Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158707 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S5779
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sjofwita
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S5759
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S5768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Girsang, Sarifah Juita
"Tesis ini membahas kemenangan partai Congress pada Pemilu Lok Sabha India tahun 2004. Faktor-faktor internal dan eksternal yang menyebabkan partai Congress menang pada Pemilu India 2004 akan dijelaskan dalam penelitian ini. Pemilu India 2004 ini, sebelumnya telah diprediksi akan dimenangkan oleh partai BJP, partai yang sedang memerintah India sejak tahun 1999-2004. Sementara partai Congress, partai yang pernah menguasai India sejak tahun 1950-an hingga 1980-an, diprediksi tidak akan muncul lagi untuk memerintah India.
Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori partai politik oleh Alen Ware, teori dinansti politik oleh G. Mosca dan Stephen Hess, serta teori koalisi pra-pemilu oleh Sona Nadenichek. Ketiga teori ini menjadi teori inti penelitian ini. Sementara teori kepemimpinan oleh Weber dan Selligman, teori budaya politik oleh Almond dan Verba, serta teori marketing politik oleh Marshment merupakan teori pendukung. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data-data diperoleh dari buku-buku, jurnal-jurnal, artikel-artikel, internet serta wawancara dengan Niraja Jaya Gopal dan Sanjay Kumar.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemenangan partai Congress pada Pemilu Lok Sabha India Tahun 2004 merupakan perpaduan dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya, pertama krisis kepemimpinan dalam partai Congress dapat diatasi ketika Sonia Gandhi menjadi ketua partai Congress. Kedua, partai Congress menawarkan pemerintahan yang bersifat inklusif dengan slogan kampanye Aam Aadmi atau orang awam menjelang Pemilu 2004. Ketiga, berbeda dengan kebijakan pada Pemilu 1999, partai Congress berhasil membangun koalisi pra-pemilu dengan 18 partai regional lainnya pada Pemilu 2004. Faktor eksternal diantaranya, pertama perubahan perilaku pemilih India dari pemilih yang tradisional menjadi pemilih yang berorientasikan isu atau lebih rasional. Kedua, kebijakan-kebijakan di bawah pemerintahan BJP sebagian besar bersifat eksklusif.
Temuan penelitian diantaranya adalah perubahan strategi pemilu partai Congress yang menerapkan pembangunan koalisi pra-pemilu dengan partai-partai regional lainnya. Kebijakan-kebijakan partai BJP yang eksklusif ternyata tidak berhasil. Dinasti politik sangat berpengaruh dalam perpolitikan India. Implikasi teoritis untuk teori partai politik Alen Ware terbukti dalam penelitian ini. Teori dinasti politik G. Mosca dan Stephen Hess juga terbukti dalam penelitian ini. Untuk teori koalisi pra-pemilu Golder, yaitu koalisi prapemilu umumnya terjadi di negara dengan sistem pemiludisproposrionalitas dan multipartai, terbukti. Akan tetapi, pendapat Golder untuk perundingan pembagian jabatan-jabatan dan penetapan kebijakan-kebijakan koalisi sebelum pemilu, tidak ditemukan dalam penelitian ini. Prakteknya, perundingan pembagian jabatanjabatan menteri dan pembentukan kebijakan-kebijakan koalisi dilakukan setelah hasil pemilu diketahui.

The purpose of this thesis is to investigate the victory of Congress party in the 2004 Indian Lok Sabha Election. The internal and external factors that led the Congress party in winning the 2004 India's election will be described in this research. The 2004 India's election had previously been predicted to be won by the BJP party, a party which had been ruling India since the year 1999-2004. While the Congress party, the party that once ruled India from the 1950s to the 1980s, was predicted not to rule India anymore.
The theory applied in this research is based on the political party theory by Alen Ware, political dynasty theory by G. Mosca and Stephen Hess, as well as, the pre-election coalition theory by Sona Nadenichek. The third theory becomes the ground theory of this research. This research is also supported by the leadership theory by Weber and Selligman, political culture theory by Almond and Verba, and the theory of political marketing by Marshment. This research is conducted by implementing qualitative methods. The data are obtained from books, journals, articles, internet, as well as, interviews with Niraja Jaya Gopal and Sanjay Kumar.
The results of this research indicate that the victory of Congress Party in the Indian 2004 Lok Sabha Election is a combination of internal and external factors. The internal factors range from; first, a crisis of leadership in the Congress Party was successfully overcome when Sonia Gandhi was the head of the Party. Second, Congress Party offered an inclusive governmental with its campaign slogan 'Aam Aadmi' or common people towards the 2004 election. Third, in contrast to the policy in the 1999 election, Congress Party managed to build a pre-election coalition with 18 other regional parties in the 2004 election. A change of behavior in India's voters from traditional voters to an issue-oriented or more rational voter becomes one of the external factors of the victory of Congress Party in 2004. Second, the policy under the BJP's governmental is mostly exclusive.
The results of this research provide evidence of a change in the election strategy executed by the Congress party. This party applied a pre-election coalition development with other regional parties. The exclusive policies implemented by BJP party did not work accordingly. Political dynasty has a great influence in India's politic. The theoretical implication of Alen Ware's political party theory is proved right in this research, as well as the theory of political dynasties by G. Mosca and Stephen Hess. The theory of pre-election coalition by Golder that generally occurs in countries with multiparty electoral systems is also proved right. However, the opinion of Golder to negotiate the sharing of positions and the stipulation of the coalition policies prior to the election, are not found in this research. In fact, the negotiation for sharing positions of ministers and the establishment of the coalition policies were executed after the result of the election came out.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012
T30994
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rhevi Geraldi
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas tentang kekalahan partai Ennahda dan Koalisi Troika pada pemilu legislatif di Tunisia tahun 2014. Pemilu tahun 2014 merupakan pemilu legislatif yang dilaksanakan pada masa transisi demokrasi di Tunisia. Pada fase transisi demokrasi negara mengalami keadaan yang tidak stabil akibat banyaknya masalah-masalah transisi yang terjadi. Penelitian ini melihat dinamika transisi demokrasi yang ada di Tunisia memiliki pengaruh besar terhadap kekalahan Partai Ennahda dan dan Koalisi Troika dalam pemilu legislatif tahun 2014. Di fase transisi demokrasi banyak ditemukan masalah-masalah transisional yang harus dihadapi oleh pemerintahan rezim demokratis. Masalah-masalah tersebut antara lain masalah kontekstual dan sistemik yang hadir sebagai masalah utama yang dihadapi oleh Tunisia pada tahun 2011-2014. Sebagai pemerintah dalam periode tersebut partai Ennahda dan Koalisi Troika harus mengatasi masalah-masalah yang terjadi. Masalah kontekstual yang terjadi antara lain masalah dalam bidang ekonomi dan keamanan sebagai masalah utama yang dihadapi oleh Tunisia. Sedangkan Masalah sistemik yang terjadi terlihat dari tidak solidnya koalisi pemerintahan dalam masa Transisi demokrasi. Ennahda dan Koalisi Troika dianggap gagal untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pada akhirnya kegagalan tersebut menyebabkan kekalahan bagi Partai Ennahda dan koalisi Troika pada pemilu legislatif tahun 2014.

ABSTRACT
This thesis discusses about the defeat of The Ennahda Party and The Troika Alliance in 2014 legislative elections in Tunisia.The Tunisias 2014 elections is the legislative elections that were held during the democracy transition period. At the moment, democracy transition phase had put the country in the condition where Tunisia was forced to experience unstable circumstances due to large number of transitional problems that occur. This research pay attention to the dynamics of the democracy transition period in Tunisia that has a major influence upon the defeat of The Ennahda Party and The Troika Alliance in the 2014 legislative elections. In democracy transition phase, there were many of transitional issues that government of democratic regime must face.Those issues consists contextual and systemic problems as the main issues Tunisia has faced in 2011-2014. As the government in that period, The Ennahda Party and The Troika Alliance should be able to resolve problems that occur. The main contextual issues that occur in Tunisia consists economy and security issues, While systemic problems that occur could be seen  that the coalition government was unsolid in the period of democracy transition. Ennahda and Troika Alliance were failed to overcome such issues. In the end, that kind of failure had brought Ennahda Party and The Troika Alliance to their defeat in 2014 legislative elections."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Azwir Nazar
"ABSTRAK
Tesis ini menelaah penerapan strategi pemasaran politik dan sebab-sebab
kekalahan Partai SIRA. Pemilu 2009 merupakan pemilu pertama pasca damai di
Aceh dengan keikutsertaan 6 (enam) partai lokal sebagai kontestan. Lahirnya
partai lokal tidak terlepas dari hasil perundingan damai antara Pemerintah RI dan
GAM, 15 Agustus 2005 di Helnsiki, Findlandia.
Partai SIRA lahir dari gerakan sosial SIRA (Sentral Informasi
Referendum Aceh) yang mentransformasikan diri menjadi partai politik.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Mengingat Partai Lokal di Indonesia hanya ada di Aceh dan menjadi instrumen
politik resmi para pihak untuk menyuarakan aspirasi melalui jalur politik.
Strategi-strategi pemasaran sudah diterapkan SIRA dalam pemenangan
pemilu. Dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat yang telah berubah dan
kemajuan tehnologi informasi dan komunikasi. Tapi hal itu berlangsung alamiah
dan masih belum cukup.
Sebagai Partai Politik Lokal, SIRA tidak mampu membangun
posisioning, ideologi, dan diferensiasi dengan partai lain untuk menunjukkan
identitasnya. SIRA menerapkan model Market Oriented Party (MOP) ala Less
Marshment (2001) sebagai karakter partai, dimana untuk menang dalam pemilu,
harus merancang produk-produk politik yang sesuai kebutuhan (needs), keinginan
(wants), dan tuntutan (demands) pemilih.
Sukses stori SIRA sebagai gerakan sosial tidak diikuti saat menjadi
partai. Kegagalan Partai SIRA juga dipengaruhi oleh fakta khusus sebagai daerah
post konflik. Perdamaian Aceh dianggap berhasil dan berkontribusi positif
terhadap perkembangan demokrasi, tapi Aceh masih menjadi pasar yang
terdistorsi (defective democracy). Penerapan strategi pemasaran politik pada
masyarakat post conflict yang pilihan kekerasan dan teror masih kebiasaan
tidaklah efektif. Karena domain kekerasan menjadi lebih dominan dan
mempengaruhi psikologi dalam menentukan preferensi pilihan politik.

ABSTRACT
This study aimed to analyze the strategic implementation of political
marketing and the cause of failure of SIRA (the central information for Aceh
referendum) as a local political party in Aceh in the legislative election in 2009.
The 2009 election was the first election in the era of peace in Aceh which was
participated by 6 local parties. The establishment of those parties was supported
by the peace talks between the government of Indonesia and the free Aceh
Movement on 15th August 2005 in Helsinki, Finland.
The party of SIRA was transformed from the social movement. The
study was conducted by using a qualitative method through a study case approach.
The study case would be interesting since the emerging of local parties only
occurred in Aceh province. Later those parties are functioned as a legal instrument
to vote the people aspiration.
The SIRA had implemented several marketing strategies to win the
election by taking into account the society condition and the changes in
information and technology. However, the process run as natural and was not
sufficient to win the election.
As a local political party, SIRA cannot perform its own identity,
ideology, and therefore it cannot differentiate with other parties. The SIRA had
used the Market Oriented Party (MOP) from Less Marshment (2001) as the party
carácter which was believed to win the election. The party should design political
products based on needs, wants and demands of the people.
It can be said that the successfullness of SIRA as social movement
was not followed by the same condition in the era of political party. The defeat of
SIRA was influenced by the facts post conflict. The peace in Aceh is success and
contributes positively to the developmnet of democracy. However, Aceh also
developes as a defective market for democracy. There were violance and pressure
that forced the people to vote a certain party. Thus, the implementation of political
marketing was not effective in such condition."
2012
T30646
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sulastri
"Dilihat dari jumlahnya, perempuan merupakan warga negara terbesar di Republik Indonesia. Data menunjukkan bahwa lebih dari separuh warga negara ini berjenis kelamin perempuan. Jumlah yang sedemikian besar menunjukkan bahwa suara perempuan sangat signifikan dalam menentukan hasil Pemilihan Umum. Dan kelompok perempuan pulalah yang merupakan konsumen terbesar dari kebijakan politik yang dikeluarkan oleh negara. Meskipun perempuan merupakan obyek kebijakan politik yang terbesar, namun keikut sertaan perempuan dalam pengambilan kebijakan tersebut justru sangat terpinggirkan, hal ini terlihat dari kecilnya jumlah perempuan yang duduk dalam lembaga-lembaga politik pengambil kebijakan publik, termasuk didalamnya lembaga legislatif. Dalam lembaga legislatif hasil Pemilihan Umum tahun 1999 jumlah perempuan hanya mencapai 9 persen. Sedikitnya jumlah perempuan ini tidak lepas dari peranan partai politik sebagai lembaga yang menjalankan fungsi rekrutmen politik. Oleh karena itu dalam penelitian ini ingin meneliti tentang bagaimana proses rekruitmen partai politik pada pemilu 1999. Dan sebagai studi kasus diambil Partai Persatuan Pembangunan, dengan pertimbangan partai ini merupakan partai lama, namun ternyata dalam rekruitmen perempuannya justru yang terendah, dibandingkan partai lain termasuk partai-partai baru.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan analisa deskriptif. Adapun pengambilan data ditempuh melalui wawancara dan dokumentasi. Narasumber yang diwawancara adalah pengurus partai politik PPP dan kader PPP dimana penentuan respondennya dipakai sistem purposive. Dari hasil penelitian, didapatkan data bahwa selama ini perempuan dalam lembaga legislatif Indonesia sepanjang kesejarahannya selalu menempati posisi minoritas, baik di lembaga-lembaga legislatif pusat maupun daerah. Dan perempuan-perempuan yang ada dalam lembaga legislatif tersebut -meskipun secara kuantitas masih rendah- memiliki kualitas yang tinggi. Ini terlihat dari tingkat pendidikan anggota legislatif perempuan yang semakin meningkat.
Pada Pemilihan Umum tahun 1999, jumlah perempuan yang direkrut oleh PPP hanya mencapai 9,41 % dari keseluruhan caleg DPR RI. Rendahnya jumlah caleg perempuan ini disebabkan karena PPP dalam rekrutmen caleg perempuan, sering menggunakan standar ganda. Dan penentuan akhir untuk pilihan caleg diserahkan kepada Lembaga Penetapan Caleg dimasing-masing tingkatan pengurus. Anggota Lantap ini terdiri dari Ketua Pimpinan Partai dan beberapa orang anggota lain dari pengurus. Sedangkan dari hasil penelitian juga didapat bahwa jumlah perempuan dalam kepengurusan ini sangat terbatas.
Struktur Organisasi yang sangat elitis, dimana penentu kebijakan adalah sebagian kecil elit tersebut, dan elit yang dimaksud didominasi oleh laki-laki menjadikan perempuan semakin terpinggirkan termasuk untuk memperoleh kesempatan direkrut menjadi caleg. Kondisi ini diperparah dengan adanya perspektif gender elit politik partai PPP yang ternyata dan hasil penelitian ini menunjukkan belum sensitif jender. Artinya banyak elit politik PPP yang belum menyadari tentang kesetaraan gender bahkan beberapa elit rnasih tidak menyetujui perempuan duduk dalam lembaga politik. Perspektif elit yang demikian ini disebabkan karena digunakannya ideologi Islam konservatif yang memberikan tafsiran Al Qur'an maupun Hadist, dengan perspektif maskulin. Perspektif gender elit PPP dan penafsiran atas ideologi Islam yang digunakan merupakan faktor perpektif teologis yang amat berpengaruh dalam rekruitmen caleg perempuan termasuk faktor lain yaitu belum melembaganya organisasi PPP dalam bentuk aturan-aturan yang belum jelas dan terlembaga."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farizan Fajari
"ABSTRAK
Kamboja merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem pemilu otoriter. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh partai penguasa, Cambodia People's Party (CPP), sebagai sarana untuk mendominasi kursi parlemen Kamboja hingga pemilu tahun 2008. Namun, peta kekuatan partai politik di Kamboja mengalami perubahan pada pemilu tahun 2013. Pada pemilu tersebut, perolehan kursi CPP mengalami penurunan signifikan dan menjadi hasil terburuk bagi mereka sejak pemilu tahun 1998. Penurunan tersebut utamanya dilatarbelakangi oleh kegagalan CPP dalam mendapatkan kursi terbanyak di empat wilayah urban Kamboja: Kampong Cham, Phnom Penh, Prey Veng, dan Kandal, yang memiliki proporsi jumlah kursi terbanyak. Padahal, CPP sebelumnya tidak pernah mengalami kekalahan di keempat wilayah tersebut secara bersamaan. Artikel ini berargumen bahwa kekalahan CPP dalam rezim otoriter disebabkan oleh kondisi-kondisi penting yang terjadi di Kamboja. Dengan mengelaborasi teori Dominant Party Authoritarian Regimes dan konsep pengawas pemilu internasional, artikel ini melihat tiga kondisi penting yang terjadi di Kamboja yang menjadi penyebab menurunnya suara CPP di perkotaan, yaitu: kebijakan pemerintahan Hun Sen yang menyebabkan permasalahan dalam masyarakat, menguatnya partai oposisi dan keberhasilan isu dan strategi kampanye yang digunakan, dan peran pengawas pemilu internasional dalam menurunkan praktik intimidasi politik oleh militer. Dalam mengumpulkan data, artikel ini menggunakan metode kualitatif, dengan cara mengumpulkan data primer melalui wawancara mendalam dan analisis data sekunder dari kajian literatur."
Depok: Departemen Ilmu Politik FISIP UI, 2017
320 JURPOL 2:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suryani
"Tesis ini mengkaji fenomena Partai Rakyat Demokratik pada masa Orde Baru yaitu antara tahun 1996-1998. Partai yang dimotori oleh para aktivis muda yang berani ini menjadi kekuatan yang cukup di waspadai (kalau tidak mau dikatakan ditakuti) oleh pemerintah Orde Baru yang pada masa itu berkuasa.
Diakui atau tidak, PRD adalah sebuah kekuatan yang cukup solid dalam mengkritisi pemerintah, hingga tak heran bila kekuatan Orde Baru pada saat itu cenderung bersikap represif dalam menghadapi setiap aksi PRO.
Penulis melihat daya kritis yang dilakukan oleh PRD sebagai sebuah aktualisasi dari gerakan demokratisasi yang semarak didengungkan oleh Indonesia yang sedang gandrung dengan reformasi. Sebagai sebuah gerakan pro demokrasi yang cukup survive ditengah himpitan dan tekanan Orde Baru, tidak berlebihan bila PRD dikategorikan sebagai sebuah kekuatan oposisi, dan institusi seperti itu mutlak diperlukan dalam sebuah negara yang sedang dalam proses transisi menuju demokrasi.
Penelitian ini mencoba melihat lebih seksama, faktor-faktor apa sajakah yang memberikan stimulus dan kekuatan bagi gerakan oposisi yang dilakukan oleh PRD? Untuk menjawab pertanyaan ini penulis melihat beberapa faktor yang dapat menjawab pertanyaan tersebut, yaitu; sistem politik Orde Baru, adanya tuntutan reformasi total, ideology dan azas organisasi, dan program kerja organisasi. Faktor-faktor tersebut merupakan variable-variabel independen yang kemudian dilihat pengaruhnya terhadap variable dependen yaitu gerakan oposisi PRO.
Besarnya pengaruh dari faktor-faktor tersebut penulis mencoba menjelaskannya dengan menggunakan beberapa kerangka pemikiran, diantaranya; tentang demokrasi dan transisi menuju demokrasi, konsep oposisi dan karakteristiknya, konsep sosialisme, dan sosialisme demokratis.
Bagi penulis, PRD adalah salah satu catatan penting dalam sejarah politik Indonesia. tanpa keberadaan PRD geliat politik Orde Baru menjelang keruntuhannya tidak akan terlalu menarik, karena diakui atau tidak, kasus 27 Juli 1996 yang didesain Orde Baru dengan sangat bagus sekali untuk membrangus PRD, menjadi awal langkah yang sangat bagus bagi bangkitnya gerakan pro demokrasi di Indonesia yang sebelumnya hanya bergerak mengikuti irama yang sangat lamban.

This thesis focused on Partai Rakyat Demokrat as a phenomenon during the New Order era between 1996 - 1998. The party was supported by brave young activists became a much to be cautious (if not be feared) by the ruling New Order's government. PRD was a solid power in giving critics to the government and hence it is not a surprise when the New Order at that time tended to be repressive in dealing with PRD's every action.
The writer saw the PRD's critical ability as an actualization of democratizing movement in Indonesian society. As a pro-democracy movement which survived from the New Order's oppression, PRD can be categorized as an opposition power, and this kind of institution is absolutely needed in a transitional country which moved towards democrat.
This research tried to examine closely what factors giving stimulus and power to opposition movement done by PRD? To answer this question, the writer saw factors which can answer the question above: the New Order's political system, the existence of demands for total reform, ideology, base and working program of organization. These factors are independent variables which influences the dependent variable; the PRD opposition movement.
The writer tried to explain the size of the influence from these factors by using several theoretical frameworks, such as: on democracy and transition to democracy, concepts of opposition and its characteristics, concepts of socialism and democratic socialism. PRD was one of important milestones in Indonesian political history. Without the existence of PRD, the New Order's political dynamic towards its downfall would not be very captivating. The July 27, 1996 incident designed by the New Order regime succeeded in maiming PRD, became a big step for the rising of pro-democratic movement in Indonesia which was moving slowly before.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13968
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>