Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153406 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S6148
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S6178
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Radio Fernando
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1978
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setya Wahyudi
"ABSTRAK
Tesis ini berjudul "Kebijakan Penerapan dan Pelaksanaan Pidana Penjara Dalam Rangka Reintegrasi Sosial Terhadap Terpidana kejahatan Kekerasan", dan tujuan penelitian dalam tesis ini yaitu untuk mengetahui kebijakan hakim di dalam penerapan pidana penjara dan kebijakan pembina lembaga pemasyarakatan di dalam pelaksanaan pidana penjara dalam rangka reintegrasi sosial terpidana kejahatan kekerasan.
Penelitian ini bersifat deskriptif, dan pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian di lapangan berupa studi dokumen, observasi, angket dan wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto, Petugas Pembina Lembaga Pemasyarakatan dan Narapidana kejahatan kekerasan di Lembaga Pemasyarakatan Purwokerto. Penentuan responden dilakukan secara purposive non random sampling, dan analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
Maksud kebijakan penerapan pidana penjara dalam rangka reintegrasi sosial, yaitu kebijakan hakim di dalam menjatuhkan pidana penjara dengan tujuan untuk perlindungan masyarakat terhadap bahaya akibat tindak pidana dan, dengan tujuan untuk mendidik pelaku tindak pidana. Kebijakan pelaksanaan pidana penjara dalam rangka reintegrasi sosial dilaksanakan dengan cara memasukkan narapidana ke dalam lembaga pemasyarakatan dan selama menjalani pidana dilakukan pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian dan pembinaan reintegrasi dengan masyarakat yang berupa asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas.
Kebijakan penerapan pidana penjara terhadap terpidana kejahatan kekerasan di Pengadilan Negeri Purwokerto apabila dilihat dari berat pidana penjara yang dijatuhkan, telah memenuhi dan dapat sebagai sarana proses reintegrasi sosial yang berupa asimilasi, pembebasan bersyarat ataupun cuti menjelang bebas, namun apabila dilihat dari pertimbangan-pertimbangan penjatuhan pidana penjara maka dapat dikatakan tidak berdasar tujuan reintegrasi sosial sepenuhnya.
Kebijakan pelaksanaan pidana penjara dalam rangka reintegrasi sosial terhadap terpidana/narapidana kejahatan kekerasan di Lembaga Pemasyarakatan Purwokerto lebih ditonjolkan pada bentuk pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian serta pembinaan dalam bentuk asimilasi di dalam lembaga atau di dalam gedung lembaga pemasyarakatan yang meliputi kegiatan pembinaan mental spiritual atau keagamaan, olah raga, keterampilan pertukangan, perbengkelan, pertanian dan peternakan. Pembinaan narapidana dalam bentuk asimilasi dilakukan dengan cara pembauran antara narapidana dengan petugas pembina lembaga, pembauran dengan sesama narapidana dan Pembauran dengan masyarakat pengunjung lembaga pemasyrakatan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan pidana penjara dalam rangka reintegrasi sosial diperlukan sarana dan prasarana yang memadai, profesionalisme pembina lembaga pemasyarakatan dan diperlukan partisipasi positif dari masyarakat.

ABSTRACT
The title of the thesis is 'The application and implementation of imprisonment sentence policies based on social reintegration of violent crime offenders. The aim of the present research were to know the judge policy in inflicting imprisonment sentence and to know the prison management policy in implementing the imprisonment sentence based on social reintegration of the violent crime offenders.
This 'research was descriptive.. The data was obtained through library and field researches involving documentary study, observation, questionnaire and interview with the Purwokerto state court, prison management and prisoner of violent crime prisoners in Purwokerto prison. Respondents were chosen based on purposive non random sampling. Data was analyzed based on descriptive qualitative methods.
The aims of the imprisonment policy based on the social reintegration was the implementation of imprisonment sentence based on social defence and treatment of offender method. This policy was implemented by giving i;a treatment to the offenders in a prison like personality and self-esteem education; and reintegration education, involving programs like assimilation, conditional release and to go on leave before released.
If, the judge policy on the application of imprisonment sentence was viewed based on its heaviness, it would be fit in with the social reintegration policy involving assimilation, conditional release and to go on leave before released, but if it was wied based on its considerations in inflicting imprisonment sentence, it would not be fit in with the aims of the social reintegration policy.
The implementation of the imprisonment sentence in the Purwokerto prison was more focused on the personality and self-esteem educations, and assimilation inside the Purwokerta prison involving activities like moral and spirituai1l educations, sport, artisan, mechanic, agriculture and husbandry. The assimilation of offenders was done by establishing close communication with prison officers, Other prisoner and public prison visitors.
To Teach the aims of the implementation of imprisonm1nt sentence based on social reintegration, it needed sufficient facilities; professionalism of the prison officers and positive social participation.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Poernomo
Yoyakarta: Liberty, 1986
365 BAM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 1998
S21808
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Yusuf
"Berbagai negara di dunia telah mengatur tentang kompensasi, diantaranya Inggris dengan British Commend paper of 1961 and 1964, di New Zealand dengan New Zealand Compensation Act of 1963 dan Australia dengan Criminal Injuries Compensation Act 196. Ketentuan-ketentuan ini dengan jelas mencantumkan kewajiban negara untuk memberikan kompensasi pada korban kejahatan. Kompensasi juga dikenal di Amerika Serikat, kompensasi dikenal di 27 negara bagian (Amerika Compensation program 1965). Di Denmark, di German dan Norwegia juga dikenal program kompensasi. Negara adalah yang paling berkewajiban untuk memperhatikan keadaan warganya. Negara, melalui aparatnya, berkewajiban untuk menyelenggarakan ketertiban dan keamanan masyarakat. Oleh karena itulah kejahatan yang terjadi adalah tanggung jawab negara. Hal ini berarti timbulnya korban merupakan tanggung jawab negara pula. Kunter mengingatkan bahwa korban mempunyai hak untuk mengklaim negara. Dalam menyatakan pendapatnya ini, Kunter memberi contoh adanya tanggung jawab pabrik/perusahaan terhadap pekerjanya. Penderitaan, kecelakaan yang dialami pekerja merupakan tanggung jawab pabrik/perusahaan. Demikian pula dengan negara. Apapun yang akan dianut dalam hal teori pemidanaan tetapi yang harus tetap diingat adalah bahwa dengan "hilangnya" terpidana di balik tembok penjara dia tidak kehilangan haknya sebagai warga negara. Perlindungan yang diberikan oleh UU No. 8/1981 terhadap "harkat dan martabat manusia" tetap mengikat terpidana juga ke dalam penjara. Proses baru terhenti pada saat terpidana dilepaskan kembali ke masyarakat sebagai seorang warga negara yang telah menyelesaikan pidana yang diberikan negara kepadanya melalui pengadilan. Tanggung jawab moral hakim mewajibkannya mengikuti dan melindungi hak-hak terpidana di dalam penjara. Lebih kuat lagi alasan ini bilamana kita mengingat bahwa putusan pengadilan (hakim) diberikan "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Tegaknya keadilan bagi terpidana juga merupakan tanggungjawab hakim selama yang bersangkutan berada dalam penjara."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T18240
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barda Nawawi Arief, 1943-
"Pidana penjara saat ini sedanc aengalami "masa krlsis". Jenis pidana ini terinasuk salah satu jenia sanksi yang kurang disukai. Banyak krltik tajam ditujukan terhadap jenis pidana perainpasan kemerdekaan ini, taik dilihat dari sudut efektivitasnya maupun dilihat dari akibat-akibat negatif lainnya yang, menyertai atau yang berhubungan dengan diraa^asnya kemerde kaan seseorang itu sendiri. Kritik ' . tajam dan negatif itu tidak hanya ditujukan teriiadap pidana pen jara raenurut pandangan retributif tradisional, tetapi juga terhadap pidana penjara menurut pandangan modern yang lebih bersifat kemanusiaan dan oenek^kan pada unsur perbaikan si pelanggar (reformasi, rehabilitasi dan resosialisasi). Sorotan dan kritik tajam 'inipun tidak hanya dikemukakan oleh nara ahli secara perseorangan, tetapi juga oleh masyarakat bangsa-ban^ sa di d\mia melalui beberapa kali seminar dan kongres internasional.
Di tengah gelorabang "masa krisis" yang demikian itu, ditambah pula dengan usaha pembaharuan hukum pidana yang diamanatkan oleh Perabukaan Undang-undang Dasar 1945, maka menjadi pentinglah nntuk raelakukan peninjauan kembali (reorientasi, re-evaluasi, reforma si dan reorganisasi) terhadap dua masalah kebijaksana an yang sangat raendasar mengenai penggunaan pidana penjara dilihat dari sudut politik kriminal. Pertama, mengenai perlu tidaknya pidana penjara itu tetap dipertahankan sebagai salah satu sarana kebijaksanaan penanggulangan kejahatan; dan kedua, mengenai sebera pa oauh kebi jaksanaan le'gislatif dalam menetapkan dan merumuskan pidana penjara selama ini dapat menun jang usaha mekanisme penanggulangan kejahatan.
Dari penelitian yang dilakukan terhadap dua masalah sentral tersebut ternyata, bahwa walaupun kritik-kritik tajam banyak dilontarkan terhadap mas alah efektivitas pidana penjara, namun masih terdapat nilai-nilai positif yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai dasar pembenaran dipertahankannya pidana penjara sebagai salah satu sarana kebijaksanaan pen^ggulangan kejahatan. Dasar pembenarannya dapat dilihat dari praktek perabuatan atau penyusunan undang-undang selama ini, dari aspek-aspek pokok tujuan pemidanaan, dari ciri pemidanaan dalam masyarakat modern, dari perlunya upaya perlindungan dan pengamanan masyarakat terhadap meningkatnya kejahatan dan tindakan-tindakan kekerasan di luar hukiim, serta di lihat dari sudut dukungan masyarakat bangsa-bangsa di dunia melalui kongres-kongres internasional yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Walaupun pidana penjara masih patut dipertahankan sebagai salah satu sarana kebijaksanaan penanggulangan kejahatan, namun perlu ditempuh kebijaksanaan rasional yang selektif dan limitatif dalam pengoperasionalisasiannya.
Dalam penelitian ini dijumpai faktor-faktor kondusif dari kebijaksanaan legislatif selama ini yang kurang memberikan jarninan bagi terlaksananya kebijaksanaan yang demikian. Faktor-faktor kondusif tersebut, ialah :
a. sebagian besar perumusan delik kejahatfin di dalam produk perundang-undangan yang diteliti raemuat ancaman pidana penjara dan sebagian besar diantaranya memuat perumusan yang bersifat imperatif;
b. tidak adanya ketentuan perundang-undangan sebagai katup pengaman (veiligheidsklep) yang memberi pedoman dan kewenangan bagi hakim untuk menghindari, membatasi atau memperlunak penerapan pidana penjara yang dirumuskan secara imperatif;
c. lemahnya ketentuan pidana bersyarat selama ini sehingga kurang dapat mengatasi- sifat kaku dari sistem perumusan pidana penjara secara imperatif;
d. lemahnya kebijaksanaan legislatif selama ini dalam mengefektifkan operasionalisasi pidana denda yang sering dirumuskan secara alternatif dengan pidana penjara;
e. tidak adanya pedoman penjatuhan pidana penjara yang dirumuskan secara eksplisit dalam perundangundangan;
f. tidak adanya ketentuan prosedural yanp memberi kewenangan untuk melakukan penundaan penuntutan pidana.
Mekanisme pengoperasionalisasian pidana penjara yang rasional, selektif dan limitatif dalarn rangka usaha penanggulangan kejahatan akan dapat terjatmin apabila dalam kebijaksanaaji legislatif :
1. tersedia pembagian jenis dan kualitas pidana peram pasan keiherdekaan;
2. tersedia pedoman penjatuhan pidana penjara yang dirurauskan secara eksplisit;
3. sejauh mungkin menghindari perumusan pidana penjara secara imperatif, khususnya perumusan tunggal;
4. ada ketentuau-ketentuan yang merupakan katup-pengajnan untuk mengimbangi, dalam arti untuk dapat menghindari, membatasi atau memperlunak sistem perumusan pidana penjara secara imperatif, yang berupa:
a. ketentuan prosedural untuk melakukan penundaan penuntutan bersyarat;
b. ketentuan yang dapat lebih menjamin penerapan pidana (penjara) bersyarat secara lebih efektif;
c. pedoman untuk menerapkan sistem perumusan pidana penjara secara imperatif, khususnya secara tinggal, yang memberi kewenangan kepada hakim untuk tidak menjatuhkan pidana penjara dengan menyedia kan alternatif pidana atau tlndakan lain yang lebih ringan.
5. ada ketentuan untuk merubah atau menghentikan sama sekali pelaksanaan pidana penjara yang telah dijatuhkan hakim."
Depok: Universitas Indonesia, 1986
D240
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwidja Priyatno
Bandung: Refika Aditama, 2006
345 DWI s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>