempertahankan interaksi antara ligan dengan cavity target. Oleh karena itu CLREC memiliki potensi sebagai inhibitor fusi DENV.

Dengue has been a major health concern and currently there is no available option to treat the infection. It is an arboviral disease caused by dengue virus (DENV), an enveloped flavivirus. DENV initiates fusion process between viral envelope and host cell membrane, transfers its viral genome into target cell and infects host. This fusion process is mediated by a fusion peptide which was predicted to be a segment of DENV envelope (E) glycoprotein located between residues D98 ? G112. Recent studies showed that this segment is hidden inside a cavity and will undergo conformational changes to be positioned at the tip of domain II E glycoprotein when fusion occurs. Our research is focused on designing disulfide cyclic peptides that can fit into this cavity and interact with fusion peptide, interrupt conformational changes and therefore inhibit the fusion process.
Computational approaches were conducted to calculate the binding affinity and stability of disulfide cyclic peptide ligands with target DENV E glycoprotein. Molecular docking and molecular dynamics simulation were performed using Molecular Operating Environment 2008.10 software (MOE 2008.10). Screening of 1320 designed ligands resulted in 3 best ligands, CLREC, CYREC and CYREC that can form interaction with target cavity and peptide fusion. These ligands showed good affinity with target DENV E glycoprotein based on free binding energy and interactions. To evaluate protein-ligand stability, we performed molecular dynamic simulation. Only CLREC showed protein-ligand stability and maintained interaction between ligand and target cavity. Therefore we propose CLREC as potential DENV fusion inhibitor candidate
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T29866
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas S. Nugroho
"Protein envelope merupakan salah satu protein struktural virus dengue (DENV) yang berperan dalam proses fusi virus ke dalam sel host. Proses fusi berperan penting dalam mentransfer materi genetik ke dalam sel host untuk pembentukan virus baru. Proses fusi dimediasi oleh perubahan konformasi struktur protein dimer menjadi trimer. Penelitian terdahulu menunjukkan adanya cavity pada struktur dimer protein envelope. Adanya suatu ligan yang dapat menempati cavity pada protein envelope dapat menstabilkan struktur dimer atau menghambat transisi dimer protein envelope menjadi bentuk trimer sehingga proses fusi dapat dicegah.
Penelitian ini bertujuan untuk merancang peptida siklis dengan ikatan prolin-prolin yang digunakan sebagai inhibitor fusi protein envelope DENV melalui molecular docking dan simulasi molecular dynamics. Screening 3883 peptida siklis dengan ikatan prolin-prolin melalui molecular docking didapatkan lima ligan terbaik. Sifat farmakologi dan toksisitas dari ligan terbaik diprediksi secara in silico.
Hasil prediksi menyatakan bahwa PYRRP merupakan ligan terbaik. Ligan PAWRP juga dipilih sebagai ligan terbaik karena memiliki afinitas yang baik dengan cavity protein. Stabilitas kompleks protein-ligan dianalisa dengan simulasi molecular dynamics. Hasil simulasi molecular dynamics menunjukkan bahwa ligan PYRRP dapat membuat struktur dimer protein envelope DENV stabil pada 310 K dan 312 K. Sedangkan ligan PAWRP lebih aktif membentuk kompleks dengan protein envelope DENV pada 310 K dibandingkan pada 312 K. Oleh karena itu, ligan PYRRP memiliki potensi sebagai inhibitor fusi DENV.

Envelope protein is one of the structural proteins of DENV engaged in virus fusion process into the host cell. Fusion process plays an important role in transfering genetic material into the host cells to form a new virion. The fusion process is mediated by the conformation change of protein structure from dimer to trimer state. The previous research shows the existing cavity on the dimer structure of the envelope protein. The existing ligand that is able to get into cavity on the envelope protein can stabilize the dimer structure or hamper the transition of dimer protein into trimer, so that the fusion process can be prevented.
This aims of research to design the cyclic peptide by prolin-prolin bond as fusion inhibitor of DENV envelope protein through molecular docking and molecular dynamics simulation. Screening 3883 of cyclic peptide by prolin-prolin bond through molecular docking got the best five ligans as inhibitors. Pharmacological and toxicity properties of the best ligans were predicted by in silico. The result expressed that PYRRP is the best ligand. PAWRP is also chosen as the best ligan because it has a good affinity with cavity protein. Complex stability of ligan protein was analyzed by molecular dynamics simulation.
The result shows that PYRRP ligand can make the dimer structure of DENV envelope protein stable in 310 K and 312 K. While PAWRP ligand actively forms the complexity with the DENV envelope protein in 310 K compared to 312 K. Thus the PYRRP ligand has a potential as DENV fusion inhibitor.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S43916
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinanty
"Virus dengue (DENV) telah menyebar luas di berbagai penjuru dunia, terutama pada daerah beriklim tropis. Pengobatan yang efektif terhadap infeksi DENV belum tersedia walaupun telah dikembangkan beberapa kandidat vaksin. Pengobatan yang dilakukan saat ini hanya untuk mengurangi gejala sakit dan mengurangi risiko kematian. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengobatan yang bersifat antiviral. Protein envelope merupakan salah satu protein struktural DENV yang diketahui dapat menjadi target inhibitor antiviral dan berperan khusus dalam proses fusi.
Penelitian ini bertujuan untuk screening peptida siklis komersial yang digunakan sebagai inhibitor protein envelope DENV melalui molecular docking dan molecular dynamics pada temperatur 310K dan 312K. Screening 301 peptida siklis komersial melalui molecular docking menghasilkan 10 ligan terbaik dan berdasarkan interaksi ikatan hidrogen dan kontak residu pada cavity protein envelope didapatkan tiga ligan terbaik yang dapat memasuki cavity protein envelope secara keseluruhan. Ketiga ligan tersebut diuji melalui ADME-Tox dan didapatkan ligan terbaik, yaitu BNP (7-32), porcine. Hasil simulasi molecular dynamics pada temperatur 310K dan 312K menunjukan bahwa ligan dapat mempertahankan interaksi dengan cavity target, sehingga ligan BNP (7-32), porcine dapat dijadikan kandidat antiviral untuk DENV.

Dengue virus ( DENV) has spread throughout the world, especially in tropical climates. Effective treatment of DENV infection is not yet available although several candidate vaccines have been developed. Treatment at this time is only to reduce symptoms and reduce the risk of death. Therefore, antiviral treatment is very needed. Envelope Protein is one of the structural proteins of DENV which is known could be a target of antiviral inhibitors and plays a special role in the fusion process.
This research aims to screen the commercial cyclic peptides which are used as inhibitors of envelope protein DENV through molecular docking and molecular dynamics at 310K and 312K. Screening of commercial cyclic peptides through molecular docking ligands obtained best 10 ligands then examined the interaction between hydrogen bonding and residue contacts of the cavity envelope protein and obtained best three ligands which could enter the cavity of envelope protein overall. The three ligands were predicted through the ADME-Tox and obtained the best ligands, namely BNP (7-32), porcine. The results of molecular dynamics simulations at 310K and 312K revealed that ligand can maintain interaction with the cavity of the target.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Andhika
"Penggunaan sumber Panas bumi melibatkan pendinginan pada fluida Panas bumi dengan cara mengekstrak panasnya. Pada kasus fluida Panas bumi suhu tinggi, pengendapan amorphous silika dari larutan membentuk kerak silika adalah masalah utama dalam efisiensi ekstraksi panas. Pengurangan atau bahkan penghilangan pembentukan kerak silika dengan penanganan yang tepat pada air dapat membuka kesempatan meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber Panas bumi suhu tinggi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemungkinan pembentukan kerak silika dari contoh air Panas bumi lapangan panas bumi Lahendong, Sulawesi Utara dan cara-cara pencegahannya dengan menggunakan pengaturan pH dan scale inhibitor. Untuk mengetahui kemungkinan terbentuknya pengkerakan silika maka dilkakukan sejumlah perlakuan dengan volume larutan 300 ml dengan memvariasikan pH sampel kontrol 3,4,5,6,7,8,9,10,11, dan 12. Kemudian sampel ditambahkan NaCl hingga konsentrasi NaCl menjadi berturut-turut 1000, 2000, 3000, 4000, 5000, 6000, 7000, 8000, 9000, 10000 ppm. Dilakukan juga inhibisi pengkerakan dengan menggunakan asam borat dan memvariasikan penambahan asam borat berdasarkan variasi berat, yaitu: 1, 5, 10, 20, 50 miligram. Semua perlakuan, baik variasi pH maupun penambahan NaCl dan uji inhibisi dengan asam borat, diakhiri dengan menjenuhkan larutan dengan pemanasan hingga volumenya kira-kira 100 ml.
Dari percobaan yang dilakukan ternyata diketahui bahwa pengkerakan paling besar terjadi pada pH 7 dang kandugngan NaCl 10000 ppm. Sedangkan untuk uji inhibisi yang paling efektif pada penambahan berat asam borat sebanyak 50 mg dengan volume sampel 300 ml. Kata Kunci: Pengkerakan silika, Scaling, scale inhibitor."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ikbal Hikmawan
"Inhibitor ramah lingkungan saat ini diperlukan untuk mengurangi dampak pencemaran dari inhibitor anorganik. Penelitian ini mempelajari pengaruh injeksi ekstrak daun sirsak dengan pelarut tiga tingkat sebagai inhibitor organik terhadap baja karbon rendah API 5L grade A dalam larutan air terproduksi. Berdasarkan pengujian weight loss dari seluruh sampel uji, sampel 8 hari dengan penambahan inhibitor 2 ml menunjukan nilai efisiensi paling tinggi yakni sebesar 52.62 %. Hasil uji polarisasi dan EIS dengan pelarut tiga tingkat didapatkan pelarut etanol mempunyai nilai efisiensi paling besar: 88.52%, sedangkan pelarut semi polar dan non polar nilai efisiensi nya hampir sama. Data dari EIS menunjukkan tahanan larutan menjadi turun dengan semakin meningkat nya penambahan inhibitor ekstrak daun sirsak. Uji FTIR memperlihatkan bahwa terdapat gugus fungsi dari ekstrak daun sirsak dan senyawa aktif nya adalah tipe polifenol.

Green inhibitors are now increasingly needed to reduce the adverse environmental impacts of the inorganic inhibitor. This research studied the effects of injection of soursop leaves extract in three-level solvents (polar, semi polar and non polar) as an organic inhibitor for the low-carbon steel API 5L of grade A in produced water solution. Based on weight loss test of the entire sample, the 8 days's sample with addition of 2 ml inhibitor from soupsop leaves extract showed the highest efficiency value which amounted to 52.62%. The polarization and EIS tests for three levels's solvents show that the ethanol solvent (type of polar) has the greatest efficiency values: 88.52%, while the efficiency value of non-polar and semi-polar solvent is almost without difference. EIS data showed that inhibiting power of the solution decreases when the inhibitor of soursop leaves extract is increasingly added. FTIR test showed that there is a functional group in the soursop leaves's extract and the active compound is a kind of polyphenol."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andre Elton Heryanto
"ABSTRAK
Sel menembus peptida (CPP) adalah sel permeabel protein yang membantu memfasilitasi molekul kedap ke dalam sel. VP22 adalah salah satu CPP dengan mekanisme memfasilitasi protein ke dalam sel dengan non-klasik Golgi-independen. SOX2 adalah salah satu gen untuk mengkodekan anggota dari SRY terkait HMG-box (SOX) keluarga faktor transkripsi yang baik terkait dengan regulasi perkembangan sel embrio. Rekombinan VP22 fusi protein diharapkan dapat mentranslokasi protein ke dalam sel. Antibodi terhadap SOX2 bertindak sebagai penanda fluoresensi untuk menentukan apakah VP22-SOX2 dapat dilokalisasi ke dalam sel. sel HepG2 digunakan dalam tes untuk menentukan kemanjuran dari sel menembus peptida. VP22-SOX2 pertama ditentukan dengan menggunakan Western Blot, di mana ia akan menampilkan pita yang terlihat. Ada 2 kelompok utama: sel HepG2 dengan VP22-SOX2 diinkubasi selama 6 jam dan 1 jam, di mana keduanya disertai dengan kelompok kontrol tanpa adanya VP22-SOX2. Kedua menjalani immunostaining menggunakan metode indirect immunostaining. Pengamatan akan dilakukan dengan menggunakan mikroskop confocal. Untuk analisis protein, analisis bioinformatika dilakukan untuk menentukan sifat fisik dan kimia dari protein. Berdasarkan statistik, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok Percobaan - 6 jam dan Kontrol - 6 jam. Selain itu, tidak ada perbedaan yang signifikan antara Percobaan - 6 jam dan Percobaan - 1 jam. Oleh karena itu, masa inkubasi tidak berpengaruh pada tingkat translokasi protein dan VP22-SOX2 tidak bisa translokasi ke dalam sel.

ABSTRACT
Cell penetrating peptides (CPPs) are cell permeable proteins that help facilitate impermeable molecules into the cells. VP22 is one of the CPP with mechanism of facilitating proteins into the cells by non-classical Golgi-independent. SOX2 is one of the gene to encode a member of the SRY-related HMG-box (SOX) family of transcription factors that are well associated with the regulation of the development of embryonic cells. Recombinant fusion protein VP22 is hoped to be able to translocate the protein into the cell. Antibody against SOX2 act as fluorescence marker to determine whether the VP22-SOX2 can be localized into the cell. HepG2 cells are used in the test to determine the efficacy of the cell penetrating peptide. VP22-SOX2 is first determined using Western Blot, where it will show visible band. There are 2 main groups: HepG2 cells with VP22-SOX2 incubated for 6 hours and 1 hours, where both are accompanied with the control group in the absence of VP22-SOX2. Both undergo immunostaining using indirect immunostaining method. Observation will be done using confocal microscope. For protein analysis, bioinformatics analysis is conducted to determine the physical and chemical properties of the protein. Based on statistic, there is no significant difference between the groups Experiment ? 6 hour and Control ? 6 hour. In addition, there is no significant difference between Experiment ? 6 hour and Experiment ? 1 hour. Therefore, incubation period has no effect in the rates of protein translocation and VP22-SOX2 do not achieve protein translocation.;"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70413
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kebakaran hutan dan lahan merupakan peristiwa yang hampir terjadi di propinsi Riau setiap tahun pada areal HPH, HPHTI, perkebunan dan perladangan. Kebakaran yang terjadi di lahan perkebunan dan HPHTI pada umumnya didahului dengan adanya konversi hutan menjadi lahan perkebunan dan HPHTI kemudian diikuti dengan pembakaran pada waktu melakukan kegiatan pembersihan lahan. Luas areal kebakaran hutan dan lahan di propinsi Riau selama lima (5) tahun terakhir mulai tahun 1997 sampai tahun 2001 adalah sebesar 42.374,16 Ha yang pada umumnya terjadi di kawasan HPH, HPHTI, perkebunan, dan perladangan masyarakat. Pada awal tahun 2003 sampai 30 Juni 2003 di propinsi Riau terdapat 5.133 hot spot yang. ditemukan di seluruh kabupaten / kota. Kebakaran hutan dan lahan akan menghasilkan emisi terutama partikulat (PM10), CO, 03, NOz, S02 yang sangat berdampak terhadap kesehatan manusia. Asap yang merupakan partikel halus yang dihasilkan proses pembakaran akan dapat meningkatkan kasus Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). Selain itu, kebakaran hutan dan lahan berdampak juga terhadap lingkungan fisik dan ekonomi di Pekanbaru, Riau. Total kerugian bulan Juni tahun 2003 saja sebesar Rp 19 milyar lebih. Itu pun tanpa memasukkan variabel transportasi, perdagangan, hilangnya kesempatan panen, dan peningkatan penderita ISPA (infeksi saluran pemafasan atas) akibat asap. Kebakaran hutan dan lahan akan mengakibatkan kualitas udara yang tidak baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemantauan kualitas udara setiap waktu dimana parameter utama adalah PM10, CO, Oa, N02, S02. Hasil pemantauan tersebut akan menghasilkan suatu nilai konsentrasi dari tiap parameter yang nantinya diubah menjadi suatu nilai ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara). Nilai ISPU ini akan dianalisa dengan mencari nilai minimum, maksimum, dan rata-rata setiap bulan dalam tiga tahun (tahun 2001-2003) kemudian dibandingkan dengan standar nilai ISPU berdasarkan Keputusan menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP.45/MENLH/10/1997. Kualitas udara juga dapat dilihat dari jumlah hot spot setiap kabupaten (Pekanbaru, Dumai, Pelalawan, Siak, Bengkalis, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Kampar, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, dan Kuantan Sengingi) tahun 2001-2003. Kemudian, nilai ISPU dan jumlah hot spot akan dilihat korelasinya, apakah jumlah hot spot mempengaruhi nilai ISPU dilihat dari parameter dominan/kritis, yaitu PM10. Semakin banyak titik api akan mempengaruhi ketebalan asap sehingga berpengaruh terhadap kualitas udara di daerah tersebut. Kualitas udara di Pekanbaru, Riau memburuk pada tahun 2002 yang dapat dilihat dari banyak jumlah hot spot dan tingginya nilai ISPU. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanggulangan dan pencegahan sejak dini, dimana ada 4 (empat) tahap utama pencegahan dan penanggulangan yang saling terkait dan terintegrasi."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S34740
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Witantra Dhamar Hutami
"Pendahuluan
Untuk menentukan apakah diperlukan fusi tulang belakang disamping dekompresi untuk kasus stenosis spinal lumbar (SSL) akan bergantung kepada stabilitas segmen tulang belakang yang terkena. Stabilitas tulang belakang didefinisikan sebagai kemampuan tulang belakang untuk mempertahankan kemampuan geraknya dengan serta mencegah terjadinya nyeri, defisit neurologis, dan angulasi yang tidak normal. Namun, sampai saat ini, belum ada konsensus yang jelas tentang definisi ketidakstabilan untuk menentukan apakah diperlukan fusi pada kasus SSL. Dalam penelitian ini, kami mengembangkan sistem penilaian baru, yang disebut dengan Indonesia Score of Spinal Instability (ISSI), untuk membantu menentukan adanya ketidakstabilan pada tulang belakang dan mengevaluasi kebutuhan fusi pada LSS.
Metodologi Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, tahap pertama adalah tinjauan sistematis untuk menemukan prediktor ketidakstabilan tulang belakang pada SSL, tahap kedua adalah pengembangan sistem penilaian untuk ketidakstabilan tulang belakang - Indonesia Score of Spinal Instability (ISSI) melalui pendapat ahli dan teknik Delphi yang dimodifikasi, dan tahap ketiga adalah studi validitas dan reliabilitas sistem penilaian yang baru dikembangkan. Tinjauan sistematis dilakukan dengan menggunakan pedoman dari Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA). Pendapat ahli dan teknik Delphi yang dimodifikasi dilakukan oleh ahli bedah tulang belakang berpengalaman di Indonesia yang telah terpilih, tahap ini dilakukan dua kali untuk menilai apakah ada perbedaan antara putaran pertama dan kedua. Tahap kedua akan menghasilkan ISSI yang baru. Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan di rumah sakit institusional kami, yang melibatkan ahli bedah Ortopedi dan Ahli Radiologi yang bersertifikasi dan dibandingkan dengan penilaian radiologis dari White & Panjabi.
Hasil
Sebanyak 54 studi dimasukkan dalam tinjauan sistematis, dan prediktor ketidakstabilan pada stenosis tulang belakang dibagi menjadi klinis (adanya nyeri punggung sebagai gejala primer atau sekunder), radiografi polos statis (adanya vacuum phenomenon, kolaps diskus intervertebralis, sklerosis subkondral, dan traction spur), radiografi polos dinamik (translasi dan angulasi dinamik), dan temuan pencitraan resonansi magnetik/ (magnetic resonance imaging, MRI) yang terdiri dari efusi sendi faset, degenerasi otot multifidus, degenerasi endplate, dan degenerasi diskus. Melalui pendapat para ahli dan teknik Delphi yang dimodifikasi, penilaian ISSI dikembangkan dan terdiri dari komponen klinis (nyeri punggung), komponen radiografi dinamik (translasi horizontal dan angulasi), dan komponen MRI (efusi sendi faset), masing- masing komponen tersebut akan diberi nilai, dan total nilai adalah 0 hingga 14. Penilaian akhir akan mengklasifikasikan pasien ke dalam tiga kelompok: kelompok stabil (nilai 0 hingga 4) di mana fusi tidak diperlukan, kelompok berpotensi tidak stabil (nilai 5 hingga 8) di mana keputusan fusi didasarkan pada penilaian klinis dokter bedah, dan kelompok tidak stabil (nilai 9 hingga 14) di mana fusi diperlukan. Tahap akhir penelitian menyimpulkan bahwa ISSI ini memiliki validitas dan reliabilitas yang baik.
Diskusi dan Kesimpulan
ISSI yang baru dikembangkan adalah sistem penilaian ketidakstabilan tulang belakang pada kasus SLL degeneratif yang sahih (valid) dan dapat diandalkan (reliabel), yang dapat membantu mengidentifikasi adanya ketidakstabilan pada SSL degenratif. ISSI diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman untuk memutuskan apakah fusi tulang belakang diperlukan.

Introduction
Whether spinal fusion is performed in addition to a decompression for lumbar spinal stenosis (LSS) depends on the stability of the involved spinal segments. Spinal stability is defined as the ability of the spine to maintain its degree of motion while simultaneously preventing pain, neurologic deficits, and abnormal angulation. However, until currently, there is no clear consensus regarding the definition of instability to perform fusion in the cases of LSS. We developed a new scoring system, the Indonesia Score of Spinal Instability (ISSI), to identify spinal instability and to evaluate the need of spinal fusion in LSS.
Materials and Methods
This study consisted of three stages, the first stage was the systematic review to find predictors of spinal instability in LSS, the second stage was the development of scoring system for spinal instability – the Indonesia Score of Spinal Instability (ISSI) through expert opinion and modified Delphi technique, and the third stage was validity and reliability studies of the new developed scoring system. The systematic review was performed through Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta- Analyses (PRISMA) guideline. Expert opinion and modified Delphi technique were performed by experience spine surgeons in Indonesia who had been elected, this stage was performed twice to assess whether there was difference between first and second rounds. The second stage would yield the new developing ISSI. Validity and reliability testing were performed in our institutional hospitals, which included the board-certified Orthopaedic surgeon and Radiologist and was compared with the radiological checklist from White & Panjabi.
Results
A total of 54 studies were included in the systematic reviews, and the predictors of instability in spinal stenosis were divided into clinical (presence of back pain as primary or secondary symptoms), static plain radiograph (presence of vacuum phenomenon, intervertebral disk collapse, subchondral sclerosis, and traction spurs), dynamic plain radiograph (horizontal translation and angulation), and magnetic resonance imaging/ MRI findings (facet joint effusion, fatty degeneration of multifidus, endplate degeneration, and disk degeneration). Through expert opinion and modified Delphi technique, ISSI score was developed and consisted of the clinical component (back pain), dynamic radiograph component (horizontal translation and angulation), and MRI component (facet joint effusion), each of the component would be scored, and the total scoring would be from 0 to 14. The final scoring would classify patients into three groups: stable group (score of 0 to 4) in which the fusion is not needed, potentially unstable group (score of 5 to 8) in which the decision of fusion is based on surgeon’s clinical judgment, and unstable group (score of 9 to 14) in which the fusion is needed. Final stage of study concluded that this ISSI had good reliability and validity
Discussion and Conclusion
The new developed ISSI was a valid and reliable scoring system that could help to identify the presence of instability in LSS and the need of fusion. This ISSI can be used as a guideline to decide whether spinal fusion would be needed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Duderstadt, James J., 1942-
New York: John Wiley & Sons, 1982
621.484 DUD i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>