Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144296 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S5636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santoso Martono
"Pemilihan umum sebagai suatu jembatan aktualisasi infrastruktu politik, khususnya partai politik untuk menempatkan wakil-wakilnya pada lembaga perwakilan suprastruktur politik, merupakan sesuatu yang harus selalu ada dalam suatu negara bangsa yang demokratis. Indonesia sebagai salah satu negara bangsa yang demokratis, secara formal sejak Orde Baru telah lima kali mengadakan pemilihan umum, yaitu 1971, 1977, 1982, 1987 dan 1992.
Pada Pemilu 1992, yang diikuti 3 (tiga) Organisasi peserta Pemilu yakni PPP. Golkar, dan PDI. Penelitian yang tersaji dalam bentuk tesis ini meliputi DPP Golkar di wilayah Kecamatan Legok Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang.
Aspek yang diteliti adalah sampai seberapa jauh tenaga inti Golkar yaitu kader Golkar mampu memainkan perannya dalam berkomunikasi politik yang tepat sehingga mampu mempengaruhi tindakan calon pemilih untuk memilih Golkar pada Pemilu 1992, yang selanjutnya mengakibatkan Golkar di Kecamatan Legok mampu meningkatkan jumlah suara pemilihnya dibandingkan Pemilu 1987.
Faktor-faktor komunikasi politik kader Golkar yang diteliti mencakup isi pesan atau informasi yang disampaikan, media yang digunakan untuk berkomunikasi politik serta kondisi dan kemampuan kader Golkar itu sendiri.
Isi pesan kader Golkar yang berisi realita permasalahan yang dihadapi masyarakat di daerah tempat responden berada dan berisi harapan bagi kepentingan masyarakat berpengaruh besar terhadap tindakan calon pemilih untuk memilih Golkar pada pemilihan umum 1992.
Media komunikasi politik yang digunakan kader Golkar melalui agen keluarga, pendekatan hirarkhi/status, kesebayaan usia dan teman sepergaulan dengan responden tidak mernpunyai pengaruh yang besar terhadap tindakan calon pemilih untuk memilih Golkar pada Pemilu 1992.
Kondisi dan kemampuan kader Golkar yang terkait penilaian responden tentang kejujuran kader Golkar mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tindakan calon pemilih untuk memilih Golkar pada Pemilu 1992."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tania Fitrialyn Putri
"Pemilu presiden Prancis menjadi lebih dirasa penting sejak terjadi
perubahan dari sistem parlementer menjadi sistem presidensil pada Republik V. Dan menjadi hal yang menarik bahwa sejak Pemilu presiden tahun 1988, sebuah partai ekstrem kanan yaitu Front Nasional dengan Le.Pen sebagai pemimpin yang nasionalis, rasialis dan xenophobic, berhasil memperoleh suara yang cukup signifikan dalam pemilu tersebut. Selain itu popularitasnya terns meningkat pada pemilu-pemilu presiden selanjutnya, hingga akhirnya mampu menjadi salah satu
kand.idat presiden dalam putaran kedua pemilu tahun 2002 kemarin. Hal tersebut menjadi menarik kruena pertama, fenomena tersebut terjadi pada negara yang mujur dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. edua, partai Front Nasional tersebut sebelumnya adalah pad:a· kecil yang kekurangan basis pendukung. Dan ketiga, fenomena meningK,atnya popularitas partai Front Nasional tersebut, juga dii.khti oleh keberhasilan partai-partai ekstrem kanan lainnya di Eropa pada dasawarsa terakhir, sehingga otomatis menyedot perhatian
publik lokal dan intemasional.
Skripsi ini akan engangk:at faktorafaktor yang menyebabkan peningkatan suara part. Front Nasional dalam Pemilu Presiden tahun 988 tersebut.
Kerangka teori utama yang di~a ai dalam menjelaskan har tersebut adalah teori partai catch-all yang dalam peng'ertian Dr. Ichsanul Amal menggambarkan partai Front Nasional sebagai partai yang roenampung kelompok-kelompok sosial sebanyak mungkin untuk dijad'ikan anggotanya dengan tujuan memenangkan pemilihan dengan cara menawarkan program~program dan keuntungan bagi anggotanya sebagai ganti ideologi yang kaku. Analisa dilakukan dengan mengamati sistem politik Prancis, terutama perubahannya dalam Republik V; partai-partai utama di Prancis, termasuk Partai Front Nasional; jalannya pemerintahan Mitterand dan Chirac sebagai presiden pada periode tersebut; serta kond.isi sosial ekonomi Prancis, terutama menyangkut eksistensi kaum imigran Hasilnya adalah bahwa fenomena peningkatan suara terhadap Le Pen sebagai Presiden Prancis terutama disebabkan oleh faktor kekecewaan rakyat terhadap pemerintahan Mitterand dan Chirac yang kurang berhasil dalam memperbaiki berbagai permasalahan internal, khususnya aspek sosial ekonomi.
Keduanya lebih memfokuskan diri pada sistem presidensil yang berorientasi pada cita-c:ita de Gaulle terhadap peran Republik V Prancis di mata dunia. Di lain pihak, Le Pen dengan sikapnya yang tertuang dalam program-program politiknya, memberikan perhatian besar terhadap permasalahan sosial ekonomi tersebut.
Eksistensi kaum imigran yang dianggap sebagai sumber berbagai permasalahan di Prancis, menjadi fokus utama dalam tiap kampanyenya. Sistem politik dalam Konstitusi Republik V prancis juga menjadi faktor yang mendukung peningkatan suara tersebut. Dalam hal ini mencakup: Perubahan dari sistem parlementer ke sistem presidensil serta karakteristik sistem kepartaian di Prancis yang juga ikut
mempengaruhi peningkatan suara terhadap Le Pen."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S4077
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanta Yuda AR
"Penelitian ini dilatarbelakangi penurunan perolehan suara Partai Golkar di Pemilu 2009 yang cukup signifikan (7,13 persen), yaitu dari 21,58 persen di 2004 menjadi 14,45 persen di 2009. Padahal Partai Golkar di Pemilu 2009 juga mewarisi infrastruktur dan jaringan organisasi yang sangat kuat seperti pada pemilu sebelumnya (Pemilu 2004). Potensi-potensi itu mestinya dapat menjadi modal dasar bagi Partai Golkar di Pemilu 2009 untuk mempertahankan kemenangan 2004. Karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mencari jawaban mengapa perolehan suara Golkar menurun signifikan di Pemilu 2009, kendatipun mewarisi jaringan infrastruktur organisasi yang kuat dan tingkat institusionalisasi yang baik, dan faktor-faktor apa yang menyebabkan penurunan itu.
Untuk menganalisa penyebab penurunan perolehan suara Golkar tnt, menggunakan teori institusionalisasi partai dari Vicky Randall dan Lars Svasand; faksionalisme partai menurut Paul G Lewis, Belloni dan Andrew Nathan; teori oligarki Robert Michels, partai terkartelisasi dari Kartz dan Mair, serta teori kepemimpinan dari Andrew Hedrewood. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data melalui kajian literatur, analisis dokumen resmi organisasi Partai Golkar dan hasil survei lembaga independen, serta wawancara mendalam dengan sembilan narasumber dari internal dan ekstemal Partai Golkar yang mengetahui dan memahami dinamika internal Golkar. Sementara teknik analisis data menggunakan deskriptif analitis.
Temuan dari penelitian ini menunjukkan tingkat institusionalisasi Partai Golkar diukur dari empat dimensi Randall dan Svasand cukup baik dan relatif kuat. Kekuatan Golkar dalam beberapa dimensi institusionalisasi yang selama ini diyakini menjadi faktor penyebab kemenangan Golkar di Pemilu 2004, ternyata gagal mengantarkan Golkar sebagai pemenang di Pemilu 2009, dan justru mengalami penurunan suara cukup siginifikan. Hasil penelitian ini menunjukkan ada empat faktor internal penyebab penurunan perolehan suara Partai Golkar itu: (1) kegagalan Partai Golkar mengelola faksionalisme internal; (2) problem kaderisasi dan penyimpangan dalam rekrutmen internal; (3) kepemimpinan internal yang kurang mengakar ke bawah dan dampak kekeliruan komunikasi politik; serta (4) krisis identitas ideologi partai. Keempat faktor internal inilah menjadi penyebab utamanya. Selain itu juga dipengaruhi faktor ekstemal yang gagal diantisipasi Golkar: (1) rasionalitas dan persepsi publik yang merugikan posisi politik Golkar sebagai bagian dari pemerintahan; (2) efek strategi politik pencitraan yang massif dilakukan Partai Demokrat; (3) kehadiran Gerindra dan Hanura sebagai partai pecahan Golkar; serta (4) sistem suara terbanyak yang gagal diantisipasi Golkar.
Implikasi teoretis menunjukkan bahwa tingkat institusionalisasi yang baik menurut Randall dan Svasand memang mendukung daya tahan suatu partai untuk tetap hidup dalam jangka panjang, tetapi dalam konteks jangka pendek tidak otomatis menjadi faktor penentu kinerja elektoral dan kemenangan suatu partai di pemilu, jika partai tersebut gagal mengelolanya. Dinamika dan karakteristik faksionalisme di Golkar, serta dampaknya terhadap soliditas internal berimplikasi pada penurunan perolehan suara di Pemilu 2009 mengokohkan teori Paul G Lewis, Belloni, dan Andrew J. Nathan tentang faksionalisme.

The background of this particular research was that the decline in the number of votes secured by the Golkar Party in the 2009 elections was quite significant (7.13 percent), from 21.58 percent in 2004 to 14.45 percent in 2009, even though the Golkar Party in the 2009 elections also inherited the organizational infrastructure and network that were still very strong as in the previous elections (the 2004 elections). The Golkar Party actually had the potential to capitalize on these to retain the 2004 victory. There upon, this research was conducted to seek answers as to why Golkar's number of votes significantly dropped in the 2009 elections, despite the fact that it inherited the organizational infrastructure and network that were strong and it had a good level of institutionalization. The research was conducted to find what factors that had caused the downturn.
To analyze the causes of this decline in the number of Golkar's votes, the author utilizes the theories of party institutionalization by Vicky Randall and Lars Svasand; of party factionalism by Paul G Lewis, Belloni and Andrew Nathan; of party oligarchy by Robert Michels; of party cartel by Kartz and Mair, and of leadership from Andrew Hedrewood . This research applied qualitative methods. Data collections were conducted through a literature review, the analysis on official documents of the Golkar Party and independent surveys, as well as in­ depth interviews with nine internal and external resource persons who know and understand the internal dynamics of the Golkar Party. The data analysis technique was descriptive analysis.
The findings of this study indicate the level of institutionalization of the Golkar Party that was measured using the four dimensions introduced by Randall and Svasand. The institutionalization was well and relatively strong. The Golkar's strength in some dimensions of institutionalization was believed to have been a victorious factor in the 2004 elections, but it had failed to deliver Golkar as the winner in the 2009 elections. It had even experienced a significant decline in the number of votes. The results of this study indicate that there were four internal factors causing a decrease in number of votes garnered by the Golkar Party: (1) the failure of the Golkar Party to manage internal factionalism, (2) the problems of caderization and internal recruitment, (3) the internal leadership that was less rooted at the grassroots level stemming from the impact of erronious political communications; and (4) the ideological identity crisis within the party. The four internal factors were the main causes. The decline in the number of votes was also influenced by sundry external factors that were failed to be anticipated by Golkar: ( 1) rationality and public perception that the Golkar Party was part of the ruling government, (2) the effect of the massive strategy of political imaging by the Democratic Party, (3) the presence of Gerindra and Hanura as Golkar's splinter parties, and (4) the most number of votes system that was failed to be anticipates by Golkar.
The theoretical implications indicate that the level of institutionalization according to both Randall and Svasand will indeed support the durability of a party to survive in the long run, but in the context of the short term it will not automatically become the deciding factor of electoral performance and the victorious factor of a party in elections, if the party fails to manage it. The dynamics and characteristics of factionalism in the Golkar party had an impact on the internal solidity, thereby causing the decline in the number of votes in the 2009 elections. This fact confirmed the theory of Paul G Lewis, Belloni, and Andrew J. Nathan about party factionalism."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T44144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Cece Cahyadi
"Keikutsertaan rakyat dalam pemilihan umum merupakan suatu tindakan memilih anggota Badan Perwakilan Rakyat yang dipercaya sebagai penyalur aspirasi rakyat. Oleh karena keikutsertaan rakyat dalam pemilihan umum selain berfungsi sebagai salah satu bentuk partisipasi politik, juga sekaligus merupakan pengejawantahan kekuasaan yang absah oleh rakyat. Rakyat yang melakukan pemilihan dalam pemilu didorong oleh suatu keyakinan bahwa aspirasi dan kepentingannya dapat tersalurkan atau setidaknya diperhatikan.
Kecenderungan untuk memilih salah satu kontestan pemilu terbentuk oleh suatu proses sosialisasi yang berjalan sepanjang kehidupan manusia, sehingga keyakinan tersebut dapat menguat dan dapat pula memudar tergantung sejauhmana sosialisasi tersebut berproses. Menguat atau memudarnya keyakinan pemilih berdampak terhadap dukungan suara yang diberikan terhadap OPP. Gejala seperti itu hampir ditemui dalam setiap kesempatan pemilu, di mana kecenderungan pemilih untuk memilih salah satu OPP tidaklah selalu sama atau tetap. Terbukti dari, setiap pemilu selalu terjadi perubahan dan pergeseran perolehan suara yang diperoleh masing-masing OPP.
Di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi, selama lima kali pemilu (1977-1997) perolehan suara PPP selalu menurun kecuali dalam pemilu 1997 naik secara drastis dua kali lipat lebih, yakni dari 13,52 % menjadi 31,88 X. Sebaliknya dengan PDI yang selalu mengalami kenaikan dan turun secara mencolok, yaitu dari 17,45 % pada pemilu 1992 menjadi 2,21 % dalam pemilu 1997. Sedangkan perolehan suara Golkar menunjukkan penurunan, kecuali pada pemilu 1992 naik 2,12 % dan turun kembali dalam pemilu 1997 sebesar 3,12 %. Naik turunnya perolehan suara tersebut menunjukkan adanya pergeseran perilaku memilih, dengan kata lain perubahan perolehan suara yang diperoleh OPP mencerminkan terjadinya perubahan perilaku memilih yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Penelitian ini ingin mengungkap Faktor-faktor yang berkaitan dengan perubahan perilaku memilih dalam pemilu 1997 di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi. Pertanyaan pokok yang dibahas nenyangkut mengapa terjadi perubahan perilaku memilih dalam pemilu 1997 dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan perilaku memilih di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi. Dalam konteks ini faktor-faktor identifikasi partai, isu, calon, pemimpin formal, pemimpin informal dan kelompok memiliki pengaruh terhadap perubahan perilaku memilih.
Guna menjawab pertanyaan tersebut dilakukan penyebaran kuesioner kepada 75 orang responden dan wawancara dengan berbagai pihak yang dipandang tahu banyak terhadap persoalan itu. Penetapan responden dilakukan melalui teknik sampling probabilita melalui penarikan sampel secara berkelompok (cluster sampling) dan penarikan sampel sistimatis (sys tima ti c random sampling).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor identifikasi partai yang didasarkan atas ikatan agana/keagamaan dan ikatan tradisi/adat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku memilih dalam pemilu 1997. Hal itu disebabkan pengaruh identifikasi Golkar dan PDI dengan pemilih tergolong rendah, berbeda dengan PPP yang pengaruhnya tergolong tinggi.
Faktor lain adalah pengaruh pemimpin informal, terutama tokoh agama (ulama) dan tokoh masyarakat melalui himbauan dan ajakannya untuk mendukung dan memenangkan OPP tertentu. Hal menarik lainnya yang dapat ditemukan adalah mulai memudarnya dukungan ulama terhadap Golkar yang dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan pandangan terhadap beberapa kebijakan yang diambil Pemerintah Daerah dan masalah pencalonan anggota legislatif yang mengandung unsur KKN. Dilain pihak beralihnya dukungan tokoh masyarakat berkaitan dengan kekalahan Kepala Desa yang lama dalam proses pemilihan Kepala Desa. Sedangkan para mantan Kepala Desa tersebut masih memiliki pengaruh dalam masyarakat. Sedangkan faktor-faktor lain seperti isu, calon, pemimpin formal dan kelompok pengaruhanya tergolong rendah, sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan perilaku memilih."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Oki Ramadhani
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S7988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Beku Lengu
"Data riskesdas (2007) Kabupaten Ngada-NTT mempunyai prevalensi sangat pendek dan pendek 46.8%, prevalensi gizi buruk 8.4%, prevalensi sangat kurus dan kurus 13.4%. pada lokasi ini belum terdapat informasi tentang status gizi,sehingga peneliti ingin melakukan penelitian di lokasi ini. Tujuan Penelitian untuk mengetahui gambaran status gizi pada baduta serta faktor-faktor yang berhubungan di tiga kecamatan di kabupaten Ngada. Desain penelitian cross sectional dengan jumlah sampel 250 baduta (7-24 bulan).
Hasil penelitian menunjukan prevalensi status gizi gizi kurang dan gizi buruk 24.8% pendek dan sangat pendek 48% dan kurus dan sangat kurus 8.8%. Asupan energi kurang 44.8%, asupan protein kurang 62.6%, asupan lemak kurang 28.8%, asupan KH kurang 60.8%. riwayat BBLR 18.0%, PBL <48 cm 37.2%, tidak menyusui ASI ekslusif 66.8%, imunisasi tidak lengkap16.8%, yang menderita penyakit infeksi 71.6%.
Hasil bivariat menunjukan ada hubungan bermakna antara BB/U dengan asupan energi, protein, karbohidrat, berat badan lahir, panjang badan lahir, penyakit infeksi, penghasilan keluarga dan pengetahuan ibu tentang gizi. TB/U ada hubungan bermakna dengan dengan asupan energi, protein, lemak, berat badan lahir, ASI ekslusif, penyakit infeksi, penghasilan keluarga dan pengetahuan ibu tentang gizi. Sedangkan BB/TB mempunyai hubungan bermakna dengan asupan protein.

Riskesdas (2007) showed district Ngada- NTT had prevalence of stunting was 46%, wasting 13.4%, and severe undeweight 8.4%. In Ngada there was no information about nutrition status, so the study conducted in this place. The aim of the study was to describe the nutritional status under two children in district Riung West, Golewa and district Bajawa Ngada NTT province, as well as the factors that related it . It was cross-sectional study on 250 under two children.
The result showed prevalence of underweight 24.8%, stunting 48% and wasting 8.8%. Low energy intake was 44.8%, low protein intake of 62.6%, low fat intake 28.8%, low KH intake 60.8%. LBW 18.0%, Length birth <48 cm 37.2%, not exclusive breastfeeding 66.8%, immunization incomplete 16.8%, infectious diseases 71.6%.
The results showed there was significant relationship between underweight with energy intake, protein intake, carbohydrate intake, birth weight, length birth , infectious diseases, family income and mothers' knowledge of nutrition. There was significant relationship between stunting and energy intake, protein intake, fat intake, birth weight, exclusive breastfeeding, infectious diseases, family income and mothers' knowledge of nutrition. Wasting had a significant with the intake of protein.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47067
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
S5695
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>