Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189929 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simatupang, Sabartain
"Tujuan utama penulisan skripsi ini adalah untuk mengkaji interaksi masalah-masalah yang menyangkut kekuatan-kekuatan politik di peranan dan DPR-RI selama perkembangan politik pertengahan dekade 50-an Orde Baru. Pengkajian ini mengfokuskan masalahnya pada peranan dan interaksi kekuatan-kekuatan politik dalam proses pembahasan suatu RUU yang diajukan oleh Pemerintah pada periode kerja DPR 1982-1987. Masa kerja DPR periode ini merupakan selang waktu yang menarik untuk diamati, karena pada saat itu Pemerintah telah mencanangkan suatu tahapan yang penting bagi upaya pembangunan politik di Indonesia. Sebagaimana diketahui pada tahun 1982 Presiden Suharto mengeluarkan suatu kebijaksanaan di bidang Politik, yakni gagasan mengenai Pancasila sebagai satu-satunya azas (Azas Tunggal Pancasila) bagi semua kekuatan sosial-politik. Kebijaksanaan ini dianggap mendasar bagi maksud dan tujuan pembangunan politik tersebut. Dalam perkembangan politik selanjutnya terlihat bahwa Pemerintah rupanya tidak hanya memberlakukan kebijaksanaan ATP bagi parpol dan Golkar saja. Lebih jauh ternyata kebijaksanaan ini diharuskan pula untuk semua organisasi kemasyarakatan, sebagaimana terbukti dengan pengajuan RUU Keormasan ke DPR. Untuk melihat sejauh mana keterlibatan partai politik pembahasan dan pengambilan keputusan terhadap kebijaksanaan tersebut, maka penulisan skripsi ini dilakukan. kata lain skripsi ini akan menjawab permasalahan, yaitu bagaimana proses dan mekanisme politik yang diciptakan Pemerintah dapat efektif memberi peluang bagi kekuatankekuatan politik ini dalam pembahasan RUU-K di DPR. Asumsi yang mendasari pembahasan permasalahan ini adalah bahwa pada pernyataannya selama perkembangan sosial-politik Orde Baru peranan Pemerintah melalui kekuatan pendukLlng utamanya 'Golkar dan ABRI- sangatlah dominan, dengan kepentingan yang tetap konsisten pada pemenuhan stabilitas politik yang kondusif bagi Pembangunan Nasional. Pengungkapan permasalahan ini dalam skripsi akan dimulai dari perkembangan politik awal Orde Baru hingga saat pembahasan RUU-K tahun 1985. Pembahasan ini akan memberi penanaman bagaimana akhirnya Pemerintah berhasil memaksakan kepentingan politiknya dalam RUU-K untuk dapat diundang-undangkan di DPR dan diterima oleh masyrarakat luas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
S5537
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S5619
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setiarini
"Undang-undang pada dasarnya adalah aktualisasi dari kebijakan publik. Keputusannya akan mengikat dan berpengaruh terhadap masyarakat. Kenyataannya undang-undang hanya dibahas oleh sejumlah kecil anggota DPR yang dianggap sebagai perwakilan masyarakat . Untuk menjamin diterimanya undang-undang oleh masyarakat , sangat diperlukan partisipasi masyarakat dalam proses pembahasannya.
Undang-undang Partai Politik dipilih sebagai studi kasus karena undang-undang tersebut mendapat sorotan dan tanggapan yang ramai dari masyarakat. Undang-undang tersebut dibuat karena diperlukannya dasar hukum untuk melaksanakan pemilu dalam rangka dimulainya suatu tatanan Politik yang baru di Indonesia.
Untuk mengetahui seberapa besar partisipasi masyarakat ini, Penulis membandingkan hasil akhir undang-undang dengan rancangan undang-undang yang berasal dari pemerintah, dengan melihat masukan masyarakat dalam bentuk seminar yang dilaksanakan oleh fraksi-fraksi dan sebagian kliping Koran . Untuk mengetahui kepekaan fraksi di DPR dalam hal menampung aspirasi masyarakat tersebut, Penulis melihat daftar inventaris masalah yang disampaikan oleh fraksi-fraksi dan risalah rapat.
Penulis juga menganalisis norma proses tahapan analisis kebijakan publik dalam pembuatan keputusan dengan aturan mekanisme proses pembuatan undang-undang didalam tata tertib DPR-RI , Keppres 118 tahun 1998, serta tugas-tugas Sekretariat Jenderal yang berkenaan dengan proses tersebut. Dalam hal ini Penulis membandingkan dengan mekanisme yang terdapat di Inggris.
Berdasarkan penelitian ,ternyata partisipasi masyarakat dalam proses pembahasan undang-undang Partai Politik di DPR rendah. Hal ini disebabkan mekanisme pembahasan di DPR tidak mendukung terjaringnya partisipasi masyarakat tersebut , kepentingan golongan yang menonjol, anggaran yang terbatas serta sosialisi rancangan undang-undang yang sangat kurang. Untuk menjaring parsipasi masyarakat, diperlukan perubahan Tata tertib DPR , dan perubahan uraian tugas Sekretariat Jenderal DPR , serta penambahan anggaran pembahasan undang-undang.
Faktor-faktor di luar mekanisme intern DPR juga ikut mempengaruhi rendahnya partisipasi tersebut, seperti misalnya ; hubungan antara fraksi dan daerah pemilihan, kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi, serta rendahnya pendidikan masyarakat secara umum."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7657
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainul Munasichin
"ABSTRAK
Dalam kurun waktu 1999-2009, kinerja legislasi DPR RI mendapat sorotan tajam dari publik. Jumlah RUU yang berhasil disahkan menjadi UU selalu jauh di bawah target legislasi nasional yang sudah ditetapkan oleh DPR bersama pemerintah. Kinerja legislasi DPR yang rendah diduga disebabkan oleh etos kerja anggota DPR yang rendah. Menjawab kritikan tajam dari publik, DPR Tahun 2009 membuat Tata Tertib yang mengatur pembahasan dan pengesahan RUU dibatasi waktu tertentu. Alhasil, kinerja legislasi DPR tetap tidak menunjukkan perbaikan berarti. Studi kasus pembahasan RUU Gerakan Pramuka yang tepat waktu dan RUU Organisasi Masyarakat yang melampui batas waktu, menunjukkan terdapat empat faktor yang menyebabkan terjadinya differensiasi waktu pembahasan dan pengesahan RUU di DPR, yaitu; proses dan tahapan, pokok bahasan krusial, konfigurasi aktor dan kepentingannya serta strategi formulasi kepentingan.

ABSTRACT
The legislation performance of the House of Representatives, in the period 1999-2009, under the spotlight of the public . Total bill that successfully passed into law is always well below the national legislation targets that have been defined by parliament and the government. Parliament legislation low performance suspected by a work ethic that is lower house members. Answering public sharp criticism, The House of Representatives in 2009, make rules that discussion and passage of the bill is limited given time. As a result, the performance of the House legislation still does not show significant improvement . Case studies of the Scout Movement Bil deliberation timely and Community Organizations Bill which exceeded time limits. There are four factors that cause differentiation of time for discussion and passage of the bill in the House; the processes and stages, contents crucially, the configuration of actors and interests and the strategic of interest formulations.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T39387
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuria Kartikaningsih
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
S5831
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1980
S5558
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S5811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherlock, Stephen
Jakarta: Friedrich-Naumann-Stiftung fur die Freiheit, 2008
363.4 SHE r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Adhrianti
"ABSTRAK
Teori groupthink memberikan perspektif menarik untuk melihat bagaimana cara berpikir suatu kelompok terikat pada kohesivitas yang tinggi terhadap kelompoknya dan mereka berupaya semaksimal mungkin untuk mencapai kebulatan suara sehingga mengesampingkan motivasi untuk berpikir untuk menghasilkan alternatif keputusan realistis. Pada perkembangannya, teori groupthink umumnya menjadi komoditas barat dengan studi pada kelompok politik di lingkup eksekutif pemerintahan yang bersifat homogen dan lebih tertutup, sehingga menarik untuk melihat fenomena groupthink dalam konteks komunikasi kelompok politik di lingkup legislatif dalam parlemen di negara transisi demokrasi seperti Indonesia yang anggotanya berlatar heterogen dari multiparpol dan lebih terbuka, namun sering menghasilkan keputusan yang kontroversial. Penelitian ini menyoroti adanya indikasi groupthink pada pengambilan keputusan tentang definisi Badan Publik pada RUU Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Hasil keputusan dianggap gagal dari perspektif masyarakat sipil karena menghasilkan pasal baru 14,15,16 sebagai hasil tawar menawar kepentingan (trade-off) antara eksekutif dan legislatif tentang masuknya BUMN, BUMD, Parpol dan LSM sebagai badan publik. Ditambah lagi dengan faktor pembahasan yang memakan waktu paling lama sementara tuntutan penyelesaian harus cepat, dan dampak dari implementasi pasal tersebut masih belum dapat dikatakan baik karena kasus sengketa badan publik masih tinggi, sanksi hukum tergolong rendah, serta belum tercapai angka persentase 100% badan publik yang memenuhi kewajiban memiliki Pejabat Pembuat Informasi dan Dokumentasi (PPID) dilingkup organisasinya. Sebagai penelitian kualitatif paradigma postpostivis yang menggunakan metode studi kasus instrumental dengan objek penelitian pada kelompok anggota Panitia Kerja (Panja) RUU KIP Komisi I DPR RI masa bakti 2004-2009, hasil penelitian ini menujukkan bahwa groupthink dapat terjadi di lingkup legislatif DPR RI karena adanya pertarungan kepentingan dengan kelompok eksekutif, tekanan waktu dan kelelahan yang kemudian memaksa kelompok legislatif menjadi kohesif dan menghasilkan keputusan yang tidak dapat dikatakan baik. Terlihat kondisi sebagai upaya meminimalisasi groupthink melalui peran pimpinan yang lebih akomodatif, adanya proses hearing, serta adanya peran devil?s advocate, namun ternyata pada akhirnya upaya tersebut tidak membawa hasil yang signifikan sehingga groupthink tetap terjadi. Secara teoritis, penelitian ini memperkaya perspektif teori groupthink Irving Janis (1972) yang tidak menyebutkan bahwa sebenarnya groupthink juga bisa terjadi pada kelompok yang awalnya heterogen, lebih terbuka, memiliki kekuatan relatif setara namum dikelilingi kepentingan-kepentingan lain diluar kelompok, yang menekan terhadap proses penyelesaian tugas melalui upaya kompromi.

ABSTRACT
Groupthink theory gives us a very interesting perspective to see a thinking process of a highly cohessive small group in a bigger group and how they put the best effort to reach an agreement while ignoring motivation on creating other realistic alternative decision. Groupthink is very common on the west, with studies on political groups in government executives body with homogen type of members and relatively more introvert, so making this even more interesting to be researched in group communication context in the legislatives from a democratic transitional country such as Indonesia. This legislatives consists of heterogen background members came from multi different political party and more extrovert but in reality so often in meaking controversial decisions. This research focused on groupthink indicators in decision making of Public Body definition from constitution draft of Public Information Opennes. From the perspective of civil society the decission taken considered fail because verse number 14,15,16 are bargain result between executives and legislatives on matter of BUMN, BUMD, political party also NGO as public body. More further, this process took a very long time in process where the demand of finishing stage is so short, also the impact of these verses is not as expected seen on numbers of disputes of information petition is so high, the sanctions is so light and there are so many public body has not appointed Information and Documentation Manager Officer (PPID). As a qualitative with pospositivist paradigm this research used case study method instrument with members of Working Committee of constitution draft of Public Information Opennes Law in 1st Commision of House of Representatives of Republic of Indonesia periode 2004-2009 as the research object. The result of this research shows that groupthink could be happen inlegislatives because there are so many conflict of interest with the executives, time pressuress, and fatigue. This condition forces legislatives became so cohesive and starts making bad decisions. These facts shown in order to minimize groupthink through the leader?s role to be come more accommodative, hearing process, and also the role of devil?s advocate, but still in the end these groupthink prevention process didn?t bring any adequate results. Groupthink still took place. Theoritically, this research hoped to enrich perspectives of groupthink theory by Irving Janis (1972). This theory did not mentioned the fact that groupthink also can happen on a heterogen group, more open, posses the same power among the members but yet surrounded by other interests from outer group and push the working process through compromises."
Depok: 2015
D2102
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Pesta Evaria
"Pokok permasalahan tesis ini adalah untuk menjawab pertanyaan "Bagaimana Pansus Rancangan Undang-Undang Pembinaan dan Perlindungan Ketenagakerjaan (RUU PPK) bersama Pemerintah" melakukan kebijakannya dalam Proses Pembahasan RUU PPK yang kemudian menjadi UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Proses ini sangat penting, karena Serikat Pekerja telah menolak pemberlakuan UU No. 25 Tahun 1997 yang dianggap tidak berpihak pada Buruh. Proses pembahasan yang diwarnai dengan berbagai masukan dari kelompok-kelompok kepentingan, buruh/serikat pekerja, LSM, pengusaha, dan juga pemerintah.
Tesis ini menggunakan Metode Kualitatif-Explanatif kritis, karena ingin menjawab pertanyaan bagaimana Pansus RUU PPK dalam merumuskan kebijakannya yang diharapkan dapat menggantikan UU No.25 Tahun 1997. Pokok permasalahan ini dijelaskan secara eksplanatif dan komprehensif lewat penelusuran literatur-literatur dan melakukan wawancara dengan beberapa key informant. Sumber ini kemudian dianalisis dan dikaitkan dengan teori-teori yang dipergunakan.
Dalam meneliti permasalahan ini menggunakan pendekatan yang diuraikan oleh Burhan Magenda mengenai "Keadilan Sosial dan Kebudayaan Politik." Baik "Kebudayaan Politik" dari Almond maupun aliran "Fungsionalisme Strukturai" dari TaIcott Parsons yang merujuk pada Prinsip Keadilan Sosial. Selain itu Teori "Konflik dan Konsensus" dari Maurice Duverger yang melihat bagaimana konflik itu terjadi dan pemerintah berusaha memberi konsensus atas konflik yang ada. Teori ini memperlihatkan betapa pentingnya bargaining atas konflik yang terjadi. Teori lain yang menjadi pilihan penulis adalah "Kebijakan Publik dan Koreksi Masyarakat" yang diuraikan oleh Thomas R. Dye, William N Dunn dan Parker. Dalam teori ini dijelaskan bahwa DPR RI bersama Pemerintah memiliki wibawa untuk mengambil kebijakan, tetapi sekaligus memperoleh koreksi dari kelompok-kelompok kepentingan sebagaimana yang terdapat dalam Teori Demokratisasi.
Dari seluruh penelusuran ini diperoleh kesimpulan bahwa Anggota DPR RI bersandar pada kepentingan bangsa yang lebih luas dengan tetap memperhatikan tuntutan buruh dan juga harapan pengusaha. Oleh karenanya di sini DPR RI bersama Pemerintah diperhadapkan pada dua pilihan yang sangat kompleks serta memerlukan kehati-hatian, karena harus mengakomodir dua kepentingan sekaligus, tetapi di sisi lain juga harus memperhatikan kepentingan pengusaha demi stabilitas ekonomi nasional dan kenyamanan para investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Dua daya tarik menarik kepentingan ini sangat mempengaruhi DPR RI di dalam merumuskan kebijakannya ke dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.

The nucleus of the research is to answer the question on how the House of Representatives of the Republic of Indonesia and the Government adopted their policy in the process of deliberation of Bill concerning Labor which, then was adopted as Law N° 13/2003 concerning Labor. The process of making policy on the Bill was significant because the Bill initiated by the Government was hindered by various labor unions that have rejected the implementation of Law No. 25/1997 on Labor. The new Law was refused because it was considered to take sides of the entrepreneurs and to inflict a loss upon the labors. The deliberation process of the Bill was embellished by protests and demonstrations conducted by some labors and non-governmental organizations. The entrepreneurs and the Legal Assistance Agencies also expressed their aspirations. The research applied critical explanative-qualitative method. It is qualitative because it aims at answering the question of "how the members of Parliament behaved in the policy making of Bill which was expected to replace the old Law". The subject was analyzed by an explanative approach. A comprehensive subject was taken by conducting research on the available literature and interview with several key informants, such as Mr. Tjarda Muchtar (PD1P Faction, Chief of Special.
Committee on the Bill concerning Labor), Mr. KH Ahmad M. Mahfud (Golkar Faction), Ms Rochmulyati and Mr. Rekso Ageng Herman (PKB Faction) who headed a Small Team responsible for channeling the labor unions and the entrepreneurs. This Team acted as a Reconciliation Team. All of the data were analyzed critically and were related to the theories applicant
In analyzing the subject, the research utilized the approach of "Social justice and Political Culture" by Burhan Magenda. Both "Culture of Politic" by Almond and "Structural functionalism" by Talcott Parson refer to social justice. The "Conflict and Consensus" theory by Maurice Duverger was also used to analyze the conflict existing between labor and entrepreneurs. The House of Representatives and the Government tried to achieve a consensus to solve the conflict. The theory emphasizes on the importance of lobbying/bargaining between parties who are involved in conflict before they arrived at a consensus.
Other theory used in the research was "Public policy and Community Opinion" by Thomas R. Dye, William N Dunn and Parker. The theory explains that the government has the authority to make a policy, and the policy receives correction from the society because it is related to the people's life. The theory explains how bargaining of labor has critically involved in the analysis of the policy.
Based on the analysis mentioned above, it is concluded that the Government, in its involvement on policymaking, lies on wide perspective of national interest by considering the demands of labor. It is clear that the Government should meet two difficult choices: in one side, it should accommodate the interest of labor, in other side; it should consider national investment and economic interest amidts the unstable economic situation. By taking account the minimal interest of labor and giving better protection to labor, the Government should consider comfortable situation that the investors need to invest their capital in Indonesia. The two contracting interests affected heavily the House of Representative in the policy making of the Law No.13/2003 concerning Labor.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>