Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202325 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arman
"Penelitian ini menganalisis mengenai kasus Arbitrase antara PT. Krakatau Steel dan International Piping Product (IPP) sekaligus meneliti penerapan Undang-undang No. 30 Tahun 1999 mengenai Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa khususnya dalam hal pembatalan putusan Arbitrase karena adanya dugaan pemalsuan dokumen. Pada kasus Arbitrase ini bertindak sebagai penggugat adalah PT. Krakatau Steel dan sebagai tergugat adalah pihak IPP, dimana sengketa timbul akibat adanya kesalahpahaman diantara mereka.
PT. Krakatau Steel telah mengadakan perjanjian jual beli Steel Billet Grade SWRCH8R dengan IPP. Pada pelaksanaannya PT. Krakatau Steel menolak Steel Billet Grade SWRCH8R dan minta dilakukan penukaran dengan Steel Billet Grade SWRCH8A, tetapi pihak IPP menolak untuk melakukan penukaran Steel Billet Grade tersebut. Dalam perjanjian jual beli mereka telah sepakat untuk menyelesaikan masalah yang timbul melalui Arbitrase ad hoc. Sidang Arbitrase dilaksanakan di Jakarta dengan tiga arbiter dan memakai Uncitral Rules. Sidang Arbitrase memutuskan bahwa pihak PT. Krakatau Steel harus membayar kerugian sebesar USD 1.450.000 dan bunga 6% pertahun dari USD 1.450.000 dimulai dari tanggal 12 Agustus 2001 sampai pelaksanaan selesai. Selanjutnya PT. Krakatau Steel tidak menerima putusan Arbitrase dan mengadakan perlawanan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk dilakukan pembatalan putusan.
Di dalam pembatalan hukumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai bahwa perlawanan terhadap putusan Arbitrase telah sesuai dengan Pasal 70 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa walaupun hanya berdasarkan kepada adanya dugaan pemalsuan surat atau dokumen yang dilakukan dari pihak IPP. Sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bahwa putusan Arbitrase tersebut dibatalkan. Sementara dugaan pemalsuan surat atau dokumen tersebut belum diteliti lebih lanjut atau lebih tepatnya belum dilakukan penyidikan atau pemeriksaan secara tekhnis laboratoris melalui Sistem Peradilan Pidana sesuai yang diatur dalam KUHP dan KUHAP karena pemalsuan surat atau dokumen adalah merupakan ranah pidana. Namun pada tingkat kasasi, dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak dapat dibenarkan. Tetapi Mahkamah Agung dalam putusannya tidak menyebutkan lebih lanjut mengenai konsekuensi ataupun yang bersifat eksekutorial dari putusannya tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 70 Undang - undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, diperlukan adanya putusan Pengadilan untuk pembuktian adanya atau terjadinya pemalsuan surat atau dokumen melalui Sistem Peradilan Pidana sesuai dengan KUHP dan KUHAP karena pemalsuan surat atau dokumen merupakan ranah pidana. Pembatalan putusan Arbitrase berdasarkan dugaan pemalsuan seharusnya tidak hanya sekedar berdasarkan dugaan ataupun interpretasi pribadi dari Hakim Pengadilan Negeri karena hal tersebut dapat menimbulkan masalah baru bahkan dapat menimbulkan terjadinya Occupational Crime.

This research analyzed cases between PT. Krakatau Steel and International Piping Product (IPP), include observe the implementation Law No. 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution. In this case plaintiff PT. Krakatau Steel and the defendant IPP arise after misunderstanding between them.
The Krakatau Steel already signed Sales and Purchase Agreement a contract for purchase Steel Billet Grade SWRCH8R from IPP. In the process, PT. Krakatau Steel rejected Steel Billet Grade SWRCH8R and wants to exchange to Steel Billet Grade SWRCH8A. But IPP can?t exchange the Steel Billet Grade. They were agreing to solve the dispute among them with Arbitration ad hoc. The Arbitration was attended in Jakarta, using UNCITRAL Rules, with three Arbitrators. Arbitration award is penalty US $ 1.450.000 and 6% a year from US $ 1.450.000 for PT. Krakatau Steel start at 12 Augusts 2001 until the execution the award. Latter on Pt. Krakatau Steel doesn?t eccept the award and sought a court decision to nullify the Arbitration award.
In its legal analysis the court of South Jakarta noted that the challenge to an arbitration award submitted by PT. Krakatau Steel related to setting aside arbitral award. According articles 70 Law No. 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution, the court noted that there are forgery document by IPP in the examination of the dispute. According, the court of South Jakarta determined that the Arbitration award is proved based on forgery document and the District court agrees to annulment the Arbitration award. While estimate of forgery document is not base on research or investigation or scientific forensic laboratory by Criminal Justice System appropriate with KUHP and KUHAP because forgery document is a crime. But after appeal, the Supreme Court provides that the decisions of the District Court are mistake. But the Supreme Court does not provide the consequences or does not have executorial of its decision.
This research showed that base on the official Elucidation to Article 70 Law No. 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution provides that the basis on which an award is set aside must be supported by court decision for approved that any forgery document by Criminal Justice System appropriate with KUHP and KUHAP because forgery document is a crime. Determined Arbitration award base on forgery document should not base on estimate or self interpretation from Judge of District Court because of that can be make a new problem indeed Occupational Crime.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29695
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Avip Suchron Nur Hakim
"Arbitrase Islam telah ada sejak zaman Rasulullah SAW sampai kepemimpinan para sahabat yang disebut dengan hakam, fungsi hakam saat itu adalah sebagai penengah dalam penyelesaian suatu perkara, saat itu penamaan yang diberikan bukan arbitrase tetapi hakam.
Di Indonesia sesuai dengan aktifitas bisnis syariah yang mengalami pertumbuhan sangat pesat membutuhkan suatu lembaga penyelesaian sengketa yang dapat membantu para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa tersebut dengan cepat dan final, karena dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui jalur peradilan sangat memakan waktu yang lama, mahal, dan tidak pasti. Maka pada tahun 1993 didirikan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) atas prakarsa Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang mempunyai tujuan untuk menyelesaikan sengketa yang berdasarkan prinsip syariah. Dalam pelaksanaannya terlihat bahwa BAMUI hanya akan menyelesaikan sengketa-sengketa yang dalam perjanjian yang telah ditandatangani oleh para pihak menunjuk BAMUI sebagai badan yang akan menyelesaikan sengketa diantara mereka.
BAMUI sebagai lembaga arbitrase Islam dalam memeriksa dan memutus suatu sengketa yang diajukan oleh para pihak menggunakan suatu prosedur beracara tersendiri yang telah ditetapkan yakni Peraturan Prosedur BAMUI, dimana para pihak harus menjalani prosedur tersebut dengan baik dan benar agar penyelesaian sengketa dapat diselesaikan dengan baik dan menguntungkan kedua belah pihak, serta dapat dipatuhi dan dijalankan.
Analisis yuridis terhadap kedua belas putusan BAMUI tersebut memperlihatkan bahwa sengketa yang terjadi adalah sengketa muamalah yang dilakukan oleh Badan Hukum Islam (BMI dan BPRS) dengan nasabahnya (kreditur), dan dalam pertimbangan hukum yang dicantumlan dalam Putusan tersebut mencantumkan beberapa ayat suci Al Quran yang berkenaan dengan Muamalah yakni Q.S. Albaqarah, Annisa, dan Al Maidah serta menggunakan kaidah hukum perdata, dan sesuai dengan Peraturan Prosedur BAMUI dan UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dari keduabelas Putusan BAMUI tersebut yang menarik adalah ternyata ada dua putusan yang dikeluarkan para pihak yang bersengketa bukanlah badan hukum Islam tetapi mereka memperoleh penetapan dari PN untuk menyelesaikan perkara tersebut melalui BAMUI dan dalam dokumen kontrak mereka telah sepakat untuk menyelesaikan di BAMUI."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14524
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri
"Putusan arbitrase yang bersifat final dan mengikat bagi para pihak, akan tetapi Pasal 70 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan upaya untuk mengajukan permohonan pembatalan melalui Pengadilan Negeri. Upaya hukum permohohan pembatalan mengakibatkan proses penyelesaian sengketa menjadi berlarut-larut, meskipun para pihak telah sepakat untuk mengenyampingkan upaya hukum permohonan pembatalan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bersifat yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan statute approach , pendekatan konseptual conceptual approach dan pendekatan kasus case approach . Tindakan salah satu pihak yang mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase meskipun telah dikesampingkan dalam perjanjian secara hukum telah dianggap melakukan cidera janji wanprestasi dan melanggar asas kekuatan mengikat pacta sunt servanda dari Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata dan melanggar asas kepastian hukum. Kesepakatan pengenyampingan upaya pembatalan putusan arbitrase telah meniadakan dan melepaskan hak para pihak untuk mengajukan pembatalan putusan arbitrse melalui pengadilan, namun dalam praktek majelis hakim sama sekali tidak mempertimbangkan adanya kesepakatan pengenyampingan tersebut, sebaliknya tetap memeriksa dan mengadili pokok perkara dan membatalkan putusan arbitrase yang telah bersifat final dan mengikat. Seharusnya, majelis hakim dalam mengeluarkan putusan tetap berpedoman pada isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak sebagai konsekuensi dari asas pacta sund servanda sepanjang perjanjian arbitrse tersebut telah memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana Pasal 1320 sampai dengan Pasal 1337 KUH Perdata.

Arbitration award is final and binding for the parties, however Article 70 of Law No. 30 of 1999 regarding Arbitration and Alternative Dispute Resolutions provides a right to file a request for cancellation through the District Court. The legal remedy to request annulment caused the dispute settlement process extended, even though the parties have agreed to waive legal remedy on such cancelation. The research is descriptive research which is normative juridical and the approaches are statute approach, conceptual approach and case approach. The request for the cancellation of an arbitral award filed by the party even though it has been ruled out in the treaty is considered as a breach of contract and violates the principle of pacta sunt servanda of Article 1338 paragraph 1 of Indonesian Civil Code and has violated the legal certainty principle. A waiver agreement for the cancellation of the arbitral award has nullified and waived the parties 39 right to file the annulment of the arbitral award through the court, however in practice the judges did not consider the existence of the waiver agreement, on the contrary to examine and adjudicate the case and nullify the final and binding arbitral award. Supposedly, the judges in issuing the decision shall remain guided by the contents of the agreement made by the parties as a consequence of pacta sund servanda principle as long as the arbitration agreement has met the requirements of the validity of the agreement as regulated in Article 1320 to Article 1337 Indonesian Civil Code.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Hendrika
"Forum Arbitrase merupakkan forum penyelesaian sengketa yang acapkali dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa perjanjian perdagangan karena alasan-alasan efektivitas dan biayanya yang murah. Namun dengan perkembangan perekonomian dunia yang diiringi dengan kebebasan para pihak dalam hal menerapkan Pilihan Forum, hasil penyelesaian sengketa demikian berpotensi untuk mengandung unsur-unsur asing sebagai akibat dari para pihak yang tunduk pada sistem hukum yang berbeda, terletak pada wilayah hukum yang berbeda, dan/atau bahkan memilih forum Arbitrase asing yang tunduk pada ketentuan hukum yang berlainan dari pihak dalam perjanjian perdagangan tersebut. Kemudian dalam keberlakuannya, putusan Arbitrase dapat dimintakan permohonan pembatalannya ke pengadilan negeri. Meskipun demikian, Indonesia yang memiliki ketentuan hukum Arbitrase nya sendiri, yakni UU No, 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UUAAPS), serta negara anggota New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (Konvensi New York 1958), menjadi subjek terhadap dua ketentuan pembatalan putusan Arbitrase yang berbeda. Dalam pengaturannya, ketentuan pembatalan UUAAPS hanya dapat berlaku bagi putusan Arbitrase nasional, sedangkan Konvensi New York 1958 berlaku bagi Putusan Arbitrase Internasional. Kendati demikian, suatu putusan Arbitrase dapat mengandung unsur asing, dan hal ini seringkali mengundang interpretasi yang turut berpengaruh pada penerapan UUAAPS dan Konvensi New York 1958. Kenyataan ini merupakan salah satu ruang lingkup kajian Hukum Perdata Internasional karena dalam hal penentuan kewenangan oleh pengadilan negeri dalam perkara pembatalan putusan Arbitrase yang mengandung unsur asing, timbul pertanyaan “Pengadilan negara manakah yang berwenang untuk mengadili pembatalan putusan Arbitrase yang mengandung unsur asing tersebut?” Melalui penelitian yuridis-normatif, skripsi ini akan menganalisis praktik kewenangan mengadili oleh pengadilan negeri di Indonesia sehubungan dengan penerapan pasal-pasal pembatalan Arbitrase yang ada

As one of the dispute resolution forums, arbitration, is often chosen by the parties to resolve commercial agreement disputes due to its effectiveness and cost efficiency. However, as the world’s economy develops, accompanied by the freedom in implementing the choice of forum, the results of such dispute resolution potentially contain foreign elements due to the parties being subject to different legal systems, being located in different jurisdictions, and/or even choosing a foreign arbitration which has different legal system from the parties involved in the commercial agreement. Notwithstanding aforementioned explanation, arbitration award can be requested for its annulment to the district court. Nevertheless, Indonesia with its own Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution (Arbitration Law), while also participating as the member states of the New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958), is subject to two different provisions for arbitral award annulment. For example, the provisions for the arbitral award annulment in UUAAPS is only applicable for national arbitral award, while the annulment provision in New York Convention 1958 applies to foreign arbitral award. However, an arbitral award may contain foreign elements, which often results in different interpretations in its implementation and influences the application of the Arbitration Law and the New York Convention 1958. This event falls within the scope of Private International Law’s studies because it raises the question of "Which district court has the authority to adjudicate the annulment of arbitral awards containing the foreign elements?" Through normative-juridical research, this undergraduate thesis will analyse the practice of Indonesian district court’s authority in adjudicating the annulment of said arbitral award in relation to the application of existing arbitration annulment regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
M. Husseyn Umar
Jakarta: Proyek Elips, 1995
341.522 HUS h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Simon Barrie Sasmoyo Adiwidagdo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S24980
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cicut Sutiarso
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011
347.09 CIC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Bimo Harimahesa
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang ketidakseragaman pendekatan institusi arbitrase dan
negara terhadap asas kerahasiaan. Penulis mempergunakan metode penelitian
yuridis normatif dengan studi kepustakaan. Ketika para pihak yang bersengketa
memilih arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa mereka, pemilihan
institusi arbitrase serta tempat diadakannya arbitrase akan menentukan batasan
serta ruang lingkup dari asas kerahasiaan yang terdapat dalam arbitrase mereka.
Batasan dan ruang lingkup dari asas kerahasiaan akan ditinjau berdasarkan
pengaturan asas kerahasiaan yang terdapat dalam peraturan institusi arbitrase,
ataupun UU Arbitrase Nasional tempat arbitrase itu dilaksanakan. Dalam karya
tulis ini, Penulis akan memberikan gambaran bagaimana institusi arbitrase dan
negara memiliki pendekatan yang berbeda terhadap asas kerahasiaan.

Abstract
This thesis discusses about unsimilar approach, taken by arbitral institutions and
nations, toward confidentiality. Author use juridical-normative research method
with literature studies. When parties have chosen arbitration as their dispute
settlement forum, their decision in choosing which arbitral institution rule shall
be used, and where the arbitration shall take place, will determine the scopes and
limitations of confidentiality in their arbitration. These scopes and limitations of
confidentiality shall be pursuant to the confidentiality provisions within the
arbitration?s institutional rule and its law of the seat. Through this thesis, Author
attempts to display on how arbitral institutions and nations have taken varying
stances toward confidentiality."
Universitas Indonesia, 2012
S43152
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mayanda Reynaldi Iriano
"Klausul arbitrase sudah semakin lazim dimasukkan di dalam kontrak dagang. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dalam hal di antaranya adalah tentang sengketa utang piutang. Khusus mengenai kewenangan absolut pengadilan memeriksa permohonan pernyataan pailit, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang memuat ketentuan khusus berkenaan klausula arbitrase. Dengan berpijak pada Pasal 303 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang, maka sengketa kepailitan dengan dasar putusan arbitrase dapat dilakukan oleh Pengadilan Niaga. Namun dalam praktiknya, ketentuan tersebut dapat dikesampingkan dengan berbagai sebab. Hal tersebut terjadi pada kasus perkara kepailitan antara Ecom Agroindustrial Corp., Ltd., dengan PT. Golden Tatex Indonesia. majelis hakim memutuskan menolak permohonan pailit yang dimana syarat kepailitan telah terpenuhi dari Para Pemohon dengan pertimbangan bahwa terjadinya tumpang tindih apabila Pemohon mengajukan eksekusi putusan Arbitrase dan juga dipailitkan. Hasil penelitian ini menyatakan berdasarkan undang-undang yang berlaku dan azas-azas yang digunakan, seharusnya permohonan pailit dapat dikabulkan.
The arbitration clause is increasingly prevalent included in commercial contracts. Dispute resolution trough arbitration can be used in settling debts issue. Especially with regard to the absolute authority of the court examine the request declaration of bankruptcy, Act No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment of Debts contain special provisions in respect of the arbitration clause. Relying on Article 303 of Law Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment of debt, hence bankruptcy dispute on the basis of the arbitral award may be made by the Commercial Court. However, in practice, these provisions can be ruled out for various reasons. This happens in the case of bankruptcy cases between Ecom Agroindustrial Corp., Ltd., and PT. Golden Tatex Indonesia. However, the decision of the case, the judges decided to reject the bankruptcy petition of the Applicant which the requirement of bankruptcy has been fulfilled with the consideration that there is overlapped when the applicant submits the execution of arbitral award, but also requesting the Respondent to be declared a bankruptcy. The result of this thesis is the lawsuit of declaring a bankruptcy can be granted, based on the regulating law and principles that applied to this case."
2016
S66766
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>