Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119103 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Armon Fernando
"Penelitian ini melakukan optimasi metode analisis penetapan kadar sisplatin secara kromatografi cair kinerja tinggi melalui derivatisasi menggunakan pereaksi dietilditiokarbamat untuk meningkatkan selektivitas dan sensitifitasnya terhadap detektor Uv-Vis, karena senyawa sisplatin tidak mempunyai gugus kromofor yang dapat terdeteksi oleh detektor ultraviolet. Menentukan kadar ondansetron hidroklorida dalam sampel dicobakan mengoptimasi penggunaan kolom fase terbalik C18 yang belum umum untuk penetapan kadar ondansetron. Sisplatin mempunyai efek samping emetogenik kuat yang dapat di hambat oleh ondansetron melalui inhibitor reseptor 5-HT3 yang sangat efektif untuk pencegahan mual dan muntah selama kemoterapi sisplatin yang diberikan secara terpisah melalui intravena. Pemberian antiemetik bersamaan dengan kemoterapi dalam satu rute pemberian diharapkan lebih efektif dan efisien untuk penanganan kemoterapi kanker. Pemberian dalam satu rute secara bersamaan harus dilakukan evaluasi stabilitas kimia campuran sisplatin dan ondansetron hidroklorida dalam satu larutan infus NaCl 0,9 % selama 24 jam kemoterapi kanker.
Sisplatin dianalisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi melalui derivatisasi dengan pereaksi natrium dietilditiokarbamat 10% dalam NaOH 0,2N. Derivat sisplatin-dietilditiokarbamat dielusi menggunakan fase gerak asetonitrilair (70:30 %v/v) dengan kecepatan alir 0,8 ml/menit pada kolom Knauer® C18-RP (250 x 4,6 mm, 5µm). Ondansetron hidroklorida dianalisis dan dipisahkan menggunakan kolom Sunfire Waters® C18-RP (25 cm x 4,6 mm, 5 µm) dengan fase gerak KH2PO4 50 mM (pH 7) dan asetonitril (75:25 %v/v) dengan kecepatan alir 2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 249 nm. Stabilitas kimia kedua obat selama 24 jam dievaluasi dengan membuat campuran larutan injeksi sisplatin 92,42 ppm dan ondansetron HCl 59,15 ppm dalam larutan infus NaCl 0,9 % yang disimpan pada suhu 27°C dibawah cahaya ruangan normal.
Hasil derivatisasi sisplatin dengan 20µl dietilditiokarbamat 10% pada suhu 90°C selama 20 menit diekstraksi dengan 2ml kloroform dan dideteksi pada panjang gelombang 344 nm. Metode linier pada kisaran 20 sampai 140 ppm dengan batas deteksi (LOD) 3,606 ppm dan koefisien variasi intra-hari dan interhari rata-rata < 2 % pada semua tingkat konsentrasi. Optimasi metode analisis ondansetron hidroklorida diperoleh kurva kalibrasi yang linier pada kisaran 5 sampai 100 ppm dengan batas deteksi (LOD) 3,404 ppm serta presisi intra-hari dan inter-hari dengan koefisien variasi rata-rata ≤ 2 % pada semua tingkatan konsentrasi pengujian. Hasil stabilitas kimia campuran kombinasi sisplatin dan ondansetron HCl dalam larutan infus NaCl 0,9%, diketahui sisplatin dan ondansetron HCl stabil selama 4 jam meskipun berkurangnya potensi <10% dari kedua komponen obat. Metode yang dikembangkan selektif dan spesifik untuk pemisahan dan kuantitasi penetapan sisplatin dan ondansetron HCl dari hasil uraiannya dalam satu campuran sediaan farmasi.

This research to the optimization analysis methods of the determination of the cisplatin consentrations utilizing high performance liquid chromatography to establishment concentration of cisplatin utilizing reagents diethyldithiocarbamate to increasing it selectifity and sensitifity for ultraviolet detection, because the cisplatin compounds does not have any chromophore fungtions that can be detected by ultraviolet detector. Determine the consentration ondansetron hydrochloride in the sample we purpose optimize the use of C18 reversed phase column is not common for the determination of ondansetron consentrations. Cisplatin have any side effects strong emetogenic that it can be blocked by ondansetron via inhibitor 5-HT3 receptors which is very effective for the prevention of nausea and vomiting during cisplatin chemotherapy provided separately through intravenously. Giving antiemetic along with chemotherapy in an expected route of more effective and efficient handling of chemotherapy for cancer. Giving in a route at the same time stability evaluation should be conducted chemical mixture cisplatin and ondansetron hydrochloride in one solution infuse NaCl 0.9% during the 24 hours of cancer chemotherapy.
Cisplatin was analyzed using high performance liquid chromatography through derivatisation with sodium diethyldithiocarbamate reagents in 10% NaOH 0.2 N. Derivate cisplatin-diethyldithiocarbamate was eluted using phase mobile acetonitrile-water (70:30% v/v) with the flow rate 0.8 ml / min on the Knauer ® C18-RP (250 x 4.6 mm, 5μm) column. Ondansetron hydrochloride was analyzed and separated using a Sunfire Waters ® C18-RP (25 cm x 4.6 mm, 5 μm) column with a mobile phase 50 mM KH2PO4 (pH 7) and acetonitrile (75:25% v/v) with the flow rate 2 ml / min and detected at 249 nm. Chemical stability of both drugs for 24 hours was evaluated by creating a mixture solvent injection cisplatin 92.42 ppm and 59.15 ppm ondansetron HCl solution in 0.9% NaCl infuse was stored at a temperature of 27°C under normal room light.
Derivatisation results of cisplatin with 20μl diethyldithiocarbamate 10% at a temperature of 90°C for 20 minutes with 2ml chloroform extracted and detected at 344 nm. Methods was linier over the range 20 to 140 ppm with a limit of detection (LOD) 3.606 ppm and the coefficient of variation intra-day and interday average of <2% for all concentration. The ondansetron hydrochloride methods was optimized and validated with the calibration curve was linier over the range of 5 to 100 ppm with a limit of detection (LOD) 3.404 ppm. Precision intra-day and inter-day coefficients of variation average ≤ 2% for all concentration. Chemical stability results of mixture combination of cisplatin and ondansetron HCl in 0.9% NaCl infuse solution, known the cisplatin and ondansetron HCl was stable for 4 hours although loss of their potencies <10%. Methods was developed for specific and selective separation and quantitation determination of cisplatin and ondansetron HCl from its decomposition in the mixture of pharmaceutical dosage form.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
T29848
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mufid Idan Nugraha
"ABSTRAK
Glukosamin hidroklorida dan kondroitin sulfat merupakan senyawa glikosaminoglikan (GAGs) yang merupakan komponen struktural utama dari tulang yang akan membentuk proteoglikan. Kedua senyawa ini dapat merawat kesehatan tulang dengan menstimulasi sintesis cairan sinovial dan menghambat degradasi kartilage persendian, sehingga dapat digunakan untuk terapi osteoartritis. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode analisis yang selektif untuk penetapan kadar glukosamin hidroklorida dan kondroitin sulfat dalam sediaan tablet dan krim. Setelah diderivatisasi menggunakan pereaksi ortoftalaldehida dan 2-merkaptoetanol (OPA/2-ME), sampel dianalisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan detektor fluoresensi pada panjang gelombang eksitasi 335 nm dan panjang gelombang emisi 445 nm. Glukosamin mempunyai gugus amin primer sehingga dapat diderivatisasi dengan OPA/2-ME, sedangkan kondroitin mempunyai gugus asetil pada gugus amin, sehingga perlu dilakukan deasetilasi menggunakan natrium hidroksida untuk memutus gugus asetil. Fase gerak yang digunakan tetrahidrofuran 0,25% dalam air-asetonitril (87:13) dengan laju alir 1,5 mL/menit. Kondisi analisis yang telah dioptimasi kemudian divalidasi mencakup akurasi, presisi, linieritas, selektivitas, batas deteksi, dan batas kuantitasi. Hasil menunjukkan kadar rata-rata glukosamin hidroklorida dan kondroitin sulfat pada sediaan tablet dan krim adalah 92,76%; 96,11% dan 101,15%; 100,33% memenuhi syarat keberterimaan.

ABSTRAK
Glucosamine hydrochloride and chondroitin sulphate are glycosaminoglycans (GAGs) compound which is a major structural component of bone that form proteoglycans. Both of these compounds can take care of bone health by stimulating the synthesis of synovial fluid and inhibit the degradation of joint cartilage, so it can be used for the treatment of osteoarthritis. The aimed of this study were obtain selective analytical method for the determination of glucosamine hydrochloride and chondroitin sulphate levels in tablet and cream dosage forms. After derivatization using orthophtalaldehyde and 2-mercaptoethanol (OPA/2-ME), samples were analyzed using high performance liquid chromatography (HPLC) with fluorescence detector at excitation wavelength of 335 nm and emission wavelength of 445 nm.. Glucosamine has a primary amine group that can be derivatized with OPA/2-ME, while chondroitin having an acetyl group at the amine group, so we needed deacetylation using natrium hydroxide to break the acetyl group. The mobile phase used tetrahydrofuran 0.25% in water-acetonitrile (87:13) with a flow rate 1.5 mL/min. Analysis conditions have been optimized, validated in terms of accuracy, precision, linearity, selectivity, limit of detection, and limit of quantitation. The results showed average levels of glucosamine hydrochloride and chondroitin sulphate in tablet and cream dosage forms were 92.76%; 96.11% and 101.15%; 100.33% and fulfilled the acceptance criteria.
"
2016
S65011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lista Roro Marsudi
"Metformin HCl merupakan golongan biguanid yang dapat menurunkan kadar gula darah dan digunakan untuk kondisi serius, sehingga termasuk obat yang memerlukan respon pasti dan wajib uji bioekivalensi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode tervalidasi serta mengevaluasi pengaruh perbedaan jenis antikoagulan pada analisis metformin HCl dalam plasma. Kondisi kromatografi optimum menggunakan detektor photodiode array yang dideteksi pada panjang gelombang 234 nm; kolom C18 SunfireTM 5 m, 250 x 4,6 mm ; suhu 40°C; fase gerak SDS 10 mM dan dapar fosfat 10 mM dalam air - asetonitril 60:40 v/v ; pH 7,0; dan laju alir 1,0 mL/menit dengan kalsiu atorvastatin sebagai baku dalam. Ekstraksi dilakukan dengan metode pengendapan protein menggunakan plasma 300 l dan asetonitril 600 l 1:2 v/v. Metode yang diperoleh linear pada rentang konsentrasi 20,0 - 5000,0 ng/mL dengan r > 0,9998. Data stabilitas dan perolehan kembali metformin HCl dalam plasma dengan antikoagulan berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan p > 0,05; ANOVA , namun untuk rasio respon luas puncak menunjukkan perbedaan yang signifikan p < 0,05 yaitu antikoagulan sitrat dengan EDTA dan antikoagulan heparin dengan EDTA. Secara keseluruhan, metode analisis yang diperoleh memenuhi persyaratan validasi baik untuk penggunaan antikoagulan sitrat, heparin, maupun EDTA berdasarkan EMEA Bioanalytical Guideline tahun 2011.

Metformin HCl is one of biguanid medicine which decreasing glucose level in plasma and used for critical used drug, it includes drugs that require a definite response and a mandatory of bioequivalence test. The aim of this study is to validate the analytical method and evaluate the effect of anticoagulant types for analyzing metformin HCl in human plasma. Optimal analytical condition was obtained using photodiode array detector which was detected at wavelength of 234 nm C18 SunfireTM column 5 m, 250 x 4.6 mm , temperature 40°C the mobile phase contains 10 mM SDS and 10 mM phosphate buffer in water ndash acetonitrile 60 40 v v pH 7.0 flow rate was 1.0 mL min and using atorvastatin calcium as internal standard. The plasma extraction was carried out by protein precipitation method using human plasma 300 l and acetonitrile 600 l 1 2 v v. The method was linear at concentration range of 20.0 ndash 5000.0 ng mL with r 0.9998. Based on stability and recovery of metformin HCl in plasma, there was no significant difference ANOVA p 0.05, but it showed significant difference for peak area ratio response p 0.05 between citrate with EDTA and heparin with EDTA anticoagulants. Overall, this analytical mehod fulfill the accepteance criteria of validation based on EMEA Bioanalytical Guideline 2011.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69846
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninis Kurnia Asih
"Asam organik merupakan salah satu komponen utama yang sering digunakan dalam sediaan acidifier pada pakan ternak. Analisis asam organik secara kuantitatif diperlukan untuk menjaga efektifitas produk dalam menekan pertumbuhan mikroba dan menurunkan pH pakan serta saluran cerna. Pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar asam organik dalam dua sediaan acidifier yang terdapat di pasaran. Analisis dilakukan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi fase terbalik dengan kolom LiChrospher® 100 RP-18 (5µm, Merck) dengan panjang kolom 250 x 4,0 mm dan fase gerak dapar kalium dihidrogenfosfat-TEA 0,5% pH 4,00 pada laju alir 0,6 mL/menit. Panjang gelombang yang digunakan pada analisis adalah 214 nm.Validasi metoda analisis memberikan hasil UPK asam format sebesar 98,02%-101,97% dan 97,09%-102,78% untuk asam laktat, KV asam format < 0,59% dan KV asam laktat < 1,28%, LOD asam format sebesar 63,05 µg/mL dan asam laktat 4,55 µg/mL,LOQ asam format sebesar 210,16 µg/mL dan asam laktat 15,18 µg/mL. Metode analisis linear pada rentang 439,2 µg/mL-1764,61 µg/mL untuk asam format dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9992 dan untuk asam laktat pada rentang 47,88 µg/mL-193,44 µg/mL dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9994. Kesesuaian kadar terhadap label untuk produk A memberikan hasil sebesar 108,19%-109,82% asam format dan 156,88%-167,90% asam laktat sedangkan untuk produk B memberikan hasil sebesar 101,65% -109,95% asam format dan 151,10%-172,82% asam laktat.

Organic acid is one of the main components that are often used in the animal feed acidifiers. Quantitative analysis of the organic acid is needed to maintain the effectiveness of the product in reducing microbial growth and lowering feed and gastrointestinal tract pH. The aim of this research is determining the level of formic acid and lactic acid in two acidifier from the market. Analysis were performed using reversed phase High Performance Liquid Chromatography with LiChrospher® 100 RP-18 column (5μm, Merck) with 250 x 4,0 mm column length, buffer potassium dihydrogenphosphate-TEA 0,5% pH 4,00 as mobile phase and flow rate 0,6 mL/min. Wavelength used in the analysis was 214 nm. Validation methods provide results of formic acid recovery by 98,02% -101,97% and 97,09% -102,78% for lactic acid, formic acid RSD <0,59% and lactic acid RSD <1,28%, LOD of formic acid was 63,05 mg / mL and LOD of lactic acid was 4,55 mg / mL, LOQ of formic acid was 210,16 mg / mL and LOQ of lactic acid was 15,18 mg / mL.The analysis method gives linearity in the range of 439,2 mg/mL-1764,61 mg/mL for formic acid with correlation coefficient (r) 0,9992 and for lactic acid in the range of 47,88 ug/mL-193,44 g/mL with a correlation coefficient (r) 0,9994. Conformity with the label to the product A provides the results of 108,19% -109,82% formic acid and 156.88% -167.90% lactic acid whereas for product B gives the results of 101.65% -109.95% formic acid and 151.10% -172.82% lactic acid.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59899
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Salma Fadhila
"Cetirizine HCl sebagai obat untuk terapi alergi memiliki tanggal kedaluwarsa pada kemasan sediaan, namun data mengenai beyond use date (BUD) dari cetirizine HCl masih terbatas. Oleh karena itu, tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk memperoleh BUD dari sediaan sirup cetirizine HCl berdasarkan kadar zat aktif dengan KCKT detektor UV-Vis. Metode ini dilakukan menggunakan fase gerak asetonitril-dapar fosfat pH 3 (50:50 v/v), laju alir 1 ml/menit dengan elusi isokratik dan dianalisis pada panjang gelombang 232 nm. Metode yang digunakan selektif dan spesifik. Hasil linearitas menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9998 pada rentang konsentrasi 4-32 µg/ml. Nilai LOD dan LOQ sebesar 0,5 µg/ml dan 1,7 µg/ml berturut-turut. Metode ini memenuhi persyaratan akurasi, presisi, uji kekuatan, dan ketangguhan. Penetapan kadar dilakukan selama 5 minggu dan BUD dari sampel sediaan cetirizine HCl adalah 25 hari. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Cetirizine HCl as a drug for allergy therapy has an expiration date on it’s packaging, but for the data regarding beyond use date (BUD) of cetirizine HCl is still limited. Therefore, the purpose of this study is to obtain the BUD of cetirizine HCl syrup based on its active substance concentration using HPLC with UV-Vis detector. This method was carried out using mobile phase acetonitrile-phosphate buffer pH 3 (50:50 v/v), flow rate 1 ml/min with isocratic elution and analyzed at a wavelength of 232 nm. This method is selective and specific. The linearity results show the correlation coefficient (r) of 0.9998 in the concentration range of 4-32 g/ml. The LOD and LOQ values were 0.5 g/ml and 1.7 g/ml, respectively. This method satisfies accuracy, precision, robustness and ruggedness criteria. Concentration determination was carried out within 5 weeks and the BUD of cetirizine HCl syrup sample was 25 days. Further research needs to be done to obtain better results."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Gabriella
"Batuk merupakan suatu mekanisme fisiologis tubuh untuk membersihkan partikulat atau sekret yang mengganggu dari saluran pernapasan. Pilihan terapi farmakologi yang digunakan untuk menangani batuk salah satunya adalah sediaan sirup kombinasi zat aktif bromheksin hidroklorida dan guaifenesin. Namun, telah diketahui bahwa sediaan sirup memiliki stabilitas yang lebih rendah dibandingkan sediaan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode yang tervalidasi dalam analisis simultan bromheksin hidroklorida dan guaifenesin dengan KCKT untuk menentukan beyond use date (BUD) dari sampel sirup yang beredar di pasaran. Analisis KCKT dilakukan menggunakan kolom YMC C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm), fase gerak metanol-dapar fosfat 0,025 M pH 3,0 (60:40), laju alir 1 mL/menit, mode elusi isokratik, dan detektor UV-Vis pada panjang gelombang analisis 234 nm. Waktu retensi yang diperoleh untuk guaifenesin pada 4,330 menit dan bromheksin hidroklorida pada 9,633 menit. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini menunjukkan hasil yang linear dengan koefisien korelasi untuk guaifenesin dan bromheksin hidroklorida berturut-turut sebesar 0,9995 dan 0,9991. Hasil uji akurasi untuk guaifenesin adalah sebesar 100,35-101,22% dan bromheksin hidroklorida sebesar 99,14-100,93% dengan KV <2%. Metode analisis telah memenuhi seluruh parameter validasi menurut Harmita (2004) dan ICH Q2(R1) (2005) sehingga metode dapat digunakan untuk analisis simultan kadar bromheksin hidroklorida dan guaifenesin dalam sampel. Penetapan kadar dilakukan selama 42 hari. Penetapan BUD sampel mengacu pada nilai t90 dari keseluruhan sampel yang diuji dan menunjukkan BUD pada 29 hari.

Coughing is a physiological mechanism process to expel foreign and potentially harmful particles and also secretes in the respiratory system. One of the most common pharmaceutical treatments for coughing is by administering bromhexine hydrochloride and guaifenesin syrup. It is known that syrupy substances have less stability in shelf life compared to other dosage forms. This research aims to validate an analytical method to determine the beyond use date (BUD) of bromhexine hydrochloride and guaifenesin syrup simultaneously using HPLC. The analysis was done by the usage of YMC C18 Column (250 × 4.6 mm. 5 µm), mobile phase containing methanol-phosphate buffer 0.025 M pH 3.0 (60:40), 1 mL/min of flow rate, isocratic elusion mode with UV detection at 234 nm. The retention time of guaifenesin was 4.330 min and bromhexine hydrochloride was 9.633 min. The analytical methods used in this research has shown a linear result with the correlation of coefficient for guaifenesin and bromhexine hydrochloride with the amount of 0.9995 and 0.9991 respectively. The accuracy of this method of analysis had justified by the recovery of 100.35-101.22% for guaifenesin and 99.14-100.93% for bromhexine hydrochloride with CV <2%. The analysis method had fulfilled the requirements of each parameter according to Harmita (2004) and ICH Q2(R1) (2005), thus being validated for further usage to analyze the said substances. Determination of concentration amount was obtained for 42 days. Determination of BUD in the sample based on the t90 of all samples analyzed, which showed BUD at 29 days."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Dewi Lestari
"Ambroksol HCl merupakan agen mukolitik yang cukup sering digunakan sebagai terapi gangguan respirasi yang berhubungan dengan kelebihan sekresi lendir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beyond use date (BUD) dari sirup ambroksol HCl yang beredar di pasaran berdasarkan analisis perubahan kadar sampel menggunakan instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Kondisi KCKT yang digunakan adalah fase terbalik dengan kolom C18, fase gerak asetonitril - dapar fosfat 0,05 M pH 4,5 (60:40), dan laju alir 1,0 ml/menit pada panjang gelombang UV 248 nm. Waktu retensi untuk ambroksol HCl adalah 4,62 menit. Pada validasi metode, ambroksol HCl menunjukkan nilai linearitas yang baik, yaitu r = 0,99985 pada rentang 6 - 36 μg/mL. LOD dan LOQ yang diperoleh adalah 0,7415 μg/mL dan 2,2470 μg/mL. Metode ini memenuhi parameter akurasi dan presisi dengan % perolehan kembali 99,0439% hingga 100,9383% dan nilai KV<2%. Metode ini telah memenuhi persyaratan dari masing-masing parameter sesuai dengan pedoman ICH Q2 dan dapat digunakan untuk analisis kadar sirup ambroksol HCl. Penetapan BUD sampel dilakukan berdasarkan analisis perubahan kadar pada kurun waktu 5 minggu. Berdasarkan hasil ekstrapolasi regresi linier diperoleh BUD sirup ambroksol HCl adalah 83 hari untuk sampel A dan B, serta 49 hari untuk sampel C, D, dan E.

Ambroxol HCl is a mucolytic agent that is quite often used to treat respiratory disorders associated with excess mucus secretion. This study aims to determine the beyond-use date (BUD) of ambroxol HCl syrup on the market based on analysis of the decrease in drug content using High Performance Liquid Chromatography (HPLC). The HPLC conditions used were reversed-phase with a C18 column, mobile phase containing acetonitrile - phosphate buffer 0.05 M pH 4.5 (60:40) at a flow rate of 1.0 ml/minute using UV detection at 248 nm. The retention time for ambroxol HCl was 4.6217 minutes. In method validation, ambroxol HCl showed good linearity with r = 0.99985 in the range of 6 to 36 μg/mL. LOD and LOQ for ambroxol HCl were 0.7415 μg/mL and 2.2470 μg/mL, respectively. This method had fulfilled the parameters of accuracy and precision with % recovery from 99.0439% to 100.9383% and CV <2%. This method had fulfilled the requirements of each parameter according to the ICH Q2 guidelines and can be used for the assay of ambroxol HCl syrup. Determination of BUD samples were carried out based on the analysis of changes in levels at specified time intervals and based on the results of linear regression extrapolation, the ambroxol HCl syrup was obtained for 83 days for samples A and B, and 49 for samples C, D, and E."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prastiwi Arum Sari
"Metformin HCl merupakan salah satu obat golongan biguanid untuk DM tipe 2. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara menurunkan produksi gula hepatik dan menurunkan penyerapan glukosa di usus halus. Metformin merupakan obat yang masuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional sehingga termasuk obat wajib Uji Bioekivalensi. Uji Bioekivalensi obat harus menggunakan metode bioanalisis yang tervalidasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis metformin HCl dalam sampel Dried Blood Spot DBS mulai dari pencarian kondisi kromatografi optimum, metode preparasi DBS optimum, hingga validasi metode analisis. Kondisi kromatografi optimum adalah kolom C-18 Waters, SunfireTM 5 m; 250 x 4,6 mm , suhu kolom 40 oC; fase gerak asetonitril - dapar fosfat pH 7,0 40 : 60 v/v ; laju alir 0,8 mL/menit; detektor photodiode array pada panjang gelombang 234 nm; dan atorvastatin kalsium sebagai baku dalam. Preparasi sampel menggunakan metode pengendapan protein dengan pelarut metanol 60 lalu dikeringkan menggunakan gas nitrogen pada suhu 60 oC selama 15 menit; dan direkonstitusi dengan fase gerak sebanyak 200 L. Hasil validasi terhadap metode analisis metformin HCl yang dilakukan memenuhi persyaratan validasi berdasarkan EMEA Bioanalytical Guideline tahun 2011. Metode yang diperoleh linear pada rentang konsentrasi 25,0 - 5000,0 ng/mL dengan r = 0,9997.

Metformin HCl is one of biguanid medicine for treating type 2 diabetes. Metformin lowering glucose level by reduce hepatic glucose production and reduce glucose absorption in intestinal. Metformin was national essential drugs that includes mandatory drug testing bioequivalence according to Regulation Head of National Agency of Drug and Food of the Republic of Indonesia about Mandatory Drug Testing equivalences. Drug bioequivalence trials should use validated bioanalytical method. This research aimed to develop analytical methods metformin in human Dried Blood Spot DBS from optimum chromatographic conditions, the optimum DBS preparation method, until the validation of analytical methods. The optimum chromatographic condition was obtain using C 18 column Waters, Sunfire trade 5 m 250 x 4.6 mm , column temperature 40 C mobile phase acetonitrile phosphate buffer pH 7.0 40 60 v v a flow rate of 0.8 mL min photodiode array detector at a wavelength of 234 nm and atorvastatin calcium as internal standard. Sample preparation using protein precipitation with methanol 60 as solvent and then dried using nitrogen gas at 60 C for 15 minutes and reconstituted using 200 L mobile phase. The results of validation fulfilled the acceptance criteria of validation method based on EMEA Bioanalytical Guideline 2011. The method was linear at concentration range of 25.0 to 5000.0 ng mL with r 0.9997.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69164
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspitasari Ardiningsih
"Doksorubisin adalah antibiotik golongan antrasiklin yang digunakan sebagai agen antikanker. Doksorubisin merupakan salah satu terapi antikanker lini pertama yang memiliki aktivitas klinis pada penyakit kanker payudara. Doksorubisin dimetabolisme menjadi doksorubisinol sebagai metabolit utama. Pada penggunaannya, doksorubisin memberikan beberapa efek samping akibat terbentuknya doksorubisinol. Akumulasi doksorubisinol jangka panjang dalam tubuh dapat menyebabkan kardiomiopati, atau lemah jantung, karena doksorubisinol bersifat kardiotoksik. Efek kardiotoksik ini bergantung pada jumlah doksorubisin dan doksorubisinol yang terbentuk dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis doksorubisin dan doksorubisinol yang terbentuk dalam tubuh pasien kanker payudara. Partisipan penelitian ini adalah tiga puluh pasien kanker payudara yang menggunakan doksorubisin dalam regimen terapinya. Sampel dianalisis menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Ultra Tinggi-Tandem Spektrometri Massa (KCKUT-SM/SM). Preparasi sampel plasma darah sebanyak 250 mL dilakukan menggunakan pengendapan protein dengan metanol. Fase gerak terdiri dari asam asetat 0,1% (eluen A) dan asetonitril (eluen B) dengan elusi gradien, laju alir 0,15 mL/menit. Metode ini linier pada rentang 1-1000 ng/mL untuk doksorubisin dan 0,5-500 ng/mL untuk doksorubisinol. Analisis sampel menghasilkan data berupa rentang kadar terukur untuk doksorubisin sebesar 12,54-620,01 ng/mL serta doksorubisinol sebesar 1,10-27,00 ng/mL. Dosis kumulatif pada pasien untuk doksorubisin memiliki rentang 48,76-290,34 mg/m2, sehingga dapat disimpulkan risiko pasien pada penelitian ini terkena kardiomiopati berada di bawah angka kejadian 4% menurut literatur.

Doxorubicin was an anthracycline antibiotic used for anticancer agent. This anticancer agent was one of the first line anticancer therapies which had clinical activity in breast cancer. Doxorubicin was metabolized in the body into its main metabolite, doxorubicinol. The metabolite and caused cardiomyopathy, or hearts failure, due to its cardiotoxicity. This cardiotoxicity effect depended on the amount of doxorubicin and doxorubicinol accumulated in the body. This study aimed to analysis the level of doxorubicin and doxorubicinol in the blood plasma of breast cancer patients. Participants of this study were 30 breast cancer patients who received doxorubicin in their therapy regiment. The samples were analyzed using Ultra High Performance Liquid Chromatography-Tandem Mass Spectrometry (UHPLC-MS/MS). Sample preparation of 250 mL plasma was performed by protein precipitation using methanol. The mobile phase consisted of acetate acid 0,1% (eluent A) and acetonitrile (eluent B) with gradient elution, and the flow rate of 0,15 mL/min. This method was linear in the range of 1-1000 ng/mL for doxorubicin and 0,5-500 ng/mL for. Results showed that the measured concentration values of doxorubicin and doxorubicinol ranged between 12,54-620,01 ng/mL and 1,10-27,00 ng/mL respectively. The measured cumulative doses of doxorubicin ranged between 48,76-290,34 mg/m2, thus the risk of cardiomyopathy in the surveyed patients was under 4% according to the literature."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahiyah Rania Fachri
"Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang diproduksi oleh jamur genus Aspergillus. Aflatoksin bersifat karsinogen, hal ini menyebabkan keberadaan aflatoksin makanan menjadi perhatian. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kenaikan kadar flatoksin selama penyimpanan pada bumbu kacang buatan pabrik dan bumbu kacang buatan sendiri yang disimpan selama beberapa hari dengan dibungkus dan tidak dibungkus. Penetapan kadar dilakukan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi detektor fluoresensi. Analisis kondisi dilakukan pada panjang gelombang eksitasi 365 nm dan emisi 455 nm dengan komposisi fase gerak air-metanol (60:40). Hasil validasi standar aflatoksin B1 dengan rentang 50-150 pg dan aflatoksin B2 dengan rentang 12,5-37,5 pg diperoleh persamaan garis kurva kalibrasi berturut-turut y = 123,95x - 71 dan y = 5111,5x - 589,6 dengan koefiesien pertunjukan (r) sebesar 0,999 untuk memuaskan. Nilai LOD dan LOQ senyawa aflatoksin B1 adalah 5,0975 pg dan 16,992 pg, untuk aflatoksin B2 sebesar 0,6818 pg dan 2,2727 pg. % UPK dan% KV yang didapat berturut-turut adalah 66,02-71,63% dan 0,17-1,29%. Pada bumbu kacang yang dianalisis ditemukan aflatoksin, namun pada bumbu kacang buatan pabrik ditemukan afltoksin dengan konsentrasi yang berada dibawah batas yang berasal dari BPOM. Hasil menunjukkan adanya pengaruh dalam penyimpanan terhadap kandungan aflatoksin dalam bumbu kacang yang disimpan tanpa pembungkus, karena adanya peningkatan flatoksin dari hari ke hari dengan peningkatan signifikan pada bumbu kacang buatan sendiri yaitu dari 7,3661 ppb menjadi 21,8776 ppb setelah 6 hari penyimpanan.

Aflatoxins are secondary metabolites produced by the fungus genus Aspergillus. Aflatoxins are known as a carcinogen, this causes the importance of aflatoxins in food to be a concern. This research was carried out to identify the increase in aflatoxin levels during storage in factory-made peanut sauce and homemade peanut sauce which were stored for several days with and without packaging. The determination of the content is carried out using a high-performance liquid chromatography fluorescence detector. Condition analysis was performed at 365 nm excitation wavelength and 455 nm emission with water-methanol (60:40) mobile phase composition. The results validation of aflatoxin B1 in the range of 50-150 pg and aflatoxin B2 in the range of 12.5-37.5 pg obtained the calibration curve equation successively y = 123.95x - 71 and y = 5111.5x - 589.6 with coefficients correlation (r) of 0.999 for both. The LOD and LOQ values ​​of aflatoxin B1 compounds were 5.0975 pg and 16.992 pg, aflatoxin B2 compounds were 0.6818 pg and 2.2727 pg. The% recovery and% CV obtained were 66.02-71.63% and 0.17-1.29%, respectively. In all analyzed peanut sauce aflatoxin was found, but in factory-made peanut sauce, the concentration of aflatoxin was found below the limit allowed by BPOM. The results show that there is an effect of storage with aflatoxin content in peanut sauce that is stored without packaging, due to an increase in aflatoxin levels from day to day with a significant increase in the level of homemade peanut sauce from 7.3661 ppb to 21.8776 ppb after 6 days of storage."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S70485
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>