Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141230 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
S5828
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siti Nurweni
"ABSTRAK
Prona dilaksanakan oleh Pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 189 tahun 1981. Lokasi Proyek diusulkan oleh masing-masing kabupaten di seluruh Indonesia. Di wilayah Jakarta Selatan, lokasi ditetapkan antara lain di RW 06 Kelurahan Pela Mampang. Pelaksanaan Prona di lokasi ini pada umumnya telah berjalan baik, tidak dijumpai adanya hambatan yang berarti. Namun satu hal yang perlu dipermasalahkan adalah bahwa subyek hak yang menjadi sasaran Prona di lokasi ini bukan merupakan golongan ekonomi lemah seperti yang dimaksud dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut diatas. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zubaidah
"Penelitian ini mengangkat peran organisasi perempuan Aceh di tengah konflik Aceh yang didominasi oleh kelompok laki-laki. Peran mereka adalah pemberdayaan perempuan, advokasi dan investigasi perempuan korban konflik. Selain itu, dilakukan pemberdayaan ekonomi, advokasi kebijakan, dan penanganan perempuan di pengungsian. Penelitian ini menggunakan teori Ethics of care dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan metode wawancara mendalam dan analisis data sekunder.
Narasumber penelitian sebanyak 15 organisasi yaitu Flower Aceh, KKTGA, YPW. MiSPI, RPuK, Daulat Remaja, Matahari, Balai Syura Inong Aceh, Data Lajuna. ORPAD, Srikandi Aceh, SpuRA, Lampuan Aceh, PIIA dan Perempuan Merdeka.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa peran mereka yang lebih dominan adalah menangani dampak konflik. Implikasinya adalah tercipta koalisi perempuan yang kuat di tingkat pusat dan akar rumput; pelibatan perempuan dalam kehidupan sosial dan politik mulai menjadi wacana, munculnya data perempuan sebagai korban konflik; lahirnya revisi kebijakan yang berperspektif perempuan, dan menawarkan alternatif lain dalam penyelesaian konflik Aceh, yaitu pendekatan kepedulian yang tidak melahirkan kekerasan.

The Role Of Acehnese Women Organizations in Armed-Conflict Resolution in AcehThis research investigates the roles of non-governmental Acehnese women's organizations in handling the impacts of armed-conflicts in Aceh. Employing qualitative approach, data are gathered through in-depth interviews and secondary sources and are analyzed against Ethics of Care. Fifteen (I5) women's organizations are selected as subjects: Flower Aceh, KKTGA, YPW, MiSPI, RPuK, Daulat Remaja, Matahari, Balai Syura inong Aceh, Dara Lajuna, ORPAD, Srikandi Aceh, Spurs, Lampuan Aceh, PHIA, and Perempuan Merdeka.
The roles taken by these women's organizations among others are empowering women especially in terms of economics, investigating and advocating women victims of conflicts, taking parts in public policy making process, and tackling women's problems in refugee's (IDPs) camps. Study concludes that they are more intensely involved in addressing the various impacts of the armed-conflicts. This leads to a stronger coalition between women's organizations both in upper and grass root levels; emerging discourse on women's participation in social and political arena; availability of data of women as victims; more women's perspective policy-makings, and most important, the possibility of using Care approach instead of repressive and violent one to resolve the existing conflicts.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11871
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tubagus Arie Rukmantara
"Setelah kemerdekaan dicapai oleh Indonesia, selain konsolidasi politik dalam negeri, reorientasi kebijakan luar negeri juga menjadi salah satu fokus utama. Hubungan awal Indonesia-Kamboja sudah terjadi sejak masa pra-Angkor saat Raja Jayawannan II tercatat pemah datang ke Jawa meskipun statusnya ketika datang ke Jawa masih menjadi debat diantara pars arkeolog dan sejarawan. Hubungan diplomatik dengan Kamboja jugs diresmikan pads saat pemerintahan Sukarno. Kebijakan Sukarno, baik yang berupa penjalinan hubungan dengan Kamboja maupun menjadi negara yang dominan di Asia Tenggara dilanjutkan oleh penerusnya, Presiden Suharto. Bukti dari berlanjutnya kebijakan Sukarno di era pemerintahan Presiden Suharto untuk tetap mendekatkan diri dengan Kamboja, ditunjukkan oleh Presiden Suharto dengan menjadikan Kamboja sebagai negara Asia Tenggara yang pertama dikunjunginya setelah dia menjabat sebagai Presiden. Maka dan itu, Indonesia menjadi sangat berkepentingan ketika terjadi pergantian kekuasaan dari Pangeran Sihanouk ke Jenderal Lon Nol lewat sebuah kudeta yang didominasi oleh militer di tahun 1970. Beberapa sarjana mempercayai bawwa kudeta ini diinspirasikan oleh peristiwa G 30 S di Indonesia yang dianggap kemenangan militer terhadap komunis. Indonesia tetap menjalin hubungan diplomatiknya dengan langsung mengakui pemerintahan Lon Nol dan tidak mengakui pemerintahan pengasingan Pangeran Sihanouk dengan alasan bahwa Indonesia hanya akan mengakui pemerintahan yang didirikan di ibukota negara yang bersangkutan dan tidak akan pernah mengakui pemerintahan pengasingan. Namun pengakuan terhadap pemerintahan Lon Nol dianggap tidak cukup untuk menjamin stabilitas dan perdamaian di Kamboja. Berdasarkan pemikiran tersebut, pemerintah Indonesia lewat Menlu Adam Malik mengadakan konferensi intemasional yang membahas penyelesaian masalah Kamboja di tahun 1970 yang dikenal dengan Konferensi Jakarta Saat terjadi lagi pergantian pemerintahan dari Lon Nol ke rezim Khmer Merah yang dipimpin oleh Polpot, Indonesia tetap melanjutkan hubungan diplomatiknya dengan pemerintahan di Pnom Penh. Menurut beberapa saijana kudeta yang dilakukan Khmer Merah juga diinspirasikan dari peristiwa G 30 S yang ditafsirkan oleh Pol Pot sebagai duduknya dominasi militer sebagai penguasa di Indonesia. Sejak awal, keinginan pemerintah Indonesia ialah terbentuknya Kamboja yang non-blok, netral, dan independen tanpa intervensi kekuatan luar manapun. Pandangan tersebutlah yang dijalankan oleh pengganti Adam Malik, Prof Dr. Mochtar Kusumaatmadja. Menlu Mochtar memberikan respon yang cepat lewat jalur ASEAN saat terjadinya perebutan kekuasaan dan Khmer Merah ke kelompok PRK (People's Republic of Kampuchea). Perebutan kekuasaan yang dibantu oleh Vietnam tersebut dipandang oleh ASEAN sebagai invasi Vietnam terhadap Kamboja. Negara-negara anggota ASEAN juga terpecah dalam pandangan berbeda tentang siapa pihak yang dianggap paling berbahaya dalam kemelut di Kamboja tersebut. Namun perbedaan pandangan tersebut tidak sampai memecah ASEAN secara organisasi. ASEAN bahkan tetap berjuang bersama di sidang-sidang PBB untuk membahas penyelesaian masalah Kamboja secepatnya dan meminta perhatian internasional terhadap masalah tersebut. Berkat perjuangan diplomatik terus-menerus dan pencarian dukungan kepada negara-negara anggota PBB lainnya, ASEAN berhasil mendorong dilahirkannya resolusi tentang pelaksanaan International Conference on Kampuchea yang dilaksanakan di New York pada tahun 1981. Usaha-usaha lewat ICK ternyata kurang membawa dampak pada sikap Vietnam, oleh karena itu ASEAN menempuh strategi diplomatik yang lain dengan mendukung pembentukan koalisi antara kelompok-kelompok anti PRK-Vietnam yang terdiri dari Funcinpec, KPNLF, dan Khmer Merah. Pembentukan Coalition Government of Democratic Kampuchea tersebut bahkan mengambil tempat di negara-negara ASEAN. Dukungan ASEAN berkembang menjadi dukungan internasional saat ASEAN berhasil memperjuangkan sebuah resolusi yang mengakui CGDK sebagai perwakilan dari Kamboja di PBB. Berdasarkan kekhawatiran bahwa Kamboja tetap akan dikuasai Vietnam, diplomat-diplomat ASEAN merumuskan kembali berbagai strategi diplomatik dalam bentuk beberapa proposal perdamaian. Malaysia menggjukan proposal Proximity Talks yang akan mempertemukan negara-negara Indocina dengan negara-negara ASEAN. Namun proposal ini ditolak karena ketidaksetujuan anggota ASEAN yang dekat dengan Cina, Thailand dan Singapura. Pada saat yang berdamaan, Indonesia menjalankan kebijakan dual track diplomacy yang berarti mendekatkan diri ke Vietnam dan sekaligus memperjuangkan proposal-proposal yang disetujui ASEAN. Di pertengahan dekade 1980-an, Menlu Mochtar melontarkan ide diselenggarakannya sebuah cocktail party untuk memudahkan semua pihak yang bertikai untuk membicarakan masa depan Kamboja secara informal tanpa label politik apapun. Sebagai kelanjutan dari perwujudan ide tersebut, Menlu Mochtar ditunjuk oleh ASEAN sebagai interlocutor dalam mengadakan negosiasi dengan Vietnam . Berbagai pertemuan dan pembicaraan dilakukan Menlu Mochtar dalam menjalankan fungsinya tersebut. Dalam kunjungannya ke Vietnam, Menlu Mochtar dan Menlu Nguyen CO Thach akhimya melahirkan kesepakatan yang disebut Ho Chi Minh City Understanding yang menjadi landasan dasar dari pelaksanaan cocktail party yang kemudian disebut JIM (Jakarta Informal Meeting). Bagi kepentingan nasional, keberhasilan peran Indonesia ini merupakan implementasi dari kebijakan bebas-aktif yang juga menegaskan bahwa sikap non-interference (tidak campur tangan) bukan berarti non-involvement (tidak turut serta). Keberhasilan Indonesia ini membawa Indonesia sebagai kekuatan yang dominan di Asia Tenggara sesuai dengan keinginan baik Sukarno maupun Suharto. Dominasi Indonesia di Asia Tenggara kemudian didukung dengan terciptanya stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara yang memperlancar proses pembangunan di tiap-tiap negara Asia Tenggara dan jauh dari campur tangan kekuatan asing di luar kawasan. Bagi ASEAN hal tersebut merupakan keberhasilan penerapan konsep ZOPFAN sekaligus memperlihatkan bahwa organisasi ini lebih mengutamakan kerukunan diatas perbedaan pendapat yang kemungkinan dapat memecah para anggotanya. Indonesia sebagai salah satu pendiri dan penggagas ASEAN merasakan dampak yang sangat positif dari keberhasilan diplomasi tersebut. Indonesia kembali berhasil menempatkan dirinya sebagai salah satu negara terpandang di dunia intemasional bukan dengan politik mercusuarnya dan keberpihakan terhadap blok tertentu, namun dengan upaya menyelesaikan masalah di kawasan oleh negara-negara di kawasan itu sendiri. Keberhasilan terbesar Indonesia ialah mengangkat masalah Kamboja menjadi agenda internasional yang harus dipecahkan oleh seluruh masyarakat dunia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12596
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Muta`ali
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi selarasnya desain linguistik pada teks agama dengan solusi diplomasi terhadap konflik Israel-Palestina. Sejak konflik kedua bangsa ini tahun 1947 sampai hari ini, secara konteks geopolitik bahwa solusi hadirnya perdamaian di kedua wilayah ini yaitu dengan mempersamakan persepsi internasional terhadap konflik ini sebagai pihak mediator. Pasalnya, adanya keselarasan dengan desain linguistik pada teks ayat Al-Qur'an yang selalu 'menggunakan bentuk plural. Menariknya, jumlah masyarakat Yahudi di dunia 15 juta jiwa, dibandingkan dengan Indonesia 250 juta jiwa, tapi Al-Qur'an tidak pernah menggunakan pronomina bagi Yahudi sebagai kelompok minoritas bahkan selalu disebutkan mayoritas seperti. Sumber data yang digunakan adalah Al-Qur'an dan hadits nabi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menganalisis data-data kepustakaan dengan pendekatan content analysis. Hipotesis dari penelitian ini menduga bahwa adanya perbedaan teks dan konteks yang dilakukan dalam upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina serta solusi perdamaian dua negara."
ICSGS Internasional Proceeding,
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yuria Kartikaningsih
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
S5831
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: Jakarta, 2005
303.6 Hub
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Prayogo
"Conflicts between corporations and local communities in mining industries become phenomenal after political reformation took place in 1998. Based on an analytical framework, which are developed from previous field research, the pattern of corporate-local community conflicts can be formulated into three different dimensions, those are dynamics of conflict, causes of conflict and state's roles. The dynamic dimension consist of seven variables: escalation and form of conflict, fluctuation of conflict, intensity of conflict, the roles of actors and institution and local characters. in the dynamics of conflict, the magnitude of conflicts is set by the intensity of conflicts, that is the conflicts violence. the causes of conflict dimension consist of political changes, inequality, domination, exploitation, empowerment and economic distress, and demographical variables; with inequality as the most important variables; the role of state extends within the dynamics and causes dimensions, that is how the role of state (i.e. the government) in the causes and the dynamics of conflict. deductively, based on the above mentioned analytical framework, the purpose of this study is to analyze the corporate-local communities conflicts that taking place in the geothermal industry in pangalengan, West Java. The method of data collection is qualitative with in-depth interviewing as the primary instrument used in the study. The findings show that the problem lies within the three sectors mentioned above (corporate, local communities and the government) with different substance and weight for each sector. However, the improvement should begin from the government or state sector."
Depok: Lab. Sosio, Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
301 MAS 13:2 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Pradhana
"Novel umumnya merefleksikan problematika yang ada di dalam realitas kehidupan sosial. Hal ini terlihat dari novel Di Tanah Lada. Novel ini menghadirkan beragam konflik yang memperlihatkan realitas kehidupan yant terjadi dalam rumah tangga. Konflik yang paling nyata diangkat adalah kekerasan terhadap anak. Konflik-konflik yang terdapat dalam novel itu memengaruhi perkembangan karakter tokoh utama yang berusia anak-anak, yaitu Ava dan Pepper. Konflik ini terjadi diakibatkan oleh perbedaan pendapat atau gagasan. Perbedaan pendapat itu disebabkan oleh orang ketiga di luar konflik. Sebagai karya yang merefleksikan kehidupan manusia, konflik yang terjadi dalam novel karya Ziggy Zesyazeoviennazabrizkie ini benar-benar dekat dengan kehidupan sosial. Oleh karena itu, tulisan ini menjelaskan konflik sosial yang terdapat novel Di Tanah Lada dan menjelaskan bagaimana pengaruh konflik-konflik itu terhadap perkembangan karakter tokoh utama. Untuk menjelaskan hal itu, penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa konflik berupa KDRT dan kekerasan terhadap anak memengaruhi perkembangan anak. Anak akan memiliki penilaian yang buruk terhadap sosok ayah dan anak akan berusaha mencari kebahagiaannya sendiri. Kondisi ini tentunya berdampak pada kesejahteraan yang seharusnya ada di dalam setiap rumah tangga. Oleh karena itu, penanganan konflik yang ada di dalam novel ini layak dipertimbangkan untuk mendukung salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yaitu menciptakan kesejahteraan sosial melalui rumah tangga.

The novel generally reflects the problems that exist in the reality of social life. This can be seen in the novel Di Tanah Lada. This novel presents various conflicts which show the reality of the life which occurs in the household. The most obvious conflict raised was violence against children. The conflicts contained in the novel affect the development of the main characters of the children, namely Ava and Pepper. This conflict arises due to differences of opinion or ideas. The difference of opinion was caused by a third party outside of the conflict. As a work that reflects human life, the conflict in Ziggy Zesyazeoviennazabrizkie's novel is really close to social life. Therefore, this article explains the social conflicts contained in Tanah Lada's novel and explains how these conflicts affect the development of the main character. To explain this, this study uses descriptive qualitative methods. The results of this study indicate that conflicts in the form of domestic violence and violence against children affect children's development. The child will have a bad appreciation of the father figure and the child will try to find his own happiness. This condition certainly has an impact on the well-being that should exist in every household. Consequently, the conflict management contained in this novel deserves to be considered to support one of the Sustainable Development Goals (TPB), namely the creation of social protection through households."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>