Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89031 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luthfie Sulistiawan
"Sebagai salah satu sentra keramaian dan pusat perbelanjaan, Pasar Tanah Abang merupakan wilayah yang sangat kondusif untuk perkembangan preman. Banyak potensi kejahatan yang bisa menjadi pasokan dana untuk preman di wilayah ini, sehingga membuat kawasan Pasar Tanah Abang sudah sejak lama menjadi rebutan para preman. Rebutan wilayah tersebut bukan hanya terjadi antar etnis yang mencoba menguasai daerah tersebut, tapi juga terjadi di dalam kelompok etnis tertentu, seperti pada perkelahian antar kelompok preman di bawah pimpinan Herkules dengan Lus (Yosep) yang adalah mantan anak buahnya.
Keberadaan preman di kawasan Pasar Tanah Abang dalam kesehariannya menyebabkan terjadinya pola hubungan dan keteraturan sosial. Pola hubungan tersebut merupakan pola hubungan patron klien karena satu sama lain saling membutuhkan baik dalam rangka mempertahankan eksistensi kewilayahannya maupun dalam rangka demi mempertahankan hidup. Keberadaan preman di kawasan Pasar Tanah Abang terdiri dari beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok merupakan kumpulan orang-orang yang berasal dari daerah yang sama, walaupun kadang-kadang ada juga orang dari daerah lain yang masuk menjadi anggota, namun sebagian besarnya tetap didominasi oleh orang sedaerah.
Penanganan preman yang dilakukan oleh Polsek meliputi penanganan secara represif yustisial, yang digunakan pada saat ditemukannya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh preman atau kelompok preman yang diikuti kegiatan-kegiatan sesuai proses penyidikan tindak pidana. Bentuk penanganan terhadap preman yang lain yang dilakukan Polsek adalah, pola penanganan yang bersifat represif non yustisial. Untuk penanganan yang bersifat represif non yustisial, Polsek melakukannya dengan menggunakan azas preventif dan azas kewajiban umum. Bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan adalah penyuluhan, melakukan bimbingan kemasyarakatan, dan memperbanyak melakukan sambang ke lokasi-lokasi pemukiman maupun lokasi keramaian masyarakat, selain itu meningkatkan kegiatan patroli, khususnya pada daerah-daerah yang rawan kriminalitas.
Bentuk-bentuk kegiatan penanganan yang berhubungan dengan masalah keberadaan preman di Polsek, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dikelompokkan menjadi empat kegiatan operasi preman, yaitu operasi kepolisian atas kendali pusat atau Mabes Polri dengan sandi operasi kepolisian Pekat, operasi preman atas kebijakan satuan atas yaitu Polda dengan sandi operasi kepolisian ?Cipta Kondisi? atau ada juga atas kebijakan Kapolres, dan operasi preman yang bersifat situasional atas inisiatif Kapolsek, sedangkan yang keempat kegiatan dalam bentuk penertiban-penertiban yang secara tidak langsung efeknya berdampak kepada keberadaan preman.

As one of the crowds and shopping centers, Pasar Tanah Abang is a region which is very conducive to the development of thugs. Many of the potential crimes that could be a supply of funds for the thugs in this region, thus making the area Pasar Tanah Abang has long been a bone of contention the thugs. Close and the area not only occur between ethnic groups trying to control the area, but also occur in certain ethnic groups, such as the fight between the group of thugs led by Hercules with Luz (Joseph) who is a former subordinates.
The existence of thugs in the area of Pasar Tanah Abang in their daily relationships and lead to patterns of social order. The pattern is a pattern of relationships patron-client relationships to each other because both need each other in order to maintain the existence of territory and in order to sustain life. The existence of thugs in Pasar Tanah Abang area consists of several groups and each group is a collection of people who originate from the same area, although sometimes there are also people from other regions that become a member, but most of it remains dominated by regional people.
Handling thugs carried out by police includes the handling of judicial repression, which is used at the time of the discovery of an offense that has been done by a civilian or a group of thugs who follow the activities according to the investigation of criminal offenses. Form of treatment against the other thugs who carried out the police, the pattern of repressive handling of non-judicial. For handling non-judicial repressive, police do so using the principle of preventive and general liability principles. Forms of activities are counseling, perform community guidance, and multiply to come to settlement locations and the location of the crowd, but it increases the activity of patrol, especially in areas prone to crime.
The forms of handling activities associated with the presence of thugs in police issues, based on the results of research conducted operations are grouped into four thugs, the police operation on the control center or Police Headquarters with the police operation Concentrated password, the operating units of thugs at the discretion of the Police with Password police operations "Cipta Kondisi" or there is also at the discretion of the Chief of Police, and civilian operations that is situational at the initiative of police chief, while the fourth-policing activities in the form of policing that does not directly affect the existence of the effect of thugs.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29694
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian
"Dalam tesis ini, saya ingin menunjukkan perpolisian masyarakat yang diterapkan oleh Kepolisian Polsek Metro Tanah Abang dalam menangani konflik antara pedagang di Blok B sampai E dengan pengelola pasar Tanah Abang. Dalam penanganan konflik ini, Kepolisian Polsek Metro Tanah Abang melakukan tindakan-tindakan kepolisian berupa Preemptif, Preventif dan Represif.
Sumber konflik antara pedagang di Blok B sampai E dengan pengelola/PD. Pasar Jaya pada dasarnya dilatarbelakangi adanya Instruksi Gubernur Sutiyoso Nomor 84 tahun 2006 tentang Penertiban dan Pengosongan Penghunian Bangunan Kios Blok B sampai E pasar Tanah Abang. Pengosongan tersebut dilakukan karena konstruksi gedung yang sudah tidak layak untuk ditempati pedagang sebab menurut komentar Kepala Laboratorium dan Tim Investigasi dan Analisis terhadap bangunan Blok B sampai E pasar Tanah Abang menyampaikan 2 (dua) rekomendasi, pertama, gedung aman terhadap layanan seperti apa adanya sekarang, tetapi mengandung kemungkinan kegagalan (penurunan tidak merata) dad sistem fondasi apabila terjadi beban tambahan yang tidak seimbang. Kedua, gedung sebagaimana adanya saat ini tidak memenuhi persyaratan keamanan yang ditentukan standar Peraturan Baton SNI 03-2847-2002 dan Peraturan Gempa SNI 03-1726- 2002. Apabila gedung direncanakan untuk digunakan selama 20 tahun lagi, maka perlu dilakukan penguatan yang sesuai atau dibangun ulang.
Alasan pemerintah daerah atau dalam hal ini PD. Pasar Jaya memakai jasa tenaga ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam melakukan pemeriksaan atas konstruksi gedung yang menempati Blok B sampai E dilatarbelakangi adanya kualitas hasil kajian tim ITB yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah sehingga tidak heran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta cq. PD. Pasar Jaya memanfaatkan jasa tim ITB dalam melakukan pemeriksaan konstruksi bangunan pasar Tanah Abang tersebut.
Strategi perpolisian masyarakat kepolisian Polsek Metro Tanah Abang dalam menangani konflik antara pedagang di Blok B,C,D, dan E dengan pengelola yakni dengan menerapkan strategi internal dan ekstemal perpolisian masyarakat yang mengacu pada Surat Keputusan Kapolri No.Pal.: Skep14321VI112006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Panduan Polmas. Strategi internal ini diarahkan pada peningkatan pemahaman dan pengembangan sumber daya personal Polsek Metro Tanah Abang di bidang perpolisian masyarakat, diantaranya dengan memberikan pendidikan dan pelatihan di bidang perpolisian masyarakat. Sedangkan strategi ekstemal perpolisian masyarakat diarahkan pada peningkatan kemampuan personal Polsek Metro Tanah Abang dalam mengadakan kerjasama dengan pemerintah daerah, DPRD dan instansi terkait lainnya. Sedangkan penanganan konflik antara pedagang di Blok B sampai E dengan pengelola oleh kepolisian Polsek Metro Tanah Abang adalah dengan menerapkan pendekatan tanpa upaya paksa dan pendekatan dengan upaya paksa. Pendekatan tanpa upaya paksa ini diantaranya dengan melakukan tindakan preemptif dan preventif. Sedangkan pendekatan dengan upaya paksa dengan melakukan tindakan represif dengan mengedepankan penegakan hukum.
Faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi Polsek Metro Tanah Abang dalam penanganan konfiik antara pedagang di Blok B sampai E dengan pengelola, adalah keterbatasan sarana prasarana, keterbatasan jumlah personal dan keterbatasan lainnya termasuk keterbatasan kemampuan personal. Akan tetapi, dengan segala keterbatasan tersebut, kepolisian Polsek Metro Tanah Abang Iebih menekankan pada kegiatan perpolisian masyarakat (Palmas) dan kegiatan strategi perpolisian yang mencakup upaya pencegahan terhadap kejahatan, pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta upaya penegakan hukum bagi keadilan. Selain kedua sumber di atas, unsur kerjasama juga sangat mempengaruhi dan bahkan mendukung berhasilnya penanganan konflik antara pedagang di Blok B sampai E dengan pengelolalPD. Pasar Jaya.

In this thesis, I want to point out society policing that implemented by Tanah Abang Regional Police in handling conflict between traders in block B up to E kiosks with PD. Pasar Jaya in Tanah Abang. In handling this conflict Tanah Abang Regional Police doing police actions as Pre-emptive, Preventive and repressive.
Resource of conflict between traders in block B up to E kiosks with PD. Pasar Jaya basically because of there is instruction of Sutiyoso Governor Number 84 year 2006 about Control and Evacuation of Tanah Abang Market Building Block B up to E Kiosks. The evacuation is implemented because building construction that have no more suitable to be occupied by traders according to Chief of Laboratory and Investigation and Research Team over the Block B up to E Tanah Abang Market building that propose two recommendation, first. Building is safe for the service as the present, but there is probability of fail (decreasing inflate) from foundation system if there is unbalance weight adding, Second, The present building is not fulfill the safety requirements that determined by standard of SNI concrete regulation 03-2847-2002 and SNI Earthquake Regulation 03-1726-2002. if building is planned to be used for the others 20 years, so it needs to be strengthen accordingly or to be rebuilt.
The reason of regional government in this case PD. Pasar Jaya use experts from Institute Technology Bandung ITB) in investigating over the building construction for Block B to E is because of there is result of quality from ITB team that guaranteed its truths scientifically so it is no wonder if Government of DKI Province cq. PD. Pasar Jaya using the ITB Team services in doing investigate building construction of Tanah Abang market.
Strategy of Tanah Abang Regional Police in handling conflict between traders that occupying kiosk in Block B up to E with PD. Pasar Jaya that is by implementing internal and external strategy of society policing that refer to Head
of Republic Indonesia Police Department Decision Letter No. Pot : Skep14321VII12006 date July 1, 2006 about Guide of Society Police. This internal strategy is directed to increase understanding and improving personal human resource of Tanah Abang Regional Police in the matter of society policing, one of them is giving education and training in field of society policing. While external society policing is directed to improving the personal capability of Tanah Abang Regional Police in doing corporate with Regional Government, DPRD and the other related parties.
The type of handling conflict between traders that occupying kiosk in Block B up to E with PD. Pasar Jaya by Tanah Abang Regional Police is by implementing approach without force and approach by force. This approach without force is doing pre-emptive and preventive. While the approach with force by doing repressive action with propose of law enforcement.
Supporting and inhibiting factors that facing by Tanah Abang Regional Police in handling conflict between traders in Block B up to E kiosks with PD Pasar Jaya, is limitation of facility of means and infrastructure, limitation of personal quantity and the other limitation including the limitation of personal capability. But, with the all limitation Tanah Abang Regional Police is more strengthen on society policing (Polmas) and police strategy activity that include of preventive over the criminal, maintain of safety and society ordering also efforts to law enforcement for justice. Beside the above two resources, the factor of corporation is also much influence and even support the successes in handling conflict between traders that occupying kiosks in block B up to E with PD. Pasar Jaya."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Amalia
"Kawasan Pasar Tanah Abang merupakan kawasan yang lukratif. Tidak heran apabila di kawasan ini terjadi pengklaiman dan penguasaan ruang oleh berbagai kelompok dengan tujuan tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji praktik-praktik klaim ruang oleh kelompok-kelompok penguasa Kawasan Pasar Tanah Abang serta memetakan teritori yang terbentuk. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Data didapatkan melalui studi literatur, observasi dan wawancara. Metode analisis yang diterapkan yaitu triangulasi sumber data. Analisis spasial dilakukan dengan menelaah mental maps ataupun sketsa lapang hasil observasi dan wawancara. Berdasarkan penelitian, ada dua bentuk praktik klaim ruang yang dilakukan oleh kelompok-kelompok penguasa di Kawasan Pasar Tanah Abang. Pertama, yaitu klaim langsung dengan cara meletakkan objek, simbol, atau tanda pada ruang. Kedua, yaitu klaim melalui kerjasama dengan pemilik lahan. Batas ruang terwujud dalam bentuk objek-objek seperti bendera, spanduk, tiang, pagar dan tembok. Untuk kelompok formal seperti ormas, batas ini mudah diidentifikasi karena tercantum simbol kelompok yang jelas. Sementara untuk kelompok kecil informal, batas ruang lebih sulit diidentifikasi karena tidak memiliki simbol kelompok. Teritori kelompok ada yang terbentuk mengikuti jalan dan ada yang berbentuk area yang tidak dilewati jalan. Kelompok yang teritorinya mengikuti jalan biasanya saling berbatasan langsung satu sama lain, sementara kelompok yang teritorinya berbentuk area cenderung lebih terpisah dari kelompok-kelompok lain. Secara umum, tempat-tempat yang paling menjadi incaran kelompok penguasa adalah tempat yang dekat dengan pusat keramaian seperti gedung-gedung pasar dan stasiun. Hal ini sebab setiap kelompok memiliki motif ekonomi. Selain motif ekonomi, beberapa kelompok juga memiliki motif sosial dalam melakukan klaim ruang. Kelompok dengan motif sosial memiliki tempat kumpul resmi di teritorinya, yakni berupa pos atau kantor.

Tanah Abang Market area is a lucrative area. Thus, it is plausible that there are groups, with certain goals, who would attempt to claim and control this area. This study aims to examine the practices of space claims by the ruling groups of the Tanah Abang Market Area and to map the territories that formed. This research was conducted with a qualitative approach. Data were collected through literature study, observation, and interviews. The analytical method applied was a triangulation of data sources. Spatial analysis was carried out by examining mental maps or field sketches from observations and interviews. Based on the research, there were two forms of space claims done by the ruling groups in this area. The first was direct claims by placing objects, symbols, or signs in space. The second was claims through mutual partnerships with the landowners. Space boundaries were manifested in the form of objects such as flags, banners, poles, fences, and walls. For formal groups such as mass organizations, these boundaries were easy to identify because the group's symbols were displayed. For informal small groups, their boundaries were more difficult to identify because they did not depict the group's identity. Some groups' territories run parallel to the main roads, while others formed as an area without any road passing through it. Groups whose territory runs parallel to the main roads were located directly adjacent to or near each other. Groups whose territory was in the form of areas tend to be more separate from other groups. In general, the places most targeted by them were those with close proximity to the crowds, such as the market buildings and the train station. This was because each group has economic motives. Apart from it, some groups also have social motives. Groups with social motives tend to have official meeting places in their territory, in the form of a guardhouse or office."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusup Salam
"Masalah premanisme dan kondisi tata ruang yang tidak beraturan di Pasar Tanah Abang seolah telah menjadi masalah yang tidak berujung, masalah tersebut tidak bisa hanya diliahat dari pengaruh aspek fisik namun juga perlu dilihat pengaruh dari aspek interaksi sosial yang ada di dalamnya, terutama kelompok etnik Betawi dan Cina yang merupakan kelompok etnik yang dominan di Tanah Abang karan perjalanan sejarah terbentuknya Tanah Abang yang terikat dengan dua kelompok etnik tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus, dengan menganalisis secara mendalam interaksi sosial yang dilakukan kelompokn etnik Betawi dan Cina di pasar Tanah Abang serta faktor apa saja yang mempengaruhi munculnya masalah premanisme dan perubahan penggunaan lahan di Tanah Abang. Ditemukan bahwa etnik Cina memiliki pengaruh yang cukup besar atas penataan ruang yang tidak beraturan di pasar Tanah Abang karna telah memberikan dampak perubahan penggunaan lahan di kawasan sekitar pasar Tanah Abang, sementara etnik Betawi telah memberikan pengaruh besar terhadap muncul masalah premanisme di Tanah Abang karna adanya pola intekasi bisnis keamanan dengan para pedagang dan pemilik bisnis di Tanah Abang.

The problem of thuggery and irregular spatial conditions at Tanah Abang Market seems to have become an endless problem, this problem cannot only be seen from the influence of the physical aspect but also needs to be seen from the influence of the aspects of social interaction in it, especially the Betawi ethnic group and The Chinese are the dominant ethnic group in Tanah Abang because of the historical course of the formation of Tanah Abang which is tied to the two ethnic groups. This study uses a qualitative case study approach, by analyzing in depth the social interactions carried out by ethnic Betawi and Chinese groups in the Tanah Abang market and what factors influence the emergence of the problem of thuggery and changes in land use in Tanah Abang. It was found that the Chinese ethnicity had a considerable influence on the irregular spatial planning at the Tanah Abang market because it had an impact on changes in land use in the area around the Tanah Abang market, while the Betawi ethnicity had a major influence on the emergence of thuggery problems in Tanah Abang due to the pattern of security business integration with traders and business owners in Tanah Abang."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhmat
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48084
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Tri Hardjanto
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susanti Wulandari
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26749
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Sukmara Christian Permadi
"Pengelolaan Pasar Tanah Abang selalu menjadi permasalahan krusial sejak masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso (1997) hingga Gubernur Anies (2018), yaitu mengenai kehadiran pedagang kaki lima (PKL) dan kemacetan. Dalam 100 hari kepemimpinannya Gubernur Anies mengeluarkan kebijakan penutupan salah satu ruas jalan untuk area berjualan PKL sehingga menimbulkan pro dan kontra. Permasalahan tersebut dalam penelitian ini dikaji menggunakan model inkremental dari teori kebijakan publik dan model eksternalitas dari teori ekonomi neo-klasik.
Model inkremental merupakan suatu model yang memandang kebijakan publik sebagai kelanjutan dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya, dengan hanya melakukan perubahan-perubahan seharusnya. Sedangkan, model eksternalitas adalah model yang memandang dampak (dari transaksi) terhadap pihak ketiga (yang tidak ikut transaksi) dalam suatu kesepakatan yang dibuat antara pihak pertama dan pihak kedua.
Penelitian ini hendak menjawab mengenai alasan mengapa Gubernur Anies mengeluarkan kebijakan pengelolaan Blok G Pasar Tanah Abang dengan menutup salah satu ruas Jalan Jatibaru Raya serta siapa yang menerima manfaat dari kebijakan pengelolaan Blok G Pasar Tanah Abang dan pihak-pihak mana saja yang dirugikan atas diterapkannya kebijakan tersebut. Dalam menetapkan kebijakan tersebut Gubernur Anies beralasan untuk mengakomodasi para PKL.
Penelitian ini menemukan dugaan bahwa kebijakan penutupan jalan tersebut dilakukan untuk mengakomodasi janji politik Gubernur Anies saat Pilkada DKI 2017 terhadap masyarakat Tanah Abang, sehingga sangat diduga beberapa pihak yang menerima manfaat dari diberlakukannya kebijakan tersebut adalah para PKL, Haji Lulung, dan Anak Wilayah (Komunitas Pemuda Tanah Abang di bawah binaan Haji Lulung). Selain itu, pihak-pihak yang dirugikan dari kebijakan tersebut adalah Pedagang Blok G, pejalan kaki, dan supir Angkot.
Penerapan kebijakan tersebut pada akhirnya membuat Gubernur Anies dinilai melakukan maladministrasi oleh Ombudsman, salah satunya dengan melanggar Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sehingga Ombudsman memunculkan rekomendasi penon-aktifan jabatan Anies sebagai gubernur kepada Kementerian Dalam Negeri.

The management of the Tanah Abang Market has always been a crucial problem since the leadership of Governor Sutiyoso (1997) to Governor Anies (2018), namely regarding the presence of street vendors (PKL) and congestion. In his 100 days of leadership, Governor Anies issued a policy of closing one of the road segments for selling street vendors, which gave rise to pros and cons. These problems in this study were examined using incremental models of public policy theory and externality models of neo-classical economic theory.
The incremental model is a model that views public policy as a continuation of activities that have been carried out by the previous government, only by making changes it should. Whereas, the externality model is a model that views the impact (of transactions) on a third party (who does not participate in a transaction) in an agreement made between the first party and the second party.
This research is about to answer the reasons why Governor Anies issued a policy on managing the Blok G Tanah Abang Market by closing one of the Jatibaru Raya Road segments and who benefited from the management policy of the Blok G Tanah Abang Market and which parties were disadvantaged for the implementation of the policy. In establishing the policy, Governor Anies reasoned to accommodate the street vendors.
This study found the allegation that the road closure policy was carried out to accommodate Governor Anies political promises during the 2017 DKI Pilkada to the people of Tanah Abang, so it was highly suspected that some parties who benefited from the enactment of these policies were street vendors, Haji Lulung and Regional Children (Youth Community Tanah Abang under the guidance of Haji Lulung). In addition, the aggrieved parties of the policy are Block G Traders, pedestrians, and public transportation drivers.
The implementation of this policy ultimately made Governor Anies considered maladministration by the Ombudsman, one of which was by violating Law No. 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation so that the Ombudsman raises recommendations for the deactivation of Anies position as governor to the Ministry of Home Affairs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T52521
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Syamtasiyah Ahyat
"Dasawarsa setelah Perang Dunia II menunjukkan kemajuan teknologi yang teramat pesat dan banyak melahirkan ciptaan baru. Tidak hanya kepada penemuan peralatan dan mesin modern, tetapi juga membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat. Salah satu yang menonjol di bidang sosial-ekonomi dalam masyarakat kita adalah fenomena yang disebut sebagai pasar swalayan (super market) yang menggeser peranan pasar tradisional.
Pasar tradisional, sebagai suatu bentuk awal kegiatan ekonomi sederhana dalam kehidupan masyarakat Indonesia terutama di Batavia/Jakarta, mempunyai sejarah yang panjang. Ini dibuktikan dengan nama-nama sejumlah wilayah di kawasan DKI Jakarta yang mengambil nama pasar dan nama hari pasar, seperti: Pasar Ikan, Pasar Baru, Pasar Glodok, Pasar Tanah Abang, dan Pasar Senen.
Sejarah pemberian nama wilayah berkaitan dengan nama pasar dan hari pasar bermula dari aturan yang dibuat oleh pemerintah kolonial di jaman VOC Hindia Belanda, kegiatan pasar ditentukan harinya untuk wilayah-wilayah tertentu. Jadi Pasar Senen yang dulunya dikenal sebagai Vinke Bazaar mendapat giliran hari pasar yang jatuh pada hari Senen. Demikian pula pasar juga merupakan suatu peristiwa sejarah pada waktu penyerangan tentara Mataram ke Batavia."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Atikah Amirah
"Penulisan ini disusundalam penjabaranatas penelitian di Pasar Tanah Abang terkait pungutan liar yang telah membudaya, dianalisis secara kriminologis, dan bertujuan agar dapat memberikan pemahaman mengapa permasalahan tersebut sulit untuk diatasi. Asumsi awal penulis bahwa analisis dapat dilakukan melalui enam focal concernsdari teori budaya kelas menengah ke bawah oleh Walter Miller. Namun, ditemukan bahwa selain enam focal concerns, permasalahan ini terjadi karena adanya hubungan kekeluargaan, informative function of reinforcement, gangguan internal, dan gagalnya pemolisian komunitas.
Dengan menggunakan teknik pengumpulan data primer, penulis mewawancarai beberapa warga kawasan Pasar Tanah Abang sebagai pihak yang memahami dan terlibat langsung dengan pungutan liar serta melakukan pengamatan di kawasan tersebut agar dapat memberikan penjelasan yang komprehensif. Hingga pada akhirnya setelah memahami mengapa pungutan liar sulit diatasi, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan saran yang tepat dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut dengan efektif.

This study is compiled in a form ofelucidation of field research in The Tanah Abang Market, discussed about extortion or illegal payments that has been entrenched, criminology analyzed, and aims to provide an understanding why the problem is difficult to overcome. The initial assumption is the analysis can be done through the six focal concerns of middle-class cultural theory by Walter Miller. However, it was found that in addition to the six focal concerns, this problem occurs because of the ties of kinship, informative function of reinforcement, internal disturbance, and the failure of community policing.
By using primary data collection techniques, the author interviewed several residents around Tanah Abang Market area as the parties who understand and engage directly with the extortion and observed around the region in order to provide a comprehensive explanation. Ultimately, after understanding why the extortion difficult to overcome, this study is expected to be useful in providing the right advices in order to get over these problems effectively.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S64161
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>