Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133040 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yoshikawa, eiji
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010
895.634 4 Yos tt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yoshikawa, Eiji, 1892-1962
"Toyotomi Hideyoshi wants to serve the emperor as a samurai in the 16th century, and through his perseverance and hard work he becomes the Taiko, the absolute ruler of Japan in the emperor's name."
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2019
895.634 4 YOS t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Yoesoef
"Karya-karya drama pada masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942?1945) pada umumnya sarat dengan propaganda pemerintah militer Jepang yang berusaha mengajak masyarakat Indonesia untuk membantu peperangan melawan Amerika dan Inggris dalam Perang Dunia II. Karya sastra dijadikan alat propaganda yang tepat, terutama drama, karena masyarakat dapat langsung menerima pesan-pesan dan mencontoh apa yang seharusnya dilakukan dalam masa perang itu. Para seniman kemudian dihimpun oleh Kantor Dinas Propaganda (Sendenbu) untuk bekerja dalam lapangan kesenian masing-masing untuk memberi semangat kepada rakyat Indonesia. Sejumlah penulis drama, antara lain seperti Usmar Ismail, El Hakim, Armijn Pane, Soetomo Djauhar Arifin, dan Merayu Sukma menyambut dengan semangat program pemerintah tersebut dengan menghasilkan karya-karya drama dan dimainkan oleh grup sandiwara yang juga banyak bermunculan pada saat itu.

Many plays in Japanese occupation period (1942?1945) were full of propaganda of Japanese Military Government that tried to influence Indonesian people to assist Japanese troops in fighting American army in World War II. Literature was used as a proper propaganda tool, especially plays, where people could get the message directly about what they should do in war situation. A lot of artists were gathered by the Propaganda Service Office (Sendenbu) to work on their fields of creativity (music, sculpture, literature, drama, painting) in order to encourage Indonesian people to participate in the war. Some playwrights such as Usmar Ismail, El Hakim. Armijn Pane, Soetomo Djauhar Arifin, and Merayu Sukma enthusiastically welcomed the program. They wrote many plays that were played by various drama groups that sprang up in that period."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Bangkit Setiawan
"Zaman Edo atau yang disebut juga zaman Tokugawa (1600-1868) adalah salah satu zaman di mana Jepang menerapkan sistem pemerintahan feodal. Akan tetapi, karakteristik feodalisme yang terjadi di zaman Edo apabila dibandingkan dengan feodalisme zaman yang lain terlihat dengan jelas memiliki 2 buah ciri yang tidak dimiliki oleh zaman lainnya. Kedua karakteristik tersebut adalah Pemusatan Kekuasaan pada bakufu (sentralisasi kekuasaan), dan Penyusunan Masyarakat dan sistem Stratifikasi yang ketat.
Tokugawa Ieyasu (1542-1616) sebagai seorang konseptor keshogunan Edo menggunakan ajaran-ajaran moral yang dikembangkan oleh Neo Konfusianisme aliran Shushigaku untuk mencetak masyarakat menjadi suatu kelompok terstratifikasi, dan dalam bidang politik ia menggunakannya sebagai doktrin bagi para penguasa daerah agar meyakini bahwa konsep politik terpusat (sentralisasi) adalah 'jalan langit' yang harus mereka tempuh. Ini semua termaktub dalam babad resmi zaman Edo, Tokugawa Jikki.
Dalam masalah yang berbau ideologis ini, Tokugawa Ieyasu mengangkat seorang murid dari ahli Konfusianisme di Kyoto, Fujiwara Seika (1561-1619) yang bernama Hayashi Razan (1583-1657) untuk memberi nasehat dan masukkan dalam bidang politik. Pengangkatan Hayashi Razan ini membuahkan hasil diundangkannya 3 peraturan utama Edo yakni; Bukeshohatto, Jiin Hato, Kinchu Narabini Kugeshohatto, yang mana ketiga undang-undang ini menjadi undang-undang yang membentuk dan memberikan ciri pada sistem feodal zaman Edo sebagai mana disebutkan di atas.
Melalui penelusuran teks-teks kuno dan doktrin-doktrin yang diajarkan oleh Hayashi Razan, dengan kata lain dengan merekonstruksi pemikiran Hayashi Razan tentang dua konsep yang menjadi karakteristik sistem feodal zaman Edo; yakni pemusatan kekuasaan dan stratifikasi masyarakat; maka dapat dikatakan bahwa terbukti ada pengaruh pemikiran-pemikiran Shushigaku yang dibawa oleh Hayashi Razan dalam sistem politik dan struktur masyarakat Jepang zaman Edo."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S13497
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Karya-karya drama pada masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942?1945) pada umumnya sarat dengan propaganda
pemerintah militer Jepang yang berusaha mengajak masyarakat Indonesia untuk membantu peperangan melawan
Amerika dan Inggris dalam Perang Dunia II. Karya sastra dija
dikan alat propaganda yang tepat, terutama drama, karena
masyarakat dapat langsung menerima pesan-pesan dan menc
ontoh apa yang seharusnya dilakukan dalam masa perang
itu. Para seniman kemudian dihimpun oleh Kantor Dinas Propaganda (
Sendenbu) untuk bekerja dalam lapangan kesenian masing-masing untuk memberi semangat kepada rakyat Indonesia. Sejumlah penulis drama, antara lain seperti Usmar Ismail, El Hakim, Armijn Pane, Soetomo Djauhar Arifin, dan Merayu Sukma menyambut dengan semangat program pemerintah tersebut dengan menghasilkan karya-karya drama dan dimainkan oleh grup sandiwara yang juga
banyak bermunculan pada saat itu.

Abstract
Many plays in Japanese occupation period (1942?1945) were full of propaganda of Japanese Military Government that
tried to influence Indonesian people to assist Japanese tr
oops in fighting American army in World War II. Literature
was used as a proper propaganda tool,
especially plays, where people could ge
t the message directly about what they
should do in war situation. A lot of artists were gathered
by the Propaganda Service Office
(Sendenbu) to work on their
fields of creativity (music, sculpture, literature, drama, pain
ting) in order to encourage Indonesian people to participate
in the war. Some playwrights such as Usmar Ismail, El Hakim. Armijn Pane, Soetomo Djauhar Arifin, and Merayu
Sukma enthusiastically welcomed the program. They wrote many plays that were played by various drama groups that
sprang up in that period."
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Iswary Lawanda
"ABSTRAK
Kesimpulan penelitian ini, wanita Jepang khususnya wanita di zaman Meiji di dalam program industrialisasi pemerintah peran nya dianggap rendah dan tidak dihargai. Namun, tidak disangkal bahwa kondisi wanita menjadi lebih baik.
Pembagian kerja antara pria dan wanita serta patriarkat menjadi doktrin yang tidak dapat dihindari dalam masyarakat Jepang. Perubahan dalam lapangan pekerjaan memberikan akses kepada wanita untuk menerima upah sebagai tenaga kerja. Walaupun tekanan dalam pekerjaan terhadap wanita tidak dapat dihindari, upah sangat rendah yang diterima, dan pekerjaan wanita yang dianggap paruh waktu dengan waktu kerja yang panjang. Pendaya gunaan tenaga kerja wanita sangat tinggi dan perbedaan upah dibandingkan pria berada di tingkatan terbawah.
Jiyuminken menciptakan perundang undangan (Dainihon Teikokukenpo dan Meijiminpo) mengandung maksud memperbaiki status wanita, kenytaannya hanya pada hal tertentu dan terbatas. Penyebab dari rintangan bagi wanita perangkat hukum Meijiminpo mempertegas pembatasan kedudukan wanita dan sistem sebagai dasar dari Meijiminpo menekan pembagian kerja di dalam rumah tangga.
wanita dari shakaishugi (faham sosialis) menampilkan akibat dari sistem le dan kapitalisme yang membentuk kondisi tidak sama bagi wanita. Pria menerapkan sistem Ie pada pekerjaan di luar rumah tangga sehingga dapat menarik keuntungan dari kondisi tersebut. Wanita ditekankan memiliki sebagian besar tanggung jawab di lingkungan domestik dan pemeliharaan anak.
Usaha menempatkan wanita sama dengan pria dilakukan dengan pandangan sosialis, namun pada kenyataannya gender merupakan faktor penentu di dalam hubungan sosial masyarakat. Wanita terbagi menurut gender dan startifikasi masyarakat. Menjadi wanita ryosaikenbo sangat penting, semua wanita diperlakukan sebagai isteri yang baik dan ibu yang bijaksana di dalam rumah tangga, tempat kerja dan masyarakat. Dalam kenyataan kehidupan wanita Jepang direndahkan tidak dihargai.

"
1995
T3923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdalqadir as-Sufi
Depok: Pustaka Adina, 2017
297.09 ABD p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Sendra
"Latar Belakang
Sejak zaman Meiji (1868-1912) sampai Perang Dunia II, pertanian merupakan pekerjaan seumur hidup bagi 5,5 juta keluarga atau 13,7 juta orang penduduk Jepang, Sejak tahun 1870 80 % dari penduduk Jepang bermatapencaharian sebagai petani, tetapi dengan pertumbuhan penduduk angka tersebut menurun, meskipun jumlah petaninya secara absolut tetap sama. (Tadashi Fukutake, 1989:1).
Menurut Emiko Dhnuki Tierney (1992:34) menyebutkan bahwa pertanian khususnya pertanian sawah diusahakan di Jepang sebagai pertanian utama, di samping itu juga ada pertanian lainnya seperti: gandum (multi), jawawut (kibi), wijen (goma), yang ditanam di daerah yang kurang subur dan tidak memerlukan perhatian yang banyak dibandingkan dengan tanaman padi. Di Jepang istilah pertanian sawah disebut suiden, di samping itu juga ada istilah lainnya seperti hatake yang artinya ladang, yaitu jenis pertanian yang diusahakan di daerah yang memiliki topografi yang tinggi seperti di daerah pegunungan karena air sulit diperloleh. Tanaman padi yang menghasilkan beras sebagai makanan pokok merupakan pertanian utama, sekitar 55 persen dari total lahan yang bisa diolah dan ditanami yaitu kira-kira 5,2 juta ha (Takekazu Ogura, 1967:8), berupa pertanian sawah dengan jaringan irigasi yang luas, yang bisa ditemukan di setiap wilayah di Jepang, terutama di bagian Utara Jepang yaitu wilayah Hokaido (R. P. Dore, 1959:8).
Salah satu ciri utama dari sistem pertanian Jepang adalah pertanian sawah dalam sekala kecil sebagai usaha pertanian yang dominan dan sifat ini berlanjut sampai zaman Meiji. (Takekazu Ogura, 1970:147). Pertanian Jepang sebelum Perang Dunia II berakar dalam suatu sistem yang ditandai oleh unit-unit pertanian yang kebanyakan sangat sempit dan digarap dengan tangan, kemungkinan untuk memperluas lahan garapan yang terbatas secara geografis sangat kecil. Tadashi Fukutake (1989:1-3) menjelaskan bahwa sebagai petani zaman kuno, rakyat Jepang selalu memanfaatkan setiap jengkal tanahnya yang dapat dikerjakan, dan pada umumnya le yang memiliki lahan-lahan pertanian yang luas menggunakan anggota-anggota le untuk mengolah lahan pertanian tersebut.
Keterbatasan lahan garapan ini akan dapat mengancam kehidupan le dalam susunannya yang lama, apabila terjadi pergantian dari generasi tua kepada generasi yang baru. Permasalahan ini akan muncul apabila kepala le harus digantikan oleh penggantinya dan anak-anaknya menuntut hak atas kekayaan yang dimiliki oleh le tersebut. Oleh karena itu harus ada norma-norma khusus yang mengatur pergantian tersebut. Norma ini berupa aturan-aturan mengenai pewarisan yang mengatur pengalihan dan penguasaan terhadap kekayaan yang dimiliki oleh le. (Eric R Walt 1995:129).
Dalam kehidupan sehari-hari petani Jepang, pengaturan mengenai pola-pola pewarisan harta warisan le diatur dalam pranata sosial le. Pranata ini mencakup aturan-aturan yang berkenaan dengan kedudukan dan penggolongan dalam struktur sosial le, yang mengatur peran, serta berbagai hubungan dan peranan dalam tindakan dan kegiatan yang dilakukan (Parsudi Suparlan, 1981/1982:84-85).
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Hayuni Wulandari
"Sejarah Indonesia bisa dikatakan bercorak androcentric, narasi tentang masa lalu di Indonesia hanya berpusat di sekitar kegiatan laki-laki. Sementara itu, studi tentang perempuan masih terbatas dan didominasi dengan tema pemberdayaan perempuan atau gender mainstreaming bukan women history yang lebih mengutamakan perspektif feminisnya daripada gender. Maka dari itu, penelitian ini akan membahas tentang pemberdayaan perempuan pada masa Pendudukan Jepang melalui Fujinkai.
Masalah yang dibahas adalah bagaimana negara mengubah Fujinkai menjadi mesin politik dalam memobilisasi kekuatan rakyat selama masa perang dengan menggunakan ideologi negara pada feminis Jepang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan perspektif baru tentang Fujinkai yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu cara otoritas selama pendudukan Jepang menggunakan ideologi. Dalam kasus ini, ideologi negara tentang feminisme Jepang diinternalisasi dan diimplementasikan ke Fujinkai untuk membangun kekuatan masyarakat di daerah pendudukan di Jawa untuk mendapatkan kemenangan dalam Perang Asia Timur Raya.
Teori yang digunakan dalam memahami isu penelitian ini adalah teori ideologi dari Franz Schurmann. Sebagai ideologi praktis, penelitian ini juga menggunakan teori gender oleh Abbot, Moore, dan Suryakusuma. Bahkan, penelitian ini menggunakan pendekatan teori komparatif sebagai alat analisis dalam mengungkapkan permasalahan.

Indonesia history can be considered as having androcentric pattern since it rsquo s past narrations in Indonesia occured and centered solely on the men activity. The women, both as an object and a discourse in history are one of the missing elements in Indonesia history. Therefore, this study will discuss about the empowerment of women during the Japanese Occupation through Fujinkai.
The main issue discussed in this research is the way the state altered Fujinkai to political machine in mobilizing people power during war time by employing the state ideology on Japanese feminity. The objective of this research is to get a new perpective on Fujinkai which differed from previous researches, i.e.the way the authority during Japanese occupation used ideology. In this case, the state ideology on Japanese femininity internalized and implemented into Fujinkai to build people power in occupation area in Java to gain victory in Greater East Asia War.
The theory used in understanding the issue of the research is the ideology theory by Franz Schurmann. As practical ideology, this research also used theory of gender by Abbot, Moore, and Suryakusuma. Moreover, this research used comparative theory approach as analysis tool in revealing the issue."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Agama Kristen masuk ke Jepang sejak tahun 1549, yaitu pada saat seorang misionaris Katolik Roma bernama Francis Xavier tiba di daerah Kagoshima. Memasuki zaman Edo (1603-1867), pada awalnya Tokugawa Ieyasu sebagai pemimpin pertama pemerintahan bakufu Edo, tidak menunjukkan keberatannya terhadap penyebaran agama Kristen dan keberadaan para misionaris di Jepang.Pada tanggal 1 Februari 1614, pemerintah bakufu Edomengeluarkan dekrit pertama pelarangan agama Kristen. Alasan utamadikeluarkannya dekrit tersebut adalah bahwa pemerintah Tokugawa ingimenciptakan suatu pemerintahan yang absolut di Jepang dan agamaKristen dianggap sebagai ancaman bagi persatuan bangsa Jepang. Selaindikeluarkannya dekrit pelarangan agama Kristen, sebagai bagian dari pelaksanaan pelarangan penyebaran agama Kristen, pemerintah bakufuEdo juga melaksanakan politik sakoku (politik penutupan negara) dansistem danka. Menurut Okuwa Mitoshi dalam bukunya yang berjudul Jidanno Shiso, dijelaskan bahwa pengertian dari danka adalah keluarga yangmelaksanakan upacara kematian pada kuil Budha tertentu danbertanggung jawab untuk melakukan pemeliharaan terhadap kuil tersebut. Dengan diterapkannya sistem danka, maka setiap keluargadiwajibkan untuk menjadi anggota kuil Budha tertentu dan penganutKristen diharuskan meninggalkan agamanya tersebut. Selain adanyapenganut Kristen yang meninggalkan agamanya, juga ada penganutKristen yang tetap bertahan dengan keyakinannya selama masapenerapan sistem danka tersebut dan disebut dengan kakure kirishitan. Permasalahan dalam skripsi ini adalah sistem danka sebagai salah satu faktor penyebab munculnya kakure kirishitan.Permasalahan dalam skripsi ini adalah sistem danka sebagai salah satu faktor penyebab munculnya kakure kirishitan.Permasalahan dalam skripsi ini adalah sistem danka sebagai salah satu faktor penyebab munculnya kakure kirishitan.Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan skripsi Sistem Danka dan kehidupan Kakure Kirishitan Pada Zaman Edo di Jepang {1603-1867) di Jepang adalah_ Dengan diterapkannya sistem danka pada zaman Edo, para penganut Kristen terpaksa meninggalkan agamanya tersebut. Namun, selain adanya penganut Kristen yang meninggalkan agamanya, ada juga para penganut Kristen yang tetap bertahan dengan keyakinannya tersebut dan disebut dengan kakure kirishitan._ Di satu sisi, para penganut Kristen pada zaman Edo berusaha untuk tetap bertahan dengan keyakinannya, sedangkan di sisi lain mereka berusaha untuk menuruti perintah yang dikeluarkan oleh pemerintah bakufu Edo untuk menjadi anggota danka._ Dengan diterapkannya sistem danka, pemerintah bakufu makin mempertegas pelarangan terhadap penyebaran agama Kristen sehingga agama Kristen tidak dapat berkembang luas di Jepang._ Pelaksanaan sistem danka juga melahirkan perpaduan (sinkrstisme) antara tiga agama, yaitu Budha, Shinto, dan Kristen. Hal ini disebabkan karena seluruh masyarakat Jepang pada zaman Edo, baik yang beragama Budha, Shinto, ataupun Kristen, wajib untuk menjadi anggota danka."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S13528
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>