Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188244 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ribut Heru Santoso
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S6112
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nina Widyawati
"Media merupakan institusi yang ikut bertanggung jawab terhadap kerusuhan Mei 1998. Karena media merupakan institusi yang bertanggung jawab mentransformasikan simbol-simbol rasis kecinaan. Simbol rasis tersebut antara lain dalam bentuk wacana peminggiran etnis Cina yang dibentuk melalui bahasa bersifat meminggirkan. Selain itu penggambaran tentang etnis Cina sering kali dihubungkan dengan persoalan ideologi pemerataan dimana Cina yang sebenarnya merupakan kelompok subordinat justru memiliki kekuasaan ekonomi yang tinggi. Representasi yang menggambarkan etnis Cina sebagai kelompok yang senang kolusi dan tidak jujur dalam berusaha telah membawa kebencian pribumi terhadap etnis Cina. Oleh karena itu penelitian ini ingin melihat bagaimana Kompas, Media Indonesia dan Republika mengartikulasikan jalannya kerusuhan Mei 1998 serta memetakan penyebab kerusuhan. Selain itu penelitian ini juga ingin melihat bagaimana media memproduksi dan mereproduksi simbol-simbol rasisme baru dan bagaimanakah hubungan dominasi--subordinasi antara pribumi dan etnis Cina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 3 surat kabar yang dijadikan sampel memaknai kerusuhan dengan cara yang berbeda. Kompas memaknai kerusuhan ini sebagai kerusuhan antara rakyat dan penguasa ekonomi, oleh karena itu yang dijadikan sasaran adalah simbol kekuasaan ekonomi. Media Indonesia melihat kerusuhan Mei sebagai kerusuhan antara rakyat dengan penguasa, oleh karena itu sasaran kerusuhan adalah kekuasaan negara dan kekuasaan ekonomi. Republika membaca kerusuhan Mei sebagai perseteruan antara rakyat dan penguasa sebagai kelanjutan dari tragedi Trisakti. Penyebab kerusuhan juga dibaca secara berbeda oleh 3 surat kabar yang dijadikan sampel. Kompas menilai penyebab kerusuhan adalah masalah ekonomi, etnis dan agama. Media Indonesia lebih menitik beratkan pada keadilan ekonomi dan masalah etnis. Sedangkan Republika hampir sama dengan Kompas yaitu masalah keadilan ekonomi, etnis dan agama. Mekanisme produksi dan reproduksi simbol rasis pada Kompas, Media Indonesia dan Republika memiliki pola yang hampir sama. Media melakukan konstruksi sosial yang menampilkan imaji bahwa etnis Cina merupakan kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan kultural dengan pribumi. Dalam konstruksi tersebut nilai-nilai yang dianut pribumi selain dianggap baik sebaliknya nilai yana dianut etnis Cina dianggap kurang baik. Konstruksi yang dilakukan media disini adalah bahwa Cina adalah etnis yang memiliki nilai menyimpang atau dengan kata lain tidak waras. Selain itu etnis Cina bersifat tamak. Citra lain yang dibangun media kelompok masyarakat yang bersikap eksklusif, tidak mau berbaur dengan kelompok lain. Etnis Cina juga digambarkan memiliki nilai yang senang berkolusi, tidak jujur. Etnis Cina jarang ditampilkan sebagai narasumber. Dalam kasus perkosaan narasumber saksi dari etnis Cina dari masalah perkosaan hanya ada di Media Indonesia, teknik rasis dalam pemberitaan media juga dilakukan melalui lambatnya pemberitaan. Dalam kasus perkosaan pemberitaan media sangat terlambat. Sebutan yang diberikan oleh media merupakan sebutan-sebutan yang bermakna meminggirkan.. Sebutan non-piribumi atau warga keturunan memiliki makna bahwa etnis Cina merupakan "the others''. Hubungan dominasi-sub ordinasi yang digambarkan Kompas, Media Indonesia dan Republika juga memiliki pola yang hampir sama. Pribumi merupakan kelompok dominan (karena dari segi jumlah memang dominan) yang mampu memproduksi wacana rasis dalam konteks kultural. Wacana bahwa etnis Cina memiliki nilai yang kurang jujur, kolutif lebih banyak diproduksi oieh kelompok pribumi. Dilain pihak, etnis Cina walaupun jumlahnya minoritas, tetapi penguasaan asetnya bersifat mayoritas. Karena kemampuannya dibidang perdagangan lebih tinggi etnis Cina merasa superior dalam bidang perdagangan dan menganggap rendah kemampian pribumi. Wacana ini muncul dalam sebutan ?mampukan pribumi menggantikan peran etnis Cina dalam jalur distribusi'. Aplikasi teori yang disumbangkan dari penelitian ini adalah bahwa penggambaran yang berbeda tentang kerusuhan Mei tersebut diatas berbeda dengan teori yang dibangun oieh penganut strukturalis tentang proses pembentukan makna. Penganut strukturalis percaya bahwa makna yang menang adalah makna yang diproduksi oleh kelompok dominan. Dalam potret kerusuhan Mei 1998, 3 surat kabar sampeI ada dibawah sistem dominasi yang sama, tetapi kenyataannya makna yang ditampilkan oleh 3 surat kabar sampel tentang kerusuhan Mei 1998 berbeda. Oleh karena itu peneliti ingin mengajukan asumsi yang berbeda dengan pengikut strukturalis, bahwa dalam memproduksi makna terdapat hal lain yang mempengaruhi pembentukan makna selain ideologi dari kelompok dominan yang menguasai wacana. Ideologi yang dianut oleh organisasi media (yang tentunya berpengaruh pada pekerja media) memberi peran dalam pembentukan makna."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Vica Amelia
"Pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung baru pertama kali diadakan di Indonesia. Pilkada dilaksanakan untuk memilih pejabat pemimpin daerah di kotakota dan kabupaten di Indonesia. Pemilihan kepala daerah langsung merupakan momen penting dalam mengusung proses demokrasi di daerah, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota. Pilkada langsung juga merupakan bukti adanya reformasi dalam otonomi daerah. Pilkada ini memang bagian dari otonomi daerah yang diharapkan mampu membawa perubahan yang signifikan di tingkat daerah. Pelaksanaan pilkada langsung ini tidak sepenuhnya berjalan mulus. Di bebarapa daerah bahkan terjadi konflik yang berkepanjangan, seperti yang terjadi di Kota Depok. Hal ini terjadi karena ketidakpuasan salah satu calon terhadap hasil penghitungan suara. Salah satu media massa yang mengangkat isu ini adalah surat kabar harian lokal Monitor Depok. Realitas mengenai sengketa pilkada Depok yang terjadi diangkat oleh Monitor Depok dengan menggunakan frame tertentu. Ada interaksi berbagai kepentingan, nilai-nilai, dan latar belakang dalam proses seleksi terhadap realitas mengenai sengketa pilkada Depok. Kepentingan, nilai-nilai, dan ideologi sebuah media massa kemudian akan menetukan bagaimana realitas itu akan disajikan pada khalayaknya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan paradigma kritis yang diperkenalkan oleh Norman Fairclough. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui ada kepentingan apa dibalik keberpihakan media, dalam hal ini surat kabar lokal, dalam kasus sengketa pilkada Depok. Apakah ada nilai-nilai ekonomis, ideologis maupun politis dalam pemberitaan kasus sengketa pilkada Depok di Monitor Depok. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka digunakan analisis framing Gamson dan. Modigliani dalam menganalisis teks berita_ Pada level discourse practice peneliti melakukan wawancara mendalam dengan pemimpin redaksi Monitor Depok, dan pada level sociocultural practice peneliti memperoleh data dari studi pustaka. Berdasarkan hasil analisis teks, terlihat jelas bahwa Monitor Depok memihak kepada salah satu pasangan calon Walikota/Wakil Walikota, yaitu Badrul Kamal- Syihabuddin Ahmad (BK-SA). Monitor Depok membingkai berita mengenai BKSA secara positif. Sedangkan, lawannya, pasangan Nur Mahmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra dan KPUD Depok, lebih banyak dibingkai secara negatif.

Direct election for District Head (Pilkada langsung) is the first time taken place in Indonesia. It is performed in order to elect a leader who is going to rule a certain area of province, regency or city district (municipality) in Indonesia. The election itself is a considerable moment with regard to developing democratic process in local district, either on province, regency or municipality level. It is also as a proof that there is reformation of local autonomy taking place, which is expected, may lead to significant changes and progress in that district. As a matter of fact, the direct election in many cases may not take place as it is hoped to be without hindrance. In some districts, the election is tailing conflict and ongoing disputes as happened in the city of Depok, West Java. The dispute occurs as a result of dissatisfaction of one candidate toward the result of vote count, and one of mass media that put this issue on their news release is the local journal Monitor Depok. The reality of dispute of Depok District Election is presented by Monitor Depok by means of particular frames. There are interactions amongst certain interests, values, and backgrounds of selection process toward the reality of dispute of Depok district election. The interests, values and ideology of a mass media will then determine how the reality to be put into publicity for their readers. This scientific study is using qualitative approach and critical paradigm. This research is done with the purpose of noting the fact there is interest behind the sidedness of mass media, local media for certain, in the sphere of dispute of election for District Head of the city of Depok. Are there economical, ideological or political values behind their releasing news of this issue? To fulfill the purpose, researcher is used framing analyze of Gamson and Modigliani for analyze the news. The discourse practice level, researcher has made an enclosure interview with the head of Monitor Depok, and for the sociocultural practice, researcher get the data from literature study. According to the research findings it is noted that Monitor Depok sides with couple candidates of Mayor and Vice Mayor Badrul Kamal — Syihabuddin Ahmad (BK—SA). "Monitor Depok" frames the information and news in relation to BK— SA in positive ways. Quite the opposite the opponent couple candidates Nur Mahmudi Ismail — Yuyun Wirasaputra together with KPUD Depok, are framed in quite negative issues.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S4256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoselda Malona
"Skripsi ini membahas representasi Undang-Undang Pornografi Bab I dan Bab II. Objek yang diteliti adalah Undang-Undang Pornografi Bab I dan Bab II. Penelitian ini bertujuan memaparkan struktur wacana dan analisis definisi UUP; mendeskripsikan representasi UUP melalui analisis teks; mengungkapkan proses produksi (praktik wacana) UUP melalui analisis topik; dan menggambarkan ideologi masyarakat selaku konsumen UUP terhadap representasi UUP Bab I dan II melalui intertekstualitas. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Hasilnya adalah berdasarkan hasil analisis definisi, analisis teks, analisis praktik wacana, dan analisis intertekstualitas, UUP belum ideal sebagai undang-undang. Oleh karena itu, sebaiknya UUP dikaji kembali.

The focus of this study is the representation of Chapter I and Chapter II of the Pornography Law. The object of this study is Chapter I and Chapter II of the Pornography Law. The purposes of this study are to describe the structure of the Pornography Law as a discourse and the definitions analysis, to describe the representation of the Pornography Law through text analysis, to tell the production process (discourse practice) of the Pornography Law through topics analysis, and to tell the ideology of people as consumers of the Pornography Law through socio cultural practice. This research is qualitative. The result of this study is based on definitions analysis, text analysis, discourse practice analysis, and socio cultural practice, the Pornography Law not ideal as law yet. So, better the Pornography Law re-studied."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S11308
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Nugraheni
"Judul yang diambil dalam penelitian ini adalah Orientasi Pemberitaan Hariam Ekonomi dalam Masalah Otonomi Daerah - Analisis Isi Pemberitaan Masalah Otonorni Daerah di Harian Ekonomi Bisnis Indonesia dan Harian Ekonomi Neraca Kumn Waktu Tahun 2000
Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus (case study), dengan tipe peneliiian muIt:`ca.se-multilevel anaLIsis. Berita harian ekonomi Bisnis Indonesia dan Neraca selama kurun waktu Tahun 2000 yang memuat masalah otonomi daerah menjadi obyek atau kasus dalarn penelitian Analisis data dilakukan pada level teks (text), praktek wacana (aHscourse praom-e)(organisasifmdusu'i) dan level praktek sosiokultural (industri media cetak Indonesia).
Hasil penelitian menunjukkan, meskipun proses dalam memproduksi berita yang dilakukan redaksi kedua media relatif sama, tetapi produk akhir yang dihasilkan berupa berita relatif berbeda. Hal ini temtama discbabkan oleh kebijakan media yang berlajnan serta tuntumn pasar pembaca yang tersegmentasi yang mengakibatkan perbedaan pada penampilan produk yang dihasiIkan. Dari seluruh produk yang diteliti sebanyak 224 item berita, dapat disimpulkan sebagai berikut :
Pada tingkat teks, dilihat dari frekuensi pemuatan, Bisnfs Indonesia menampilkan 193 berita dan Nemca menampilkan 31 berita mengenai otonomi daerah selama kurun waktu Tahun 2000. Isu (tema) dominan yang ditampiikan Bisnis Indonesia adalah masalah dana atau kcuangan sedangkan Neraca mengenai masalah peraturan atau perundang-undangan. Mengcnai kualitas atau obyektiiitas pemberitaan 1) unsur faktualitas : Bisnis Indonesia dan Neraca cukup jelas dalam memisahkan fakta dan opini. 2) kescimbangan sumbsr : Bisnis Indonesia dan Neraca cendcrung iidak seimbang dalam penggunaan sumber berita 3) netralitas pemberitaan : kedua media menunjukkan sikap dukungan terhadap pelaksanaan otonomi daerah.
Pada iingkat wacana dapat disimpulkan strulctur organisasi Bisnis Indonesia dan Neraca hampir sama, begin pula dcngan proscs induslri memproduksi produk berita. Namun karena kebiiakan redaksional berbeda, menjadikan penampilan kedua produk berbeda.
Pada tingkat sosiokultural dapat disimpulkan sedikimya ada tiga fenomena yang dapat menjelaskan konteks sosiokultural pers Indonesia di masa otonomi daerah yaitu 1) makin luasnya medan wilayah liputan dan jumlah narasumber yang diberitakan 2) makin longgamya ketentuan legal tentang izin pencrbitan media cctak (SIUPP) 3) makin memusatnya pers di ibukota negara atau Pulau Jawa meskipun kebijakan otonomi daerah telah diundangkan.
Dari hasil penelitian ini dirckomendasikan unruk mengadakan penelilian Ianjutan tentang manajsmen redaksional di harian ekonomi yang lain dengan menggunakan pendekatan konstruksi kategori yang berbeda, penelitian lanjutan tentang rnanajemen media ditinjau dari pengelolaan SDM, pasar pembaca, dil sorta pcnelitian lanjutan tentang induslri media cetak di Indonesia.

This research is done by using the case study methode, in the type of multicase-multilevel analysis. The object of research is The Bisnis Indonesia and Neraca Economy Newspaper during the 2000 decade which contained the district autonomy problem which being the object in this research. The analysis was done on the text level, discourse practise (organization/industri) and sosiocultural (Indonesia Press Media Industry).
The result of the research shows that in the process of producing news, both of that editorial staff the same relatively. But news, as the result of the product is diiferent. It happened because of the media regulations of both editorial staif are diierent. Also the different of the market demand segmentation causes the different of the product. From 224 item of the news product which had been analyzed, it can be concluded as follow :
On the manuscript level, seen from the contain frequency, Bisnis Indonesia has 193 news and Neraca gives 31 news about district autonomy in the year of 2000. The dominant issue or theme in Bisnis Indonesia news is the financial or fund problem, while Neraca contains the regulation of constitution. The quality or the objectivity ofthe issue:
1. Factuality : Bisnis Indonesia and Neraca are clear enough in separation or fact and opinion.
2. Balance of source 1 Bisnis Indonesia and Neraca intend unbalance in using the source of news.
3. Neutrality of news : Both of daily news shows their support for the district autonomy
On text level, it can be concluded that the organization structure of Bisnis Indonesia and Neraca almost the same, also the industry process in producing news. But the editorial staff regulation are different, it makes their performance different.
On the sosiocultural level can be concluded atleast there are 3 phenomena that can explain sosiocultural context of the Indonesia press in the decade of district autonomy, they are :
1. Getting wider of the covering area and the amount of news source which are covered.
2. Getting loser the legal regulation in publishing press.
3. The press in the capital city or Java island is getting more centralize, even though the regulation of district autonomy has been declared.
The result of the research, it is recommended to do the continuation of the research about the editorial staff management in the order economy newspaper, by using the different category construction theory. The research continuation about the media managment Rom the Human Resources Management, market reader, etc, and also the research continuation about the press industry in Indonesia generally."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T4915
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
SamsuI Muarif
"Sejak peledakan gedung WTC di New York pada 11 September 2001, isu terorisme kian meluas dan tak henti-hentinya menjadi pembicaraan masyarakat dunia. Terlebih, media massa turut pula meramaikannya. Isu itu kian marak ketika disusul peristiwa pemboman di depan Sari Club, Legian, Kuta, Bali, pada 12 Oktober 2002.
Penelitian ini menggambarkan bagaimana media mengangkat pemberitaan bom Bali dan mengemasnya sesuai agenda media ybs. Dalam hal ini bagaimana Republika mengemas pemberitaannya yang menunjukkan kemungkinan pelaku lain di balik bom Bali, Hal ini tidak terlepas dari idealisme, ideologi, politik praktisnya yang berpotensi membentuk pandangan khalayak pembacanya terhadap isu terorisme dan bom Bali.
Sebagai penelitian kualitatif dengan perspektif kritis, dalam tesis ini digunakan metode analisis wacana dengan paradigma kritis. Yaitu, model wacana critical discourse analysis (CDA) dari Norman Fairclough. Teori ini menggabungkan tiga dimensi ke dalam communicative events, yaitu teks, praktik wacana, (discourse practice), dan praktik sosial budaya (sociocultural practice). Selanjutnya, analisis teks yang digunakan berdasar teori Gamson dan Modigliani. Dalam analisis praktik wacana terdapat dua hal yang diteliti: produksi teks (melihat karakteristik media) dan konsumsi teks (melihat karakteristik khalayak). Analisis sosial budaya adalah untuk melihat kondisi sosial dan budaya masyarakat dunia, termasuk Indonesia, yang diduga menjadi sarang teroris.
Hasilnya, frame yang ditemukan bahwa Republika lebih menonjolkan pelaku bom Bali bukan dari pihak atau organisasi tertentu yang selama ini dituduhkan Amerika dan Australia. Republika mencurigai adanya kegiatan intelijen asing di wilayah Indonesia dengan tujuan menjatuhkan citra Islam. Tuduhan mengarah ke Amerika sebagai dalang pemboman Bali.
Teori klasik ideologi mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok dominan dengan tujuan meligitimasi kelompok mereka dan media digunakan untuk mengkomuni-kasikan kelompok mereka. Ini tidak terlepas dari unsur nilai, kepentingan, dan kekuatan atau kekuasaan yang ada dalam media tersebut. Di sini Republika berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari kelompok pemegang kekuasaan dan kekuatan dalam masyarakat. Nilai yang dianggap penting oleh pemegang kekuasaan disebarkan melalui media sehingga pemberitaan seputar bom Bali mencerminkan ideologi pengelola Republika. Maka isi media itu tentu tidak bertentangan dengan kepentingan mereka, mewakili aspirasi umat Islam.
Sementara itu, sebagai intelektualitas penulis menganalisa pemberitaan Kompas pascaledakan bom Bali. Pemberitaan Kompas tampak ada perbedaan dalam penonjolan isu, lebih menekankan untuk khalayak pembaca pada umumnya. Secara garis besar, peneliti melihat pemberitaan Kompas bertolak belakang dengan Republika. Jika Republika lebih banyak "membela" Islam dan Abubakar Ba'asyir sebagai "tertuduh" pelaku pemboman Bali, maka Kompas lebih bersikap hati-hati --untuk tidak mengatakan "kurang mengkritisi" isu bom Bali."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rawung, Waraney Herald
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S5088
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Saleh H F S
"Hasil penelitian ini membenarkan sejumlah kelemahan media dalam menempatkan dirinya sebagai ruang publik. Melalui wacana Fairclough dengan metode analisis isi kualitatif dan pembingkaian (framing) Gamson dan Modigliani didapatkan temuan sebagai berikut. Pertama, Media Indonedia kental memperlihatkan ideolgi pemilik - Surya paloh - dalam konstruksi teks. Penerjemahan ideologi dilakukan dengan 'patuh' dalam aktivitas rutinitas media (media routine) dan menjadi panduan dalam memandang referendum Aceh. Kepentingan terhadap aspirasi ini dominan ditampilkan dalam pelbagai jenis teks mulai editorial sebagai ruang pribadi (priovate spsce) berita, komentar pembaca dan artikel opini sebagai ruang publik. Eksekusi teks yang demikian memperlihatkan indikasi rendahnya peran media sebagai ruang publik seperti akses publik nonelit yang minim, ketimnpangan kedudukan publik dalam diskusi isu, stretegi pemberitaan dengan pendekatan talking news, rendahnya keberlakuan obyektivitas pemebritaan, konstelasi sikap publik yang tidak berimbang, serta tendensi sikap media yang misleading. Semua rangkaian eksekusi teks tersebut memiliki motif baik ekonomi maupun khususnya yang terlihat jelas: kepentingan ideologis."
2004
JPIN-III-2-MeiAugust2004-47
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Elis Kartina Widen
"Dengan mengingat Otonomi Daerah sebagai pendekatan baru dalam pembangunan nasional yang membutuhkan peran komunikasi dan kontribusi media massa, adanya pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan antara pemerintah dan masyarakat bersama pers didalamnya, masih bergulirnya masa transisi pers pasca reformasi dan kebutuhan bisnis pers untuk membuat produk berita yang 'menjual', maka melalui penelitian ini, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimanakah media massa mengemas pemberitaannya seputar pelaksanaan Otonomi Daerah. Untuk menyempitkan permasalahan dan memfokuskan penelitian, penulis memutuskan untuk mengambil studi kasus propinsi Kalimantan Selatan dan tiga media massa cetak lokal sebagai objek penelitian; Harian Radar Banjar, Harian Banjarmasin Pos dan Harian Kalimantan Pos. Secara spesifik, penulis hendak meneliti berita-berita tentang Peraturan Daerah, sebagai bentuk manifestasi legal kewenangan pelaksanaan otonomi daerah oleh pemerintah daerah setempat. Pertanyaan penelitian ini adalah, bagaimanakah pengemasan pemberitaan mengenai peraturan daerah di media cetak lokal propinsi Kalimantan Selatan? Untuk menjawabnya, penulis menggunakan Metode Critical Discourse Analysis (CDA) dari Norman Fairclough, atau yang sering disebut dengan analisis kritis wacana, yang menggali teks dan konteks dari suatu wacana mulai level teks, discourse practice dan socio-cultural practice. Pada jenjang analisis teks, dengan tetap berpedoman pada model Fairclough, kerangka analisis teks wacana yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari metode semiotika sosial dari M.A.K. Halliday. Berdasarkan analisis teks, perbandingan discourse practice ketiga media dan hasil studi sociocultural practice media, kesimpulan yang dapat ditarik adalah: Dalam pemberitaan mengenai peraturan daerah sebagai aspek dari implementasi Otonomi Daerah, ketiga media tersebut di propinsi Kalimantan Selatan, lebih tertarik untuk mengembangkan wacana konflik, baik yang sifatnya horizontal, antar elit penguasa, dan yang sifatnya vertikal, antara elite penguasa dan masyarakat, serta wacana kritik terhadap elite penguasa. Ini merupakan implikasi kondisi sosio-ekonomi-politik Indonesia terhadap pola pemberitaan di media massa. Wacana konflik dan kritik membuat berita tidak hanya mengandung unsur penting, namun juga lebih menarik dan lebih memiliki nilai jual. Namun hal penjalanan peran ini masih dalam koridior yang dapat ditolerir. Transisi Indonesia masih baru dimulai. Kinerja dan kepemimpinan pemerintah masih terus harus diperbaiki. Pers dan masyarakat memiliki hak dan kewajiban untuk terus mengingatkan pemerintah akan tugas dan tanggung jawabnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4244
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>