Ditemukan 29039 dokumen yang sesuai dengan query
Lafrance, Mary
St. Paul: West Group, 2009
340 LAF g
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
AH Alphen aan den Rijn: Kluwer Law International, 2006
346.048 2 CON
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Grove, Peter
London: Graham & Trotman, 1991
R 346.0482 GRO c
Buku Referensi Universitas Indonesia Library
Luthfi Prasetya Putra
"Penulisan ini membahas mengenai pengaturan hukum Hak Cipta, terutama Hak Moral dan Hak Ekonomi, pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dikaitkan dengan pemberlakuan Sensor Film yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Pembahasan mengenai hukum Hak Cipta dilakukan dengan melakukan perbandingan pengaturan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, terutama pada perbandingan pengaturan Hak Moral dan Hak Ekonominya. Selanjutnya, penulisan ini juga membahas sekilas industri perfilman Indonesia dan menganalisis pelaksanaan Sensor Film yang dilakukan oleh Lembaga Sensor Film sebagai salah satu lembaga negara Indonesia.
The focus of this study is about Copyright Law regulation, especially concerning Moral Right and Economic Right, in Law Number 28 of 2014 related to the implementation of Film Censorship that mandated by Law Number Number 33 of 2009. The analysis of Copyright Law done by doing comparison between Law Number 28 of 2014 and Law Number 19 of 2002. This writing is also at glance discuss the development of film industry in Indonesia and analyse the implementation of Film Censorship conducted by Film Censorship Body (Lembaga Sensor Film)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59058
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Arditama Nusantara Putra
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana hukum hak cipta dapat mempengaruhi kreativitas. Pada awalnya, hak eksklusif yang diberikan kepada pencipta kemudian dibatasi hanya sebatas 14 tahun, dengan tujuan agar ketika jangka waktu tersebut habis dan suatu karya cipta masuk ke dalam ranah domain publik, maka masyarakat dapat mengakses karya cipta tersebut secara gratis dan tanpa hambatan. Namun dalam perkembangannya jangka waktu tersebut kemudian diperpanjang secara bertahap hingga sangat lama, yang mana hal ini akan berdampak pada semakin lamanya karya cipta tersebut masuk ke dalam ranah domain publik, dan semakin sedikit pula karya cipta yang tersedia untuk digunakan secara bebas. Sebagai salah satu respon atas keadaan ini kemudian hadir lisensi Creative Commons yang ternyata memberikaan manfaat tersendiri bagi aktivitas Komunitas Web Series Indonesia.
This thesis emphasize how copyright law can affect creativity. The term of copyright protection was originally fourteen years. After that the work entered the public domain, enable the public to gain free and unhindered access to creative endeavors. However, the term of protection has continually expanded. As one response to this situation, at present, there are Creative Commons licenses that provides benefits to Komunitas Web Series Indonesia's activities. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44829
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jasmine Assilmi Wirawan
"Tulisan ini menganalisis mengenai penerapan dari Doktrin Joint Authorship di Indonesia, khususnya terhadap permasalahan pada larangan untuk Pencipta lagu dalam mempertunjukan lagu ciptaan bersama. Joint Authorship merupakan suatu fenomena yang terjadi ketika terdapat dua atau lebih Pencipta yang berkontribusi untuk menghasilkan suatu karya cipta bersama. Doktrin Joint Authorship sendiri telah diterapkan di Indonesia, khususnya dalam proses penciptaan lagu. Akan tetapi, terdapat permasalahan terkait dengan Joint Authorship yang terjadi di Indonesia, yakni saat seorang Pencipta melarang Pencipta lainnya untuk mempertunjukan lagu ciptaan bersama. Tulisan ini disusun dengan metode penelitian doktrinal. Hasil penelitian dari tulisan ini menunjukan bahwa Joint Authorship telah diakui dalam perundang-undangan di Indonesia, yakni dalam definisi Pencipta dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UUHC). Akan tetapi, pengaturan lebih lanjut mengenai Joint Authorship ini belum diberlakukan di Indonesia. Doktrin Joint Authorship juga menggarisbawahi pentingnya komunikasi dan kesepakatan yang jelas saat proses penciptaan bersama yang dilakukan oleh beberapa pihak Pencipta. Selain itu, dengan adanya model Doktrin Joint Authorship, dapat diketahui bagaimana dampak terhadap kepemilikan atas lagu-lagu yang telah diciptakan bersama oleh para Pencipta. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini merekomendasikan bahwa perlunya pengaturan lebih lanjut mengenai Joint Authorship dalam UUHC yang berlaku di Indonesia.
This paper analyzes the application of the Doctrine of Joint Authorship in Indonesia, especially on the issue of prohibition for the Creator in using the song of joint works. Joint Authorship is a phenomenon that occurs when there are two or more creators who contribute to produce a joint copyrighted work. The doctrine of Joint Authorship itself has been applied in Indonesia, especially in the process of song creation. However, there are problems related to Joint Authorship that occur in Indonesia, namely when a creator prohibits other creators from using songs of joint works. This paper is prepared using doctrinal research method. The research results of this paper show that Joint Authorship has been recognized in Indonesian legislation, which is under the definition of Creator in Copyright Law Number 28 of 2014 concerning Copyright (UUHC). However, further provisions regarding Joint Authorship have not been enacted in Indonesia. The Joint Authorship Doctrine also underlines the importance of clear communication and agreement during the co-creation process carried out by several Creators. In addition, with the existence of the Joint Authorship Doctrine model, it can be seen how the impact on the authorship of songs that have been co-created by the Creators. Thus, the results of this study recommend that there is a need for further regulation of Joint Authorship in the existing UUHC in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jasmine Assilmi Wirawan
"Tulisan ini menganalisis mengenai penerapan dari Doktrin Joint Authorship di Indonesia, khususnya terhadap permasalahan pada larangan untuk Pencipta lagu dalam mempertunjukan lagu ciptaan bersama. Joint Authorship merupakan suatu fenomena yang terjadi ketika terdapat dua atau lebih Pencipta yang berkontribusi untuk menghasilkan suatu karya cipta bersama. Doktrin Joint Authorship sendiri telah diterapkan di Indonesia, khususnya dalam proses penciptaan lagu. Akan tetapi, terdapat permasalahan terkait dengan Joint Authorship yang terjadi di Indonesia, yakni saat seorang Pencipta melarang Pencipta lainnya untuk mempertunjukan lagu ciptaan bersama. Tulisan ini disusun dengan metode penelitian doktrinal. Hasil penelitian dari tulisan ini menunjukan bahwa Joint Authorship telah diakui dalam perundang-undangan di Indonesia, yakni dalam definisi Pencipta dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UUHC). Akan tetapi, pengaturan lebih lanjut mengenai Joint Authorship ini belum diberlakukan di Indonesia. Doktrin Joint Authorship juga menggarisbawahi pentingnya komunikasi dan kesepakatan yang jelas saat proses penciptaan bersama yang dilakukan oleh beberapa pihak Pencipta. Selain itu, dengan adanya model Doktrin Joint Authorship, dapat diketahui bagaimana dampak terhadap kepemilikan atas lagu-lagu yang telah diciptakan bersama oleh para Pencipta. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini merekomendasikan bahwa perlunya pengaturan lebih lanjut mengenai Joint Authorship dalam UUHC yang berlaku di Indonesia.
This paper analyzes the application of the Doctrine of Joint Authorship in Indonesia, especially on the issue of prohibition for the Creator in using the song of joint works. Joint Authorship is a phenomenon that occurs when there are two or more creators who contribute to produce a joint copyrighted work. The doctrine of Joint Authorship itself has been applied in Indonesia, especially in the process of song creation. However, there are problems related to Joint Authorship that occur in Indonesia, namely when a creator prohibits other creators from using songs of joint works. This paper is prepared using doctrinal research method. The research results of this paper show that Joint Authorship has been recognized in Indonesian legislation, which is under the definition of Creator in Copyright Law Number 28 of 2014 concerning Copyright (UUHC). However, further provisions regarding Joint Authorship have not been enacted in Indonesia. The Joint Authorship Doctrine also underlines the importance of clear communication and agreement during the co-creation process carried out by several Creators. In addition, with the existence of the Joint Authorship Doctrine model, it can be seen how the impact on the authorship of songs that have been co-created by the Creators. Thus, the results of this study recommend that there is a need for further regulation of Joint Authorship in the existing UUHC in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Merdithia Mahadirja
"Kajian ini membahas tentang pengaturan dan penerapan hak moral, terutama di film. Hak moral adalah doktrin yang diakui dalam undang-undang tentang hak cipta di mana seorang penulis memiliki hak yang di luar hak ekonominya. Tapi karena tidak adanya standar minimal yang harus diterapkan oleh negara-negara anggota Dunia Organisasi Perdagangan, dalam penerapannya doktrin ini menimbulkan masalah terutama untuk karya turunan seperti film yang tidak bisa disamakan dengan sastra atau karya seni pada umumnya. Di Penelitian ini membahas tentang bagaimana mengidentifikasi hak moral dalam produksi film yang baik untuk film itu sendiri dan untuk karya lain yang merupakan bagian dari film. Selanjutnya dibahas pula tentang hak-hak moral yang dimiliki oleh produsen, sutradara, aktor/aktris, penulis naskah, sutradara musik dan kru film. Diskusi Hal ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan konseptual dan a komparatif karena perbedaan konsep hak moral yang ada di negara-negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia. Dalam analisis penelitian ini dapat diketahui bahwa untuk mengidentifikasi hak moral dari film itu sendiri dan bagian-bagiannya harus diketahui terlebih dahulu, apakah sudah diakui atau belum sebagai penciptaan. Selain itu, juga dapat dilihat bahwa pihak-pihak dalam produksi film dapat hak moral mereka dilindungi jika pekerjaan mereka adalah bagian dari film telah diterbitkan sebelumnya.
This study discusses the regulation and application of moral rights, especially in films. Moral rights are doctrines recognized in copyright laws in which an author has rights that are beyond his economic rights. However, because there is no minimum standard that must be applied by member countries of the World Trade Organization, in its application this doctrine creates problems, especially for derivative works such as films that cannot be equated with literature or works of art in general. This study discusses how to identify moral rights in good film production for the film itself and for other works that are part of the film. Furthermore, it is also discussed about the moral rights of producers, directors, actors/actresses, scriptwriters, music directors and film crews. Discussion This is done using a conceptual and a comparative approach because of the different concepts of moral rights that exist in the member countries of the World Trade Organization. In the analysis of this research, it can be seen that in order to identify the moral rights of the film itself and its parts, it must be known first, whether it has been recognized or not. creation. In addition, it can also be seen that the parties in film production can have their moral rights protected if their work is part of the film previously published."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Amalia Karunia Putri
"Penelitian ini membahas mengenai perbandingan hukum dimana hak cipta yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia di Negara Indonesia dan Negara Singapura. Berdasarkan Pasal 16 ayat 3 Undang-Undang Hak Cipta yang menyatakan bahwa hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia hal ini menyadarkan kita bahwasanya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada dasarnya mempunyai nilai ekonomis. Dengan adanya perkembangan masyarakat global, HKI dapat dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit perbankan secara internasional. Dengan adanya pasal tersebut memunculkan masalah baru dimana belum adanya konsep yang jelas terkait
due diligence, penilaian aset HKI, dan lembaga appraisal HKI di Indonesia, serta belum adanya dukungan yuridis baik dalam bentukperaturan terkait aset HKI sebagai objek jaminan kredit perbankan maupun revisi mengenai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/6/PBI/2007 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum terkait agunan kredit menjadi salah satu faktor utama mengapa pihak bank belum dapat menerima HKI sebagai objek jaminan kredit perbankan. Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga
intermediary, Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, khususnya dalam menyalurkan dana melalui pemberian kredit atau pembiayaan untuk memastikan bahwa debitur atau nasabah memiliki itikad dan kemampuan untuk membayar sesuai kesepakatan. Untuk mewujudkan konsep tersebut, Indonesia perlu belajar dari negara-negara yang telah mengatur secara jelas dan pasti peraturan mengenai HKI dapat dijadikan sebagai agunan di Bank.
This research discusses the comparative law where copyright can be used as an object of fiduciary security in Indonesia and Singapore. Based on Article 16 paragraph 3 of the Copyright Law which states that copyright can be used as an object of fiduciary security, this makes us aware that Intellectual Property Rights (IPR) basically have economic value. As is development of the global community, IPR can be used as collateral to get credit banking internationally. The existence of this article raises new problems where there is no clear concept related to due diligence, IPR asset valuation, and IPR appraisal institutions in Indonesia, and there is no juridical support either in the form of regulations related to IPR assets as objects of bank credit guarantees or revisions to Bank Indonesia Regulations. (PBI) No. 9/6/PBI/2007 concerning Asset Quality Assessment of Commercial Banks related to credit collateral is one of the main factors why banks have not been able to accept HKI as objects of bank credit guarantees. In carrying out its function as an intermediary institution, Banks are required to apply the precautionary principle, particularly in channeling funds through the provision of credit or financing to ensure that the debtor or customer has the intention and ability to pay according to the agreement. To realize this concept, Indonesia needs to learn from countries that have clearly and definitely regulated IPR regulations that can be used as collateral in banks."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Landsberg, Brian K.
St. Paul: Thomson/West, 2007
340 LAN g
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library