Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84354 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Emmy Rosmani S.
"ABSTRAK
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui faktoryang melatar-belakangi tingginya negara Colombia. Pendekatan meneliti dan menganalisa permasalahan tersebut adalah faktor frekvensi kekerasan politik di yang digunakan untuk pendekatan struktur dan kultur. Tujuan penggunaan kedua pendekatan untuk memberikan penjelasan yang lebih sempurna fenomena kekerasan yang terjadi di tersebut adalah mengenai negara tersebut. Setiap pendekatan digunakan untuk meneliti beberapa pendekatan struktur untuk melihat variabel sosial, ekonomi dan pendekatan kultur untuk variabel, yaitu politik dan melihat variabel budaya politik. Pendekatan Struktur menyoroti kegagalan dari setiap struktur, baik sosial, politik dan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer rakyat, baik dari segi materi sehingga rakyat menyalurkan aspirasi atau tuntutan melalui yang bersifat keras. Di pihak lain, juga mendorong kekerasan politik tidak langsung karena tidak bisa menyediakan wadah bagi rakyat kecil tradisional. maupun emosi, partisipasi gereja Katolik yang tradisionil ini secara yang efektif disebabkan keterikatannya pada elit-elit Peran ini kemudian diambil alih oleh gereja Katolik liberal yang menjadi sempalannya setelah melihat kesetiaan rakyat, kekerasan politik di Colombia terutama pada periode 1950 1970, Gereja tradisional memanipulasi Dan pada kenyataannyalah, tinggi. ternyata sangat disebabkan tidak mampunya variabel variabel struktur mengantisipasi rakyat dan juga karena didorong oleh adanya budaya kekerasan dianut sebagian besar masyarakatnya sebagai bagian nilai yang dibawa aspirasi yang internalisasi oleh sejarah negeri itu lembaga gereja Katoliknya yang radikal, terutama yang oleh adanya dorongan dari aliran Gereja Katolik sendiri dan oleh disebabkan yang liberal."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninik Rahayu
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2021
364.153 NIN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ninik Rahayu
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2021
155.33 NIN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Oscar Hisar
"Skripsi ini menjelaskan bagaimana hubungan klientelisme yang terbentuk antara kelompok militer baik kelompok gerilya maupun paramiliter dengan salah satu Presiden Pastrana ataupun Uribe, yang menjadikan kekerasan di Kolombia sangat sulit untuk ditangani. Namun daripada itu dari hubungan klientelisme tersebut, masing-masing kedua presiden dapat menghasilkan kebijakan yang menjadi upaya pengurangan kekerasan di Kolombia. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan studi kepustakaan. Fokus dari penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana hubungan klientelisme dengan kekerasan di Kolombia dalam upaya pengurangan kekerasan masa pemerintahan kedua presiden. Adapun kesimpulan yang didapat adalah kebijakan yang dihasilkan belum sepenuhnya menyelesaikan permasalahan kekerasan di Kolombia.

This thesis explains about how clientelistic relations between military groups (guerilla and paramilitary groups) with either one of the President Pastrana and Uribe, which makes violence in Colombia becomes one of the hardest problem to deal with. However, in this clientelistic relations, each of the president could make policies in means of violence reduction in Colombia. Methods of this inquiry is qualitative research by literature research. The focus of this research is to explain the connection between violence reduction with clientelism in both Pasrana and Uribe presidency. The conclusion of this research is the policies in both presidency had not yet to solve the violence problem in Colombia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Mengapa pemerintah, sebagai representasi negara, tampak tidak terlalu bertindak serius dalam persoalan kekerasan seksual? Mengapa negara lebih sering memilih diam atau memilih mengambil sikap “instan” dengan memberi tanggapan seadanya atau, jikapun ada upaya yang agak sistematis, semacam penghukuman kebiri bagi pelaku, upaya tersebut tidak menyentuh struktur dan ideologi patriarkisme sebagai akar persoalan kekerasan seksual? Tulisan ini mendiskusikan bagaimana politik seksualitas yang dipropagandakan negara semasa rezim Orde Baru memberi pengaruh pada sikap yang kurang respons oleh negara dan masyarakat terhadap kasus-kasus kekerasan seksual."
JP 21:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gibson, William M.
Durham: Duke University Press, 1948
342.982 GIB c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: KIPP Indonesia, 2000
324.7 Kek
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bubandt, Nils
"Konflik-konflik berdarah yang menyertai Indonesia setelah jatuhnya Orde Baru cenderung terjadi di Indonesia bagian Timur, dengan pengecualian daerah Aceh. Saat ini banyak analisis akademis, baik dalam bahasa Indonesia maupun Inggris yang telah mulai menguraikan aspek-aspek politis, sosial dan diskursif dari konflik-konflik di Timor Timur, Maluku, Maluku Utara, Poso, Kalimantan dan Papua. Penelitian-penelitian ini telah mulai meninggalkan penelaahan-penelaahan yang terlalu sederhana dan kerap sarat bias yang muncul segera setelah terjadinya konflik. Penelitian-penelitian tersebut mulai memberikan gambaran tentang konteks etnografis yang lengkap dan lebih rumit dari 'perang di Indonesia bagian Timur'. Gambaran ini memperlihatkan tercampur baurnya provokasi politik, ketegangan ekonomi, provokasi diskursif, dan adaptasi buletin lokal terhadap bentuk-bentuk identifikasi berdasarkan agama suku bangsa yang memberikan dorongan dan motif berbeda untuk ikut serta dalam setiap kerusuhan individual yang bergejolak di berbagai wilayah Indonesia Timur setelah tahun 1999. Walaupun setiap bentrokan/pertikaian (bahkan dalam satu wilayah konflik seperti Maluku atau Poso) seringkali bersifat unik secara politis dan pengalaman, mereka saling mempengaruhi satu sama lain. Setiap kerusuhan memupuk berkembangnya perasaan paranoia nasional yang disebarluaskan oleh media. Dalam prosesnya,setiap pertikaian/bentrokan menaburkan bibit-bibit kekerasan di tempat lainnya."
Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hamdan Basyar
"Kekerasan politik pada pemilu 1997 di Pekalongan disebabkan oleh adanya disempowerment dari penguasa kepada masyarakat yang berbeda aliran politik. Hal itu dilakukan baik di bidang sosial, ekonomi, dan maupun bidang politik. Sedangkan penyebab kekerasan politik tahun 1999 adalah adanya perbedaan penafsiran antara masyarakat NU terhadap khittah NU yang dimulai tahun 1984. Pada pemilu 1997, kekerasan politik terjadi antara pendukung PPP dan pendukung Golkar. Pada pemilu 1999, kekerasan politik terjadi antara pendukung PPP dan pendukung PKB.
Ulama sebagai tokoh penutan tidak cukup efektif dalam penyelesaian kekerasan politik tersebut. Dalam kajian dengan masalah politik tersebut, Ulama di Pekalongan, dapat digolongkan menjadi tiga kelompok. Pertama, mereka yang berpendapat bahwa kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, menurut mereka keterlibatan ulama dalam masalah politik sehari-hari adalah suatu keharusan. Kelompok ulama inilah yang kemudian secara langsung ikut terlibat dalam partai politik. Kedua, mereka juga berpendapat bahwa kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan, termasuk politik, tidak dapat dipisahkan. Hanya saja, mereka merasa tidak perlu melibatkan diri dalam politik praktis. Kelompok ulama ini, peduli pada masalah politik dan kenegaraan, tetapi tidak mau menjadi pendukung salah satu partai politik, secara terbuka. Ketiga, mereka yang tidak mau, dan tabu dengan urusan kehidupan politik. Mereka merasa kehidupan berpolitik bukan merupakan bidang urusan ulama. Kelompok ini membatasi kiprahnya hanya dalam masalah moral keagamaan. Mereka sengaja menghindari kehidupan politik, karena hal itu dianggap "terlalu dunia".
Dimana kelompok pertama tidak dapat berperan secara efektif, karena seringkali dicurigai oleh pihak lain yang berbeda aliran politiknya. Ulama kelompok kedua kurang efektif dan efisien dalam berperan menyelesaikan kekerasan politik, karena cara yang dilakukannya tidak secara langsung dan memakan waktu yang agak panjang. Sedangkan ulama kelompok ketiga tidak berperan, karena mereka dengan sengaja menghindari masalah politik dalam kehidupannya.
Dengan tidak berperannya ulama di Pekalongan dalam penyelesaian kekerasan politik, maka keadaan masyarakat menjadi mengambang. Mereka seakan kehilangan tokoh panutan yang mengarahkan kehidupan politiknya. Sebagian masyarakat menjadi apatis terhadap kehidupan politik. Sebagian yang lain terlalu bersemangat dalam kehidupan politik, tanpa memperhatikan hak politik warga lainnya. Akibatnya, mereka menjadi rawan dan rentan terhadap adanya perbedaan aliran politik.
Kondisi itu tentunya bisa menggangu ketahanan wilayah Pekalongan yang pada gilirannya akan mengganggu pula ketahanan nasional. Hal itu dikarenakan berbagai pihak, baik tokoh formal maupun informal, tidak menggunakan pendekatan "ketahanan nasional" secara jelas.
Kalangan ulama, misalnya, tidak begitu memperhatikan asas tannas yang melihat sesuatu secara komprehensif integral atau menyeluruh terpadu. Padahal asas ini bisa disamakan dengan apa yang dalam Islam disebut sebagai "kaffah". Masyarakat Pekalongan yang "agamis" tidak menyeluruh dalam mengamalkan ajaran agama yang mereka anut. Yang mereka lakukan adalah sesuatu yang lebih menguntungkan diri atau kelompoknya, sehingga masalah kekerasan politik di sana tidak dapat diselesaikan dengan tuntas."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia , 2005
303.6 KON
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>